Sunteți pe pagina 1din 9

Analisis Hubungan Tingkat Kebisingan Terhadap Penurunan Ambang Dengar

(Hearing Loss) Pada Nelayan Kelurahan Pontap Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2016
Yunda Indrawati Tasik
Email: yunda.indrawatitasik@gmail.com

Abstract
Research purposes: To identify and assess the degree of reduction in the threshold of hearing (hearing
loss), which is caused by factors noisy, age, years of service and length of employment.
Methods: The study design was observational analytic with a case control study by measuring the
intensity of noise in the workplace and audiometry measurements fishermen. There are six variables in
this study: a decrease in the incidence of hearing threshold as Dependan variable, and the intensity of
noise, kind of noisy, age, years of service and length of employment as an independent variable. The
target population in the study, 134 people with the number of samples by purposive sampling was 75
people.
Result: After statistical test showed that the intensity of the noise to the decline in hearing threshold,
there were 15 respondents were exposed to noisy TMS with the hearing threshold is impaired in the right
ear (p = 0.000) and the left ear 9 respondents were exposed to noisy TMS with a threshold hearing
impaired ( p = 0.001), for the life of the decline in hearing threshold shows the respondent's age at risk
(over 40 years) more hearing impaired value of p = 0.004 (right ear) and p = 0.047 (left ear), as well as
for the period of the decline hearing threshold showed respondents with tenure of more than 10 years
experience more hearing loss in the right ear and the left ear with a value of p = 0.000 (right ear) and p
= 0.009 (left ear). concluded that there is a significant correlation between the intensity of noise, age and
years of service to the decline in hearing threshold on a fisherman with a value of p<0.05 with 95%
confidence level.

Keywords: noise intensity, hearing loss, tenure

A. PENDAHULUAN wilayah Indonesia adalah lautan serta


Indonesia adalah negara memiliki potensi perikanan sangat besar.
kepulauan (archipelagic state) yang terdiri Provinsi dengan jumlah nelayan paling
dari sekitar 17.500 pulau dan memiliki banyak di Indonesia ialah Provinsi Jawa
panjang sekitar 81.000 km serta terletak di Timur (mencapai lebih dari 334.000
daerah beriklim tropis. Berdasarkan kondisi nelayan), diikuti Jawa Tengah (lebih dari
tersebut, negara Indonesia memiliki 203.000 nelayan) dan Jawa Barat (sekitar
kekayaan sumber daya alam pesisir dan laut 183.000 nelayan). Sulawesi Selatan,
yang sangat potensial untuk pembangunan Sumatera Utara, dan Aceh berturut-turut
ekonomi dan kesejahteraan bangsa1 menjadi provinsi dengan jumlah nelayan
Hal ini sangat memungkinkan terbanyak ke-4, ke-5, dan ke-6 di Indonesia2
masyarakat untuk bekerja sebagai nelayan. Sulawesi Selatan memiliki posisi
Secara geografis, nelayan ada di seluruh yang strategis dengan panjang garis pantai
wilayah Indonesia. Hal ini tidak 1.937 km2 dan potensi penangkapan di
mengherankan mengingat dua per tiga wilayah Selat Makassar, Laut Flores dan

