Sunteți pe pagina 1din 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah
utama dalam kesehatan baik didunia maupun di Indonesia.DM adalah suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin,kerja insulin atau kedua-duanya.Lebih dari 90 persen dari semua populasi
diabetes adalah diabetes mellitus tipe2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin
karena berkurangnya fungsi sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh
resistensi insulin(American Diabetes Association, 2015).

Diabetes melitus dibagi menjadi 2 tipe yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
disebut dengan insulin dependent diabetes melitus (IDDM) ditandai oleh penurunan
kadar insulin disebabkan oleh destruksi sel-sel betha. DM pada tipe ini memerlukan
insulin. DM tipe 2 disebut juga dengan non insulin dependent diabetes militus (NIDDM)
merupakan bentuk DM yang paling sering ditemukan dan ditandai dengan retensi insulin
ketika hormon insulin diproduksi dengan jumlah banyak (Adib, 2011).

Menurut World HealthOrganization/ WHO(2016),memperkirakan


sebanyak422juta orangdewasa hidupdenganDM.Berdasarkan data terbaru dari
Intenational Diabetes Federation (IDF) Atlas 2017 menunjukkan bahwa Indonesia
menduduki peringkat ke-6 dunia dengan jumlah diabetesi sebanyak 10,3 juta jiwa. Jika
tidak ditangani dengan baik, World Health Organization (WHO) bahkan
mengestimasikan angka kejadian diabetes di Indonesia akan melonjak drastis menjadi
21,3 juta jiwa pada 2030.

Menurut Racmaningsihtyas (2015), Indonesia merupakan negara urutan ke empat


dengan prevelensi DM tertinggi di dunia. Menurut perkumpulan Endokrinekologi
Indonesia (PERKENI) pada tahun 2015 di Indonesia sendiri berdasarkan penelitian
epidemologi didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% terjadi pada penduduk yang
usianya lebih dari 15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan di
daerah rural sebesar 7,2% prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan
negara maju, menurut WHO (2017) 382 juta penderita DM tipe 2, setelah Amerika
Serikat, China dan India pada tahun 2014. di Sumatera Barat kejadian prevalensi
nasional diabetes mellitus berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah
1,8% dengan proporsi kematian 6,9%. RISKESDAS Sumatera Barat menyatakan tahun
2014 diabetes mellitus berada pada urutan ke 2 dari 10 penyakit yang lainnya dengan
penderita diabetes melitus tipe 2 sebanyak 11.769 orang dan Prevelensi DM di kota
padang yaitu 2,9%. (RISKESDAS, 2018).

Diabetes mellitus tipe II apabila tidak ditangani dengan baik dan benar akan dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi, baik komplikasi akut maupun komplikasi kronis.
Komplikasi kronis pada diabetes mellitus tipe II adalah komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler. Komplikasi makrovaskuler adalah penyebab utama kematian pasien
diabetes mellitus tipe II. Komplikasi ini melibatkan pembuluh darah besar yaitu
pembuluh darah koroner, kemudian pembuluh darah otak, dan juga pembuluh darah
perifer.Mikrovaskuler merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang ateriola retina
dan kapiler (retinopati diabetic), glomerulus ginjal (nefropati diabetic), dan saraf-saraf
perifer (neuropati diabetic) (Price, & Wilson, 2013).

Menurut Paneni et al. (2013), data epidemiologi dan patalogis menunjukkan


bahwa diabetes merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular pada laki-
laki dan perempuan. Komplikasi DM ini berhubungan dengan disfungsi makrovaskular
(akibat gangguan pembuluh darah besar) dan mikrovaskular (akibat gangguan pembuluh
darah kecil), komplikasi makrovaskular diawali oleh aterosklerosis dan manifestasinya,
seperti penyakit pembuluh darah perifer, stroke, dan penyakit arteri koroner.Retinopati,
diabetik neuropati dan nefropati merupakan komplikasi mikrovaskuler pada DM dan
penyebab utama terjadinya kebutaan dan gagal ginjal.Diabetes juga mempengaruhi otot
jantung, yang menjadi penyebab utama gangguan pada sistolik dan diastolik
jantung.Penyakit arteri perifer, neuropati perifer, ulserasi kaki merupakan komplikasi
yang sering terjadi pada pasien diabetes dan dua kali lebih umum dibandingkan dengan
pasien yang tidak diabetes.

Salah satu akibat dari komplikasi kronik atau jangka panjang pada pasien
diabetes mellitus tipe II adalah ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum adalah kerusakan
integritas kulit atau infeksi yang meluas sampai jaringan kulit bawah, tendon, bahkan
tulang (Edward, 2015). Ulkus diabetikum pada pasien diabetes mellitus tipe II
diakibatkan oleh kondisi hiperglikemia yang berlangsung lama sehingga gula darah
banyak menumpuk di pembuluh darah, keadaan tersebut menyebabkan sirkulasi darah ke
perifer kurang dan terhambat dimana tanda dan gejalanya yaitu berkurangnya denyut
nadi perifer dan neuropati perifer pasien akan merasakan sering kesemutan dan kebas
(Ariyanti, 2012).Komplikasi yang ditimbulkan mempengaruhi 30 % lebih tinggi pada
pasien diabetes dengan umur diatas 40 tahun.Terlambatnya diagnostik awal dapat
meningkatkan resiko komplikasi yang serius termasuk kecatatan dan amputasi.

Peran perawat sebagai educator sangat dibutuhkan oleh pasien Diabetes Mellitus
karena Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan manajemen yang khusus.Manajemen nutrisi, latihan jasmani, monitoring,
terapi farmakologi, dan edukasi mempengaruhi pengendalian kadar glukosa darah pasien
diabetes mellitus tipe 2. Maka, pasien harus belajar untuk mengatur keseimbangan pola
makan dan berbagai faktor penyebab. Pendidikan ataupun pengetahuan yang diberikan
kepada pasien diabetes mellitus bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien
diabetes mellitus tentang penyakit dan pengelolaan dengan tujuan tidak terjadinya
komplikasi pada kaki akibat penyakit DM Tipe 2, sehingga pasien mampu
mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut(Notoatmodjo, 2013).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan pada Ny. Y dengan Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Ruang Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang”.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. S dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Ruang Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Ruang Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang.
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny. S dengan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Ruang Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pada Ny. S dengan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Ruang Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang.
e. Mampu mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada pada Ny. S dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
f. Mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada pada Ny. S dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Defenisi
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolic atau kelainan
heterogen dengan karakteristik kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan karena kelainan sekresi insulin,gangguan kerja insulin atau
keduanya,yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah (Perkeni,2015). Menurut kriteriadiagnostik
Perkeni(2015),seseorang dikatakan menderita diabetes mellitus jika memiliki kadar
gula darah puasa >126 mg/dl dan padat es gula darah sewaktu > 200 mg/dl. Kadar
gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam.
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,kerja insulin
atau kedua-duanya (Henderina,2010).Diabetes Melitus (DM) merupakan
kelompok penyakit metabolik kronis dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya
(WorldHealthOrganization,2016)(AmericanDiabetesAssociation, 2015)
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2010) Diabetes Mellitus tipe 2 disebabkan karena, yaitu :
a. Kegagalan relative sel β
Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya, artinya
terjadi defesiensi relative insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitas
terhadap glukosa.
b. Resistensi insulin
Resistensi insulin ialah berkurangnya kemampuan insulin dalam
merangsang produksi dan pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati.DM tipe 2 bukan disebabkan oleh
kurangnya sekresi insulin melainkan disebabkan oleh sel-sel sasaran insulin
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan ini lazim
disebut sebagai resistensi insulin (Teixeria, 2011).
Resistensi insulin terjadi akibat faktor genetik dan lingkungan seperti
obesitas, diet tinggi lemak, rendah serat, dan kurangnya aktivitas fisik serta
penuaan. Pada pasien DM tipe II dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik
yang berlebihan namun tidak terjadi kerusakan sel-sel beta langerhans secara
autoimun. Defisiensi fungsi insulin pada pasien DM tipe II hanya bersifat
relatif dan tidak absolut (Fatimah 2015).
3. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Anatomi Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000–1.800.000 pulau Langer hans. Dalam pulau langer
hans jumlah sel beta normal pada manusia antara 60%-80% dari populasi sel Pulau
Langer hans. Pankreas berwarna putih ke abuan hingga kemerahan. Organ ini
merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan
endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pancreas seperti amylase,
peptide sedanlipase,sedang kan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon
seperti insulin,glucagon dan somato statin (Dolensek,Rupnik&Stozer,2015).
Pankreas terdiri atas :
a) Kepala pankreas : merupakan bagian yang paling lebar, terletakdisebelah
kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum.
b) Badan pankreas : merupakan bagian utama dari organ pankreas,letaknya
dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.
c) Ekor pankreas : merupakan bagian runcing disebelah kiri dan berdekatan serta
menyentuh limpa(Ernawati, 2013)
Gambar 2.1 Anatomi Pankreas

Fisiologi Pankreas

Pankreas terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin yang berasal dari
jaringan berbeda selama perkembangan dan hanya memiliki kesamaan lokasi
(Sheerwood, 2012).

1) Fungsi Eksokrin
Sekresi pankreas mengandung enzim untuk mencernakan 3 jenismakanan
utama: Protein (tripsin, kimotripsin, karboksipolipeptidase), karbohidrat
(amilase pankreas), dan lemak(lipase pankreas). Sel eksokrin pankreas
mengeluarkan cairanelektrolit dan enzim sebanyak 1500-2500 ml sehari
dengan pH 8sampai 8,3. Pankreas mengeluarkan getah pankreas yang
terdiridari duakomponen :
a) Enzim pankreas
Enzim pankreas secara aktif di sekresikan oleh sel asinus yang
membentuk asinus. Sel-sel asinus mengeluarkan tiga
jenis enzim pankreas yang mampu mencerna makanan, yaitu:
(1) Enzim proteolitik untuk pencernaan protein. Tiga enzim
proteolitik utama pankreas adalah tripsinogen, kimotripsinogen,
dan karboksipoliepeptidase.
(2) Amilase pankreas (karbohidrat) berperan dalam pencernaan
karbohidrat, mengubah polisakarida menjadi disakarida maltosa.
(3) Lipase pankreas (lemak) sangat penting karena merupakan
enzim diseluruh saluran cerna yang dapat mencerna
lemak.Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak dan
gliserol(Sheerwood, 2012).
b) Komponen alkalis/basaEnzim-enzim pankreas berfungsi optimal pada
lingkungan yangnetral atau sedikit basa, namun isi lambung yang sangat
asam dilarikan ke duodenum di dekat tempat keluarnya enzim pankreas
kedalam duodenum. Enzim pakreas berfungsi mencegah kerusakan
mukosa duodenum akibat asam(Sheerwood, 2012)
2) Fungsi Endokrin
Sel endokrin terdapat pulau-pulau yang disebut pulau Lagerhans.Sel
endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel B(beta) yang berfungsi untuk
sintesis dan sekresi insulin. Sela (alfa) yang menghasilkan glukagon, dan sel
D (delta) adalah tempat untuk mensintesis somatostatin.Sel pulau langerhans
yang paling jarang adalah sel PP yang mengeluarkan poloipeptida pankreas
yang berperan dalam mengurangi nafsu makan dan asupan
makanan.Didalam fungsi endokrin terdapat dua hormon yang membantu
mengatur kadar gula darah (glukosa) dalam tubuh (Sheerwood,2012).
a) Hormon glukagon
Glukagon merupakan protein kecil yang mempunyai berat molekul 3485
dan terdiri dari 29 asam amino. Tempat utama kerja glukagon adalah
hati.Glukagon mempunyai fungsi yang berlawanan dengan hormon
insulin yaitu meningkatkan konsentrasi glukosa.Efek glukagon pada
metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen di dalam hati dan
meningkat kanglukoneogenesis pada hati. Hormon glukagon
menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein.
(1) Efek pada karbohidratGlukagon menyebabkan peningkatan
produksi dan pelepasan glukosa oleh hati sehingga kadar glukosa
darah meningkat. Bila glukosa darah turun sampai
serendah70mg/100 ml, pankreas menyekresi glukagon dalam
jumlahyang sangat banyak, yang cepat memobilisasi glukosa
darihati, sehingga glukagon melindungi dari hipoglikemia.
(2) Efek pada lemak
Glukagon mendorong penguraian lemak serta inhibisisintesis
trigliserida.Glukagon meningkatkan produksi ketonhati
(ketogenensis) dengan mendorong perubahan asamlemak menjadi
badan keton.
(3) Efek pada protein
Glukagon menghambat sintesa protein di hati sertamendorong
penguraian protein hati.Glukagon mendorongmetabolisme protein
dihati tetapi tidak berefek nyata padakadar asam amino darah
karena hormon ini tidakmempengaruhi protein otot, simpanan
protein utama ditubuh.
b) Hormon insulin
Pengeluaran insulin oleh selβdirangsang oleh kenaikan glukosadalam
darah yang ditangkap oleh reseptor glukosa padasitoplasma permukaan
selβyang akan merangsang pengeluaranion kalsium dalam sel. Insulin
memiliki efek penting padametabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
(1) Efek pada karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadarglukosa darah
dan mendorong penyimpanan karbohidrat :
(a) Insulin mempermudah transport glukosa kedalamsebagian besar
sel.
(b) Insulin merangsang glikogenesis, pembentukanglikogen dari
glukosa, diotot rangka, dan hati.
(c) Insulin menghambat glikogenolisis, penguraianglikogen menjadi
glukosa sehingga menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan
mengurangi pengeluaranglukosa oleh hati.
(d) Insulin menghambat glukoneogenesis, perubahan asamamino
menjadi glukosa di hati. Insulin melakukannyadengan
mengurangi jumlah asam amino di darah yangtersedia bagi hati
untuk glukoneogenesis dan denganmenghambat enzim-enzim
hati yang diperlukan untukmengubah asam amino menjadi
glukosa.
(2) Efek pada lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asamlemak darah
dan mendorong penyimpanan trigliserida:
(a) Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak daridarah
kedalam sel jaringan lemak.
(b) Insulin meningkatkan transport glukosa kedalam
sel jaringan lemak. Glukosa berfungsi sebagai precursoruntuk
pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah
untuk membentuk trigliserida.
(c) Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang
akhirnyamenggunakan turunan asam lemak dan glukosa
untuksintesis trigliserida.
(d) Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak),mengurangi
pembebasan asam lemak dari jaringanlemak ke dalam darah.

