Sunteți pe pagina 1din 21

A.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas
badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

b. Riwayat penyakit saat ini

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk


mengetahui jenis kuman penyebab. Disni harus ditanya dengan jelas
tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau
bertambah buruk. Pada pengkajian klien meningitis, biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan
TIK.

Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam.


Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai
akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama
perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk
dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang,
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran


dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan
memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang
terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu
terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama
menjalani perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasif yang
mungkin masuknya kuman ke meningen terutama melalui pembuluh
darah.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pengakajian penyakit yang pernah dialami klien yang


memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan
sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian
atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain,
tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelmunya. Riwayat sakit TB paru perlu
ditanyakan pada klien terutama apabila adan keluhan batuk produktif dan
pernah menjalani pengobatan obat antituberkulosis yang sangat berguna
untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, sperti pemakaian obat
kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk
menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah
komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan perupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajia psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi


yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Sebagian besar
pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan
klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan
tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan
kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak
yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan atau kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa
digunakan klien selama masa stres meliputi kemampuan klien untuk
mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stres.

Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga
memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup indivudu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya
dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu.

Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak


hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat
rentan terhadap tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi
keluhan, hal ini stres anak dan menyebabkan anak stres dan kurang
kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian
psikososial yang terbaik dilaksanakan saat mengobservasi anak-anak
bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali
tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung
untuk memperlihtakan masalah mereka melalui tingkah laku.

e. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-


keluhan klien, pemeriksaan fisik sngat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital.


Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal, yaitu 38-40oC, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas,
kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menggangu pusat
pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan
dengan tanda-randa penigkatan TIK. Apabila disertai peningkatan
frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum
mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat
karena tanda-tanda peningkatan TIK.

1) B1 (breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,


penggunaan otot bantu nafas, dan peninngkatan frekuensi pernafasan
yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya
gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan
apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi
pleura masif (jarang terjadi pada klien meningitis). Auskultasi bunyi
nafas tambahan seperti ronchi pada klien dengan meningitis
tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

2) B2 (blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada


klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah
mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar
10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda
septikemia:demam tinggi, yang tiba-tiba mucul, lesi, purpura yang
menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas) syok dan tand-tanda
koagulasi intravaskuler diseminata. Kematian mungkin terjadi dalam
beberapa jam stelah serangan infeksi.

3) B3 (brain)

Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap


dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

f. Tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningtis biasanya


berkisar pada tingkat tinggi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi memantau pemberian asuhan
keperawatan.

g. Fungsi serebi
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
lain gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik
yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.

h. Pemeriksaan saraf kranial


1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
3) Saraf III,IV,VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pu[il pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.
Dengan alasan yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menalan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(ringiditan nukal).
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi Indra pengecap normal.

i. Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

j. Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum


atau periasteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babisnkis (+) merupakan tanda adanya lesi UMN

k. Gerakan Involunter

Tidak menemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia.


Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama
pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis.
Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

l. Sistem sensorik

Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi


raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan
tubuh. Sensai propriopseptif dan deskriminatif normal

m. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan


peningkatan TIK. Tanda-tanda peningktakan TIK sekunder akibat eksudat
purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda
vital ( melebarnya tekan pulsa dan bradikardia ), pernapasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada


meningitis meningokokal (Neisseria meningitis ). Sekitar setengah dari semua
klien dengan tipe meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit di antaranya ruam
petekia dengan lesi purpura sampai ekimiosis pada daerah yang luas.

Iritasi meninge mengakibat sejumlah tanda yang mudah dikenali yang


umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas
nukal, tanda kernig (+) dan adanya tanda Brudzinski, Kaku kuduk adalah
tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.

Pemeriksaa untuk melihat adanya tanda kaku kuduk ( ringditas nukal).


Bila leher ditekuk secara pasif akan terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada. Pemeriksaan untuk melihat adanya tanda kering.
Cara pemeriksaan dengan fleksi tungkai atas tegak lurus kemudian dicoba
untuk diluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Hasil normal didapatkan
apabila tungkai bawah membentuk sudut 135o terhadap tungkai atas. Hasil
kering (+) bila didapatkan ekstensi lutut pasif terdapat hambatan karena ada
nyeri.

Tanda Kerning positif : ketika klien dibaringkan dengan paha dalam


keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki tidak akan dapat diekstensikan
sempurna.