1
Teluk Bone sebesar 929.720 ton per tahun melakukan kegiatan operasi penangkapan
dengan jumlah nelayan sebanyak 199.216 ikan, hingga saat kembali lagi ke fishing
orang, dari jumlah tersebut atau sekitar base selalu berbarengan dengan
1
2,614 orang berada di Kota Palopo diaktifkannya atau dioperasikannya mesin-
Nelayan di Kelurahan Pontap Kota mesin tersebut.
Palopo hampir tiap hari bekerja atau Berdasarkan Penelitian4 tentang
melakukan perjalanan di atas air untuk pengukuran tingkat kebisingan pada kapal
menangkap ikan menggunakan perahu pukat cincin KM Sumber Jaya bermesin
motor. Tetapi tidak disadari bahwa mesin- tempel di perairan teluk manado
mesin perahu ini merupakan penyumbang menunjukkan bahwa tingkat kebisingan
kebisingan terbesar bagi manusia yang ada yang tertinggi pada saat menuju ke fishing
disekitarnya termasuk nelayan yang sehari- ground berada sebesar 97,8 dB dan nilai
hari bekerja menggunakan armada perahu. terendah sebesar 48,7 dB. Tingkat
Pengaruh utama kebisingan kepada kebisingan yang tertingggi pada saat alat
kesehatan adalah kerusakan kepada indera tangkap dilepas sebesar 89,9 dB dan
pendengar, yang menyebabkan tuli terendah sebesar 30,0 dB. Tingkat
progresif, dan akibat demikian telah kebisingan yang tertinggi pada kondisi alat
diketahui dan diterima umum untuk tangkap ditarik sebesar 77,64 dB dan
berabad-abad lamanya. Dengan kemampuan terendah sebesar 31,7 dB. Tingkat
upaya hygiene perusahaan dan kesehatan kebisingan yang tertinggi pada saat kembali
kerja (hiperkes), akibat buruk kebisingan ke fishing base sebesar 99,7 dB, dan
kepada alat pendengaran boleh dikatakan terendah sebesar 51,7 dB.
dapat dicegah asalkan program konservasi Observasi awal yang dilakukan
pendengaran (hearing conservation diketahui bahwa nelayan di Kelurahan
program) dilaksanakan sebaik-baiknya3 Pontap Kota Palopo hampir sepanjang hari
Kebisingan yang dihasilkan dalam menangkap ikan menggunakan perahu
operasi penangkapan ikan berasal dari dengan mesin yang menimbulkan
mesin-mesin yang digunakan seperti, mesin kebisingan dengan intensitas tinggi. Kondisi
diesel pendorong, diesel generator, mesin ini tentu saja sangat berpotensi
kompresor, mesin pendingin, dan turbo menimbulkan gangguan pendengaran pada
generator. Kebisingan dari sumber-sumber nelayan yang disebabkan oleh mesin kapal
ini tidak dapat dihindari oleh nelayan, yang digunakan oleh nelayan. Berdasarkan
karena aktivitas dan keberadaan mereka baik wawancara sekilas diketahui bahwa
saat menuju ke fishing ground, saat sebagian besar nelayan tidak menggunakan

2
alat pelindung diri untuk meminimalisir dipilih menjadi sampel, dengan jenis
tingkat kebisingan yang diterima, diketahui Purposive sampling, Berdasarkan teknik
pula bahwa nelayan di wilayah tersebut telah sampling purposive sampling maka subjek
bekerja selama lebih dari 5 tahun dengan penelitian yang didapat untuk dijadikan
waktu bekerja selama ≥ 8 jam perhari. sampel adalah 75 orang. Analisis hubungan
B. METODE PENELITIAN atau perbedaan prevalens antara kelompok
Jenis Penelitian ini adalah non yang diteliti dilakukan setelah validasi dan
eksperimental, dengan metode observasional pengelompokkan data penelitian yang
analitik dengan pendekatan cross sectional diperoleh untuk memperoleh perbandingan
study untuk menilai hubungan antara antara prevalens efek (dependen) pada
intensitas bising, umur, dan masa kerja kelompok dengan risiko dengan prevalens
terhadap penurunan ambang dengar (hearing efek pada kelompok tanpa risiko melalui
loss). Populasi Subyek dalam penelitian ini perhitungan Prevalens Odd Rasio (POR).
adalah nelayan di Kelurahan Pontap yang C. HASIL PENELITIAN DAN
berjumlah 450 orang. Untuk mengambil PEMBAHASAN
populasi target dari populasi yang ada yaitu Tabel 1. Distribusi Berdasarkan
berdasarkan sebagai kriteria inklusi dan Karakteristik Responden
ekslusi dan didapatkan populasi target Karakteristik
Jumlah
Persentase
Responden (%)
sebanyak 134 orang serta populasi obyek Umur (Tahun)
adalah kebisingan di perahu yang dihasilkan 20-40 53 70,7
> 40 22 29,3
oleh mesin perahu. Jumlah 75 100,0
Pendidikan
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan SD 10 13,3
Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo SMP 21 28,0
SMA 44 58,7
pada Februari - April Tahun 2016. Jumlah 75 100,0
Data dikumpulkan dengan wawancara Sumber: Data Primer

menggunakan kuesioner, pengukuran tingkat Tabel 1 Menunjukkan bahwa jumlah

kebisingan dengan menggunakan Sound responden dengan umur paling banyak

Level Meter dan penukuran Audiometri terdapat pada kelompok umur 20-40 tahun

dengam menggunakan Audiogram. Teknik sebanyak 53 orang (70,7 %). Sedangkan

Sampling yang digunakan adalah Non responden dengan tingkat pendidikan

Probability Sampling yaitu teknik sampling terbanyak terdapat pada pendidikan SMA

yang tidak memberi peluang/kesempatan sebanyak 44 orang (58,7 %).