(3) Efek pada protein


(a) Insulin mendorong transport aktif asam amino daridarah
kedalam otot dan jaringan lain.
(b) Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam aminomenjadi
protein oleh perangkat pembentuk protein yangada di sel.
(c) Insulin menghambat penguraian protein.(Ernawati, 2013).
c) Somatostatin
Somatostatin mempunyai efek inhibisi terhadap sekresi insulindan
glukagon. Hormon ini juga mengurangi motilitas lambung,duodenum,
dan kandung empedu. Sekresi dan absorbsi saluran cerna juga
dihambat.Selain itu somatostatin menghambat sekresi hormon
pertumbuhan yang dihasilkan hipofisis anterior.
d) Pankreas Polipeptida
Hormon ini sekresinya dipengaruhi oleh hormon kolinergik,dimana
konsentrasinya dalam plasma menurun setelah pemberian atropin.Sekresi
juga menurun pada pemberi ansomatostatin dan glukosa
intravena.Sekresinya meningkat pada pemberian protein, puasa, dan
latihan fisik.
4. Patofisiologi
Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang
lambung.Didalamnya terdapat sekumpulan sel yang berbentuk seperti pulau dalam
peta, sehingga disebut pulau Langerhans pankreas. Pulau pulau ini berisi sel alpa
yang menghasilkan hormone glukagon sel β yang menghasilkan insulin. Kedua
hormon ini akan bekerja secara berlawanan, glukagon akan meningkatkan glukosa
darah sedangkan insulin bekerja menurunkan kadar glukosa darah (Price & Wilson,
2013).
Diabetes mellitus tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan
karakteristik utama ialah kejadian glukosa dalam darah yang semakin meningkat
atau hiperglikemia kronik.Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik
dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II.
Faktor genetik akan berinteraksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya
hidup, obesitas, aktivitas fisik yang rendah, diet, dan juga tingginya kadar asam
lemak bebas (Smeltzer & Bare, 2013)
Mekanisme terjadinya diabetes mellitus tipe II umumnya disebabkan karena
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa
dalam sel. Reaksi dari adanya resistensi indsulin tersebut akan mengakibatkan juga
penurunan dari reaksi intrasel tersebut. Dengan demikian insulin akan menjadi
tidak efektif dalam menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Dan untuk
mengatasi resistensi insulin tersebut dan juga untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus adanya peningkatan jumlah insulin yang akan di
sekresikan (Smeltzer & Bare, 2013).
Pada pasien toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi karena adanya
sekresi insulin yang berlebih dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel sel β tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka dengan demikian kadar
glukosa juga akan meningkat dan terjadilah diabetes mellitus tipe II. Meskipun
terjadi gangguan dari sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat dalam mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Diabetes mellitus
tipe II yang tidak terkontrol juga akan menimbulkan masalah akut lainnya seperti
sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK) (Smeltzer & Bare,
2013).
Akibat dari adanya intoleransi glukosa yang berlangsung lama (selama
bertahun tahun) dan secara progresif, maka penyakit diabetes mellitus akan
berjalan tanpa terdeteksi sebelumnya. Jika ada gejalanya yang dialami pasien,
gejala tersebut hanya bersifat ringan, seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang sukar sembuh, infeksi atau pandangan kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi yang diakibatkan jika
tidak terdeteksinya penyakit diabetes mellitus tipe II selama bertahun-tahun ialah
akan terjadinya komplikasi diabetes melitus jangka panjang seperti, kelainan mata,
neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer hal tersebut mungkin sudah terjadi
sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer & Bare, 2013).
5. Manifestasi Klinis
Pasien diabetes mellitus tipe II sama sekali tidak memperlihatkan gejala
apapun dan didiagnosis dibuat hanya berdasarkan tes pemeriksaan glukosa darah
dan tes toleransi glukosa. pada hiperglikemia yang berat, pasien tersebut mungkin
menderita polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak
mengalami ketoasidosis (Smeltzer & Bare, 2018).

Gejala Diabetes mellitus tipe II berdasarkan trias DM yaitu :

a. Poliuria (Urinasi yang sering)


Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam akan
meningkat melebihi normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM tipe II
dikarenakan kadar glukosa dalam tubuh cukup tinggi sehingga tubuh tidak
sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk segera mengeluarkannya
melalui urin. Gejala tersebut lebih sering terjadi pada malam hari dan urin
yang dikeluarkan mengandung glukosa. (PERKENI, 2015)
b. Polifagia (Meningkatnya hasrat untuk makan)
Pasien diabetes mellitus tipe II akan merasa cepat lapar dan lemas, hal
tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh yang semakin habis
sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2015)
c. Polidipsi (Banyak minum)
Rasa haus yang berlebihan akibat glukosa terbawa oleh urin sehingga
tubuh akan berespon untuk meningkatkan cairan di dalam tubuh (PERKENI,
2015). Glukosa yang hilang bersama urin maka pasien juga akan merasakan
keluhan yang lain seperti, keletihan, kelemahan, tiba tiba terjadi perubahan
pandangan, kebas pada tangan dan kaki, kulit kering, luka yang sukar sembuh
dan sering muncul infeksi ( Price& Wilson, 2013).
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa
darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk membedakan
DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide.(PERKENI, 2015)
1) Pemeriksaan glukosa darah
a. Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II
dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria,
polidipsia dan polifagia.Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa
memandang terakhir kali makan.Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu
sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat
disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes
toleransi glukosa (PERKENI, 2015)
b. Glukosa Plasma Vena Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan
8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan,
bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi
pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut : kadar glukosa plasma puasa
< 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus,
sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. (PERKENI, 2015)
c. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)
Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok
serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila
kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140.
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl
tetapi < 200 mg/dl.(PERKENI, 2015).
d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila
pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200
mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO
tahun 2006, tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa
pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air
250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan
minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah
sebagai berikut :
- Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl
- Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl.
- Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus. (PERKENI,
2015)
2) Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang
tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan
umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah,
sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan.
Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan
tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah
diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi
akibat perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak. (PERKENI, 2015)
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus adalah untuk mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa hipoglikemia dan tanpa mengganggu pola hidup dan
aktivitas pasien. Menurut Perkeni (2015) penatalaksanaan dan pengelolaan DM
pada penderita DM tipe 2 dititik beratkan pada 5 pilar penatalaksanaan yaitu :
a) Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan salah satu bagian dari
penatalaksanaan DM tipe 2 secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah
keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim yaitu dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain, serta pasien dan keluarga. Setiap penyandang DM tipe 2
sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran
terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM tipe 2 hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
penyandang DM tipe 2 perlu ditekankan tentang pentingnya keteraturan akan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri dari : karobohidrat yang dianjurkan sebesar 45-
65% total asupan energi, asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan
kalori, protein dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi, dianjurkan
asupan natrium tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh garam dapur), anjuran konsumsi serat adalah ±25 gr/hari, dan pemanis aman
digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADL).
Kebutuhan kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, jenis
kelamin, aktivitas fisik dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal (Perkeni, 2015).
b) Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe
2.kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan
kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendaliglukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang.Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.Untuk penderita yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani
bisa diingatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM tipe 2.maka
intensitas latihan jasmani dapat dikurangi. Penderita dianjurkan untuk
menghindari kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan
(Perkeni, 2015).
Menurut ADA (2018), ada beberapa pedoman umum untuk melakukan
latihan jasmani pada pasien DM tipe 2 yaitu :

1. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung kaki lainnya.
2. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin.
3. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
4. Hindari latihan pada saat pengendalian metabolik buruk.

c) Monitoring
Monitoring kadar glukosa darah adalah landasan manajemen diabetes.
Monitoring dilakukan sendiri oleh pasien (self monitoring of blood
glucose/SMBG) yang memungkinkan pasien menyesuaikan manajemen diabetes
lain untuk kontrol glukosa darah yang optimal. SMBG dapat mencegah keadaan
hipoglikemia dan hiperglikemia sehingga kadar glukosa darah normal dapat
terjaga dan akhirnya diharapkan dapat mencegah komplikasi jangka panjang
(Smeltzer Bare, 2014).
d) Intervensi Farmakologi
Intervensi farmakologis merupakan salah satu bagian penatalaksanaan
DM tipe 2 yang sangat penting. Intervensi farmakologis ditambahkan jika
sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat) (Black & Hawks, 2014). Obat-obatan yang
digunakan untukpenderita DM tipe 2 adalah obat hipoglikemik oral (OHO),
suntikan, dan terapi kombinasi (Perkeni, 2015).

a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan :
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid
2. Peningkatan sensitivitas terhadap insulin : metformin dan
tiazolidindion
3. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
4. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
5. DPP-IV inhibitor

Cara pemberian OHO, sebagai berikut :

1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap


sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis
optimal
2. Sulfonilurea : 15-30 menit sebelum makan
3. Repaglinid, Nateglinid : sesaat sebelum makan
4. Metformin : sebelum/pada saat/sesudah makan
5. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
6. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan
7. DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum
makan
b) Suntikan

