Sunteți pe pagina 1din 28

Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis


Perusahaan Perkebunan dengan Pendekatan
Nilai Wajar dan Nilai Historis
Jenis Sesi Paper: Full paper
Cahyaning Tyas Anggorowati Eliada Herwiyanti
Universitas Jenderal Soedirman Universitas Jenderal Soedirman
cahyaningtyas.a@gmail.com elly_idc@yahoo.com
Rini Widianingsih
Universitas Jenderal Soedirman
ri3n.wibowo1@gmail.com
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI has ratified PSAK 69: Agrikultur as a
response toward IFRS convergence, IAS 41: Agriculture. As well as IAS 41, PSAK 69 require
fair value approach in recognizing and measuring biological assets. However, until 2015,
only there is one plantation company listed in BEI used fair value.

This study try to give the initial analysis description about the comparison of fair value and
historical approaches in recognize and measure biological assets, and the impact of
approaches itself on plantation companies financial statement, before PSAK 69 officially
applied in Indonesia on 1 January 2018. This study use comparative method to compare
some variables at two groups of plantation companies applying fair value and historical
approaches. Samples were selected through purposive sampling method. The hypothesis tests
in this study use statistical tests with nonparametric difference test Mann Whitney U for two
groups of independent samples.

The result of this study determine that there is no significant difference of total assets value,
revenue, and earnings but there is significant difference of Return on Assets (ROA) and
Income Smoothing Index (ISI) between two groups of plantation companies applying fair
value and historical approaches. As implication from the research conclusion above is giving
an early warning toward plantation companies in Indonesia to prepare everything stated in
PSAK 69 early, in particular applying fair value.

Keywords: biological assets, fair value, historical value, PSAK 69

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 1


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

1. Pendahuluan

1.1 Motivasi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dalam bidang

akuntansi keuangan tentang pengakuan dan pengukuran aset biologis yang berlaku di

Indonesia. Selain itu, diharapkan dapat menambah wawasan tentang bagaimana pengaruh

pengakuan dan pengukuran aset biologis bagi kualitas laporan keuangan perusahaan

perkebunan, sehingga dapat dijadikan salah satu rujukan bagi penelitian-penelitian

selanjutnya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada Regulator

(Otoritas Jasa Keuangan dan Kementrian Keuangan) sebagai bahan pertimbangan untuk

melakukan kajian atas aturan mengenai pengawasan keuangan perusahaan perkebunan di

Indonesia. Selain itu, dapat memberikan masukan kepada Dewan Standar Akuntansi

Keuangan (DSAK) IAI dan perusahaan perkebunan di Indonesia mengenai dampak

pengakuan dan pengukuran aset biologis terhadap kualitas penyajian Laporan Keuangan.

1.2 Latar Belakang

International Accaunting Standards Board (IASB) mengeluarkan International

Financial Reporting Standards (IFRS) yang telah disepakati oleh lebih dari 150 negara di

dunia sebagai standar akuntansi keuangan Internasional. Indonesia sebagai salah satu

anggota International Federation of Accounting (IFAC) mempunyai kewajiban untuk

mematuhi Statement Membership Obligation (SMO) melalui konvergensi IFRS ke dalam

Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Selain itu, konvergensi IFRS adalah kesepakatan

pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 Forum. SAK yang berlaku di Indonesia per 1

Januari 2015 secara garis besar telah konvergen dengan IFRS yang berlaku efektif 1 Januari

2014.

Salah satu pengaturan yang telah terbit dan berlaku sebagai standar Internasional

adalah mengenai perlakuan akuntansi aset biologis pada sektor perkebunan, yakni

International Accounting Standards (IAS) 41: Agriculture. Namun, penerapan IAS 41

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 2


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

sampai dengan saat ini masih menuai banyak perdebatan dan permasalahan di beberapa

negara baik teoritis maupun praktik, terutama konsep nilai wajar. Berdasarkan hasil

penelitian yang dikeluarkan The Institute of Chartered Accountants of Scotland pada tahun

2011, terdapat banyak kekurangan IAS 41 ketika diimplementasikan dalam praktik, salah

satunya disebutkan bahwa IAS 41 telah gagal meningkatkan keterbandingan akuntansi di

sektor agrikultur secara internasional mengingat adanya perbedaan sistematik dalam cara

suatu negara merespon IAS 41.

Dalam rangka merespon IAS 41, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)

IAI telah mengesahan PSAK 69: Agrikultur pada tanggal 16 Desember 2015. Secara umum,

PSAK 69 mengatur bahwa aset biologis atau produk agrikultur diakui saat memenuhi

beberapa kriteria yang sama dengan kriteria pengakuan aset. Aset tersebut diukur pada saat

pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan keuangan pada nilai wajar

dikurangi biaya untuk menjual. Selisih yang timbul dari perubahan nilai wajar aset diakui

dalam laba rugi periode terjadinya. Pengesahan aturan ini tentunya diharapkan akan

membawa perbaikan dalam penilaian, pengukuran, dan penyajian aset biologis di Indonesia.

Indonesia adalah salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Pada

tahun 2015 terdapat 16 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Berdasarkan data Laporan Keuangan Tahunan 2015, nilai aset biologis pada

perusahaan perkebunan merupakan aset terbesar dari masing-masing perusahaan tersebut.

Nilai tanaman perkebunan mencapai Rp49,3 Triliun, atau sekitar 33% dari total aset

keseluruhan perusahaan perkebunan di Indonesia. Namun demikian, sampai dengan Laporan

Keuangan Tahunan 2015 diterbitkan, hanya terdapat 1 perusahaan perkebunan yang telah

menerapkan pendekatan nilai wajar dalam menilai aset biologisnya. Berbeda dengan

perusahaan perkebunan yang terdapat di negara tropis penghasil kelapa sawit lainnya yakni

Singapura dan Malaysia yang sebagian besar telah menerapkan pendekatan nilai wajar

sesuai IAS 41. Pada tahun 2015, tercatat dari 15 perusahaan perkebunan yang telah

menerapkan nilai wajar di Asean, 1 ada di Indonesia, 6 di Malaysia dan 8 di Singapura.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 3


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Sejauh ini, banyak pihak yang bersikap kritis terhadap penerapan nilai wajar

terhadap aset biologis dan perubahan nilainya yang harus diakui dalam laporan laba rugi

perusahaan. Menezes (2015) menyatakan perusahaan yang menggunakan metode nilai wajar

untuk mencatat dan melaporkan aset biologis, memiliki rata-rata tingkat perataan laba yang

tinggi. Nurhaeti (2014) menyatakan bahwa perlakuan akuntansi aset biologis dengan basis

nilai wajar dibandingkan dengan nilai historis memiliki perbedaan yang material sehingga

perusahaan harus siap dengan fluktuasi nilai wajar yang terdapat di pasar aktif. Marsh dan

Fischer (2013) menyatakan pengukuran aset biologis yang dinilai berdasarkan nilai historis

lebih konservatif, tetapi kurang menyajikan informasi yang andal. Abdullah (2011)

menyatakan bahwa pengukuran aset biologis berupa tanaman perkebunan yang berdasarkan

nilai historis dipandang belum mampu memberikan informasi yang relevan bagi pengguna

laporan keuangan. Sedangkan Maruli dan Mita (2010) menyatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan pada nilai total aset, pendapatan, laba, ROA, dan ISI, serta tidak

ditemukan pengaruh yang berbeda terhadap volatilitas earnings perusahaan agrikultur yang

menggunakan pendekatan nilai wajar dengan nilai historis.

