Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
This study try to give the initial analysis description about the comparison of fair value and
historical approaches in recognize and measure biological assets, and the impact of
approaches itself on plantation companies financial statement, before PSAK 69 officially
applied in Indonesia on 1 January 2018. This study use comparative method to compare
some variables at two groups of plantation companies applying fair value and historical
approaches. Samples were selected through purposive sampling method. The hypothesis tests
in this study use statistical tests with nonparametric difference test Mann Whitney U for two
groups of independent samples.
The result of this study determine that there is no significant difference of total assets value,
revenue, and earnings but there is significant difference of Return on Assets (ROA) and
Income Smoothing Index (ISI) between two groups of plantation companies applying fair
value and historical approaches. As implication from the research conclusion above is giving
an early warning toward plantation companies in Indonesia to prepare everything stated in
PSAK 69 early, in particular applying fair value.
1. Pendahuluan
akuntansi keuangan tentang pengakuan dan pengukuran aset biologis yang berlaku di
Indonesia. Selain itu, diharapkan dapat menambah wawasan tentang bagaimana pengaruh
pengakuan dan pengukuran aset biologis bagi kualitas laporan keuangan perusahaan
selanjutnya.
(Otoritas Jasa Keuangan dan Kementrian Keuangan) sebagai bahan pertimbangan untuk
Indonesia. Selain itu, dapat memberikan masukan kepada Dewan Standar Akuntansi
pengakuan dan pengukuran aset biologis terhadap kualitas penyajian Laporan Keuangan.
Financial Reporting Standards (IFRS) yang telah disepakati oleh lebih dari 150 negara di
dunia sebagai standar akuntansi keuangan Internasional. Indonesia sebagai salah satu
Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Selain itu, konvergensi IFRS adalah kesepakatan
pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 Forum. SAK yang berlaku di Indonesia per 1
Januari 2015 secara garis besar telah konvergen dengan IFRS yang berlaku efektif 1 Januari
2014.
Salah satu pengaturan yang telah terbit dan berlaku sebagai standar Internasional
adalah mengenai perlakuan akuntansi aset biologis pada sektor perkebunan, yakni
sampai dengan saat ini masih menuai banyak perdebatan dan permasalahan di beberapa
negara baik teoritis maupun praktik, terutama konsep nilai wajar. Berdasarkan hasil
penelitian yang dikeluarkan The Institute of Chartered Accountants of Scotland pada tahun
2011, terdapat banyak kekurangan IAS 41 ketika diimplementasikan dalam praktik, salah
sektor agrikultur secara internasional mengingat adanya perbedaan sistematik dalam cara
Dalam rangka merespon IAS 41, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
IAI telah mengesahan PSAK 69: Agrikultur pada tanggal 16 Desember 2015. Secara umum,
PSAK 69 mengatur bahwa aset biologis atau produk agrikultur diakui saat memenuhi
beberapa kriteria yang sama dengan kriteria pengakuan aset. Aset tersebut diukur pada saat
pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan keuangan pada nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual. Selisih yang timbul dari perubahan nilai wajar aset diakui
dalam laba rugi periode terjadinya. Pengesahan aturan ini tentunya diharapkan akan
membawa perbaikan dalam penilaian, pengukuran, dan penyajian aset biologis di Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Pada
tahun 2015 terdapat 16 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Berdasarkan data Laporan Keuangan Tahunan 2015, nilai aset biologis pada
Nilai tanaman perkebunan mencapai Rp49,3 Triliun, atau sekitar 33% dari total aset
Keuangan Tahunan 2015 diterbitkan, hanya terdapat 1 perusahaan perkebunan yang telah
menerapkan pendekatan nilai wajar dalam menilai aset biologisnya. Berbeda dengan
perusahaan perkebunan yang terdapat di negara tropis penghasil kelapa sawit lainnya yakni
Singapura dan Malaysia yang sebagian besar telah menerapkan pendekatan nilai wajar
sesuai IAS 41. Pada tahun 2015, tercatat dari 15 perusahaan perkebunan yang telah
Sejauh ini, banyak pihak yang bersikap kritis terhadap penerapan nilai wajar
terhadap aset biologis dan perubahan nilainya yang harus diakui dalam laporan laba rugi
perusahaan. Menezes (2015) menyatakan perusahaan yang menggunakan metode nilai wajar
untuk mencatat dan melaporkan aset biologis, memiliki rata-rata tingkat perataan laba yang
tinggi. Nurhaeti (2014) menyatakan bahwa perlakuan akuntansi aset biologis dengan basis
nilai wajar dibandingkan dengan nilai historis memiliki perbedaan yang material sehingga
perusahaan harus siap dengan fluktuasi nilai wajar yang terdapat di pasar aktif. Marsh dan
Fischer (2013) menyatakan pengukuran aset biologis yang dinilai berdasarkan nilai historis
lebih konservatif, tetapi kurang menyajikan informasi yang andal. Abdullah (2011)
menyatakan bahwa pengukuran aset biologis berupa tanaman perkebunan yang berdasarkan
nilai historis dipandang belum mampu memberikan informasi yang relevan bagi pengguna
laporan keuangan. Sedangkan Maruli dan Mita (2010) menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada nilai total aset, pendapatan, laba, ROA, dan ISI, serta tidak
ditemukan pengaruh yang berbeda terhadap volatilitas earnings perusahaan agrikultur yang
terhadap kualitas laporan keuangan yang merupakan sumber informasi bagi pemakai yang
berkepentingan, termasuk para investor. Pemilihan metode akuntansi yang tepat, jumlah dan
jenis informasi yang harus diungkapkan, serta format penyajian yang menyediakan
informasi paling bermanfaat untuk tujuan pengambilan keputusan sangat diperlukan agar
sampel perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menggunakan nilai wajar dan
nilai historis selama tiga tahun berturut-turut dalam rentan waktu tahun 2013-2015.