1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
a. Penurunan berat badan yang cepat atau drastis
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
e. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
f. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
g. Kehamilan dengan DM atau DM gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Efek samping terapi insulin :
a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
b. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin
yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja
sebagai perangsang pelepasan insulin yang tidak menimbulkan
hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi
pada pengobatan dengan insulin ataupun suldonilurea.Agonis GLP-1
bahakan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang
lain adalah menghambat pelepasan glukoagon yang diketahui berperan
pada proses glukoneogenesi. Obat itu digunakan pada seekor binatang
untuk percobaan dan obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta
pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara
lain adalah muntah.
3. Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, dan kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan
jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggan
ataukombinasi OHO. Terapi dengan OHO kombinasi harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO
dengan insulin. Kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja
mencegah atau insulin kerja panjang).dengan pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik. Bila
dengan cara seperti diatas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka OHO dihentikan lalu diberikan terapi kombinasi
insulin (Perkeni, 2015).
e) Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang DM tipe 2 memerlukan
partispasi aktif dari pasien, keluarga dan masyarakat.Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam melakukan perubahan perilaku sehat.Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.Edukasi merupakan aspek yang
sangat penting dalam mengelola DM. Tujuan dari edukasi DM adalah
mendukung usaha pasien penyandang DM untuk mengerti perjalanan
penyakitnya dan pengelolaannya serta perubahan perilaku atau kebiasaan
kesehatan yang diperlukan. Pengetahuan atau edukasi tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya
harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (Perkeni, 2015).
8. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes mellitus tipe II menurut (Smeltzer & Bare, 2018) di
bagi menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut terjadi
karena intoleransi kadar glukosa dalam darah yang berlangsung dalam jangka yang
pendek yang mencakup hal berikut ini :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami
penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL yang disertai dengan gejala pusing,
gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan kesadaran.
b. Ketoasidosis diabetes (KAD)
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik
akibat pembentukan keton yang berlebih.Menurut ADA (2017) ketoasidosis
diabetik terjadi akibat tubuh yang kurang memecah lemak menjadi tenaga, dan
hal ini terjadi karena tubuh yang kekurangan glukosa atau sumber tenaga akibat
insulin yang kurang. Menurut PERKENI (2015) KAD ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi yaitu 300-600 mg/dL, disertai
dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton yang positif kuat.
Osmolaritas plasma meningklat yaitu 300-320 mOs/mL dan terjadi peningkatan
anion gap.
c. Sindrom Nonketotik Hiperosmolar Hiperglikemik (SNHH)
Suatu keadaan koma dimana yang terjadi gangguan metabolisme yang
menyebabkan kadar glukosa darah yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan
dehidrasi hipertronik tanpa disertai dengan ketosis serum. Menurut ADA (2017)
Hiperosmolar hiperglikemik ditandai dengan kadar glukosa darah lebih dari
600mg/dL.
Komplikasi kronik biasanya terjadi pada pasien yang telah menderita
diabetes mellitus tipe II selama lebih dari 10-15 tahun. Komplikasi yang
mencakup hal tersebut yaitu :
b. Penyakit makrovaskuler ( pembuluh darah besar)
Biasanya penyakit ini mempengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh
darah perifer, dan pembuluh darah di otak. Menurut Smeltzer & Bare
(2013), pembuluh darah besar pada penyandang diabetes mellitus tipe II
mengalami perubahan akibat aterosklerosis, trombosit, sel darah merah, dan
faktor pembekuan yang tidak normal serta adanya perubahan dinding arteri.
Faktor resiko lain yaitu hipertensi, hiperlipidmia, merokok, dan
obesitas. Hal tersebut melibatkan kelainan struktur di membrane basalis
pembuluh darah kecil dan kapiler dan akan mempengaruhi semua jaringan
tubuh tetapi paling utama dijumpai pada mata dan ginjal (Smeltzer & Bare,
2013).
Kekurangan insulin akan mengganggu jalur poliol (glukosa, sorbitol,
fruktosa), yang menyebabkan penimbunan sorbitol. Pada jaringan saraf
penimbunan sorbitol, fruktosa dan penurunan kadar mioniositol berefek
pada kondisi neuropati. Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf
kranial, atau saraf otonom.Akibatnya kerusakan terjadi pada pembuluh
darah besar ataumakroangiopati.Makroangiopatiini dapat mengakibatkan
penyumbatan vaskuler pada arteri perifer yang menimbulkan insufiensi
vaskuler perifer disertai klaudikasio intermiten, dan gangren ekstermitas
(Price, & Wilson, 2013).
c. Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil).
Biasanya penyakit ini mempengaruhi mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk menunda atau untuk
mencegah komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
d. Panyakit neuropati
Komplikasi ini akan mempengaruhi saraf sensori motorik dan
otonom yang akan mengakibatkan beberapa masalah anatara lain :
impotensi dan ulkus diabetikum. Menurut PERKENI (2015), komplikasi
yang paling sering terjadi dan yang paling penting ialah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih dahulu,
lalu ke bagian tangan. Neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ampurtasi
dan ulkus kaki diabetikum.Gejala yang sering dirasakan adalah kaki yang
terasa seperti terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit jika di
malam hari.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus
hendaknya dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistemik untuk mengkaji respon manusia
terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan
dengan keluarga klien juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan
mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi atau mengatasi masalah
kesehatan.

1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya meliputi nama, umur (biasanya umur 35-60 tahun lebih beresiko
terkena penyakit diabetes melitus), agama, jenis kelamin (biasanya perempuan
lebih banyak terkena penyakit diabetes melitus), pekerjaan (biasanya
menanyakan pekerjaan klien sebelum dirawat apakah ada hubungan dengan
penyakit yang diderita saat ini), agama (biasanya menanyakan keyakinan yang
dianut oleh klien), status perkawinan, alamat, tanggal masuk, yang mengirim,
cara masuk RS, diagnosis medis (Smyth, 2012).
b. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama saat masuk rumah sakit dan saat ini :
Biasanya ada rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka (Tarwoto, 2012).
Alasan masuk rumah sakit :
Biasanya klien mengalami gejala sering buang air kecil terutama pada
malam hari (poliuria), sering haus (polidipsia), dan sering lapar (polifagia)
serta tubuh menjadi lemah dan mudah merasa lelah, dan adanya luka atau
bisul yang tidak kunjung sembuh (Tarwoto, 2012).

b) Riwayat kesehatan dahulu


Biasanya terdapat riwayat penyakit DM atau penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas, adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas maupun obat-obatan yang biasanya
digunakan oleh penderita (Tarwoto, 2012).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misalnya hipertensi dan jantung (Tarwoto, 2012).
c. Pola Aktivitas dan Penanganan Kesehatan
Persepsi terhadap penyakit : biasanya meliputi informasi mengenai perilaku,
perasaan dan emosi yabg dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita (Tarwoto, 2012).
Penggunaan : tembakau biasanya pada pria yang mempunyai kebiasaan
merokok berapa bungkus sehari, sering mengkonsumsi alkohol, atau tidak,
biasanya mengkonsumsi obat-obatan di warung atau tanpa resep dokter.
d. Pola Nutrisi/Metabolisme
a) Pola makan
Biasanya akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat
badan menurun, dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita.Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek, mual/muntah (Tarwoto, 2012).
b) Pola minum
Biasanya pasien dengan diabetes melitus sering merasa kehausan
(Tarwoto, 2012).
e. Pola Eliminasi
a) BAB
Biasanya pasien dengan diabetes melitus tidak mengalami gangguan
dalam defekasinya normal seperti tidak ada konstipasi, dan diare(Tarwoto,
2012).
b) BAK
Biasanya adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine (glukosuria).Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan (Tarwoto, 2012).
f. Pola Aktivitas/Latihan
a) Kemampuan perawatan diri
Biasanya terjadi kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan otot-otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan(Tarwoto, 2012).
b) Kebersihan diri (x/hari)
Biasanya pasien dengan diabetes melitus tidak mengalami defisit
perawatan diri. Pasien bisa melakukan perawatan ADL sendiri tanpa
dibantu orang lain. Tapi kalau pasien dengan ulkus/luka memerlukan
bantuan dalam ADLnya(Tarwoto, 2012).
c) Alat bantu
Biasanya kalau pasien yang mengalami ulkus/luka pada ektremitasnya
pasien memerlukan tongkat atau kursi roda untuk beraktivitas(Tarwoto,
2012).
d) Rekreasi dan aktivitas sehari-hari dan keluhan
Biasanya pasien melakukan rekreasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhannya(Tarwoto, 2012).
e) Olah raga
Biasanya pasien dengan diabetes melitus malas melakukan olah raga
karena klien sering mengalami kelelahan(Tarwoto, 2012).
f) Kekuatan otot
Biasanya pasien dengan diabetes melitus mengalami kelemahan otot
apalagi yang menderita ulkus atau luka tidak dapat melakukan perawatan
karena nyeri pada luka (Tarwoto, 2012).
g. Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya pasien dengan diabetes melitus istirahatnya tidak efektif karena
adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka, sehingga klien mengalami kesulitan
tidur (Tarwoto, 2012).
h. Pola Kognitif - Persepsi
Biasanya pasien dengan ganggren cenderung mengalami neuropati/mati
rasa pada luka, sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan (Tarwoto, 2012).
i. Pola Peran Hubungan
Biasanya pasien dengan luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan (Tarwoto, 2012).
j. Pola Seksual/Reproduksi
Biasanya pada pasien dengan diabetes melitus dapat terjadi angiopati pada
sistem pembuluh darah diorgan reproduksi sehingga menyebabkan gangguan
potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi, memberi dampak proses
ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria.Resiko lebih tinggi terkena kanker
prostat berhubungan dengan nefropati (Tarwoto, 2012).
k. Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
Biasanya pada pasien diabetes melitus adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem) (Tarwoto, 2012).
l. Pola Koping - Toleransi Stress
Biasanya lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif (Tarwoto, 2012).
m. Pola Keyakinan Nilai
Biasanya adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah
tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita (Tarwoto, 2012).
n. Pemeriksaan Fisik
Gambaran
Tanda Vital Suhu : biasanya meningkat, Lokasi : biasanya
diaxilla
Nadi : biasanya normal (60-100x/menit), Irama :
biasanya teratur, Pulsasi : biasanya kuat
TD : biasanya meningkat, Lokasi : biasanya di
lengan atas
RR : biasanya normal (16-20 x/menit), Irama :
biasanya cepat
(Tarwoto, 2012).
Tinggi badan Biasanya sesuai dengan pengukuran tinggi pasien
LILA Biasannya sesuai dengan pengukuran LILA
Berat badan Biasanya mengalami penurunan BB akibat proses
penyakit
(Tarwoto, 2012)
Kepala :
Rambut Biasanya rambut berwarna hitam, rambut bersih
dan tidak ada ketombe dan rambut tidak mudah
rontok
Mata Biasanya konjungtiva anemis, sklera terlihat tidak
ikterik dan tidak adanya edema palpebra, biasanya
pada tes lapang pandang terdapat gangguan pada
penglihatan karena kadar gula darah tidak
terkontrol