Permasalahan mengenai pengukuran aset biologis tersebut akan berdampak

terhadap kualitas laporan keuangan yang merupakan sumber informasi bagi pemakai yang

berkepentingan, termasuk para investor. Pemilihan metode akuntansi yang tepat, jumlah dan

jenis informasi yang harus diungkapkan, serta format penyajian yang menyediakan

informasi paling bermanfaat untuk tujuan pengambilan keputusan sangat diperlukan agar

dapat menghasilkan informasi keuangan yang berguna (Kieso, 2016).

Berdasarkan latar belakang tersebut, menarik untuk dilakukan penelitian dengan

sampel perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menggunakan nilai wajar dan

nilai historis selama tiga tahun berturut-turut dalam rentan waktu tahun 2013-2015.

Pemilihan data laporan keuangan perusahaan perkebunan pada tahun 2013-2015 ini

dilakukan agar data laporan keuangan yang digunakan masih up to date dan dipastikan telah

diaudit.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 4


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

1.3 Pertanyaan Penelitian

a. Apakah terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total aset, pendapatan, dan laba di

antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan

nilai historis?

b. Apakah terdapat perbedaan yang nyata pada nilai rasio profitabilitas Return on Assets

(ROA) di antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai

wajar dan nilai historis?

c. Apakah terdapat perbedaan yang nyata pada nilai Income Smoothing Index (ISI) di

antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan

nilai historis?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bahwa:

a. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total aset, pendapatan, dan laba di antara

kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai

historis.

b. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai rasio profitabilitas Return on Assets (ROA) di

antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan

nilai historis.

c. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai Income Smoothing Index (ISI) di antara

kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai

historis.

2. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 TEORI PENILAIAN ASET BAGI PENGUKURAN INCOME

Penentuan pendapatan akuntansi dapat dievaluasi dalam 3 tingkat teori, yaitu bentuk

struktural tau sintaktis, semantik atau interpretatif, dan behavioral atau pragmatis. Dalam

bentuk yang tradisional struktural, penilaian aset merupakan suatu langkah dengan proses

matching. Dalam bentuk semantik, interpretasi mengenai income menggunakan konsep

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 5


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

capital maintenance. Konsep capital maintenance ini mensyaratkan penilaian aset sedemikian

rupa sehingga income dapat dihitung berdasarkan kenaikan aset dalam suatu periode. Dari

segi behavioral, penilaian harus memungkinkan perhitungan income yang berguna untuk

prediksi atau sebagai masukan langsung dalam investment decision models.

Penilaian konvensional menyatakan bahwa monetary asset dinilai berdasarkan net

realizable values sedangkan non-monetary asset dinilai berdasarkan nilai masukan atau input-

values sampai non-monetary asset ini dialokasikan menjadi biaya dan di-match dengan

revenue dari produk yang bersangkutan atau kepada periode yang bersangkutan. Oleh karena

itu, tujuan peniliaan non-monetary asset adalah untuk memperoleh dasar bagi perhitungan

gross operating margin dan income dari semua transaksi. Jadi, income disini merupakan

selisih antara seluruh revenue dengan nilai masukan atau input value dari semua expenses

yang berkaitan dengan revenue tersebut atau expense yang berkaitan dengan revenue tersebut

atau expense yang berkaitan dengan periode tersebut.

Income merupakan hasil dari matching antara expense yang dinilai dengan historical

cost dan revenue yang bersangkutan. Pemisahan antara income dari holding gains atau

holding loss juga dapat dilakukan dengan menilai masukan berdasarkan current replacement

cost (Tuanakotta, 2000).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori ini menjelaskan bahwa

income merupakan hasil dari matching antara expense dan revenue, dan income akan lebih

baik apabila historical cost dinilai kembali ke dalam satuan uang yang mempunyai daya beli

yang sama dengan nilai wajar. Fokus utama dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis

perbandingan dampak penerapan pendekatan nilai wajar dan nilai historis pada perusahaan

perkebunan, serta mengarahkan bahwa penerapan pendekatan nilai wajar menghasilkan

kualitas laporan keuangan yang lebih baik daripada nilai historis sebagaimana didukung oleh

teori ini.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 6


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

2.2 TEORI RANTAI NIIAI

Rantai nilai dipopulerkan oleh Michael E. Porter pada tahun 1985. Porter

memberikan pemahaman rantai nilai sebagai sebuah kombinasi dari sembilan aktivitas

operasi penambahan nilai umum dalam sebuah perusahaan. Fokus utama dalam rantai nilai

terletak pada keuntungan yang ditambahkan kepada konsumen, proses saling bergantung yang

menghasilkan nilai, dan permintaan yang dihasilkan, serta arus dana yang dibuat (Feller et al.,

2006).

Rantai nilai menampilkan nilai keseluruhan, dan terdiri dari aktivitas nilai dan

marjin. Aktivitas nilai merupakan aktivitas nyata secara fisik dan teknologi yang dilakukan

perusahaan. Marjin merupakan selisih antara nilai total dan biaya kolektif yang dilakukan dari

aktivitas nilai. Analisis rantai nilai memperlihatkan perusahaan sebagai sebuah proses yang

berkelanjutan dalam kegiatan penciptaan nilai

Hitt et al. (2001) menyatakan bahwa rantai nilai adalah pola yang digunakan

perusahaan untuk memahami posisi biayanya dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang

dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dari strategi tingkat bisnisnya. Rantai nilai

menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan baku ke pelanggan akhir.

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa teori rantai nilai

merupakan teori yang menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan

baku ke pelanggan akhir. Dalam penelitian ini, aset biologis dinilai dari saat tanaman

diperoleh sampai dengan sudah menghasilkan produk dan dijual. Pada perusahaan yang

menggunakan pendekatan nilai wajar, di setiap akhir periode, aset direvaluasi sehingga gain

atau loss dapat diketahui pada periode selama proses transformasi biologis. Penelitian ini

menggunakan variabel nilai total aset untuk menguji salah satu hipotesis. Sejalan dengan teori

rantai nilai, pola yang digunakan perusahaan untuk memahami posisi nilai aset biologis

dengan nilai wajar yang direvaluasi setiap akhir periode akan menyajikan nilai yang lebih

relevan.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 7


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

2.3 TEORI PENCIPTAAN NIIAI

Penciptaan nilai dalam pengertian lasikal dan sederhana adalah performa dari

serangkaian tindakan untuk meningkatkan nilai kelayakan aset, barang, jasa, atau bahkan

suatu bisnis. Banyak pelaku usaha sekarang ini berfokus pada penciptaan nilai dalam rangka

menciptakan nilai yang lebih baik bagi pelanggan untuk mendapatkan produk dan jasa, serta

sekaligus bagi para pemilik atau penanam modal yang menginginkan saham mereka

terapresiasi dengan pertumbuhan nilai (Liestyo & Stephen, 2005).