sama bagi setiap anggota populasi untuk

3
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kebisingan Pada Perahu Nelayan Kelurahan Pontap
Posisi meman Posisi melebar (kanan ke kiri) (m)
No. Stasiun pengukuran jang Perahu (buritan dB(A)
ke haluan) (m) 0 1,5 3
1 Menuju fishing ground 0 99,0 102,5 98,8
5 88,7 93,3 85,4
10 70,2 72,2 66,5
2 Operasi penangkapan 0 52,2 100,9 69,2
ikan 5 86,5 72,9 44,6
10 84,6 70,1 52,2
3 Kembali ke TPI 0 93,6 100,8 89,2
(fishing base) 5 88,9 95,2 82,2
10 77,5 82,3 69,7
Nilai Ambang Batas yaitu 85 dB dengan lama pajanan 8 jam/perhari berdasarkan Kepmenaker
no.KEP 51/MEN/1999/ tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja.

Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran


hubungan yang bermakna antara intensitas
kebisingan masing-masing di setiap lokasi
bising dengan penurunan ambang dengar pada
kerja nelayan terdapat intensitas bising
derajat kepercayaan (CI) 95%, p < 0,05.
dibawah nilai ambang batas (NAB) dan
Tabel 3 menunjukkan bahwa
melebihi NAB. Intensitas bising yang
perbandingan antara nelayan di tempat kerja
terdapat dalam setiap aktifitas kerja nelayan
dengan intensitas bising tinggi lebih banyak
bervariasi tergantung dari sumber bising
mengalami gangguan pendengaran
atau jenis mesin yang diaktifkan. Intensitas
dibandingkan dengan nelayan yang bekerja
bising pada buritan utamanya pada saat
pada intensitas bising lebih rendah. Hasil
menuju fishing ground dan kembali ke
audiometri telinga kanan menunjukkan 15
fishing base rata-rata cukup tinggi
orang (46,4%) mengalami gangguan
utamanya ketika mesin pendorong (diesel)
pendengaran pada nelayan yang bekerja di
diaktifkan, sedangkan intensitas bising
intensitas bising yang tidak memenuhi syarat,
terendah terdapat pada titik haluan.
sedangkan pada telinga kiri hasil audiometri
Hasil analisa antara intensitas
menunjukkan 9 orang (32,1%) untuk yang
bising terhadap penurunan ambang dengar
bekerja di titik yang tidak memenuhi syarat.
menunjukkan adanya hubungan yang
Teori yang ada yang menyatakan bahwa
bermakna. Intensitas bising yang tinggi
semakin tinggi tingkat pajanan kebisingan
(melebihi NAB) mempunyai risiko tinggi
yang diterima pekerja maka semakin tinggi
mengalami penurunan ambang dengar
pula risiko pekerja tersebut untuk mengalami
(hearing loss). Terbukti dari hasil uji
penurunan pendengaran. Hal ini terbukti dari
statistik nilai p=0,000 (telinga kanan)
pekerja yang mengalami penurunan
dan p=0,001 (telinga kiri) sehingga terdapat
pendengaran lebih banyak berasal dari pekerja