Pemilihan data laporan keuangan perusahaan perkebunan pada tahun 2013-2015 ini
dilakukan agar data laporan keuangan yang digunakan masih up to date dan dipastikan telah
diaudit.
a. Apakah terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total aset, pendapatan, dan laba di
antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan
nilai historis?
b. Apakah terdapat perbedaan yang nyata pada nilai rasio profitabilitas Return on Assets
c. Apakah terdapat perbedaan yang nyata pada nilai Income Smoothing Index (ISI) di
antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan
nilai historis?
a. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total aset, pendapatan, dan laba di antara
kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai
historis.
b. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai rasio profitabilitas Return on Assets (ROA) di
antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan
nilai historis.
c. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai Income Smoothing Index (ISI) di antara
kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai
historis.
Penentuan pendapatan akuntansi dapat dievaluasi dalam 3 tingkat teori, yaitu bentuk
struktural tau sintaktis, semantik atau interpretatif, dan behavioral atau pragmatis. Dalam
bentuk yang tradisional struktural, penilaian aset merupakan suatu langkah dengan proses
capital maintenance. Konsep capital maintenance ini mensyaratkan penilaian aset sedemikian
rupa sehingga income dapat dihitung berdasarkan kenaikan aset dalam suatu periode. Dari
segi behavioral, penilaian harus memungkinkan perhitungan income yang berguna untuk
realizable values sedangkan non-monetary asset dinilai berdasarkan nilai masukan atau input-
values sampai non-monetary asset ini dialokasikan menjadi biaya dan di-match dengan
revenue dari produk yang bersangkutan atau kepada periode yang bersangkutan. Oleh karena
itu, tujuan peniliaan non-monetary asset adalah untuk memperoleh dasar bagi perhitungan
gross operating margin dan income dari semua transaksi. Jadi, income disini merupakan
selisih antara seluruh revenue dengan nilai masukan atau input value dari semua expenses
yang berkaitan dengan revenue tersebut atau expense yang berkaitan dengan revenue tersebut
Income merupakan hasil dari matching antara expense yang dinilai dengan historical
cost dan revenue yang bersangkutan. Pemisahan antara income dari holding gains atau
holding loss juga dapat dilakukan dengan menilai masukan berdasarkan current replacement
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori ini menjelaskan bahwa
income merupakan hasil dari matching antara expense dan revenue, dan income akan lebih
baik apabila historical cost dinilai kembali ke dalam satuan uang yang mempunyai daya beli
yang sama dengan nilai wajar. Fokus utama dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis
perbandingan dampak penerapan pendekatan nilai wajar dan nilai historis pada perusahaan
kualitas laporan keuangan yang lebih baik daripada nilai historis sebagaimana didukung oleh
teori ini.
Rantai nilai dipopulerkan oleh Michael E. Porter pada tahun 1985. Porter
memberikan pemahaman rantai nilai sebagai sebuah kombinasi dari sembilan aktivitas
operasi penambahan nilai umum dalam sebuah perusahaan. Fokus utama dalam rantai nilai
terletak pada keuntungan yang ditambahkan kepada konsumen, proses saling bergantung yang
menghasilkan nilai, dan permintaan yang dihasilkan, serta arus dana yang dibuat (Feller et al.,
2006).
Rantai nilai menampilkan nilai keseluruhan, dan terdiri dari aktivitas nilai dan
marjin. Aktivitas nilai merupakan aktivitas nyata secara fisik dan teknologi yang dilakukan
perusahaan. Marjin merupakan selisih antara nilai total dan biaya kolektif yang dilakukan dari
aktivitas nilai. Analisis rantai nilai memperlihatkan perusahaan sebagai sebuah proses yang
Hitt et al. (2001) menyatakan bahwa rantai nilai adalah pola yang digunakan
perusahaan untuk memahami posisi biayanya dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang
dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dari strategi tingkat bisnisnya. Rantai nilai
menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan baku ke pelanggan akhir.