Pandangan lain mengenai penciptaan nilai dinyatakan oleh Zamalludin (2006) yang

mengartikan penciptaan nilai sebagai suatu transformasi dari hasil kreativitas dan inovasi

melalui penemuan atau pengembangan dalam menghasilkan produk atau jasa di suatu

perusahaan. Penciptaan nilai memerlukan perbaikan proses bisnis yang melibatkan berbagai

pihak dalam perusahaan, dengan melakukan upaya pemahaman sebaik mungkin mengenai

pelanggan dan mengetahui apa kebutuhan mereka.

Penciptaan nilai sejatinya adalah untuk kepentingan semua pihak yang

berkepentingan, dengan menciptakan nilai untuk para pelanggan, para anggota atau karyawan,

dan para pemilik atau penanam modal. Jika tujuan usaha itu demikian, maka misi organisasi

harus diwujudkan dengan mengutamakan nilai pada semua kegiatan yang dilakukan.

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan seluruhnya berkaitan dengan teori

penciptaan nilai. Manajemen dapat saja membuat inovasi dalam rangka menciptakan nilai

yang lebih baik yang berdampak bagi para pemilik atau penanam modal yang menginginkan

saham mereka terapresiasi dengan pertumbuhan nilai, misalnya saja dengan menerapkan

pendekatan nilai wajar dalam menilai asetnya.

2.4 TEORI AKRESI

Pelaporan pendapatan perusahaan yang memiliki aset biologis sangat erat kaitannya

dengan pengakuan kenaikan nilai yang timbul dari pertumbuhan alami atau proses

pertambahan umur selama produksi. Pertumbuhan alami atau penuaan ini sepanjang waktu

hanyalah bagian proses produksi, ditinjau dari pandangan ilmu ekonomi, sebagai proses

perubahan bentuk barang. Oleh sebab itu, dalam pengertian ekonomi, pertumbuhan

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 8


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

menimbulkan pendapatan. Contohnya antara lain pertumbuhan kayu, pembibitan ternak,

peternakan, dan penyimpanan minuman anggur dalam waktu lama.

Pendapatan atau laba dari pertumbuhan hanya dapat diakui melalui proses

pelaksanaan penilaian persediaan secara komparatif. Pengakuan ini bukanlah hasil transaksi.

Oleh sebab itu, pengakuan ini berbeda dari kasus pelaporan pendapatan selama produksi

seperti telah dibahas sampai sejauh ini. Akan tetapi, hal ini tidak mempengaruhi logika

pelaporan kenaikan dalam pengukuran aktiva. Keterbatasannya terutama ditinjau dari segi

praktis.

Nilai sekarang yang didiskonto sulit ditetapkan karena nilai ini tergantung pada

harapan mengenai harga pasar di kemudian hari dan harapan mengenai biaya untuk

pertumbuhan dan biaya pemanenan di masa datang serta penyiapan produk tersebut untuk

dipasarkan. Dalam beberapa kasus, seperti pembibitan ternak dan peternakan, karena produk

itu memiliki harga pasar dalam berbagai tahap pertumbuhan, maka proses penilaian menjadi

lebih sederhana. Tetapi, walaupun dapat diuji pengukuran ini juga hanya merupakan

aproksimasi dari nilai bersih yang akan datang yang didiskonto. Jika produk ditahan untuk

dijual kemudian, maka dianggap bahwa pemilik mempertimbangkan, setidaknya secara

subyektif, bahwa nilainya pada masa datang lebih besar daripada harga pasar yang sekarang.

Jika sebaliknya maka pemilik akan menjual produk itu di pasar yang sekarang. Jadi, harga

pasar yang sekarang di kurangi biaya pemanenan mungkin sekali merupakan estimasi

konservatif dari nilai yang didiskonto.

Argumentasi bahwa pertumbuhan (accretion) bukanlah laba oleh karena tidak

tersedia untuk dividen, adalah kriteria yang salah untuk pengakuan pendapatan. Di dalam

praktek akuntansi yang sekarangpun terdapat banyak situasi bahwa laba menghasilkan aktiva

lancar, tetapi karena berbagai alasan, manajemen keuangan yang bijaksana tidak melakukan

pembayaran deviden. Kriteria yang penting adalah kepastian harga jual akhir produk itu dan

tambahan biaya yang diperlukan untuk memungkinkan pertumbuhan optimum dan persiapan

penjualan. Jika pasar yang pantas tidak terjamin, atau jika biaya tambahan tidak pasti, maka

pelaporan pendapatan dari pertumbuhan sangat tidak tepat. Luasnya kemungkinan hasil yang

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 9


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

mungkin dapat menghalangi verifikasi yang obyektif atau bahkan estimasi yang sahih atas

jumlah pendapatan (revenue) atau laba (income) yang bernilai tunggal (Hendriksen, 2000).

Penelitian ini mengambil topik aset biologis pada perusahaan perkebunan. Sesuai

teori akresi, aset biologis memiliki proses pertumbuhan alami sebagai bagian proses produksi

yang akan memperoleh pengakuan kenaikan nilai yang timbul dari pertumbuhan alami atau

proses pertambahan umur selama proses produksi. Hal ini sejalan dengan praktik

implementasi pendekatan nilai wajar yang selalu menilai kembali aset di setiap akhir periode,

sehingga pendapatan atau laba dari pertumbuhan yang menjadi variabel dalam penelitian ini

dapat diakui secara lebih andal melalui proses pelaksanaan penilaian aset.

2.5 MODEL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan beberapa variabel yang terdapat

dalam dua kelompok laporan keuangan yang berbeda (menggunakan pendekatan nilai wajar

dan nilai historis). Model penelitian yang digunakan untuk merumuskan hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

Laporan Keuangan

Usefulness of Financial Statement

1. Nilai total aset, pendapatan, dan


laba perusahaan
2. Return on Assets (ROA)
3. Income Smoothing Index (ISI)

Pendekatan Nilai Wajar Pendekatan Nilai Historis

Gambar 1.Model Penelitian

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 10


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

2.6 NILAI TOTAL ASET, PENDAPATAN, DAN LABA DENGAN PENDEKATAN NILAI WAJAR

DAN NILAI HISTORIS

Pengukuran menggunakan konsep nilai wajar menjawab kelemahan penyajian aset

biologis jika menggunakan konsep nilai historis. Dengan konsep nilai wajar, entitas tetap

dapat mengetahui laba atau rugi bersih yang dialaminya pada periode selama proses

transformasi biologis pada tanaman perkebunan sampai tanaman tersebut dapat menghasilkan

manfaat ekonomis bagi entitas. Pada konsep nilai wajar, tidak terdapat akun akumulasi

penyusutan tanaman perkebunan yang telah menghasilkan.