Hidung Biasanya tidak ada pernapasan cuping hidung,


hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada polip
Mulut Biasanya mukosa bibir kering dan terlihat pucat,
mulut bersih adanya sedikit caries gigi dan tidak
adanya sianosis
Telinga Biasanya telinga simetris kiri dan kanan, adanya
sedikit serumen dan pendengaran baik
(Tarwoto, 2012).
Leher
Trakea Biasanya dalam keadaan normal : lurus
JVP Biasanya JVP dalam keadaan normal (5-2 cmH2O)
Tiroid Biasanya tidak ditemukan adanya pembesaran
Nodus Limfe kelenjer thiroid dan tidak ditemukan adanya
pembesaran kelenjer limfe (Tarwoto, 2012).
Dada
Paru I : Biasanya pergerakan dada simetris
P : Biasanya fremitus kiri dan kanan sama
P : Biasanya sonor
A : Biasanya suara napas vesikuler, tidak ada
ronchi atau wheezing
(Tarwoto, 2012).
Jantung I : Biasanya iktus cordis tidak terlihat
P : Biasanya iktus cordis teraba diruang IC 2 linea
dektra sinistra
P : Biasanya batas jantung normal (kanan atas SIC
II para sternalis dektra, kanan bawah SIC IV linea
para sternalis dektra, kiri atas SIC II linea pera
sternalis sinistra, kiri bawah SIC IV linea media
klavikula sinistra)
A : Biasanya S1 dan S2 normal, irama reguler
(Tarwoto, 2012).
Abdomen I : Biasanya perut pasien terlihat tidak acites dan
tidak ditemukan adanya jaringan parut
A : Biasanya bising usus normal (5-12 x/i)
P : Biasanya tidak teraba adanya pembesaran pada
lien dan hepar (hepatomegali)
P : Biasanya timpani
(Tarwoto, 2012).
Ekstremitas Kekuatan otot : Biasanya pasien mengalami
Muskuloskelet penurunan kekuatan otot, pasien terlihat lemah
al/Sendi Inspeksi : Biasanya ditemukan adanya edema,
adanya luka pada ektremitas bawah jika kadar
glukosa darah terlalu tinggi
Palpasi : Biasanya tidak ditemukan atropi otot
Vaskular Perifer : biasanya >3 detik
(Tarwoto, 2012).
Integumen Inspeksi : Biasanya kulit kering dan sedikit pucat,
adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kemerahan pada kulit disekitar luka
Palpasi : Biasanya turgor kulit jelek, kulit terasa
sedikit kering dan tidak lembab, kelembaban dan
suhu kulit disekitar ulkus dan gangren meningkat
(Tarwoto, 2012).
Neurologi
Status Biasanya kesadaran pasien komposmentis (GCS :
mental/GCS 15)/ E4V5M6
Saraf cranial Biasanya saraf cranial pasien normal dengan
pemeriksaan 12 nervus cranial
Reflek Biasanya reflek fisiologis pasien positif tetapi
fisiologi tergantung kondisi pasien
Reflek Biasanya reflek patologis pasien negatif tetapi
patologis masih tergantung kondisi pasien
(Tarwoto, 2012).
Payudara Biasanya tidak ditemukan adanya masalah dalam
payudara pasien

Genitalia Biasanya tidak ditemukan adanya masalah pada


daerah genitalia pasien
Rektal Biasanya tidak ditemukan adanya masalah pada
daerah rektal pasien

o. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Diagnostik
a) GDS biasanya meningkat > 200 mg/dl, GDP > 120 mg/dl
b) Aseton plasma (Aseton) : positif secara mencolok
c) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 300 m osm/lt
d) Trombosit darah mungkin meningkat (dehidrasi)
e) Leukositosis, hemokonsentrasi menunjukkan respon terhadap
stress/infeksi
f) Ureum/kreatinin mungkin meningkat/normal
b) Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine, pemeriksaan
dilakukan dnegan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan
merah bata (++++). Kultur kemungkinan infeksi pada luka (Ismail, 2012).
p. Terapi
Biasanya pasien dengan diabetes melitus yang ada luka/ulkus dapat
antibiotik, dan anti nyeri, serta obat untuk menurunkan kadar gula darah
(Tarwoto, 2012).

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Menurut SDKI (2016) diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga dan komunitas terhadap proses kehidupan atau masalah
kesehatan. Aktual dan potensial yang kemungkinan membutuhkan tindakan
keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes
melitus yaitu :
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin
2) Nyeri akut b.d agens cedera biologis
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
4) Kerusakan integritas jaringan b.d gangguan sirkulasi
5) Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum, imobilitas
6) Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
7) Risiko infeksi b.d penyakit kronis (Diabetes melitus)
3. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa
NOC NIC
o Keperawatan
1 Ketidakstabilan Tingkat Glukosa Darah Manajemen Hiperglikemia
kadar glukosa darah Indikator : Aktivitas :
b.d resistensi 1. Glukosa darah 1. Memantau kadar gula darah
insulin, dalam batas normal 2. Memantau gejala hiperglikemia
2. Glukosa urin dalam : poiliuria, polidipsia, polifagia,
batas normal dan kelelahan
3. Urin keton 3. Memantau urin keton
4. Memberikan insulin yang
Manajemen Diabetes sesuai
Secara Mandiri 5. Memantau status cairan
Indikator : 6. Mendorong asupan cairan oral
1. Memantau glukosa 7. Antisipasi situasi dalam
darah dalam batas persyaratan pemberian insulin
normal 8. Identifikasi kemungkinan
2. Memantau gejala penyebab hiperglikemia
dari hiperglikemia 9. Mendorong pasien untuk
3. Mengobati gejala memantau gula darah
dari hiperglikemia 10. Menginstruksikan kepada
4. Memantau gula pasien dan keluarga mengenai
darah dan manajemen diabetes selama
pengetahuan diet periode sakit, termasuk
penggunaan insulin dan atau
obat oral, sesuai kebutuhan

Terapi Relaksasi
Aktivitas :
1. Gambarkan rasional dari
relaksasi dan kegunaannya,
keterbatasan dan tipe relaksasi
yang tersedia
2. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman
3. Anjurkan pasien untuk
mengatur posisi yang nyaman
bagi pasien
4. Dapatkan perilaku yang
menunjukkan terjadinya
relaksasi misalnya bernafas
dalam, pernafasan perut atau
menguap
5. Tunjukkan dan praktikan
teknik relaksasi kepada pasien
6. Evaluasi laporan individu
terkait dengan relaksasi yang
dicapai
Pengajaran: Peresepan Latihan
Aktivitas :
1. Nilai tingkat latihan pasien
saat ini dan pengetahuan
mengenai latihan yang
diresepkan.
2. Monitor keterbatasan fisik dan
psikologis pasien, serta latar
belakang dan budaya.
3. Informasikan pasien mengenai
tujuan, manfaat dari latihan
yang diresepkan.
4. Instruksikan pasien bagaimana
melakukan latihan yang
diresepkan.
5. Instruksikan pasien bagaimana
memonitor toleransi dari
latihan.
6. Informasikan pasien mengenai
aktivitas yang sesuai dengan
kondisi fisiknya.
7. Instruksikan pasien bagaimana
melakukan peregangan
sebelum dan sesudah
melakukan latihan dan
rasionalnya.

2 Nyeri akut b.d agens Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri


cedera biologis Indikator : Aktivitas keperawatan :
1. Mampu mengontrol 1. Lakukan pengkajian nyeri
nyeri secara komprehensif
2. Mampu mengenali 2. Observasi reaksi non verbal
nyeri dari ketidaknyamanan
3. Melaporkan bahwa 3. Gunakan teknik komunikasi
nyeri berkurang terapeutik
dengan menggunakan 4. Ajarkan tentang teknik non
manajemen nyeri farmakologi
4. Menyatakan rasa 5. Tingkatkan istirahat
nyaman setelah nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
berkurang 7. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri
8. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
9. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Terapi Analgetik
Aktifitas keperawatan :
1. Kolaborasi dalam pemberiaan
obat analgetik untuk
mengurangi nyeri
2. Kaji adanya riwayat alergi
pada obat analgetik
3. Berikan obat analgetik dengan
prosedur yang tepat
4. Pantau pasien setelah
pemberian obat analgetik
4 Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari Indikator : Aktivitas :
kebutuhan tubuh b.d 1. Asupan gizi dalam 1. Tentukan status gizi pasien dan
faktor biologi batas normal kemampuan untuk memenuhi
2. Asupan makanan kebutuhan gizi
dalam batas normal 2. Identifikasi adanya alergi atau
3. Berat badan normal intoleransi terhadap makanan
Nafsu Makan yang dimiliki pasien
Indikator : 3. Tentukan preferensi makanan
1. Keinginan untuk bagi pasien
makan meningkat 4. Monitor adanya penurunan
2. Menyenangi berat badan
makanan 5. Ciptakan lingkungan yang
3. Intake makanan optimal pada saat
dalam batas normal mengkonsumsi makanan
4. Intake nutrisi dalam 6. Monitor kekeringan rambut
batas normal kusam, total protein, Hb dan
5. Ada rangsangan kadar Ht
untuk makan 7. Sajikan makanan hangat dan
menarik
8. Kolaborasikan dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan tubuh
Monitor Nutrisi
Indikator :
1. Identifikasi perubahan berat
badan
2. Monitor adanya mual dan
muntah
3. Monitor turgor kulit
4. Monitor diet dan asupan nutrisi
5. Identifikasi perubahan nafsu
makan akhir-akhir ini
6. Monitor adanya warna pucat,
kemerahan dan konjungtiva
yang kering
Kerusakan integritas Integritas Jaringan : Integritas Jaringan : Kulit dan
kulit/jaringan b.d Kulit dan Membran Membran Mukosa
gangguan sirkulasi Mukosa Aktivitas :
Indikator : 1. Anjurkan klien untuk
1. Temperature menggunakan pakaian yang
jaringan dalam longgar
rentang yang 2. Hindari kerutan pada tempat
diharapkan tidur
2. Elestisitas dalam 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
rentang yang bersih dan kering
diharapkan hidrasi 4. Mobilisasi klien (ubah posisi)
dalam rentang setiap dua jam sekali
diharapkan 5. Monitor kulit akan adanya
3. Pigmentasi dalam kemerahan
rentang yang 6. Oleskan lotion atau
diharapkan minyak/baby oil pada daerah
4. Warna dalam yang tertekan
rentang yang 7. Monitor aktivitas dan
diharapkan mobilisasi klien
5. Rektur dalam 8. Monitor status nutrisi klien
rentang yang 9. Memandikan klien dengan
diharapkan sabun dan air hangat
10. Kaji lingkungan dan peralatan
yang menyebabkan tekanan
11. Observasi luka : lokasi,
dimensi, kedalaman luka,
karakteristik, warna cairan,
granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokas,
formasi traktus
12. Ajarkan pada keluarga tentang
luka dan perawatab luka
13. Kolaborasi ahli gizi pemberian
diet TKTP, vitamin
14. Cegah kontaminasi feses dan
urin
15. Lakukan teknik perawatan luka
dengan steril
16. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada luka
5 Intoleransi aktifitas 1. Energy conservation Terapi aktifitas
b.d kelemahan 2. Activity tolerance Aktifitas keperawatan :
umum, imobilitas 3. Self care : ADLs 1. Kaji kemampuan melakukan
aktifitas
Indikator : 2. Jelaskan pada ps manfaat
1. Berpartisipasi dalam aktifitas bertahap
aktifitas fisik tanpa di 3. Evaluasi dan motivasi
sertai peningkatan keinginan pasien untuk
tekanan darah nadi meningkatkan aktifitas
RR 4. Tetap sertakan oksigen saat
2. Mampu melakukan aktifitas
aktifitas sehari-hari
secara mandiri Manajemen energi
3. Tanda vital normal Aktifitas keperawatan :
4. Energi psikomotor 1. Kaji status fisiologis pasien yang
5. Level kelemahan menyebabkan kelelahan sesuai
6. Mampu berpindah dengan usia dan perkembangan
dengan atau tanpa 2. Monitor sumber energi olahraga
bantuan alat dan kelelehan emosional yang
7. Status dialami pasien
kardiopulmonari 3. Bantu pasien dalam aktifitas
adekuat sehari-hari
8. Sirkulasi status baik 4. Monitor respon oksigen pasien
9. Status respirasi : 5. Monitor sistem kardiovaskuler
pertukaran gas dan pasien selama kegiatan pasien
ventilasi adekuat 6. Pantau istirahat
7. Pantau tanda-tanda vital pasien
8. Menganjurkan pasien
meningkatkan tidur
6 Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Pemantauan Sirkulasi
perfusi jaringan Perifer Aktivitas :
perifer b.d Indikator : 1. Melakukan pengkajian
hiperglikemia 1. Pengisian kapiler sirkulasi perifer secara
dan jari < 3 detik komprehensif (periksa nadi
2. Suhu kulit kaki dan perifer, warna dan suhu
tangan tidak teraba ekstremitas)
dingin 2. Kaji tingkat rasa tidak nyaman
3. Nilai rata-rata atau nyeri
tekanan darah dalam 3. Pantau asupan cairan meliputi
batas normal asupan dan haluaran
4. Tidak ada muka 4. Pentingnya pencegahan status
pucat vena (misalnya tidak
menyilangkan kaki tanpa
menekuk lutut
5. Rendahkan ektremitas untuk
meningkatkan sirkulasi arteri
dengan tepat

Penatalaksanaan Sensasi Perifer


Aktivitas :
1. Pantau perestesia, kebas,
kesemutan, hiperestasia
2. Pantau tromboflebitis
3. Pantau posisi bagian tubuh saat
mandi, duduk berbaring atau
mengubah posisi
4. Pantau suhu klien sebelum
dilakukan transfusi
5. Cocokan data darah transfusi

Terapi Latihan : Mobilitas


(Pergerakan) Sendi
Aktivitas :
1. Tentukan batasan pergerakan
sendi dan efeknya terhadap
fungsi sendi.
2. Tentukan level motivasi pasien
untuk meningkatkan atau
memelihara pergerakkan sendi.
3. Jelaskan pada passien atau
keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi.
4. Monitor lokasi dan
kecenderungan adanya nyeri
dan ketidaknyamanan selama
pergerakan/aktivitas.
5. Lakukan pengukuran kontrol
nyeri sebelum memulai latihan
sendi
6. Bantu pasien mendapatkan
posisi tubuh yang optimal
untuk pergerakan sendi pasif
maupun aktif.
7. Dukung latihan ROM aktif
sesuai jadwal yang teratur dan
terencana.
8. Lakukan latihan ROM pasif
atau ROM dg bantuan, sesuai
indikasi.
9. Dukung pasien untuk melihat
gerakan tubuh sebelum
memulai latihan.
10. Tentukan perkembangan
terhadap pencapaian tujuan.