4
Tabel 3. Hubungan Intensitas Bising Dengan Penurunan Ambang Dengar (Hearing Loss)
Nelayan Kelurahan Pontap
Intensitas Telinga kanan Telinga kiri
bising
Normal Terganggu Total Normal Terganggu Total
n % n % % N % n % %
MS 47 100,0 0 0 100 45 95,7 2 4,3 100
TSM 13 46,4 15 53,6 100 19 67,9 9 32,1 100
Total 60 15 75 64 11 75
p = 0,000 p = 0,001

yang memiliki tingkat pajanan kebisingan sehingga menyebabkan penurunan ambang


lebih dari NAB. Sedangkan responden yang dengar. Selain lamanya terpajan oleh
terpajan bising memenuhi NAB kemudian intensitas bising, faktor umur juga menjadi
mengalami penurunan ambang dengar bisa pertimbangan walaupun responden terpajan
jadi hal ini dikaitkan dengan faktor oleh intensitas bising memenuhi syarat
lamanya responden terpajan oleh intensitas namun ketika responden yang terpajan
bising tersebut kemudian dipengaruhi pula dengan usia yang tergolong berisiko bisa
oleh faktor umur responden, sehingga saja dapat meningkatkan risiko penurunan
walaupun responden terpajan oleh bising ambang dengarnya, mengingat bahwa
yang memenuhi syarat (NAB) tetapi bisa semakin bertambahnya umur maka nilai
saja karena responden telah lama terpajan ambang dengar semakin meningkat yang
intensitas bising secara terus-menerus menunjukkan bahwa kemampuan
dalam masa kerja yang tergolong lama mendengar semakin menurun.

Tabel 4. Hubungan Umur Dengan Penurunan Ambang Dengar (Hearing Loss) Nelayan
Kelurahan Pontap
Umur Telinga kanan Telinga kiri
(tahun)
Normal Terganggu Total Normal Terganggu Total
N % n % % n % n % %
25-40 47 88,7 6 11,3 100 48 90,6 5 9,4 100
>40 13 59,1 9 40,9 100 16 72,7 6 27,3 100
Total 60 15 75 64 11 75
p = 0,004 p = 0,047

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan berisiko. Penurunan ambang dengar telinga


bahwa umur nelayan yang berisiko lebih kanan pada umur 20-40 tahun sebanyak 6
banyak mengalami gangguan pendengaran orang (11,3%), sedangkan umur lebih dari
dibandingkan dengan umur yang tidak 40 tahun sebanyak 9 orang (40,9%). Pada

5
telinga kiri umur kurang atau sama dengan posisi tengah perahu merupakan responden
40 tahun yang mengalami gangguan dengan usia yang tergolong masih muda
pendengaran sebanyak 5 orang (9,5%) dan atau tidak berisiko dengan alasan responden
umur lebih dari 40 tahun sebanyak 6 orang dengan usia tersebut mempunyai stamina
(27,3%) yang mengalami gangguan dan tenaga yang lebih ketika proses
pendengaran. penangkapan ikan berlangsung, aktifitas
Berdasarkan penelitian ini variabel pada posisi tengah merupakan yang
umur dikategorikan menjadi dua kategori, membutuhkan tenaga dan energi yang lebih
yaitu lebih dari 40 tahun dan kurang atau banyak utamanya ketika akan melepaskan
sama dengan 40 tahun. Berdasarkan hasil alat tangkap kemudian menarik kembali
analisa terdapat hubungan yang bermakna hasil tangkapan ikan dan diketahui pula
antara umur dengan penurunan ambang pada posisi ini terdapat mesin compressor
dengar, dapat dilihat bahwa pada umur yang menjadi salah satu sumber kebisingan
berisiko yaitu lebih dari 40 tahun yang di perahu nelayan. Berdasarkan hasil
mengalami penurunan ambang dengar pengukuran intensitas bising yang
sebanyak 15 orang (68,18%) sedangkan dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata
pada umur yang tidak berisiko yaitu 20-40 bising pada saat proses penangkapan
tahun sebanyak 11 orang (20,8%) yang mencapai 86,5 dB yang mana intensitas
mengalami penurunan ambang dengar. tersebut melebihi NAB atau tidak
Adanya kelompok umur yang tidak memenuhi syarat, sehingga walaupun umur
berisiko (20-40 tahun) yang mengalami responden masih tergolong muda atau tidak
penurunan ambang dengar dikarenakan berisiko tetapi karena posisi kerja
faktor lain menjadi penyebab, seperti posisi responden yang dekat sumber kebisingan
kerja responden ketika bekerja di perahu dengan intensitas bising yang melebihi
menjadi hal yang bisa diperhitungkan NAB atau tidak memenuhi syarat menjadi
dalam kejadian penurunan ambang dengar. faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
Berdasarkan observasi ditemukan bahwa penuran ambang dengar pada nelayan.
reponden yang lebih banyak bekerja pada