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa teori rantai nilai
merupakan teori yang menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan
baku ke pelanggan akhir. Dalam penelitian ini, aset biologis dinilai dari saat tanaman
diperoleh sampai dengan sudah menghasilkan produk dan dijual. Pada perusahaan yang
menggunakan pendekatan nilai wajar, di setiap akhir periode, aset direvaluasi sehingga gain
atau loss dapat diketahui pada periode selama proses transformasi biologis. Penelitian ini
menggunakan variabel nilai total aset untuk menguji salah satu hipotesis. Sejalan dengan teori
rantai nilai, pola yang digunakan perusahaan untuk memahami posisi nilai aset biologis
dengan nilai wajar yang direvaluasi setiap akhir periode akan menyajikan nilai yang lebih
relevan.
Penciptaan nilai dalam pengertian lasikal dan sederhana adalah performa dari
serangkaian tindakan untuk meningkatkan nilai kelayakan aset, barang, jasa, atau bahkan
suatu bisnis. Banyak pelaku usaha sekarang ini berfokus pada penciptaan nilai dalam rangka
menciptakan nilai yang lebih baik bagi pelanggan untuk mendapatkan produk dan jasa, serta
sekaligus bagi para pemilik atau penanam modal yang menginginkan saham mereka
Pandangan lain mengenai penciptaan nilai dinyatakan oleh Zamalludin (2006) yang
mengartikan penciptaan nilai sebagai suatu transformasi dari hasil kreativitas dan inovasi
melalui penemuan atau pengembangan dalam menghasilkan produk atau jasa di suatu
perusahaan. Penciptaan nilai memerlukan perbaikan proses bisnis yang melibatkan berbagai
pihak dalam perusahaan, dengan melakukan upaya pemahaman sebaik mungkin mengenai
berkepentingan, dengan menciptakan nilai untuk para pelanggan, para anggota atau karyawan,
dan para pemilik atau penanam modal. Jika tujuan usaha itu demikian, maka misi organisasi
harus diwujudkan dengan mengutamakan nilai pada semua kegiatan yang dilakukan.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan seluruhnya berkaitan dengan teori
penciptaan nilai. Manajemen dapat saja membuat inovasi dalam rangka menciptakan nilai
yang lebih baik yang berdampak bagi para pemilik atau penanam modal yang menginginkan
saham mereka terapresiasi dengan pertumbuhan nilai, misalnya saja dengan menerapkan
Pelaporan pendapatan perusahaan yang memiliki aset biologis sangat erat kaitannya
dengan pengakuan kenaikan nilai yang timbul dari pertumbuhan alami atau proses
pertambahan umur selama produksi. Pertumbuhan alami atau penuaan ini sepanjang waktu
hanyalah bagian proses produksi, ditinjau dari pandangan ilmu ekonomi, sebagai proses
perubahan bentuk barang. Oleh sebab itu, dalam pengertian ekonomi, pertumbuhan
Pendapatan atau laba dari pertumbuhan hanya dapat diakui melalui proses
pelaksanaan penilaian persediaan secara komparatif. Pengakuan ini bukanlah hasil transaksi.
Oleh sebab itu, pengakuan ini berbeda dari kasus pelaporan pendapatan selama produksi
seperti telah dibahas sampai sejauh ini. Akan tetapi, hal ini tidak mempengaruhi logika
pelaporan kenaikan dalam pengukuran aktiva. Keterbatasannya terutama ditinjau dari segi
praktis.
Nilai sekarang yang didiskonto sulit ditetapkan karena nilai ini tergantung pada
harapan mengenai harga pasar di kemudian hari dan harapan mengenai biaya untuk
pertumbuhan dan biaya pemanenan di masa datang serta penyiapan produk tersebut untuk
dipasarkan. Dalam beberapa kasus, seperti pembibitan ternak dan peternakan, karena produk
itu memiliki harga pasar dalam berbagai tahap pertumbuhan, maka proses penilaian menjadi
lebih sederhana. Tetapi, walaupun dapat diuji pengukuran ini juga hanya merupakan
aproksimasi dari nilai bersih yang akan datang yang didiskonto. Jika produk ditahan untuk
subyektif, bahwa nilainya pada masa datang lebih besar daripada harga pasar yang sekarang.