7 Risiko infeksi b.d Status Imunitas Proteksi Terhadap Infeksi


penyakit Indikator :
kronis(Diabetes 1. Fungsi Aktivitas :
melitus) gastrointestinal 1. Monitor tanda dan gejala
tidak terganggu infeksi sistemik dan lokal
2. Fungsi respirasi 2. Monitor dan hitung granulosit,
baik WBC
3. Suhu tubuh dalam 3. Monitor kerentanan terhadap
batas normal infeksi
4. Integritas kulit baik 4. Batasi pengunjung
5. Integritas mukosa 5. Antisipasi pengunjung
lembab, dan tidak terhadap penyakit menular
kering 6. Partahankan teknik aseptik
6. Jumlah sel darah pada pasien yang beresiko
putih absolut 7. Pertahankan teknik isolasik
7. Jumlah sel darah 8. Berikan perawatan kuliat pada
putih diferensial area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
Kontrol Resiko : mukosa terhadap kemerahan,
1. Klien bebas dari panas, dan drainase
tanda dan gejala 10. Inspeksi kondisi luka / insisi
infeksi bedah
2. Menunjukkan 11. Dorong masukkan nutrisi yang
kemampuan untuk cukup
mencegah 12. Dorong masukan cairan
timbulnya infeksi 13. Dorong pasien untuk
3. Jumlah leukosit beristirahat
dalam batas normal 14. Instruksikan pasien untuk
4. Menunjukkan minum antibiotik sesuai resep
perilaku hidup 15. Jelaskan kepada pasien dan
sehat keluarga tanda dan gejala
5. Status imun, infeksi
gastrointestinal, 16. Ajarkan cara menghindari
genitourinaria infeksi
dalam batas normal 17. Laporkan kecurigaan infeksi

Kontrol Infeksi
Aktivitas :
1. Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bilaperlu
4. Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan
pasien
5. Gunakan sabun anti mikrobia
untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkunganaseptik
selama pemasanganalat
9. Ganti letak IVperifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter
intermitenuntuk menurunkan
infeksikandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
bilaperlu.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasi intervensi
keperawatan.Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan intervensi atau program keperawatan.Perawat
melaksanakan atau mendegelasikan tindakan keperawatan untuk intevensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan
mencatat tindakan keperawatan dan respon pasien terhadap tindakan tersebut (Kozier,
2010).
5. Evaluasi Keperawatan
Mengevaluasi adalah menilai atau menghargai. Evaluasi adalah fase kelima dan fase
terakhir dri proses keperawatan. Dalam konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang
direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika pasien dan profesional kesehatan
menentukan kemajuan pasien menuju pencapaian tujuan atau hasil dan keefektifan
rencana asuhan keperawatan. Evaluasi adalah aspek penting dari proses keperawatan
karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan
harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah (Kozier, 2010).
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Ringkasan kasus kelolaan


Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Ruangan Penyakit Dalam Wanita di RSUP
Dr.MDjamil Padang identitas klien bernama Ny.Y, berumur 50 tahun, dengan
No.MR00796362 masukke RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tangga l8 Juli 2019 masuk
melalui IGD dengan nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum masuk RS, badan terasa lemah
serta rasa mual yang terus menerus tidak disertai muntah. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan sejak 3 hari sebelum masuk RS. Pasien sudah dikenal menderita
DM tipe 2 sejak 4 tahun yang lalu. Pemeriksaan GDS awal ketika di IGD yaitu 573 gr/dl.
Saat dilakukan pengkajianpada tanggal 11 Juli 2019 pasien mengeluhkan kedua kakinya
terasa kebas, terasa berat bila digerakkan dan berjalan terlalu lama. Pasien juga
mengeluh tidak nafsu makan sejak 5 hari yang lalu, serta pasien mengatakan badannya
terasa lemah. Pasien mengeluh mual setiap ingin makan. Pasien mengatakan sering
BAK. Pasien mengatakan gula darahnya lebih tinggi dari biasanya, yaitu 573 gr/dl.
Pasien mengatakan cemas dengan kondisinya sekarang, pasien juga mengatakan takut
dengan akibat lanjut dari penyakit DM.
Pasien mengatakan penyakit DM nya belum terkontrol, belum mengatur pola
makan dan hidup sehat. Pasien juga mengatakan jarang berolah raga. Pasien tampak
lemah dan pucat, pasien tampak cemas dan khawatir dengan penyakit yang dideritanya,
konjungtiva tampak anemis, mukosa bibir kering. Pasien tampak tidak menghabiskan
dietnya dan bnyak yang bersisa, sebagian aktivitas pasien dibantu oleh keluarga Saat
dilakukan pemeriksaan GDS didapatkan hasil 310 gr/dl. Pasien mengatakan mendertita
penyakit DM sejak 3 tahun yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaanTanda-TandaVital, di
dapatkan TD : 132/81 mmHg, HR : 86 x/i, RR : 20 x/i, S : 36,7 ͦ C.
B. Laporan pelaksanaana suhan keperawatan:
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
Identitas Pasien

Nama : Ny. Y No.Rek.Medis : 00796362


Umur : 65 tahun

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status perkawinan : Kawin

Alamat : Parak karakah

Tanggal masuk : 14 – 09 - 2019

Yang mengirim : Datang sendiri

Cara masuk RS : Melalui IGD

Diagnosa medis : Dibetes Mellitus Tipe 2 + Gastroporese DM

Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. A

Umur : 37 tahun

Hub dengan pasien : Adik

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Pisang Pauh, Padang

2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama (saat masuk rumah sakit dan saat ini)
Seorang pasien berumur 50 tahun, masuk ke RSUP Dr. M.Djamil
Padang pada tangga l8 Juli 2019 masuk melalui IGD dengan nyeri ulu hati
sejak 1 hari sebelum masuk RS, badan terasa lemah serta rasa mual yang
terus menerus tidak disertai muntah. Pasien juga mengalami penurunan nafsu
makan sejak 3 hari sebelum masuk RS. Pasien sudah dikenal menderita DM
tipe 2 sejak 4 tahun yang lalu. Pemeriksaan GDS awal ketika di IGD yaitu 573
gr/dl. Saat dilakukan pengkajianpada tanggal 11 Juli 2019 pasien mengeluhkan
kedua kakinya terasa kebas, terasa berat bila digerakkan dan berjalan terlalu
lama, pasien mengeluh tidak nafsu makan sejak 5 hari yang lalu, serta pasien
mengatakan badannya terasa lemah. Pasien mengeluh mual setiap ingin
makan. Pasien mengatakan sering BAK.

Pasien mengatakan cemas dengan kondisinya sekarang, pasien juga


mengatakan takut dengan akibat lanjut dari penyakit DM. Pasien mengatakan
penyakit DM nya belum terkontrol, belum mengatur pola makan dan hidup
sehat. Pasien juga mengatakan jarang berolahraga.Pasientampaklemah dan
pucat, pasien tampak cemas dan khawatir dengan penyakit yang dideritanya,
konjungtiva tampak anemis, mukosa bibir kering. Pasien tampak tidak
menghabiskan dietnya dan bnyak yang bersisa, sebagian aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga, CRT > 3 detik. Saat dilakukan pemeriksaan GDS
didapatkan hasil pagi (06:30) : 200 gr/dl, siang (12:30) : 348 gr/dl, malam
(19:00) :305 gr/dl.

86.Pasien mengatakan mendertita penyakit DM sejak 4 tahun yang


lalu, pasien mengatakan orang tua laki-lakinya juga menderita DM, pasien
mengatakan memiliki riwayat Hipertensi, tetapi anggota keluarganya yang
lain tidak ada memiliki riwayat Hipertensi.Pasien mengatakan sebelumnya
belum pernah di rawat di Rumah Sakit, dan ini pertama kalinya Ia di rawat di
RSUP DR. M. Djamil Padang. Saat dilakukan pemeriksaanTanda-
TandaVital, di dapatkan TD : 150/90 mmHg, HR : 86 x/i, RR : 20 x/i, S :
36,4 ͦ C.

Alasan masuk rumah sakit


Pasien sebelumnya mengalami nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum masuk RS,
dan badan terasa lemah disertai penurunan nafsu makan, lalu pasien dibawa
keluarga ke rumah sakit.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

Pasien langsung dibawa ke IGD RSUP DR. M. Djamil Padang oleh keluarga
untuk berobat dan dirawat.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat di RS. Pasien
mengatakan menderita DM sejak 4 tahun yang lalu. Pasien mengatakan tidak
mengontrol gula darahnya serta tidak mengatur pola makannya, dan jarang
berolahraga. Pasien mengatakan di rumah, Ia biasanya menggunakan insulin
suntik. Pasien juga mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun
yang lalu.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Pasien mengatakan orang tua laki-lakinya juga menderita DM, dan tidak ada
anggota keluarga lainnya yang menderita penyakit lainnya. Pasien mengatakan
hanya dirinya yang menderita DM diantara saudaranya yang lain.

3) Pola Persepsi Dan Penanganan Kesehatan


Persepsi terhadap penyakit : pasien mengatakan cemas dengan keadaannya
sekarang, pasien mengatakan sebelumnya tidak mengetahui akibat lanjut dari DM.
Tetapi pasien mengatakan selalu berusaha untuk kesembuhannya.

PENGGUNAAN :

Tembakau: ( √ ) Tidak ( ) Berhenti...............(tgl) ( ) Pipa ( ) Cerutu ( )


<1 bks/hari ( ) 1-2 bks/hari ( ) >2 bks/hari

Pasien tidak mengkonsumsi tembakau

Alkohol : ( √ )Tidak ( ) Ya, Jenis/Jumlah, /Hari /minggu/bulan

Pasien tidak mengkonsumsi tembakau

Obat lain : ( √ ) Tidak ( ) Ya, Jenis Penggunaan


Alergi (obat-obatan, makanan, plester, zat warna): Reaksi

Obat-obatan warung/tanpa resep dokter : pasien tidak ada mengkonsumsi

Kepatuhan terhadap terapi pengobatan : pasien patuh dalam menjalani terapi


pengobatan

Upaya adaptasi terhadap perubahan status kesehatan :

Pasien mengatakan menjaga pola makan dan menjalankan pola hidup yang sehat
sesuai dengan yang sudah dianjurkan.