Nurhaeti (2014) menyatakan bahwa perlakuan akuntansi aset biologis dengan basis

nilai wajar dibandingkan dengan nilai historis memiliki perbedaan yang material sehingga

perusahaan harus siap dengan fluktuasi nilai wajar yang terdapat di pasar aktif. Perbedaan ini

antara lain dapat terlihat pada nilai aset, pendapatan, dan laba perusahaan. Nurhaeti (2010)

juga menyatakan bahwa penggunaan penilaian subjektif dalam memperkirakan nilai wajar,

seperti harga pasar aset sejenis atau penggunaan model nilai sekarang, akan menghasilkan

perlakuan yang berbeda yang akan menghambat komparabilitas dan harmonisasi.

Perusahaan yang menggunakan konsep pendekatan nilai wajar pada awalnya

mengalami penurunan nilai laba yang cukup signifikan, namun secara terus-menerus akan

mengalami peningkatan mengingat nilai yang disajikan dalam neraca menunjukkan nilai yang

sebenarnya. Berbeda dengan perusahaan yang menggunakan konsep nilai historis, nilai yang

tersaji dalam neraca cenderung stabil namun menunjukkan undervalued. Oleh karena itu,

berdasarkan analisis ini dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

H1. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total aset, pendapatan, dan laba di antara

kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai

historis.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 11


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

2.7 RETURN ON ASSETS (ROA) DENGAN PENDEKATAN NILAI WAJAR DAN NILAI

HISTORIS

Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat

mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aset yang digunakan. ROA

yang positif menunjukkan bahwa dari total aset yang dipergunakan untuk beroperasi,

perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila ROA yang negatif

menunjukkan bahwa dari total aset yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian

(Purhadi, 2006:30).

Nurhaeti (2014) menguji nilai aset biologis perusahaan perkebunan sampel dengan

metode pendekatan nilai wajar berdasarkan IAS 41 dibandingkan nilai yang tertera pada

laporan keuangan. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa nilai rasio profitabilitas ROA

perusahaan meningkat apabila menggunakan metode pendekatan nilai wajar.

Nilai profitabilitas ROA pada perusahaan perkebunan yang menggunakan

pendekatan nilai wajar dan nilai historis dalam menilai aset biologis akan jauh berbeda.

Berdasarkan analisis ini dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

H2. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai rasio profitabilitas Return on Assets (ROA) di

antara kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan

nilai historis.

2.8 INCOME SMOOTHING INDEX (ISI) DENGAN PENDEKATAN NILAI WAJAR DAN NILAI

HISTORIS

Untuk mengetahui nilai perataan laba yang dilakukan perusahaan maka digunakan

Income Smoothing Index (ISI) dan merupakan indeks yang diusulkan oleh Eckel (1981). Studi

dengan model statistik untuk mendeteksi manajemen laba, terutama yang berdasarkan data

deskriptif dasar, konsisten dengan praktek manajemen laba (Mulford, 2002).

Marsh & Fischer (2013) menemukan bahwa penggunaan nilai wajar secara konsisten

lebih relevan dibandingkan nilai historis, dengan menggunakan dasar pengaturan di US vs

GAAP. Hasil dari analisis penelitiannya yakni pendekatan dengan nilai historis untuk aset

biologis dianggap kurang relevan dibandingkan dengan perusahaan perkebunan yang

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 12


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

menggunakan nilai wajar, serta memperlihatkan bias yang mengindikasikan adanya

manajemen laba (earnings management) dalam bentuk perataan laba.

Nilai ISI perusahaan perkebunan dengan menggunakan konsep pendekatan nilai

wajar seharusnya menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada nilai historis. Selain itu, nilai

relevansinya juga menjadi terlihat lebih baik. Hipotesis berikutnya yang diajukan adalah:

H3. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai Income Smoothing Index (ISI) di antara

kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai

historis.

3. METODE PENELITIAN

3.1 PEMILIHAN DAN PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini merupakan penelitian komparatif. Adapun hal yang dibandingkan

yaitu perbedaan dampak pengakuan dan pengukuran aset biologis pada kelompok

perusahaan perkebunan yang menggunakan pendekatan nilai wajar dengan kelompok

perusahaan perkebunan yang menggunakan pendekatan nilai historis.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari website

Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), Bursa Efek Malaysia (www.bursamalaysia.com),

Bursa Efek Singapura (www.asx.com.au), dan website perusahaan. Adapun data yang

diperlukan yaitu data keuangan yang terdiri dari total aset, pendapatan, laba, perhitungan

rasio profitabilitas ROA, dan perhitungan ISI yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan

perusahaan perkebunan yang telah diaudit selama tiga tahun berturut-turut dalam rentang

waktu tahun 2013 sampai dengan 2015. Data dalam penelitian ini diambil dari perusahaan

perkebunan kelapa sawit yang terletak di negara-negara tropis saja, agar dapat menunjukkan

nilai yang lebih komparatif. Hal ini didukung oleh data dan fakta bahwa perusahaan

perkebunan kelapa sawit di Asia hanya terletak di negara Indonesia, Malaysia, dan

Singapura saja.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 13


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Metode penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode purposive sampling, dengan kriteria antara lain sebagai berikut:

a. Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia dan negara-

negara tetangga serumpun (Malaysia dan Singapura) yang terdaftar di bursa efek

masing-masing negara dan telah mempublikasikan laporan keuangan akhir tahun setiap

tahunnya selama tiga tahun berturut-turut dalam rentang waktu tahun 2013-2015.

b. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki aset biologis (tanaman kelapa sawit) yang

dinilai menggunakan pendekatan nilai wajar atau nilai historis yang dapat diketahui

dari catatan atas laporan keuangannya.

c. Laporan Keuangan Tahunan yang dipublikasikan tersebut adalah laporan keuangan

yang telah diaudit.

3.2 PENGUKURAN DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Variabel yang digunakan meliputi variabel-variabel untuk pengujian analisis

deskriptif. Nilai data keuangan yang didapat dari laporan keuangan dikonversikan ke dalam

satuan mata uang USD, guna meningkatkan komparabilitas di antara perusahaan-perusahaan

sampel dari negara-negara yang berbeda (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dengan mata

uang pelaporan yang berbeda.

Konversi nilai data keuangan sampel ke dalam USD dilakukan mengingat mata

uang ini adalah mata uang yang diakui sebagai mata uang internasional, memiliki tingkat

konvertibilitas tinggi, stabil, dan paling banyak ditransaksikan di dunia menurut survey dari

Bank of International Settlements (BIS). Adapun nilai kurs yang digunakan adalah kurs

tengah per 31 Desember 2013, 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2015 pada ketiga

negara tersebut yang sebagai berikut:

Tabel 1 Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD


No. Tahun Rupiah Ringgit Malaysia Dolar Singapura
(IDR) (MYR) (SGD)
1. 2013 12.189 3,2815 1,2633
2. 2014 12.440 3,4950 1,3255
3. 2015 13.795 4,2920 1,4188
Sumber: data kurs mata uang Bank Sentral Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 14


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Aset: nilai total aset perusahaan perkebunan yang dimiliki dan dilaporkan di neraca.