6
Tabel 5. Hubungan Masa Kerja Dengan Penurunan Ambang Dengar (Hearing Loss) Nelayan
Kelurahan Pontap
Masa Kerja Telinga kanan Telinga kiri
(tahun)
Normal Terganggu Total Normal Terganggu Total
n % n % % n % n % %
5-10 44 93,6 3 6,4 100 44 93,6 3 6,4 100
>10 16 57,1 12 42,9 100 20 71,4 8 28,6 100
Total 60 15 75 64 11 75
p = 0,000 p = 0,009

Masa kerja responden digolongkan Menurut Anies, dkk (2004), menyebutkan


menjadi dua kelompok masa kerja yaitu 5- bahwa risiko kerusakan pendengaran pada
10 tahun dan lebih dari 10 tahun, masa tingkat kebisingan ≤ 75 dB untuk paparan
kerja menunjukkan lamanya responden selama 8 jam perhari dapat diabaikan.
bekerja sebagai nelayan sampai penelitian Bahkan pada tingkat paparan sampai 80 dB
ini dilaksanakan yang dinyatakan dalam tidak ada peningkatan subyek dengan
hitungan tahun. gangguan pendengaran, akan tetapi pada 85
Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa dB ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun
ambang dengar telinga kanan dengan masa bekerja 1% pekerja memperlihatkan sedikit
kerja yang terbanyak mengalami gangguan mengalami gangguan pendengaran, setelah
pendengaran adalah masa kerja lebih dari 10 tahun kerja 3% mengalami kehilangan
10 tahun yaitu sebanyak 12 orang (42,9%) pendengaran dan setelah 15 tahun
sedangkan untuk masa kerja kurang atau meningkat menjadi 5%. Pada tingkat bising
sama dengan 10 tahun sebanyak 3 orang 90 dB berturut-turut 4% (5 tahun), 10% (10
(6,3%) yang mengalami gangguan tahun) dan 14% (15 tahun). Sedangkan
pendengaran, sedangkan ambang dengar pada tingkat kebisingan 95 dB berturut-
telinga kiri kelompok masa kerja yang turut menjadi 7% (5tahun), 17% (10 tahun)
terbanyak mengalami gangguan dan 24% (15 tahun).
pendengaran adalah masa kerja lebih dari Hasil penelitian menunjukkan bahwa
10 tahun yaitu sebanyak 8 orang (28,6%) terdapat perbedaan persentase gangguan
dan masa kerja kurang atau sama dengan 10 pendengaran pada masa kerja, untuk telinga
tahun sebanyak 3 orang (6,4%). kanan 3 orang (6,2%) dengan masa kerja
Masa kerja nelayan menunjukkan kurang atau sama dengan 10 tahun dan 11
lamanya bekerja sebagai nelayan, semakin orang (40,7%) dengan masa kerja lebih dari
tinggi masa kerja semakin tinggi pula risiko 10 tahun, sedangkan untuk telinga kiri 5
untuk mengalami gangguan pendengaran. orang (8,5%) mengalami gangguan