Tanda Brudzinski : Tanda ini didapatkan apabila leher klien


difleksikan, maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi
pasif pada ektremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama
terlihat pada sisi ektremitas yang berlawanan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan TIK
ditandai dengan penurunan kesadaran, sakit kepala, kaku kuduk, kejang,
TD meningkat, gelisah.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu
tubuh > 37,5°C, sakit kepala, kelemahan.
c. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder
akibat meningitis.
d. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
ditandai dngan sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat,
nadi meningkat, wajah meringis kesakitan, skala nyeri >0.
e. Gangguan rasa nyaman; nausea berhubungan dengan peningkatan TIK
ditandai dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan
sekunder akibat gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot
menurun, kekuatan menangis melemah.
3. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan


No Intervensi Rasional
keperawatan Kreteria Hasil
1. Perfusi serebral Setelah diberikan Mandiri Mandiri
tidak efektif askep selama - Pertahankan tirah baring dengan - Perubahan tekanan CSS mungkin
berhubungan (…x…) jam posisi kepala datar dan pantau merupakan potensi adanya risiko
dengan diharapkan perfusi tanda vital sesuai indikasi setelah herniasi batang otak yang memerlukan
peningkatan TIK jaringan serebral dlakukan pungsi lumbal. tindakan medis segera.
ditandai dengan adekuat, dengan out
penurunan come : - Pantau/catat status neurologis, - Pengkajian kecenderungan adanya
kesadaran sakit  Tingkat kesadaran seperti GCS. perubahan tingkat kesadaran dan
kepala, kaku membaik (GCS: potensial peningkatan TIK adalah
kuduk, kejang, E4 M6 V5). sangat berguna dalam menentukan
TD meningkat,  Klien tidak sakit lokasi, penyebaran/luasnya dan
gelisah. kepala. perkembangan dari kerusakan serebral.
 Klien tidak kaku
kuduk. - Pantau tanda vital, seperti tekanan - Normalnya autoregulasi mampu
 Tidak terjadi darah. mempertahankan aliran darah serebral
kejang. dengan konstan sebagai dampak
 TD dalam batas adanya fluktuasi pada tekanan darah
normal (bayi sistemik.
85/54 mmHg, - Pantau frekuensi/irama jantung. - Perubahan pada frekuensi dan
toddler 95/65 disritmia dapat terjadi, yang
mmHg, sekolah mencerminkan trauma batang otak
105-165 mmHg, pada tidak adanya penyakit jantung
remaja 110/65 yang mendasari.
mmHg).
 Klien tidak - Pantau pernapasan, catat pola dan - Tipe dari pola pernapasan merupakan
gelisah. irama pernapasan. tanda yang berat dari adanya
peningkatan TIK/daerah serebral yang
terkena.
- Pantau suhu dan juga atur suhu - Peningkatan kebutuhan metabolisme
lingkungan sesuai kebutuhan. dan konsumsi oksigen (terutama
dengan menggigil), dapat
meningkatkan TIK.
- Berikan waktu istiahat antara - Mencegah kelelahan berlebihan.
aktivitas perawatan dan batasi Aktivitas yang dilakukan secara terus
lamanya tindakan tersebut. menerus dapat meningkatkan TIK.
Kolaborasi : Kolaborasi
- Tinggikan kepala tempat tidur - Peningkatan aliran vena dari kepala
sekitar 15-45 derajat sesuai akan menurunkan TIK.
indikasi. Jaga kepala pasien tetap
berada pada posisi netral.
- Berikan cairan IV dengan alat - Meminimalkan fluktuasi dalam aliran
control khusus. vaskuler dan TIK.
- Pantau GDA. Berikan terapi - Terjadinya asidosis dapat menghambat
oksigen sesuai kebutuhan. masuknya oksigen pada tingkat sel
yang memperburuk iskemia serebral.

- Berikan obat sesuai indikasi seperti:


 Steroid; deksametason,  Dapat menurunkan permeabilitas
metilprednison (medrol). kapiler untuk membatasi pembentukan
edema serebral, dapat juga
menurunkan risiko terjadinya
“fenomena rebound” ketika
menggunakan manitol.
 Klorpomasin (thorazine).  Obat pilihan dalam mengatasi kelainan
postur tubuh atau menggigil yang
dapat meningkatkan TIK.
 Asetaminofen (Tylenol)  Menurunkan metabolism selular/
menurunkan konsumsi oksigen dan
risiko kejang.