Jika sebaliknya maka pemilik akan menjual produk itu di pasar yang sekarang. Jadi, harga
pasar yang sekarang di kurangi biaya pemanenan mungkin sekali merupakan estimasi
tersedia untuk dividen, adalah kriteria yang salah untuk pengakuan pendapatan. Di dalam
praktek akuntansi yang sekarangpun terdapat banyak situasi bahwa laba menghasilkan aktiva
lancar, tetapi karena berbagai alasan, manajemen keuangan yang bijaksana tidak melakukan
pembayaran deviden. Kriteria yang penting adalah kepastian harga jual akhir produk itu dan
tambahan biaya yang diperlukan untuk memungkinkan pertumbuhan optimum dan persiapan
penjualan. Jika pasar yang pantas tidak terjamin, atau jika biaya tambahan tidak pasti, maka
pelaporan pendapatan dari pertumbuhan sangat tidak tepat. Luasnya kemungkinan hasil yang
mungkin dapat menghalangi verifikasi yang obyektif atau bahkan estimasi yang sahih atas
jumlah pendapatan (revenue) atau laba (income) yang bernilai tunggal (Hendriksen, 2000).
Penelitian ini mengambil topik aset biologis pada perusahaan perkebunan. Sesuai
teori akresi, aset biologis memiliki proses pertumbuhan alami sebagai bagian proses produksi
yang akan memperoleh pengakuan kenaikan nilai yang timbul dari pertumbuhan alami atau
proses pertambahan umur selama proses produksi. Hal ini sejalan dengan praktik
implementasi pendekatan nilai wajar yang selalu menilai kembali aset di setiap akhir periode,
sehingga pendapatan atau laba dari pertumbuhan yang menjadi variabel dalam penelitian ini
dapat diakui secara lebih andal melalui proses pelaksanaan penilaian aset.
dalam dua kelompok laporan keuangan yang berbeda (menggunakan pendekatan nilai wajar
dan nilai historis). Model penelitian yang digunakan untuk merumuskan hipotesis dalam
Laporan Keuangan
2.6 NILAI TOTAL ASET, PENDAPATAN, DAN LABA DENGAN PENDEKATAN NILAI WAJAR
biologis jika menggunakan konsep nilai historis. Dengan konsep nilai wajar, entitas tetap
dapat mengetahui laba atau rugi bersih yang dialaminya pada periode selama proses
transformasi biologis pada tanaman perkebunan sampai tanaman tersebut dapat menghasilkan
manfaat ekonomis bagi entitas. Pada konsep nilai wajar, tidak terdapat akun akumulasi
Nurhaeti (2014) menyatakan bahwa perlakuan akuntansi aset biologis dengan basis
nilai wajar dibandingkan dengan nilai historis memiliki perbedaan yang material sehingga
perusahaan harus siap dengan fluktuasi nilai wajar yang terdapat di pasar aktif. Perbedaan ini
antara lain dapat terlihat pada nilai aset, pendapatan, dan laba perusahaan. Nurhaeti (2010)
juga menyatakan bahwa penggunaan penilaian subjektif dalam memperkirakan nilai wajar,
seperti harga pasar aset sejenis atau penggunaan model nilai sekarang, akan menghasilkan
mengalami penurunan nilai laba yang cukup signifikan, namun secara terus-menerus akan
mengalami peningkatan mengingat nilai yang disajikan dalam neraca menunjukkan nilai yang
sebenarnya. Berbeda dengan perusahaan yang menggunakan konsep nilai historis, nilai yang
tersaji dalam neraca cenderung stabil namun menunjukkan undervalued. Oleh karena itu,
H1. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total aset, pendapatan, dan laba di antara
kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai
historis.
2.7 RETURN ON ASSETS (ROA) DENGAN PENDEKATAN NILAI WAJAR DAN NILAI
HISTORIS
Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aset yang digunakan. ROA
yang positif menunjukkan bahwa dari total aset yang dipergunakan untuk beroperasi,
perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila ROA yang negatif
menunjukkan bahwa dari total aset yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian
(Purhadi, 2006:30).
Nurhaeti (2014) menguji nilai aset biologis perusahaan perkebunan sampel dengan
metode pendekatan nilai wajar berdasarkan IAS 41 dibandingkan nilai yang tertera pada
laporan keuangan. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa nilai rasio profitabilitas ROA
pendekatan nilai wajar dan nilai historis dalam menilai aset biologis akan jauh berbeda.
H2. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai rasio profitabilitas Return on Assets (ROA) di
antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan
nilai historis.
2.8 INCOME SMOOTHING INDEX (ISI) DENGAN PENDEKATAN NILAI WAJAR DAN NILAI
HISTORIS
Untuk mengetahui nilai perataan laba yang dilakukan perusahaan maka digunakan
Income Smoothing Index (ISI) dan merupakan indeks yang diusulkan oleh Eckel (1981). Studi
dengan model statistik untuk mendeteksi manajemen laba, terutama yang berdasarkan data
Marsh & Fischer (2013) menemukan bahwa penggunaan nilai wajar secara konsisten
GAAP. Hasil dari analisis penelitiannya yakni pendekatan dengan nilai historis untuk aset
wajar seharusnya menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada nilai historis. Selain itu, nilai
relevansinya juga menjadi terlihat lebih baik. Hipotesis berikutnya yang diajukan adalah:
H3. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai Income Smoothing Index (ISI) di antara
kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai
historis.