Nilai variabel ini telah disajikan dalam neraca perusahaan sampel.

b. Pendapatan: nilai total dari pendapatan kotor perusahaan perkebunan sebelum dikurangi

dengan biaya-biaya operasional yang terdapat di dalam laporan laba rugi perusahaan

setiap tahunnya. Total pendapatan ini termasuk hasil pendapatan yang berasal dari

penjualan aset biologis atau produk agrikultur yang diukur dengan pendekatan nilai wajar

atau nilai historis.

c. Laba: nilai total pendapatan bersih perusahaan-perusahaan perkebunan setelah dikurangi

beban pajak dan biaya-biaya operasional lainnya yang tercantum di dalam laporan laba

rugi perusahaan. Total laba ini mencakup nilai keuntungan dan kerugian lainnya (other

gains & losses) atas perubahan nilai wajar aset biologis perusahaan.

d. Return on Assets (ROA): rasio yang memperlihatkan nilai laba bersih untuk setiap aset

yang dimiliki perusahaan (Purhadi, 2006).

EBIT : laba sebelum bunga dan pajak

e. Income Smoothing Index (ISI): pengukuran untuk memperkirakan adanya perataaan

laba pada perusahaan-perusahaan agrikultur yang menggunakan pendekatan nilai wajar

dan nilai historis dalam mengukur nilai aset biologisnya (Mulford, 2002).

CV∆I : koefisien variasi untuk perubahan laba

CV∆S: koefisien variasi untuk perubahan pendapatan

3.3 METODE ANALISIS DATA

a. Uji Statistik Deskriptif

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dipakai adalah statistik

deskriptif untuk memberikan deskriptif atau gambaran data yang diperoleh. Statistik

deskriptif menurut Sugiyono (2014) adalah statistik yang berfungsi untuk memberi

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 15


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi

sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan kemudian membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum. Statistik deskriptif dapat memberikan gambaran atau

deskriptif mengenai data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, standar

deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness

(kemiringan distribusi).

b. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui

bagaimana sebaran sebuah data (Ghozali, 2016). Cara uji normalitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode Shapiro Wilk, mengingat sampel data yang

digunakan sejumlah < 200.

Uji Shapiro Wilk adalah sebuah metode atau rumus perhitungan sebaran data

yang yang efektif dan valid digunakan untuk sampel berjumlah kecil. Metode Shapiro

Wilk menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi.

Data diurut kemudian dibagi dalam dua kelompok untuk dikonversi dalam Shapiro

Wilk. Data dinyatakan normal apabila nilai Sig. α > 5%.

c. Uji Homogenitas Varians

Penelitian ini memerlukan uji Homogenitas Varians untuk menguji apakah

nilai varian dari beberapa variabel sama atau tidak. Uji ini biasanya dilakukan sebagai

prasyarat dalam analisis Independent Sample T-Test dan Anova.

Seperti pada uji statistik lainnya, uji Homogenitas Varians digunakan

sebagai bahan acuan untuk menentukan keputusan statistik. Data dikatakan memiliki

varians kelompok populasi yang sama/homogen jika nilai signifikan > 5%

Data yang terdistribusi normal, diutamakan diuji menggunakan metode

Fisher F Test. Sedangkan untuk data yang tidak terdistribusi normal, diutamkan

menggunakan metode Lavene’s Test untuk menguji homogenitas varians.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 16


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

d. Uji Hipotesis

Secara umum, penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan beberapa

variabel yang diuji pada dua kelompok perusahaan perkebunan. Uji hipotesis yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah uji beda dengan menggunakan tingkat

keyakinan (level of significant) sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5%.

1) Independent T-Test

Apabila sebaran data variabel yang diuji dengan uji Shapiro Wilk

menunjukkan hasil yang normal dan uji Homogenitas Varians menghasilkan

varian yang sama, maka penelitian ini menggunakan uji statistik parametrik yaitu

uji beda rata-rata dua kelompok yang independen, mengingat seluruh variabel

yang diuji dalam penelitian ini independen. Uji-t untuk dua sampel yang berbeda

dimaksud adalah Independent T-Test.

T-test merupakan statistik parametris yang digunakan untuk menguji

hipotesis komparatif rata-rata dua sampel apabila datanya berbentuk interval atau

rasio. Uji beda T-test dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara

dua nilai rata-rata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua sampel.

Kriteria pengambilan keputusan uji beda T-test ini adalah:

a) Jika nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) > 5% maka hipotesis atau Ha

ditolak, H0 diterima.

b) Sebaliknya, jika nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) < 5% maka hipotesis

atau Ha diterima, H0 ditolak.

2) Mann Whitney U Test

Apabila sebaran data variabel tidak terdistribusi normal, dan varian

yang diuji menggunakan uji Homogenitas tidak sama, maka uji beda

menggunakan uji data statistik non parametrik yaitu uji Mann Whitney U pada

tingkat kesalahan (α) 5%. Seperti halnya Independent T-test, uji Mann Whitney U

juga digunakan para peneliti untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata

(means) data dua sampel yang tidak berpasangan, namun sampel yang digunakan

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 17


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

tidak mensyaratkan data yang terdistribusi normal dan varian yang homogen

(Ghozali, 2016). Untuk memudahkan perhitungan, penelitian ini menggunakan

alat bantu software SPSS untuk menghitung uji beda.

Kriteria pengambilan keputusan uji beda Mann Whitney U Test ini adalah:

a) Jika nilai signifikansi atau Asymp. Sig. (2-tailed) < 5% maka hipotesis atau

Ha diterima, H0 ditolak.

b) Sebaliknya, jika nilai signifikansi atau Asymp. Sig. (2-tailed) > 5% maka

hipotesis atau Ha ditolak, H0 diterima.

4. HASIL

4.1 HASIL PENELITIAN

a. Uji Statistik Deskriptif

Penggunaan uji statistika deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk

memberikan gambaran data yang diperoleh berupa nilai rata-rata (mean), median, standar

deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemiringan

distribusi). Data yang dianalisis dengan uji statistika deskriptif merupakan data variabel

independen (nilai total aset, pendapatan, laba, ROA, dan ISI). Hasil analisis statistik

deskriptif disajikan melalui Tabel 2.