Penyesuaian gaya hidup terhadap perubahan status kesehatan :

Pasien mengatakan akan lebih menjaga pola makan dan pola hidup yang lebih
sehat agar penyakitnya tidak semakin parah dan menimbulkan komplikasi.

4) Pola Nutrisi/Metabolisme
BB : 60 Kg

TB : 160 cm

IMT : 60 : ( 1,60 x 1,60 ) = 60 : 2,56 = 23,43

Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir : iya, yaitu 5 Kg

 Pola Makan
Di rumah

a. Frekuensi : pasien mengatakan makan sewaktu di rumah yaitu 2-3 kali


sehari, dalam porsi sedikit terkadang habis dan terkadang tidak.
b. Makan Pagi : Pasien mengatakan makan pagi hanya sedikit yaitu nasi dan
lauk saja, terkadang sesekali pakai sayur.
c. Makan Siang : Pasien mengatakan biasanya makan siang dirumah yaitu nasi
putih ditambah lauk dan sayur dalam porsi kecil
d. Makan Malam : Pasien mengatakan biasanya dirumah tidak ada makan
malam dan diganti jadi makan di sore hari yaitu nasi putih ditambah lauk dan
sayur.
e. Pantangan/Alergi : Pasien mengatakan tidak ada memiliki pantangan
terhadap makanan apapun.
f. Makanan yang disukai : Pasien mengatakan makanan yang disukai adalah
makanan yang berkuah.
Di rumah sakit

a. Jenis diet dan jumlah kalori : di rumah sakit pasien mendapatkan diet DD
1700 kkal
b. Nafsu Makan: ( ) Normal ( ) Meningkat ( ) Menurun ( √ ) Penurunan
Sensasi Kecap
c. Jumlah diet yang dihabiskan :< ¼ porsi diet yang diberikan, terkadang ½
porsi.
d. Keluhan mual / muntah : pasien mengatakan selalu mual, sehingga tidak ada
nafsu makan
e. Penggunaan NGT : (√ ) Tidak ( ) Ya
f. Kesulitan Menelan (Disfagia): ( √ ) Tidak ( )Makanan Padat ( ) Cair
Skrining Nutrisi

Indikator Penilaian Malnutrisi Skor

0 1 2 Nilai

1. Nilai IMT 18,5-22,9 17-18,4 / 23- <17 / >23 1


24,9

2. Apakah pasien <5% 5-10% >10% 0


kehilangan BB dalam
waktu 3 bulan terakhir?
3. Apakah pasien dengan Baik Kurang Sangat 1
asupan makanan kurang
kurang lebih dari 5
hari?
4. Adanya kondisi Tidak Ya 1
penyakit pasien yang
mempunyai resiko
masalah nutrisi
5. Pasien sedang Tidak Ya 0
mendapat diet makanan
tertentu
TOTAL SKOR 3 (termasuk resiko tinngi)

Jika total skor :

0 = risiko rendah

1 = risiko sedang
>2 = risiko tinggi

 Pola Minum
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : Pasien mengatakan di Frekuensi : Pasien mengatakan di
rumah minum 8-9 x rumah sakit minum 7-8
sehari. x sehari.
Jenis : Air putih, air the Jenis : Air putih
Jumlah : 2500 cc/24 jam Jumlah : 2000 cc/24 jam
Pantangan : Tidak ada Pembatasan Tidak ada
cairan :
Minuman Air dingin
disukai :
Intake cairan 24 jam (uraikan apa saja intake pasien):

Input cairan : Air (makan + minum) = 2.300 cc

Cairan infus = 500 cc

Obat parenteral = 30 cc

Air metabolisme = 300 cc (5 x 60 Kg)

Jumlah Intake = 3.130 cc

Output cairan: Urine = 2.300 cc

IWL = 900 cc(15 ccx60 Kg)

Jumlah Output = 3.200cc

Jadi, balance cairan 3.130 cc – 3.200 cc=-70cc/24 jam

5) Perubahan pada kulit


Keluhan pasien terkait masalah kulit (misalnya kering, gatal, adanya lesi) : Pasien
mengatakan tidak masalah dan keluhan dengan kulitnya.
6) Faktor resiko luka tekan :

Instrumen Penilaian Resiko Luka Tekan Norton


Yang dinilai 4 3 2 1

Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk

Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor

Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Di tempat


bantuan tidur

Mobilitas Bebas Gerak terbatas Sangat Tidak


bergerak terbatas bergerak

Inkontinensia Kontinen Kadang Selalu Inkontinen


inkontinen kontinen urin dan alvi

Total skor 18

Kesimpulan : Pasien termasuk kriteria tidak berisiko, karena jumlah skor 18.

Kriteria penilaian :

16 – 20 = tidak beresiko

12 – 15 = rentan resiko

< 12 = resiko tinggi

7) Pengkajian adanya luka/ulcer


Ukuran luka : tidak ada luka

Kondisi luka : tidak ada

Gambar luka : tidak ada

8) Pola Eliminasi
a. BAB
Di rumah Di rumah sakit

Frekuensi : Pasien mengatakan Frekuensi : Pasein mengatakan di RS


dirumah BAB 1-2 x BAB 1-2 x sehari.
sehari.
Konsistensi : Padat Konsistensi : Padat
Warna : Kuning kecoklatan Warna : : ( √ ) kuning ( ) ada
darah
( ) lainnya, tidak ada
Tgl defekasi terakhir : 10 Juli 2019

Masalah di rumah sakit : ( ) konstipasi ( ) diare ( ) inkontinensia, Lama


masalah dialami : Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan BAB selama berada
di RS.

Kolostomi : ( √ ) tidak ( ) ya, jika ya, posisi kolostomi di :

Output kolostomi berupa : Tidak ada

Keluhan pasien terkait kolostomi : Tidak ada

b. BAK
Di rumah Di rumah
sakit
Frekuensi : Pasien mengatakan di Frekuensi : Pasien mengatakan di RS
rumah BAK 7-8 x sehari. BAK 8-9 x sehari
Jumlah : - Jumlah : 2300 cc/24 jam
Warna : Kuning jernih Warna : Kuning jernih
Masalah di rumah sakit : ( )Disuria ( ) Nokturia ( ) Hematuria ( ) Retensi ( )

Inkontinensia : ( √ ) Tidak ( ) Ya ( ) Total ( ) Siang hari ( ) Malam hari ( √


) kadang-kadang ( ) Kesulitan menahan berkemih

( ) Kesulitan mencapai toilet

Kateter : ( √ ) tidak ( ) ya

9) Pola Aktivitas /Latihan


a. Kemampuan Perawatan Diri:
Instrumen Penilaian Indeks Skala Barthel

No Aktivitas yang Dinilai 0 5 10

1 Makan √

2 Berubah sikap dari berbaring ke √


duduk/dari kursi roda ke tempat tidur

3 Mandi √

4 Berpakaian √
5 Membersihkan diri √

6 Berpindah/berjalan √

7 Masuk keluar toilet sendiri √

8 Naik turun tangga √

9 Mengendalikan buang air kecil √

10 Mengendalikan buang air besar √

TOTAL SKOR 65

Kesimpulan : Pasien termasuk dalam kategori ketergantungan sebagian, karena


memliki skor 65

Keterangan :

Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu
melakukannya dan nilai 10 bila pasien mandiri

Interpretasi skor total :

0 – 20 = ketergantungan total

21 – 99 = ketergantungan sebagian

100 = mandiri

b. Kebersihan diri (x/hari)


Di rumah Di rumah
sakit
Mandi : Pasien mengatakan di Mandi : Pasien mengatakan di RS
rumah mandi 2 x sehari mandi 1 x sehari yaitu
yaitu pagi dan sore hari. pagi hari.
Gosok gigi : Pasien mengatakan di Gosok gigi : Pasien mengatakan di RS
rumah gosok gigi 2 x gosok gigi 1 x sehari
sehari yaitu pagi dan yaitu pagi hari.
malam hari
Keramas : Pasien mengatakan di Keramas : Pasien mengatakan di RS
rumah keramas 1x keramas 1 x dalam 3
dalam 2 hari. hari.
Potong Pasien mengatakan di Potong Pasien mengatakan
kuku : rumah potong kuku 1 x kuku : selama di RS belum ada
seminggu. potong kuku.

c. Alat bantu : ( √ ) Tidak ada ( ) Kruk ( ) Pispot ditempat tidur


( ) Walker ( ) Tongkat ( ) kursi roda
d. Rekreasi dan aktivitas sehari-hari dan keluhan :
Pasien mengatakan selama di rawat di RS, tidak mampu melakukan aktivitas
seperti biasanya, pasien hanya beraktivitas di tempat tidur, sesekali aktivitas
pasien dibantu oleh keluarga.

e. Olah raga : ( ) ya (√ ) tidak

f. Kekuatan otot:
Pasien tidak ada mengalami masalah dengan kekuatan ototnya.

5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5

10) Pola Istirahat Tidur


Di rumah Di rumah
sakit
Waktu Siang (1-2 jam) Waktu tidur : Siang (1 jam)
tidur :

Malam (7-8 jam) Malam (6-7 jam)


Jumlah 9- 10 jam Jumlah jam 7-8 jam
jam tidur : tidur :

Masalah di RS (√ )Tidak ada ( )Terbangun ( )Terbangun dini

( )Insomnia ( )Mimpi buruk

Merasa segar setelah tidur ( ) Ya (√ ) Tidak

11) Pola Kognitif – Persepsi


Status mental: ( √ ) Sadar( ) Afasia resptif ( ) Mengingat cerita buruk ( )
Terorientasi ( ) kelam fikir ( )Kombatif ( )Tak responsif
Bicara: (√ ) Nomal ( ) Tak jelas ( ) Gagap ( ) Afasia ekspresif
Bahasa sehari-hari : ( ) Indonesia ( √ ) Daerah ( ) lain-lain
Kemampuan membaca : ( √ ) bisa ( ) Tidak
Kemampuan berkomunikasi: (√ ) bisa ( ) Tidak
Kemampuan memahami : ( √ ) bisa ( ) Tidak
Tingkat Ansietas: ( ) Ringan (√ ) Sedang( ) Berat( ) Panik
Sebab, pasien khawatir penyakitnya akan bertambah parah.
Pendengaran: ( √ ) DBN( ) kesukaran (___kanan___kiri) ( ) Tuli
(__Kanan___Kiri )( ) Alat bantu dengar( ) Tinnitus
Penglihatan: (√ ) DBN( ) Kacamata( ) lensa kontak

( ) Kerusakan (__Kanan__ kiri) ( ) Buta (__Kanan__Kiri)

( ) Katarak (__Kanan___Kiri) ( ) Glaukoma

Vertigo: ( ) Ya ( √ ) Tidak

Ketidaknyamanan/Nyeri: (√)Tidak ada ( )Akut ( )Kronik

12) Pola Peran Hubungan


Pekerjaan : Pasien mengatakan dirinya seorang ibu rumah tangga
Status Pekerjaan: ( ) Bekerja( ) Ketidakmampuan jangka pendek
( ) Ketidakmampuan jangka panjang ( √ ) Tidak bekerja
Sistem pendukung: ( √ ) Pasangan( ) Tetangga/teman ( ) tidak ada ( )
Keluarga serumah ( ) Keluarga tinggal berjauhan
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan dirumah sakit: Tidak ada
Kegiatan sosial : tidak ada
Lain-lain: pasien mengatakan kegiatan yang diikuti di rumah yaitu majelis taklim

13) Pola Seksualitas/Reproduksi


Tanggal Menstruasi Akhir( TMA) : Pasien tidak ingat
Masalah Menstruasi: ( ) Ya,.......................( √ ) Tidak
Pap Smear Terakhir: Tidak ada dilakukan
Pemeriksaan Payudara/Testis Mandiri Bulanan: ( ) Ya (√ ) Tidak
Masalah Seksual berhubungan dengan penyakit: Tidak ada
14) Pola Persepsi Diri/ Konsep Diri
b. Body image/gambaran diri
( ) cacat fisik