3. METODE PENELITIAN
yaitu perbedaan dampak pengakuan dan pengukuran aset biologis pada kelompok
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari website
Bursa Efek Singapura (www.asx.com.au), dan website perusahaan. Adapun data yang
diperlukan yaitu data keuangan yang terdiri dari total aset, pendapatan, laba, perhitungan
rasio profitabilitas ROA, dan perhitungan ISI yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan
perusahaan perkebunan yang telah diaudit selama tiga tahun berturut-turut dalam rentang
waktu tahun 2013 sampai dengan 2015. Data dalam penelitian ini diambil dari perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang terletak di negara-negara tropis saja, agar dapat menunjukkan
nilai yang lebih komparatif. Hal ini didukung oleh data dan fakta bahwa perusahaan
perkebunan kelapa sawit di Asia hanya terletak di negara Indonesia, Malaysia, dan
Singapura saja.
negara tetangga serumpun (Malaysia dan Singapura) yang terdaftar di bursa efek
masing-masing negara dan telah mempublikasikan laporan keuangan akhir tahun setiap
tahunnya selama tiga tahun berturut-turut dalam rentang waktu tahun 2013-2015.
dinilai menggunakan pendekatan nilai wajar atau nilai historis yang dapat diketahui
deskriptif. Nilai data keuangan yang didapat dari laporan keuangan dikonversikan ke dalam
sampel dari negara-negara yang berbeda (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dengan mata
Konversi nilai data keuangan sampel ke dalam USD dilakukan mengingat mata
uang ini adalah mata uang yang diakui sebagai mata uang internasional, memiliki tingkat
konvertibilitas tinggi, stabil, dan paling banyak ditransaksikan di dunia menurut survey dari
Bank of International Settlements (BIS). Adapun nilai kurs yang digunakan adalah kurs
tengah per 31 Desember 2013, 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2015 pada ketiga
a. Aset: nilai total aset perusahaan perkebunan yang dimiliki dan dilaporkan di neraca.
b. Pendapatan: nilai total dari pendapatan kotor perusahaan perkebunan sebelum dikurangi
dengan biaya-biaya operasional yang terdapat di dalam laporan laba rugi perusahaan
setiap tahunnya. Total pendapatan ini termasuk hasil pendapatan yang berasal dari
penjualan aset biologis atau produk agrikultur yang diukur dengan pendekatan nilai wajar
beban pajak dan biaya-biaya operasional lainnya yang tercantum di dalam laporan laba
rugi perusahaan. Total laba ini mencakup nilai keuntungan dan kerugian lainnya (other
gains & losses) atas perubahan nilai wajar aset biologis perusahaan.
d. Return on Assets (ROA): rasio yang memperlihatkan nilai laba bersih untuk setiap aset
dan nilai historis dalam mengukur nilai aset biologisnya (Mulford, 2002).
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dipakai adalah statistik
deskriptif untuk memberikan deskriptif atau gambaran data yang diperoleh. Statistik
deskriptif menurut Sugiyono (2014) adalah statistik yang berfungsi untuk memberi
gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi
yang berlaku untuk umum. Statistik deskriptif dapat memberikan gambaran atau
deskriptif mengenai data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, standar
(kemiringan distribusi).
b. Uji Normalitas
bagaimana sebaran sebuah data (Ghozali, 2016). Cara uji normalitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Shapiro Wilk, mengingat sampel data yang
Uji Shapiro Wilk adalah sebuah metode atau rumus perhitungan sebaran data
yang yang efektif dan valid digunakan untuk sampel berjumlah kecil. Metode Shapiro
Wilk menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi.
Data diurut kemudian dibagi dalam dua kelompok untuk dikonversi dalam Shapiro
nilai varian dari beberapa variabel sama atau tidak. Uji ini biasanya dilakukan sebagai
sebagai bahan acuan untuk menentukan keputusan statistik. Data dikatakan memiliki
Fisher F Test. Sedangkan untuk data yang tidak terdistribusi normal, diutamkan
d. Uji Hipotesis
variabel yang diuji pada dua kelompok perusahaan perkebunan. Uji hipotesis yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah uji beda dengan menggunakan tingkat
keyakinan (level of significant) sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5%.