Tabel 2 Ringkasan Hasil Analisis Uji Statistik Deskriptif


Variabel Nilai Nilai Rata-rata Median Standar Deviasi
Minimal Maksimal (Mean)
Aset_wajar 4.843.388 46.631.795.000 4.390.403.211 444.029.461 98.608.902,536
Aset_historis 703.430 2.491.643.971 729.169.329 422.716.216 1.638.885.911,144
Pendapatan_wajar 570.172 44.085.001.000 3.444.182.435 169.913.305 1.576.185.124,579
Pendapatan_historis 1.849.724 2.599.731.913 424.862.687 175.295.177 92.974.547,528
Laba_wajar -42.609.320 1.318.930.000 107.310.887 14.195.578 44.434.117,644
Laba_historis -226.984.904 201.261.655 26.826.856 13.734.686 9.679.018,310
ROA_wajar -0,1300 0,1300 0,0389 0,0100 0,0064
ROA_historis -0,1500 0,1800 0,0151 0,0300 0,0094
ISI_wajar -878 11835 261 3,8000 164,012
ISI_historis -36,620 135,170 7,301 4,9100 3,551
Sumber: data diolah.

b. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro Wilk. Data dinyatakan lulus uji

normalitas apabila menunjukkan angka signifikansi < 0,05. Berdasarkan kriteria tersebut,

hasil pengujian normalitas terhadap seluruh variabel disajikan dalam Tabel 3.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 18


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Tabel 3 Ringkasan Hasil Uji Normalitas


Variabel Nilai Sig. Alpha (α) Kesimpulan
Aset_wajar 0,000 Tidak normal
Aset_historis 0,000 Tidak normal
Pendapatan_wajar 0,000 Tidak normal
Pendapatan_historis 0,000 Tidak normal
Laba_wajar 0,000 Tidak normal
Laba_historis 0,000 Tidak normal
ROA_wajar 0,008 Tidak normal
ROA_historis 0,032 Tidak normal
ISI_wajar 0,000 Tidak normal
ISI_historis 0,000 Tidak normal
Sumber: data diolah.
Hasil uji normalitas mengakatan bahwa sebaran data masing-masing variabel tidak

memenuhi kriteria normalitas data karena keseluruhan nilai signifikan α < 5%.

c. Uji Homogenitas Varians

Mengingat hasil uji normalitas menunjukkan kesimpulan bahwa sebaran

seluruh data dalam variabel tidak normal, maka uji Homogenitas Varians dilakukan

dengan metode Levene’s Test. Data dinyatakan memiliki varians yang homogen apabila

memiliki nilai signifikan > 5%. Berdasarkan kriteria tersebut, hasil pengujian

homogenitas varians terhadap seluruh kelompok variabel disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Varians


Variabel Nilai Sig. Alpha (α) Kesimpulan
Aset 0,000 Tidak homogen
Pendapatan 0,000 Tidak homogen
Laba 0,002 Tidak homogen
ROA 0,016 Tidak homogen
ISI 0,047 Tidak homogen
Sumber: data diolah.
Hasil uji homogenitas varians mengakatan bahwa varian pada masing-masing kelompok

variabel tidak sama/homogen. Hal ini dibuktikan dengan hasil keseluruhan nilai

signifikan α < 5%.

d. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan uji beda. Berdasarkan hasil uji normalitas dan

homogenitas varians, maka uji beda dilakukan dengan menggunakan uji statistik non

parametrik yaitu dengan menggunakan metode Mann Whitney U Test. Uji beda ini tidak

mensyaratkan sebaran data yang normal maupun homogenitas varians yang

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 19


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

sama/homogen. Kriteria pengambilan keputusan uji beda Mann Whitney U Test ini

adalah menerima Ha apabila hasil nilai signifikansi atau Asymp. Sig. (2-tailed) < 5%.

Berdasarkan kriteria tersebut, hasil pengujian hipotesis disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis


Kode Hipotesis Hasil Pengujian Vaiabel: Kesimpulan
Asymp. Sig. (2-tailed)
H1 Terdapat perbedaan yang nyata a. Aset: 0,775 Ditolak (tidak
pada nilai total aset, pendapatan, b. Pendapatan: 0,366 terdapat
dan laba di antara kelompok c. Laba: 0,580 perbedaan yang
perusahaan perkebunan yang Hasil uji semua nyata)
menerapkan pendekatan nilai wajar variabel H1 > 0,05
dan nilai historis.
H2 Terdapat perbedaan yang nyata ROA: 0,013 Diterima
pada nilai profitabilitas Return on Hasil uji variabel H2 < (terdapat
Assets (ROA) di antara kelompok 0,05 perbedaan yang
perusahaan perkebunan yang nyata)
menerapkan pendekatan nilai wajar
dan nilai historis.
H3 Terdapat perbedaan yang nyata ISI: 0,000 Diterima
pada nilai Income Smoothing Hasil uji variabel H3 < (terdapat
Index (ISI) di antara kelompok 0,05 perbedaan yang
perusahaan perkebunan yang nyata)
menerapkan pendekatan nilai wajar
dan nilai historis.
Sumber: data diolah.

4.1 PEMBAHASAN

a. Total aset, pendapatan, dan laba dengan pendekatan nilai wajar dan nilai historis

Hasil pengujian statistik deskriptif menunjukkan bahwa kelompok sampel yang

menggunakan pendekatan nilai wajar memiliki rata-rata total aset yang lebih besar

dibandingkan dengan kelompok sampel yang menggunakan pendekatan nilai historis. Di

samping itu, kelompok sampel yang menggunakan pendekatan nilai wajar juga memiliki

rata-rata standar deviasi aset yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok sampel

yang menggunakan pendekatan nilai historis. Hal ini menunjukan bahwa secara

deskriptif kelompok sampel yang menggunakan pendekatan nilai wajar memiliki nilai

total aset dan volatilitas aset yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok sampel

yang menggunakan pendekatan nilai historis. Deskripsi statistik ini ternyata juga

menunjukan hasil yang konsisten terhadap komponen-komponen lainnya seperti

pendapatan dan laba.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 20


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Dalam hasil statistik deskriptif telihat bahwa nilai standar deviasi untuk variabel

aset, pendapatan, dan laba menunjukkan angka yang sangat tinggi, hampir mendekati

nilai mean. Bahkan, untuk variabel aset pada kelompok perusahaan dengan nilai historis

nilai standar deviasinya lebih besar daripada nilai mean-nya. Standar deviasi merupakan

cerminan dari rata-rata penyimpangan data dari mean. Jika nilai standar deviasi lebih

besar dibandingkan dengan nilai mean, maka nilai mean merupakan representasi yang

kurang baik bagi keseluruhan data dan menggambarkan sebaran data yang sangat

bervariasi. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi tingkat akurasi hasil uji hipotesis.

Setelah dilakukan uji hipotesis menguunakan uji beda Mann Whitney U Test

pada variabel aset, pendapatan, dan laba, ternyata diperoleh hasil bahwa tidak terdapat

perbedaan yang nyata di antara kelompok perusahaan dengan nilai wajar dan nilai

historis. Hal tersebut bisa saja terjadi seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa aset

biologis mengalami proses kelahiran, perkembangan, dan kematian sehingga diperlukan

penilaian kembali pada setiap perkembangannya (Hendreiksen, 2000). Penggunaan

penilaian subjektif dalam menilai kembali aset biologis untuk memperkirakan nilai

wajar, seperti harga pasar aset sejenis atau penggunaan model nilai sekarang, akan

menghasilkan perlakuan yang berbeda yang akan menghambat komparabilitas dan

harmonisasi.