( ) perubahan ukuran fisik

( ) fungsi alat tubuh terganggu

(√ ) keluhan karena kondisi tubuh

( ) transplantasi alat tubuh

( ) pernah operasi

( ) proses patologi penyakit

( ) kegagalan fungsi tubuh

( ) gangguan struktur tubuh

( ) menolak berkaca

( ) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh

( ) perubahan fisiologis tumbuh kembang

Jelaskan : Pasien mengeluhkan kondisinya sekarang, sejak dirinya menderita


penyakit DM, kakinya selalu terasa kebas, dan terasa berat ketika beraktivitas dan
berjalan terlalu lama.

c. Role/peran
( ) overload peran

( ) konflik peran

( ) perubahan peran

( ) keraguan peran

(√ ) transisi peran karena sakit


Jelaskan : Pasien mengatakan yang menggantikan perannya dirumah selama ia sakit
dan dirawat di RS yaitu suaminya.

d. Identity/identitas diri
( ) kurang percaya diri

( ) merasa terkekang

( ) tidak mampu menerima perubahan

( ) merasa kurang memiliki potensi

( ) kurang mampu menentukan pilihan

( ) menolak menjadi tua

Jelaskan : Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan identitas dirinya, ia


mengatkan menerima dirinya seutuhnya.

e. Self esteem/harga diri


( ) mengkritik diri sendiri dan orang lain

( ) merasa jadi orang penting

( ) menunda tugas

( ) merusak diri

( ) menyangkal kemampuan pribadi

( ) rasa bersalah

( ) menyangkal kepuasan diri

( ) polarisasi pandangan hidup

( ) mencemooh diri

( ) mengecilkan diri

( √ ) keluhan fisik

( ) menyalahgunakan zat
Jelaskan : Pasien mengatakan hanya mengeluhkan keadaan kakinya yang sekarang,
yang selalu terasa kebas.

f. Self ideal/ideal diri


( ) masa depan suram

( ) terserah pada nasib

( ) merasa tidak memiliki kemampuan

( ) tidak memiliki harapan

( ) tidak ingin berusaha

( ) tidak memiliki cita-cita

( ) merasa tidak berdaya

( ) enggan membicarakan masa depan

Jelaskan : Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan ideal dirinya, dan pasien
berharap secepatbya keluar dari rumah sakit.

15) Pola Koping-Toleransi Stres


b. Masalah selama di rumah sakit (penyakit, finansial, perawatan diri) : pasien
mengatakan sulit beraktivitas seperti biasanya saat berada di RS, sebagian
aktivitasnya dibantu oleh keluarga.
c. Kehilangan/perubahan besar di masa lalu: (√ ) tidak ( ) ya : pasien
mengatakan tidak ada mengalami perubahan besar di masa lalunya.
d. Hal yang dilakukan saat ada masalah: pasien mengatakan jika ada masalah,
akan menceritakan pada suaminya dan menyelesaikannya bersama.
e. Penggunaan obat untuk menghilangkan stress: pasien mengatakan tidak ada
mengkonsumsi obat-obatan untuk menghilangkan stress.
f. Keadaan emosi dalam sehari-hari : pasien mengatakan jika marah hanya
dibawa santai saja dan beristigfar.

16) Pola Keyakinan Nilai


Agama : pasien beragama islam
Pantangan Keagamaan : pasien mengatakan tidak melakukan larangan Allah, dan
menjauhi segala hal yang haram.
Pengaruh agama dalam kehidupan: paseien mengatakan agama islam merupakan
petunjuk dan pedoman dalam kehidupan, serta dapat menenangkan jiwa.
Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini:
( )Ya ( √ )Tidak

17) Pemeriksaan Fisik


Gambaran

Tanda Vital Suhu : 36,4 ͦ C Lokasi : axila


Nadi : 86x/I Irama : teratur Pulsasi : lambat
TD : 150/90 mmHg Lokasi : lengan atas
RR : 20 x/I Irama : teratur

Tinggi badan 160 cm

Berat badan sebelum masuk RS : 65 Kg, rumah sakit :60 Kg

LILA

Kepala : Bentuk kepala normal, tidak ada kelainan, tidak ada


ketombe, tidak ada lesi dan nyeri tekan.
Rambut tampak bersih, beruban, tidak mudah rontok
Rambut dan tidak berbau.

Mata Mata kiri dan kanan simetris, tidak ada katarak,


konjungtiva tampak anemis, sklera tidak ikterik,
palpebra tidak oedema.

Hidung
Hidung tampak simetris tidak ada kelainan, tidak ada
pernapasan cuping hidung, septum nasi berada di
tengah, tidak ada perdarahan.
Mukosa bibir tampak lembab, tidak ada stomatitis.
Mulut
Telinga kiri dan kanan simetris dan tampak bersih, tidak
Telinga ada pembengkakkan dan perdarahan, tidak ada nyeri
tekan, serta fungsi pendengaran baik.
Leher
Trakea Normal, tidak ada kelainan, tidak ada luka di sekitar
leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis, JVP normal 5-2
JVP cmH2O.

Tiroid Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Nodus Limfe Tidak ada pembesarn nodus limfe.

Dada I : simetris kiri dan kanan, iram pernafasan teratur, tidak


ada terlihat penggunaan otot bantu, serta tidak ada lesi
Paru dan jejas.
P : fremitus kiri dan kanan sama
P : sonor
A : vesikuler, tidak ada suara tambahan

Jantung I : ictus cordis tidak terlihat


P : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC IV
P : Batas kiri atas: SIC II linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas: SIC II linea para sternalis dextra
Batas kiri bawah: SIC IV LMCS
Batas kanan bawah: SIC IV linea para sternalis
dextra
A : irama jantung reguler, S1 dan S2 tunggal, tidak ada
bunyi jantung tambahan.

Abdomen I : abdomen tampak simetris, tidak asites, tidak ada lesi


dan tidak ada bekas operasi.
A : bising usus normal 8 x/i
P : hepar tidak teraba, tidak ada nyeri tekan dan nyeri
Lepas.
P : tympani
Ekstremitas Kekuatan otot atas : 5 5 5 5 5 5
Muskuloskeletal/Sendi Otot bawah : 5 5 5 5 5 5
Inspeksi : tidak ada luka, terpasang IVFD NaCL 0,9 %
pada ekstremitas kanan bawah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Vaskular Perifer : CRT >3 detik.

Integumen Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada memerah


Palpasi : tidak ada oedema

Neurologi
Status mental/GCS Compos mentis / 15
Saraf cranial Nervus I-XII : tidak ada ditemukan masalah pada sistem
persyarafan pasien
Normal
Reflek fisiologi
Normal
Reflek patologis

Payudara Tidak ada masalah dengan payudara

Genitalia Tidak ada masalah dengan organ genital

Rectal Tidak ada masalah dengan rectal

18) Pemeriksaan Penunjang


a. Diagnostik
19) Terapi
Tanggal 16 – 09 - 2019 :
- IVFD NaCl 0,9 % 24 jam/kolf
- Insulin (jika >200 : 12 unit, jika <200 : 7 unit, <100 : tidak diberikan.
2. ANALISA DATA
No Data penunjang Masalah Etiologi WOC
keperawatan
1 DS : Ketidakstabilan Resistensi Usia (> 40
tahun), genetik
- Pasien mengatakan kadar glukosa insulin
badan terasa lemah darah DM tipe 2
- Pasien mengatakan
Sel beta pancreas
menderita penyakit DM hancur
sejak 3 tahun yang lalu
Peningkatan
- Pasien mengatakan beban
metabolisme
gula darahn ya tidak
glukosa
terkontrol
Sel-sel pankreas
- Pasien mengatakan
hipertrofi
tidak menjaga pola
Produksi insulin
makan
- Pasien mengatakan Penurunan reaksi
intrasel
sering BAK
DO : Insulin tidak
terikat dg
- KU sedang
reseptor khusus
- Pasien tampak lemah pd permukaan sel
dan pucat
Pengambilan
- GDS glukosa oleh sel
tidak efektif
Pagi (06:30) : 200gr/dl
Siang (12:30) : 348 Glukosa
menumpuk dalam
gr/dl
darah
Malam (19:00) :305
Hiperglikemia
gr/dl

Pengobatan dan
kontrol tidak
teratur

Glukosa tidak
stabil

GDS > 200


Ketidakstabilan
kadar glukosa
darah

2 DS : Perfusi perifer Hiperglikemia Usia (> 40


tahun), genetik
- Pasien mengatakan tidak efektif
badan terasa lemah DM tipe 2
- Pasien mengatakan
Sel beta pancreas
kakinya terasa kebas hancur
- Pasien mengatakan
Peningkatan
menderita penyakit DM beban
metabolisme
sejak 3 tahun yang lalu
glukosa
DO :
Sel-sel pankreas
- KU sedang
hipertrofi
- HR : 86 x/i
Produksi insulin
- RR : 20 x/i
- S : 36,4 ͦ C Penurunan reaksi
intrasel
- CRT > 3 detik
- Pasien tampak lemah Insulin tidak
terikat dg
dan pucat
reseptor khusus
- Konjungtiva anemis pd permukaan sel
- Hb : 9,0 g/dl
Pengambilan
- glukosa oleh sel
tidak efektif

Glukosa
menumpuk dalam
darah

Hiperglikemia

Viskositas darah

Aliran darah
melambat

Iskemik jaringan

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

3 DS : Resiko perfusi Hiperglikemia Usia (> 40


tahun), genetik
- Pasien mengatakan gastrointestinal
badan terasa lemah tidak efektif DM tipe 2
- Pasien mengatakan
Sel beta pancreas
mual, sehingga tidak hancur
nafsu makan
Peningkatan
- Pasien mengatakan beban
metabolisme
mual terjadi setiap
glukosa
ingin makan
Sel-sel pankreas
- Pasien mengatakan
hipertrofi
nafsu makannya
Produksi insulin
menurun
- Pasien mengatakan Penurunan reaksi
intrasel
hanya makan sedikit
diet yang diberikan. Insulin tidak
terikat dg
DO :
reseptor khusus
- KU sedang pd permukaan sel
- Pasien tampak lemah
dan pucat Pengambilan
glukosa oleh sel
- Konjungtiva anemis
tidak efektif
- Hb : 9,0 g/dl
Glukosa
menumpuk dalam
darah

Hiperglikemia

Perubahan kimia
darah pada saraf
di seluruh tubuh

Merusak
pembuluh yang
memasok saraf
tubuh dengan
nutrisi dan
oksigen

Merasa sangat
tidak nyaman pd
perut

Perubahan pola
makan

Makanan tidak
dicerna secara
normal.