1) Independent T-Test
Apabila sebaran data variabel yang diuji dengan uji Shapiro Wilk
varian yang sama, maka penelitian ini menggunakan uji statistik parametrik yaitu
uji beda rata-rata dua kelompok yang independen, mengingat seluruh variabel
yang diuji dalam penelitian ini independen. Uji-t untuk dua sampel yang berbeda
hipotesis komparatif rata-rata dua sampel apabila datanya berbentuk interval atau
rasio. Uji beda T-test dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara
dua nilai rata-rata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua sampel.
a) Jika nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) > 5% maka hipotesis atau Ha
ditolak, H0 diterima.
b) Sebaliknya, jika nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) < 5% maka hipotesis
yang diuji menggunakan uji Homogenitas tidak sama, maka uji beda
menggunakan uji data statistik non parametrik yaitu uji Mann Whitney U pada
tingkat kesalahan (α) 5%. Seperti halnya Independent T-test, uji Mann Whitney U
juga digunakan para peneliti untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata
(means) data dua sampel yang tidak berpasangan, namun sampel yang digunakan
tidak mensyaratkan data yang terdistribusi normal dan varian yang homogen
Kriteria pengambilan keputusan uji beda Mann Whitney U Test ini adalah:
a) Jika nilai signifikansi atau Asymp. Sig. (2-tailed) < 5% maka hipotesis atau
Ha diterima, H0 ditolak.
b) Sebaliknya, jika nilai signifikansi atau Asymp. Sig. (2-tailed) > 5% maka
4. HASIL
memberikan gambaran data yang diperoleh berupa nilai rata-rata (mean), median, standar
deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemiringan
distribusi). Data yang dianalisis dengan uji statistika deskriptif merupakan data variabel
independen (nilai total aset, pendapatan, laba, ROA, dan ISI). Hasil analisis statistik
b. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro Wilk. Data dinyatakan lulus uji
normalitas apabila menunjukkan angka signifikansi < 0,05. Berdasarkan kriteria tersebut,
memenuhi kriteria normalitas data karena keseluruhan nilai signifikan α < 5%.
seluruh data dalam variabel tidak normal, maka uji Homogenitas Varians dilakukan
dengan metode Levene’s Test. Data dinyatakan memiliki varians yang homogen apabila
memiliki nilai signifikan > 5%. Berdasarkan kriteria tersebut, hasil pengujian
variabel tidak sama/homogen. Hal ini dibuktikan dengan hasil keseluruhan nilai
d. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan uji beda. Berdasarkan hasil uji normalitas dan
homogenitas varians, maka uji beda dilakukan dengan menggunakan uji statistik non
parametrik yaitu dengan menggunakan metode Mann Whitney U Test. Uji beda ini tidak
sama/homogen. Kriteria pengambilan keputusan uji beda Mann Whitney U Test ini
adalah menerima Ha apabila hasil nilai signifikansi atau Asymp. Sig. (2-tailed) < 5%.
4.1 PEMBAHASAN
a. Total aset, pendapatan, dan laba dengan pendekatan nilai wajar dan nilai historis
menggunakan pendekatan nilai wajar memiliki rata-rata total aset yang lebih besar
samping itu, kelompok sampel yang menggunakan pendekatan nilai wajar juga memiliki
rata-rata standar deviasi aset yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok sampel
yang menggunakan pendekatan nilai historis. Hal ini menunjukan bahwa secara
deskriptif kelompok sampel yang menggunakan pendekatan nilai wajar memiliki nilai
total aset dan volatilitas aset yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok sampel
yang menggunakan pendekatan nilai historis. Deskripsi statistik ini ternyata juga
Dalam hasil statistik deskriptif telihat bahwa nilai standar deviasi untuk variabel
aset, pendapatan, dan laba menunjukkan angka yang sangat tinggi, hampir mendekati
nilai mean. Bahkan, untuk variabel aset pada kelompok perusahaan dengan nilai historis
nilai standar deviasinya lebih besar daripada nilai mean-nya. Standar deviasi merupakan
cerminan dari rata-rata penyimpangan data dari mean. Jika nilai standar deviasi lebih
besar dibandingkan dengan nilai mean, maka nilai mean merupakan representasi yang
kurang baik bagi keseluruhan data dan menggambarkan sebaran data yang sangat
bervariasi. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi tingkat akurasi hasil uji hipotesis.
Setelah dilakukan uji hipotesis menguunakan uji beda Mann Whitney U Test
pada variabel aset, pendapatan, dan laba, ternyata diperoleh hasil bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata di antara kelompok perusahaan dengan nilai wajar dan nilai
historis. Hal tersebut bisa saja terjadi seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa aset
penilaian subjektif dalam menilai kembali aset biologis untuk memperkirakan nilai
wajar, seperti harga pasar aset sejenis atau penggunaan model nilai sekarang, akan
harmonisasi.
Selain itu, dapat dipahami bahwa dari segi behavioral, penilaian aset harus
memungkinkan perhitungan income yang berguna untuk prediksi atau sebagai masukan
langsung dalam investment decision models. Sehingga adanya campur tangan penciptaan
nilai yang berbeda oleh manajemen untuk menilai aset biologis juga dapat mengganggu
komparabilitas data.