Selain itu, dapat dipahami bahwa dari segi behavioral, penilaian aset harus

memungkinkan perhitungan income yang berguna untuk prediksi atau sebagai masukan

langsung dalam investment decision models. Sehingga adanya campur tangan penciptaan

nilai yang berbeda oleh manajemen untuk menilai aset biologis juga dapat mengganggu

komparabilitas data.

Hasil pengujian Hipotesis 1 pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Maruli (2010). Maruli (2010) membuktikan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan pada nilai dan volatilitas aset, pendapatan, dan laba diantara

perusahaan agrikultur dengan nilai wajar dan nilai historis.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 21


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

b. Return on Assets (ROA) dengan pendekatan nilai wajar dan nilai historis

Hasil uji Hipotesis 2 menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada

nilai profitabilitas Return on Assets (ROA) di antara kelompok perusahaan perkebunan

yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai historis. Uji beda Mann Whitney U

menunjukkan angka 1,3% yang menegaskan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada

nilai profitabilitas ROA antara kedua kelompok perusahaan. Walaupun uji beda pada

nilai total aset dan laba tidak signifikan, ternyata uji beda pada ROA bernilai signifikan.

Hal ini dapat terjadi mengingat dalam ROA yang digunakan adalah laba sebelum bunga

dan pajak. Penilaian kembali aset biologis setiap tahunnya dengan nilai wajar tentunya

akan berdampak pada nilai pajak yang harus dibayarkan. Nilai standar deviasi yang

relatif kecil (mendekati 0) pada variabel ROA juga menggambarkan mean

merepresentasikan data dengan baik, sehingga tingkat akurasi perhitungan statistik lebih

tinggi. Selain itu, dalam uji statistika deskriptif juga menunjukkan bahwa nilai ROA pada

perusahaan dengan nilai wajar lebih tinggi daripada nilai historis.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori penilaian aset bagi pengukuran income

dan sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Marsh & Fischer (2013),

Nurhaeti (2010), dan Luiz et al. (2015) yang memberikan cukup bukti bahwa nilai

profitabilitas ROA pada perusahaan perkebunan yang menggunakan pendekatan nilai

wajar secara konisten jauh lebih baik daripada nilai historis. Perbedaan yang material ini

memberikan kecenderungan informasi yang lebih relevan pada pendekatan nilai wajar

sebagaimana diharapkan dalam penerapan PSAK 69.

c. Income Smoothing Index (ISI) dengan pendekatan nilai wajar dan nilai historis

Hasil uji Hipotesis 3 menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada

nilai Income Smoothing Index (ISI) di antara kelompok perusahaan perkebunan yang

menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai historis. Selain itu, dalam uji statistika

deskriptif menunjukkan nilai ISI pada perusahaan dengan nilai wajar lebih tinggi

daripada nilai historis.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 22


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian akademis yang dilakukan oleh

Nurhaeti (2010), dan Luiz et al. (2015) yang memberikan beberapa bukti terkait

manajemen laba. Perusahaan yang menggunakan metode nilai wajar untuk mencatat dan

melaporkan aset biologis, memiliki rata-rata tingkat perataan laba yang tinggi. Hal ini

sejalan dengan teori dan praktek perataan laba dalam melakukan manajemen laba.

5. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian ini, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

a. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total aset, pendapatan, dan laba di antara

kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai

historis. Meskipun demikian, nilai total aset, pendapatan, dan laba pada kelompok

perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar lebih besar daripada

nilai historis.

b. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai profitabilitas Return on Assets (ROA) di antara

kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai

historis. Rata-rata nilai profitabilitas Return on Assets (ROA) pada kelompok perusahaan

perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar lebih tinggi daripada nilai historis.

c. Terdapat perbedaan yang nyata pada nilai Income Smoothing Index (ISI) di antara

kelompok perusahaan perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar dan nilai

historis. Rata-rata nilai Income Smoothing Index (ISI) pada kelompok perusahaan

perkebunan yang menerapkan pendekatan nilai wajar lebih tinggi daripada nilai historis.

5.2 IMPLIKASI

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, implikasi penting terkait penerapan

pengakuan dan pengukuran aset biologis dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Perusahaan perkebunan di Indonesia hendaknya mempersiapkan sejak dini hal-hal yang

diatur dalam PSAK 69 mengingat PSAK ini akan berlaku efektif per 1 Januari 2018, yang

salah satunya harus menerapkan pendekatan nilai wajar untuk menilai, mengukur, serta

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 23


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

mengakui aset biologisnya. Walaupun pada awal penerapan nilai wajar menyebabkan

penurunan nilai laba dikarenakan peningkatan nilai aset dan pajak, namun dalam jangka

panjang akan menghasilkan kualitas laporan keuangan menjadi lebih baik, sesuai dengan

teori rantai nilai yang diperkenalkan oleh Michael E. Porter (1985). Selain itu, lembaga-

lembaga yang berwenang agar sesegera mungkin membuat aturan yang jelas terkait

pelaksanaan dan dampak penerapan PSAK 69 di lapangan agar dapat menjadi pedoman

bagi perusahaan-perusahaan perkebunan di Indonesia.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal analisis pendahuluan

mengenai perbandingan pendekatan nilai wajar dan nilai historis dalam pengakuan dan

pengukuran aset biologis, serta dampak implementasi pendekatan nilai wajar pada

laporan keuangan perusahaan perkebunan, sebelum PSAK 69 efektif diterapkan di

Indonesia pada tanggal 1 Januari 2018.

5.3 KETERBATASAN

Penelitian ini memiliki keterbatasan yang perlu diperbaiki untuk penelitian-

penelitian selanjutnya. Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya antara lain sebagai

berikut:

a. Sampel perusahaan yang digunakan berasal dari beberapa negara yang berbeda untuk

membandingkan dua kelompok perusahaan yang menggunakan pendekatan yang berbeda

dalam menilai suatu aset biologis. Hal ini sebenarnya dapat mengganggu komparabilitas

kelompok perusahaan yang dijadikan sampel penelitian, dikarenakan perbedaan negara di

mana sampel penelitian tersebut diperoleh memiliki perbedaan nilai tukar, inflasi, dan

pertumbuhan ekonomi yang berbeda. Perbedaan tersebut akan membuat nilai data dalam

laporan keuangan memiliki materialitas yang berbeda pula. Hal ini pula yang

menyebabkan sebaran data penelitian tidak normal dan memiliki standar deviasi yang

cukup tinggi. Oleh sebab itu, pengambilan sampel sebaiknya berasal dari satu negara saja,

jika kondisi memungkinkan.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 24


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

b. Berdasarkan hasil metode purposive sampling dalam penelitian ini, sampel perusahaan

yang diambil untuk perusahaan dengan nilai historis hanya berasal dari Indonesia,

sedangkan perusahaan dengan nilai wajar didominasi oleh perusahaan dari Singapura.

Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya digunakan sampel penelitian yang lebih banyak

dengan komposisi yang seimbang sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih

baik akurat.

Daftar Pustaka

Abdullah, Achmad Ridwan. 2011. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT. Perkebunan
Nusantara XIV Makassar (Persero). Skripsi. Sarjana Ekonomi Akuntansi Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Belkaoui & Ahmed Riahi. 2007. Accounting Theory, Teori Akuntansi, Buku Dua. Jakarta: Salemba
Empat.

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 23, edisi 8.
Semarang: Badan Penerbit Undip.

Harrison Jr., W., Charles Hongren, and C. William (Bill) Thomas. 2013. Financial Accounting, 9th
edition, New Jersey: Pearson Education, Inc.

Hendriksen, Eldon S. dan Marianus Sinaga. 2000. Teori Akuntansi, Jilid 1. Jakarta: Erlagga.

Herborhn, K. and Herbohn, J. 2006. International Accounting Standard (IAS) 41: what are the
implications for reporting forest assets?. Small-scale Forest Economics, Management and
Policy, 5(2), p. 175-189.

Hongren, Datar & Foster. 2003. Cost Accounting, A Managerial Emphasis, 11th Edition, New Jersey:
Pearson Education, Inc.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 69: Agrikultur.
Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

International Accounting Standard Board. 2010. International Accounting Standard No. 41:
Agriculture. London: International Accounting Standard Board.

Iniguez, R. and Poveda, F. 2004. Long-run abnormal returns and income smoothing in the Spanish
stock market, European Accounting Review, 13(1), p. 105-130.

Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, and Terry D. Warfield. 2016. Intermediate Accounting. 16th Ed.
New York: John Willey & Sons, Inc.

Luiz, Ricardo Menezes da silva, Paula Carolina Ciampagnia Nardi, and Maisa de Souza Ribeiro.
2015. Earnings Managements and Valuation of Biological Assets. Brazilian Business Review
Journal. University of Sao Paulo.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 25


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Marsh, Treba, dan Mary Fischer. 2013. Accounting for Agricultural Products: US Versus IFRS
GAAP. Jurnal. USA: University of Texas at Tyler.

Mulford, Charles W. And Eugene E. Comiskey. 2002. The Financial Numbers Game, Detecting
Creative Accounting Practices. New York. John Wiley & Sons, Inc

Mulyono, Sri. 2003. Statistika Untuk Ekonomi Edisi Kedua, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.

Maruli, Saur dan Aria Farah Mita. 2010. Analisis Pendekatan Nilai Wajar dan Nilai Historis Dalam
Penilaian Aset Biologis Pada Perusahaan Agrikultur: Tinjauan Kritis Rencana Adopsi IAS
41. Purwokerto: Simponsium Nasional Akuntansi XIII.

Nurhaeti, Cicih. 2014. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)
Kebun Kaligua. Jurnal. Universitas Jenderal Soedirman.

Purhadi, Imam, 2006. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas Perusahaan Barang
Konsumsi Terbuka di BEI. Tesis Mahasiswa, Universitas Terbuka, Jakarta.

Porter, Michael E. 1998. Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance.
New York: Free Press.

Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset.

Schroeder, Richard G, Myrtle W, Jack M. 2009. Financial Accounting Theory and Analysis: Text and
Cases, 9th Editon, USA: John Willey & Son, Inc.

Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business, 4th Edition, USA: John Willey & Son, Inc.

Subramanyan, K.R. 2014. Financial Statement Analysis. Eleven Edition, New York: Mc Graw Hill
Education.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Alfabeta. Bandung.

Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. Yogyakarta:
BPFE.

Tuanakotta, Theodorus M. 2000. Teori Akuntansi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-347/Bl/2012
Tentang Penyajian Dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten Atau Perusahaan Publik.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, Edisi Kedua.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 26


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

Apendiks

A. Daftar Sampel Perusahaan Perkebunan


1. Perusahaan Perkebunan dengan Pendekatan Nilai Wajar
No. Nama Perusahaan Negara
1. PT Provident Agro Tbk. Indonesia
2. Astral Asia Berhad Malaysia
3. Golden Land Berhad Malaysia
4. Kwantas Corporation Berhad Malaysia
5. Negri Sembilan Oil Palms Berhad Malaysia
6. Riverview Rubber Estates Berhad Malaysia
7. United Malacca Berhad Malaysia
8. Bumitama Agri Ltd. Singapura
9. First Resources Ltd. Singapura
10. Golden Agri Resources Ltd. Singapura
11. Inch Kenneth Kajang Rubber Public Ltd. Singapura
12. Indofood Agri Resources Ltd. Singapura
13. Kencana Agri Ltd. Singapura
14. Wilmar International Ltd. Singapura
15. Global Palm Resources Singapura
Sumber: data diolah dari website Bursa Efek Indonesia, Bursa Efek Malaysia, dan Bursa Efek
Singapura.

2. Perusahaan Perkebunan dengan Pendekatan Nilai Historis


No. Nama Perusahaan Negara
1. PT Astra Agro Lestari Tbk. Indonesia
2. PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. Indonesia
3. PT Bakrie Sumatra Plantation Tbk. Indonesia
4. PT Dharma Satya Nusantara Tbk. Indonesia
5. PT Eagle High Plantations Tbk. Indonesia
6. PT Golden Plantation Tbk. Indonesia
7. PT Gozco Plantations Tbk. Indonesia
8. PT J.A. Wattie Tbk. Indonesia
9. PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk. Indonesia
10. PT Perkebunan Nusantara X (Persero) Indonesia
11. PT PP London Sumatra Ind. Tbk. Indonesia
12. PT Salim Ivomas Pratama Tbk. Indonesia
13. PT Sampoerna Agro Tbk. Indonesia
14. PT Sawit Sumber Mas Sarana Tbk. Indonesia
15. PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk. Indonesia
Sumber: data diolah dari website Bursa Efek Indonesia.
B. Hasil Uji Hipotesis 1

Test Statisticsa
Aset Pendapatan Laba
Mann-Whitney U 977.000 900.500 944.000
Wilcoxon W 2012.000 1935.500 1979.000
Z -.286 -.904 -.553
Asymp. Sig. (2-tailed) .775 .366 .580
Point Probability .003 .001 .003
a. Grouping Variable: Perusahaan
Sumber: data output SPSS diolah.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 27


Analisis Pengakuan dan Pengukuran Aset Biologis Perusahaan Perkebunan

C. Hasil Uji Hipotesis 2

Test Statisticsa
ROA
Mann-Whitney U 185.500
Wilcoxon W 1835.500
Z -2.477
Asymp. Sig. (2-tailed) .013
Point Probability .000
a. Grouping Variable: Perusahaan
Sumber: data output SPSS diolah.
D. Hasil Uji Hipotesis 3

Test Statisticsa
ISI
Mann-Whitney U 995.000
Wilcoxon W 2065.000
Z -.3.752
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Point Probability .002
a. Grouping Variable: Perusahaan
Sumber: data output SPSS diolah.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 28

S-ar putea să vă placă și