Mual dan
mungkin
obstruksi usus
kecil

Resiko perfusi
gastrointestinal
tidak efektif

C. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda Tanggal Tanda
ditegakan tangan teratasi tangan
1 Ketidakstabilan kadar glukosa 19- 09 - 2019
darah b.d resistensi insulin
2 Perfusi perifer tidak efektif b.d 19- 09 - 2019
hiperglikemia
3 Ketidak seimbangan nutrisi 19- 09 - 2019
kurang dari kebutuhan tubuh
b.d ketidak mampuan
mencerna makanan
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO Diagnosa kep NOC NIC Dan Aktivitas Keperawatan
1 Ketidakstabilan Tingkat Glukosa Manajemen Hiperglikemia
kadar glukosa Darah Aktivitas :
darah b.d Indikator : 1. Memantau kadar gula darah
resistensi insulin 1. Glukosa darah 2. Memantau gejala hiperglikemia :
dalam batas normal. poiliuria, polidipsia, polifagia, dan
2. Glukosa urin dalam kelelahan
batas normal 3. Memantau urin keton
3. Urin keton 4. Memberikan insulin yang sesuai
5. Memantau status cairan
Manajemen Diabetes 6. Mendorong asupan cairan oral
Secara Mandiri 7. Antisipasi situasi dalam
Indikator : persyaratan pemberian insulin
1. Memantau glukosa 8. Identifikasi kemungkinan
darah dalam batas penyebab hiperglikemia
normal 9. Mendorong pasien untuk
2. Memantau gejala memantau gula darah
dari hiperglikemia 10. Menginstruksikan kepada pasien
3. Mengobati gejala dan keluarga mengenai manajemen
dari hiperglikemia diabetes selama periode sakit,
4. Memantau gula termasuk penggunaan insulin dan
darah dan atau obat oral, sesuai kebutuhan.
pengetahuan diet
2 Perfusi perifer Perfusi Jaringan Pemantauan Sirkulasi
tidak efektif b.d Perifer Aktivitas :
hiperglikemia Indikator : 1. Lakukan pengkajian sirkulasi
1. Pengisian kapiler perifer secara komprehensif
dan jari < 3 detik (periksa nadi perifer, warna dan
2. Suhu kulit kaki dan suhu ekstremitas).
tangan tidak teraba 2. Kaji tingkat rasa tidak nyaman atau
dingin nyeri
3. Nilai rata-rata 3. Pantau asupan cairan meliputi
tekanan darah asupan dan haluaran
dalam batas normal 4. Lakukan pencegahan status vena
4. Tidak ada muka (misalnya tidak menyilangkan kaki
pucat tanpa menekuk lutut.
5. Rendahkan ektremitas untuk
meningkatkan sirkulasi arteri
dengan tepat

Manajemen Sensasi Perifer


Aktivitas :
1. Monitor perasthesia dengan tepat
(misalnya: mati rasa, hipertesia,
hipotesia, kebas, dan nyeri)
2. Instruksikan pasien untuk menjaga
posisi tubuh ketika sedang mandi,
duduk, berbaring, atau merubah
posisi.
3. Letakkan bantalan pada bagian
tubuh yang terganggu untuk
melindungi area tersebut.
4. Imobilisasi kepala, leher, dan
punggung dengan tepat.
5. Instruksikan pasien untuk selalu
mengamati posisi tubuh jika
propriosepsi (sensasi pergerakan
otot) terganggu.
3 Ketidak Fungsi Gastrointestinal Terapi Nutrisi
seimbangan Indikator : Aktivitas
nutrisi kurang 1. Toleransi terhadap 1. Lengkapi pengkajian nutrisi,
dari kebutuhan makanan tidak sesuai kebutuhan
tubuh b.d terganggu 2. Monitor intake makanan/cairan
ketidak 2. Nafsu makan tidak pasien sesuai kebutuhan
mampuan terganggu 3. Motivasi pasien untuk
mencerna 3. Waktu pengosongan mengkonsumsi makanan yang
makan lambung dalam batas tinggi kalsium, sesuai kebutuhan.
normal 4. Motivasi pasien untuk
4. Glukosa darah dalam mengkonsumsi makanan dan
batas normal. minuman yang tinggi kalium,
5. Hematokrit dalam sesuai kebutuhan.
batas normal. 5. Pastikan bahwa dalam diet
mengandung makanan yang tinggi
serat untuk mencegah konstipasi.
6. Berikan nutrisi yang dibutuhkan
sesuai batas diet yang dianjurkan.
7. Monitor hasil laboratorium, yang
sesuai
8. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai diet yang dianjurkan.
E. CATATAN PERKEMBANGAN
N Hari/T No Implementasi Hari/Tgl Evaluasi Tand
o gl/ Jam Dx / Jam a
. Tang
Ke an &
p Nama
Tera
ng
1 Kamis/ 1 1. Memantau kadar gula Kamis/ S:
19 – 09 darah 19 – 09 - - Pasien mengatakan
- 2019 2. Memantau gejala 2019 badan terasa lemah
hiperglikemia : - Pasien mengatakan
poiliuria, polidipsia, menderita penyakit
polifagia, dan DM sejak 3 tahun
kelelahan yang lalu
3. Memantau urin keton - Pasien mengatakan
4. Memberikan insulin gula darahnya tidak
yang sesuai 12 unit terkontrol
5. Mengidentifikasi - Pasien mengatakan
kemungkinan sering BAK
penyebab - Pasien mengatakan
hiperglikemia tidak menjaga pola
makan
O:
- KU sedang
- Pasien tampak
lemah dan pucat
- Konjungtiva
anemis
- Terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 24
jam/kolf
- Diet pasien tampak
bersisa
- Pasien diberikan
insulin 12 unit
sebelum makan
siang
A:
Masalah belum
teratasi

P:
Intervensi
dilanjutkan
Kamis/ 2 1. Melakukan pengkajian Kamis/ S:
19 - 09 sirkulasi perifer secara 19 – 09- - Pasien mengatakan
2019 komprehensif 2019 badan masih terasa
2. Mengkaji tingkat rasa lemah
tidak nyaman atau - Pasien mengatakan
nyeri tidak merasa nyeri,
3. Memantau asupan hanya merasa
cairan meliputi asupan kebas pada kaki
dan haluaran dan berat bila
4. Memonitor perasthesia bejalan terlalu lama
dengan tepat, yaitu - Pasien mengatakan
rasa kebas yang rasa kebas hilang
dirasakan pasien timbul, dan tidak
terus menerus
- Pasien mengatakan
sering haus dan
sering BAK
- Pasien mengatakan
menderita penyakit
DM sejak 3 tahun
yang lalu
O:
- KU sedang
- Pasien tampak
lemah dan pucat
- Konjungtiva
anemis
- Kaki tampak pucat
dan teraba dingin
- Terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 24
jam/kolf
- RR : 20 x/i
- S : 36,4 OC
- Ht : 29%

A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan :

Kamis/ 3 1. Memonitor intake Kamis/ S:


19 - 09 makanan/cairan 19 – 09 - - Pasien
2019 pasien sesuai 2019 mengatakan
kebutuhan badan terasa
2. Memotivasi pasien lemah
untuk mengkonsumsi - Pasien
makanan yang hanya mengatakan
diberikan oleh pihak mual tidak
RS disertai muntah
3. Memastikan bahwa - Pasien
dalam diet mengatakan
mengandung makanan nafsu makannya
yang tinggi serat menurun
untuk mencegah - Pasien
konstipasi. mengatakan
mual ketika saat
ingin makan
- Pasien
mengatakan
hanya makan
sedikit diet yang
diberikan.
- Pasien
mengatakan
akan lebih
menjaga pola
makan untuk
selanjutya
O:
- KU sedang
- Pasien tampak
lemah dan pucat
- Konjungtiva
anemis
- Hb : 8,7 g/dl
- Terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 24
jam/kolf

A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan :
Jum’at/ 1 1. Memantau kadar Jum’at/ S:
20 - 09 glukosa darah 20 – 09 - Pasien mengatakan
2019 2. Menginstruksikan 2019 badan masih terasa
kepada pasien dan lemah
keluarga mengenai - Pasien mengatakan
manajemen diabetes makan sedikit dan
selama periode sakit, minum lumayan
termasuk penggunaan banyak
insulin dan atau obat - Pasien mengatakan
oral, sesuai kebutuhan. masih sering BAK
3. Memantau gejala O:
hiperglikemia : - KU sedang
poiliuria, polidipsia, - Pasien masih
polifagia, dan kelelahan tampak lemah dan
4. Memberikan insulin 12 pucat
unit - Konjungtiva
5. Mendorong pasien anemis
untuk memantau gula - Pasien diberikan
darah injeksi insulin 12
unit sebelum
makan siang
- Terpasang IVFD
0,9 % 24 jam/kolf
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
Jum’at/ 2 1. Melakukan pengkajian Jum’at/ S:
20 – 09 sirkulasi perifer secara 20 – 09 - - Pasien mengatakan
- 2019 komprehensif. 2019 badan masih terasa
2. Mengkaji tingkat rasa lemah
tidak nyaman atau - Pasien mengatakan
nyeri. kakinya masih
3. Memantau asupan terasa kebas dan
cairan meliputi asupan berat bila
dan haluaran. beraktivitas
4. Memonitor perasthesia - Pasien mengatakan
dengan tepat (rasa masih sering BAK
kebas pada kaki) O:
- KU sedang
- Pasien masih
tampak lemah dan
pucat
- Kulit kaki masih
tampak pucat dan
sedikit dingin
- Konjungtiva
anemis
- Terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 24
jam/kolf
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
Jum’at/ 3 1. Memonitor intake Jum’at/ S:
20 – 09 makanan/cairan pasien 20 – 09 - - Pasien
- 2019 sesuai kebutuhan 2019 mengatakan
2. Memastikan bahwa 1 : badan masih
dalam diet mengandung terasa lemah
makanan yang tinggi 3- Pasien
serat untuk mencegah 0 mengatakan
konstipasi. mual masih ada
3. Mengajarkan pasien tapi tidak ada
dan keluarga mengenai muntah
diet yang dianjurkan. - Pasien
4. Mengkaji pola makan mengatakan
pasien saat ini dan masih tidak
sebelumnya, termasuk nafsu makan,
makanan yang disukai tapi ada makan
dan pola makan saat ini sedikit demi
5. Menjelaskan pada sedikit.
pasien mengenai tujuan O:
kepatuhan terhadap diet - KU sedang
yang disarankan terkait - Pasien masih
dengan kesehatan tampak lemah
secara umum, termasuk - Konjungtiva
menganjurkan pasien tampak anemis
makan sedikit tapi - Hb : 9,0 g/dl
sering - Diet pasien
masih tampak
bersisa
- Terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 24
jam/kolf
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
3 Mingg 1 1. Melakukan Minggu/ S:
u/ 22 – pemeriksaan kadar 22 – 09 - - Pasien mengatakan
09 - glukosa darah 2019 badan masih
2019 2. Memberikan insulin sedikit lemah
sebanyak 8 unit - Pasien mengatakan
3. Menginstruksikan sudah sedikit
kepada pasien merasa nyaman
mengenai manajemen - Pasien mengatakan
diabetes selama periode ada banyak minum
sakit, termasuk dan sudah mulai
penggunaan insulin dan makan lebih
kebutuhan. banyak dari
4. Memantau keterbatasan kemarin
fisik dan psikologis - Pasien mengatakan
pasien. sering BAK
O:
- Pasien masih
tampak lemah
- Terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 24
jam/kolf
- Mukosa bibir
pasien tampak
lembab

A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
Mingg 2 1. Melakukan pengkajian Minggu/ S:
u/ 22 – sirkulasi perifer secara 22 – 09 - - Pasien mengatakan
09 - komprehensif. 2019 rasa kebas sedikit
2019 2. Mengkaji tingkat rasa berkurang
tidak nyaman atau - Pasien mengatakan
nyeri. masih sering BAK
3. Memonitor perasthesia - Pasien mengatakan
dengan tepat, yaitu rasa badan terasa lemah
kebas O:
4. Melakukan - KU baik
pemeriksaan fisik, yaitu - Kaki masih tampak
TD, nadi, pernapasan, sedikit pucat dan
dan suhu. teraba dingin
5. Memantau lokasi dan - Terpasang IVFD
kecenderungan adanya NaCl 0,9 % 24
nyeri dan jam/kolf
ketidaknyamanan A:
selama Masalah belum
pergerakan/aktivitas. teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

Mingg 3 1. Memonitor intake Minggu/ S:


u/ 22 – makanan/cairan pasien 14 Juli - Pasien mengatakan
09 - sesuai kebutuhan 2019 masih sedikit mual
2019 2. Mengajarkan pasien 14 : 30 - Pasien mengatakan
dan keluarga mengenai badan masih
diet yang dianjurkan. sedikit lemah
3. Mengkaji pola makan O:
pasien saat ini dan - KU baik
sebelumnya, termasuk - Pasien tampak
makanan yang disukai sedikit pucat
dan pola makan saat ini - Terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 24
jam/kolf
A:
Masalah belum
teratasi

P:
Intervensi
dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA

S-ar putea să vă placă și