Hasil pengujian Hipotesis 1 pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Maruli (2010). Maruli (2010) membuktikan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada nilai dan volatilitas aset, pendapatan, dan laba diantara
b. Return on Assets (ROA) dengan pendekatan nilai wajar dan nilai historis
Hasil uji Hipotesis 2 menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada
yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai historis. Uji beda Mann Whitney U
menunjukkan angka 1,3% yang menegaskan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada
nilai profitabilitas ROA antara kedua kelompok perusahaan. Walaupun uji beda pada
nilai total aset dan laba tidak signifikan, ternyata uji beda pada ROA bernilai signifikan.
Hal ini dapat terjadi mengingat dalam ROA yang digunakan adalah laba sebelum bunga
dan pajak. Penilaian kembali aset biologis setiap tahunnya dengan nilai wajar tentunya
akan berdampak pada nilai pajak yang harus dibayarkan. Nilai standar deviasi yang
merepresentasikan data dengan baik, sehingga tingkat akurasi perhitungan statistik lebih
tinggi. Selain itu, dalam uji statistika deskriptif juga menunjukkan bahwa nilai ROA pada
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori penilaian aset bagi pengukuran income
dan sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Marsh & Fischer (2013),
Nurhaeti (2010), dan Luiz et al. (2015) yang memberikan cukup bukti bahwa nilai
wajar secara konisten jauh lebih baik daripada nilai historis. Perbedaan yang material ini
memberikan kecenderungan informasi yang lebih relevan pada pendekatan nilai wajar
c. Income Smoothing Index (ISI) dengan pendekatan nilai wajar dan nilai historis
Hasil uji Hipotesis 3 menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada
nilai Income Smoothing Index (ISI) di antara kelompok perusahaan perkebunan yang
menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai historis. Selain itu, dalam uji statistika
deskriptif menunjukkan nilai ISI pada perusahaan dengan nilai wajar lebih tinggi
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian akademis yang dilakukan oleh
Nurhaeti (2010), dan Luiz et al. (2015) yang memberikan beberapa bukti terkait
manajemen laba. Perusahaan yang menggunakan metode nilai wajar untuk mencatat dan
melaporkan aset biologis, memiliki rata-rata tingkat perataan laba yang tinggi. Hal ini
sejalan dengan teori dan praktek perataan laba dalam melakukan manajemen laba.
5.1 KESIMPULAN
a. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total aset, pendapatan, dan laba di antara
kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai
historis. Meskipun demikian, nilai total aset, pendapatan, dan laba pada kelompok
perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar lebih besar daripada
nilai historis.
b. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai profitabilitas Return on Assets (ROA) di antara
kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai
historis. Rata-rata nilai profitabilitas Return on Assets (ROA) pada kelompok perusahaan
perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar lebih tinggi daripada nilai historis.
c. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai Income Smoothing Index (ISI) di antara
kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai
historis. Rata-rata nilai Income Smoothing Index (ISI) pada kelompok perusahaan
perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar lebih tinggi daripada nilai historis.
5.2 IMPLIKASI
diatur dalam PSAK 69 mengingat PSAK ini akan berlaku efektif per 1 Januari 2018, yang
salah satunya harus menerapkan pendekatan nilai wajar untuk menilai, mengukur, serta
mengakui aset biologisnya. Walaupun pada awal penerapan nilai wajar menyebabkan
penurunan nilai laba dikarenakan peningkatan nilai aset dan pajak, namun dalam jangka
panjang akan menghasilkan kualitas laporan keuangan menjadi lebih baik, sesuai dengan
teori rantai nilai yang diperkenalkan oleh Michael E. Porter (1985). Selain itu, lembaga-
lembaga yang berwenang agar sesegera mungkin membuat aturan yang jelas terkait
pelaksanaan dan dampak penerapan PSAK 69 di lapangan agar dapat menjadi pedoman
mengenai perbandingan pendekatan nilai wajar dan nilai historis dalam pengakuan dan
pengukuran aset biologis, serta dampak implementasi pendekatan nilai wajar pada
5.3 KETERBATASAN
penelitian selanjutnya. Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya antara lain sebagai
berikut:
a. Sampel perusahaan yang digunakan berasal dari beberapa negara yang berbeda untuk
dalam menilai suatu aset biologis. Hal ini sebenarnya dapat mengganggu komparabilitas
mana sampel penelitian tersebut diperoleh memiliki perbedaan nilai tukar, inflasi, dan
pertumbuhan ekonomi yang berbeda. Perbedaan tersebut akan membuat nilai data dalam
laporan keuangan memiliki materialitas yang berbeda pula. Hal ini pula yang
menyebabkan sebaran data penelitian tidak normal dan memiliki standar deviasi yang
cukup tinggi. Oleh sebab itu, pengambilan sampel sebaiknya berasal dari satu negara saja,
b. Berdasarkan hasil metode purposive sampling dalam penelitian ini, sampel perusahaan
yang diambil untuk perusahaan dengan nilai historis hanya berasal dari Indonesia,
sedangkan perusahaan dengan nilai wajar didominasi oleh perusahaan dari Singapura.