2 Hipertermi Setelah diberikan Mandiri Mandiri


berhubungan askep selama (...x…) - Monitor temperatur anak setiap 1 - Peningkatan temperatur secara tiba-
dengan proses jam diharapkan suhu sampai 2 jam bila terjadi tiba akan mengakibatkan kejang-
inflamasi ditandai tubuh kembali peningkatan secara tiba-tiba. kejang.
dengan suhu normal dengan out - Berikan kompres hangat. - Kompres air efektif menyebabkan
tubuh > 37,5°C, come : tubuh menjadi dingin melalui
sakit kepala,  Suhu tubuh 36- peristiwa konduksi.
kelemahan. 37,5°C - Pantau asupan dan haluaran cairan. - Haluaran cairan yang berlebihan
 Klien tidak sakit akibat penguapan dapat menyebabkan
kepala dehidrasi.
 Klien merasa lebih - Anjurkan orang tua untuk - Peningkatan suhu tubuh
bertenaga memberikan anak banyak minum. mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan.
Kolaborasi Kolaborasi
- Berikan obat penurun panas sesuai - Membantu menurunkan suhu tubuh.
indikasi.
- Berikan antibiotik, jika disarankan. - Antibiotik sesuai dengan petunjuk
guna mengobati organisme penyebab.
3 Risiko cedera Setelah diberikan Mandiri Mandiri
berhubungan askep selama (...x…) - Gunakan tempat tidur yang rendah, - Untuk menghindari cedera saat jatuh
dengan perubahan jam diharapkan tidak dengan pagar tempat tidur dari tempat tidur.
fungsi serebral terjadi cedera. terpasang.
sekunder akibat - Longgarkan pakaian bila ketat. - Untuk menghindari sesak saat kejang.
meningitis. - Gunakan matras pada lantai. - Penggunaan matras pada lantai dapat
meminimalisasi cedera bila terjatuh,
misalnya dari tempat tidur.
- Diskusikan dengan orang tua - Pemantauan yang konstan dibutuhkan
perlunya pemantauan konstan untuk menghindari anak dari
terhadap anak kecil. kecelakaan yang dapat menyebabkan
anak cedera.
Kolaborasi Kolaborasi
- Berikan terapi antikonvulsan. - Untuk mengatasi kejang.
4 Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri Mandiri
nyaman (nyeri) askep selama 3x24 - Pantau TTV terutama Nadi, RR, - Peningkatan TTV mengindikasikan
berhubungan jam diharapkan dan TD. nyeri.
dengan nyeri teratasi dengan - Beri posisi yang nyaman. - Posisi yang nyaman membantu
peningkatan TIK out come : mengurangi nyeri.
ditandai dengan  Klien tidak sakit - Tingkatkan tirah baring, bantu - Menurunkan gerakan yang dapat
sakit kepala, nyeri kepala kebutuhan perawatan diri yang meningkatkan nyeri.
sendi RR  Nadi, RR, dan TD penting.
meningkat, TD dalam batas - Berikan latihan rentang gerak - Dapat membantu merelaksasikan
meningkat, nadi normal secara tepat dan masase otot. ketegangan otot yang meningkatkan
meningkat, wajah (Nadi: bayi 120- reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
meringis 160x/mnt, toddler tersebut.
kesakitan, skala 90-140x/mnt, - Ajarkan teknik manajemen nyeri - Membantu mengurangi nyeri.
nyeri >0 prasekolah 80-110 (distraksi).
x/mnt, sekolah 75- Kolaborasi Kolaborasi
100x/mnt, remaja - Berikan analgetik sesuai indikasi. - Membantu mengurangi nyeri.
60-90x/mnt; RR:
bayi 35-40 x/mnt,
toddler 25-
32x/mnt, anak-
anak 20-30 x/mnt,
remaja 16-19
x/mnt; TD: bayi
85/54 mmHg,
toddler 95/65
mmHg, sekolah
105-165 mmHg,
remaja 110/65
mmHg).
 Wajah tidak
meringis
kesakitan
 Skala nyeri 0
5 Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri Mandiri
nyaman : nausea askep selama (...x…) - Tawarkan makanan porsi kecil tapi - Untuk mengurangi rasa penuh pada
berhubungan jam diharapkan mual sering. perut setelah makan, sehingga
dengan teratasi, dengan mengurangi mual.
peningkatan TIK outcome: - Sajikan makanan dalam keadaan - Untuk menghindari mual.
ditandai dengan  Tidak ada mual hangat.
mual, muntah,  Tidak ada - Beri dorongan untuk makan dengan - Makan dengan ditemani orang lain
nafsu makan muntah orang lain (keluarga, saudara, atau (keluarga, saudara, orang tua) apat
menurun.  Nafsu makan orang tua). membantu meningkatkan keinginan
meningkat untuk makan.
- Gunakan alat makan yang menarik - Penggunaan alat makan yang menarik
(misal: piring bergambar, berwarna- dapat meningkatkan ketertarikan anak
warni). untuk makan.
- Pertahankan kebersihan mulut yang - Kebersihan mulut yang baik dapat
baik. meminimalisasi rasa tidak enak saat
makan.
- Singkirkan pemandangan dan bau - Suasana makan yang nyaman dan
yang tidak sedap dari area makan. bersih dapat mengurangi rasa mual
klien ketika makan.
- Intruksikan orang tua untuk
menghindari :
1. Cairan panas atau dingin. - Cairan panas atau dingin, makanan
2. Makanan yang mengandung yang mengandung lemak atau
lemak dan serat. serat,makanan berbumbu, dan kafein
3. Makanan berbumbu. dapat meningkatkan kerja lambung
4. Kafein sehingga akan timbul rasa mual
dengan intensitas yang lebih besar.
- Dorong klien untuk istirahat pada - Posisi semifowler membantu
posisi semi fowler setelah makan makanan masuk ke lambung dengan
dan mengganti posisi dengan baik dan membantu klien dalam
perlahan. bersendawa.
- Ajarkan teknik untuk mengurangi - Teknik mengurangi rasa mual akan
mual : sangat membantu klien dalam
1. Batasi minum beserta makan. memanajemen rasa mualnya.
2. Hindari bau makanan dan
stimuli yang tidak
mengenakan.
3. Kendurkan pakaian sebelum
makan.
4. Duduk di udara segar.
- Hindari berbaring terlentang - Untuk mengurangi rasa penuh pada
sedikitnya 2 jam seteleh makan. perut setelah makan, sehingga
mengurangi mual