7
pendengaran dengan masa kerja kurang D. KESIMPULAN
atau sama dengan 10 tahun dan 6 orang 1. Intensitas bising yang tidak memenuhi
(37,5) untuk masa kerja lebih dari 10 tahun. syarat dapat menyebabkan penurunan
Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin ambang dengar (hearing loss) pada
bertambah lama pemajanan, maka semakin nelayan, Semakin tinggi pajanan
meningkat nilai ambang dengarnya. Nilai intensitas bising maka semakin besar
ambang dengar yang semakin meningkat risiko kejadian penurunan ambang
menunjukkan bahwa kemampuan dengar. Berdasarkan uji chi-square pada
mendengar (daya dengar) semakin telinga kanan dan telinga kiri p < 0,05
menurun. berarti signifikan bahwa ada hubungan
Adanya perbedaan nilai ambang dengar antara intensitas bising terhadap
pada kedua telinga responden kemungkinan penurunan ambang dengar.
dipengaruhi oleh posisi dan jenis aktifitas 2. Umur yang semakin berisiko dapat
yang dilakukan pada saat di perahu. Posisi menyebabkan penurunan ambang
kerja responden yang dekat dengan mesin- dengar (hearing loss) pada nelayan,
mesin yang menjadi sumber bising di Berdasarkan analisis Chi-Square, antara
perahu tentu saja dapat berpengaruh umur terhadap penurunan ambang
terhadap penentuan ambang dengar dengar untuk telinga kanan (p=0,004),
responden, misalnya responden yang untuk telinga kiri (p=0,047) dengan
mengemudikan perahu yang mana derajat kepercayaan (CI) 95% p < 0,05
posisinya tepat berada di sebelah kiri atau berarti signifikan dan ada hubungan
kanan mesin pendorong (diesel) tentu akan antara umur dengan penurunan ambang
memberikan dampak yang berbeda pada dengar.
nilai ambang dengar pada masing-masing 3. Semakin tinggi masa kerja maka
telinga, yang mana apabila responden semakin tinggi pula risiko penurunan
berada di samping kiri mesin tentu ambang dengar, berdasarkan analisis
peningkatan nilai ambang dengar telinga chi-square menunjukkan ada hubungan
kirinya akan lebih dibandingkan telinga antara masa kerja dengan penurunan
kanannya dan begitu pula sebaliknya. ambang dengar untuk telinga kanan
Berdasarkan hasil analisa statistik (p=0,000), untuk telinga kiri (p=0,009).
dalam penelitian ini terdapat hubungan PUSTAKA
yang bermakna antara masa kerja dengan 1. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
penurunan ambang dengar. Sulawesi Selatan. Data Perikanan. [online],
http://dkp.sulselprov.go.id/. Tahun 2015

8
2. Sonny Harry. 2014. Nelayan Kita [online] Sulistiyani, N. 2004. Tingkat Kebisingan di
http://nasional.Kompas.com/read DKI Jakarta dan Sekitarnya. Jurnal Media
/2014/11/19/21243231/Nelayan.Kita. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
3. Suma’mur PK. 2009. Higiene Perusahaan Vol.XIV.No.3.Jakarta.
dan Keselamatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: 8. Miranti. 2008. Pengaruh Intensitas
Sagung Seto Kebisingan Terhadap Penurunan Daya
4. Dicky, dkk. 2011. Hubungan Lama Pajanan Dengar Tenaga Kerja Bagian Weaving Di
Kebisingan Dengan Gangguan Fungsi PT Iskandar Indah Printing Textile
Pendengaran Pada Nelayan Ikatan Nelayan Surakarta. Naskah Publikasi. Fakultas
Saijaan (Insan) Kecamatan Pulau Laut Kesehatan Masyarakat Universitas
Utara Kotabaru. Laporan Penelitian Muhammadiyah Surakarta.
Kesehatan Masyarakat Universitas 9. Mukono, H.J. 2002. Epidemiologi
Lambung mangkurat. Lingkungan. Airlangga University Press.
5. Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Surabaya.
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, 10. Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi
dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa: Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:
Renata Komalasari, dkk. Jakarta: Jakarta.
EGC.2005 11. Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan
6. Surya Turmaningsih. 2011. Analisis Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Hubungan Umur dan Lama Pemajanan Gramedia.
Dengan Daya Dengar Berdasarkan Hasil 12. Tambunan, BST. 2005. Kebisingan di
Audiometri Tenaga Kerja di Unit Produksi Tempat Kerja (Occupational Noise). Andi
Central Processing Area Job P-Pej Tuban Yogyakarta
Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Kedokteran 13. Tarwaka dkk., 2004. Ergonomi untuk
Universitas Sebelas Maret Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
7. Annisa dkk, 2013. Hubungan Antara Produktivitas, Surakarta: Uniba Press.
Hygiene Perorangan Dengan Kejadian 14. Ulil Abshor. 2008. Pengaruh Barotrauma
Scabies Di Pondok Pesantren Roudlotul Auris Terhadap Gangguan Pendengaran
Muttaqin Mijen Semarang Tahun 2013. Pada Nelayan Penyelam Di Kecamatan
Jurnal Fakultas Kesehatan Universitas Dian Puger Kabupaten Jember. Skripsi. Fakultas
Nuswantoro 2013. Martono, H., Sukar, Kedokteran Universitas Jember.

S-ar putea să vă placă și