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya digunakan sampel penelitian yang lebih banyak
dengan komposisi yang seimbang sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih
baik akurat.
Daftar Pustaka
Abdullah, Achmad Ridwan. 2011. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT. Perkebunan
Nusantara XIV Makassar (Persero). Skripsi. Sarjana Ekonomi Akuntansi Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Belkaoui & Ahmed Riahi. 2007. Accounting Theory, Teori Akuntansi, Buku Dua. Jakarta: Salemba
Empat.
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 23, edisi 8.
Semarang: Badan Penerbit Undip.
Harrison Jr., W., Charles Hongren, and C. William (Bill) Thomas. 2013. Financial Accounting, 9th
edition, New Jersey: Pearson Education, Inc.
Hendriksen, Eldon S. dan Marianus Sinaga. 2000. Teori Akuntansi, Jilid 1. Jakarta: Erlagga.
Herborhn, K. and Herbohn, J. 2006. International Accounting Standard (IAS) 41: what are the
implications for reporting forest assets?. Small-scale Forest Economics, Management and
Policy, 5(2), p. 175-189.
Hongren, Datar & Foster. 2003. Cost Accounting, A Managerial Emphasis, 11th Edition, New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 69: Agrikultur.
Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
International Accounting Standard Board. 2010. International Accounting Standard No. 41:
Agriculture. London: International Accounting Standard Board.
Iniguez, R. and Poveda, F. 2004. Long-run abnormal returns and income smoothing in the Spanish
stock market, European Accounting Review, 13(1), p. 105-130.
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, and Terry D. Warfield. 2016. Intermediate Accounting. 16th Ed.
New York: John Willey & Sons, Inc.
Luiz, Ricardo Menezes da silva, Paula Carolina Ciampagnia Nardi, and Maisa de Souza Ribeiro.
2015. Earnings Managements and Valuation of Biological Assets. Brazilian Business Review
Journal. University of Sao Paulo.
Marsh, Treba, dan Mary Fischer. 2013. Accounting for Agricultural Products: US Versus IFRS
GAAP. Jurnal. USA: University of Texas at Tyler.
Mulford, Charles W. And Eugene E. Comiskey. 2002. The Financial Numbers Game, Detecting
Creative Accounting Practices. New York. John Wiley & Sons, Inc
Mulyono, Sri. 2003. Statistika Untuk Ekonomi Edisi Kedua, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
Maruli, Saur dan Aria Farah Mita. 2010. Analisis Pendekatan Nilai Wajar dan Nilai Historis Dalam
Penilaian Aset Biologis Pada Perusahaan Agrikultur: Tinjauan Kritis Rencana Adopsi IAS
41. Purwokerto: Simponsium Nasional Akuntansi XIII.
Nurhaeti, Cicih. 2014. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)
Kebun Kaligua. Jurnal. Universitas Jenderal Soedirman.
Purhadi, Imam, 2006. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas Perusahaan Barang
Konsumsi Terbuka di BEI. Tesis Mahasiswa, Universitas Terbuka, Jakarta.
Porter, Michael E. 1998. Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance.
New York: Free Press.
Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset.
Schroeder, Richard G, Myrtle W, Jack M. 2009. Financial Accounting Theory and Analysis: Text and
Cases, 9th Editon, USA: John Willey & Son, Inc.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business, 4th Edition, USA: John Willey & Son, Inc.
Subramanyan, K.R. 2014. Financial Statement Analysis. Eleven Edition, New York: Mc Graw Hill
Education.
Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. Yogyakarta:
BPFE.
Tuanakotta, Theodorus M. 2000. Teori Akuntansi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-347/Bl/2012
Tentang Penyajian Dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten Atau Perusahaan Publik.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, Edisi Kedua.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Apendiks
Test Statisticsa
Aset Pendapatan Laba
Mann-Whitney U 977.000 900.500 944.000
Wilcoxon W 2012.000 1935.500 1979.000
Z -.286 -.904 -.553
Asymp. Sig. (2-tailed) .775 .366 .580
Point Probability .003 .001 .003
a. Grouping Variable: Perusahaan
Sumber: data output SPSS diolah.
Test Statisticsa
ROA
Mann-Whitney U 185.500
Wilcoxon W 1835.500
Z -2.477
Asymp. Sig. (2-tailed) .013
Point Probability .000
a. Grouping Variable: Perusahaan
Sumber: data output SPSS diolah.
D. Hasil Uji Hipotesis 3
Test Statisticsa
ISI
Mann-Whitney U 995.000
Wilcoxon W 2065.000
Z -.3.752
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Point Probability .002
a. Grouping Variable: Perusahaan
Sumber: data output SPSS diolah.