6 Gangguan Setelah diberikan Mandiri Mandiri


mobilitas fisik askep selama 3x24 - Hindari berbaring atau duduk dalam - Berbaring atau duduk dalam posisi
berhubungan jam diharapkan klien posisi yang sama dalam waktu yang sama dalam waktu lama dapat
dengan kekuatan dapat melakukan lama. meningkatkan kekakuan otot dan
dan tahanan mobilitas secara menimbulkan risiko dekubitus.
sekunder akibat mandiri dengan out - Ajarkan latihan rentang gerak aktif - Untuk merelaksasikan otot agar
gangguan come : pada anggota gerak yang sehat imobilitas fisik perlahan-lahan dapat
neuromuskular  Tonus otot sedikitnya 4x sehari. teratasi
ditandai dengan meningkat - Anjurkan untuk ambulasi, dengan - Untuk melatih otot agar terbiasa untuk
tonus otot 555 555 atau tanpa alat bantu. mobilisasi
menurun, 555 555 - Lakukan mandi air hangat. - Mandi air hangat dapat mengurangi
kekuatan  Kekuatan kekakuan tubuh pada pagi hari dan
menangis menangis memperbaiki mobilitas
melemah. meningkat
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi

No.
Dx Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1. Perfusi serebral tidak efektif Tercapainya perfusi jaringan serebral adekuat :


berhubungan dengan peningkatan  Tingkat kesadaran membaik (GCS: E4 M6
TIK. V5).
 Klien tidak sakit kepala.
 Klien tidak kaku kuduk.
 Tidak terjadi kejang.
 TD dalam batas normal (bayi 85/54 mmHg,
toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg,
remaja 110/65 mmHg).
 Klien tidak gelisah.
2. Hipertermi berhubungan dengan Tercapainya suhu tubuh normal:
proses inflamasi.  Suhu tubuh 36-37,5°C
 Klien tidak sakit kepala
 Klien merasa lebih bertenaga
3. Risiko cedera berhubungan dengan Tidak terjadi cedera.
perubahan fungsi serebral sekunder
akibat meningitis.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) Nyeri teratasi:
berhubungan dengan peningkatan  Klien tidak sakit kepala
TIK.  Nadi, RR, dan TD dalam batas normal
(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-
140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah
75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi
35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak
20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi
85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah
105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg)
 Wajah tidak meringis kesakitan
 Skala nyeri 0
5. Gangguan rasa nyaman : nausea Gangguan rasa nyaman mual teratasi:
berhubungan dengan peningkatan  Tidak ada mual
TIK.  Tidak ada muntah
 Nafsu makan meningkat
6. Gangguan mobilitas fisik Tercapainya mobilitas secara mandiri:
berhubungan dengan kekuatan dan  Tonus otot meningkat
tahanan sekunder akibat gangguan 555 555
neuromuskular. 555 555
 Kekuatan menangis meningkat

S-ar putea să vă placă și