Sunteți pe pagina 1din 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang.

Anal atau anus adalah pintu terakhir untuk pembuangan zat-

zat sisa yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh. Kelainan pada

daerah rectum, anal atau perianal akan menyebabkan rasa yang

tidak nyaman. Biasanya pasien baru akan datang ke klinik atau

Rumah Sakit terutama karena nyeri atau karena perdarahan. Pada

jenis-jenis penyakit anorectum jenis penyakit Perianal Fistel paling

sering ditemukan. Pengobatan yang tidak tuntas dan hygiene yang

kurang sering mengakibatkan penyakit ini kambuh kembali

dengan selang waktu.

Tertarik mempelajari tentang perawatan klien dengan Perianal

fistel, penulis mencoba membuat makalah tentang asuhan

keperawatan pada klien dengan perianal fistel. Di dalam asuhan

keperawatan klien dengan perianal fistel, peran perawat sangat

penting. Baik dari segi promotif, preventif. kuratif maupun

rehabilitatif. Di Rumah Sakit peran perawat lebih ke keperawatan

dan memberikan penyuluhan tentang hygiene agar tidak terjadi

komplikasi lain. Dalam pelaksanaan tindakan perawatan tersebut

seorang perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup

tentang perawatan klien dengan perianal fistel, sehingga dalam

2
asuhan keperawatan pada pasien, perawat dapat menerapkan

prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan atau diberikan pada

pasiennya.

Dengan penerapan asuhan keperawatan yang tepat diharapkan

dapat membantu klien meningkatkan kesehatannya, oleh karena

itu penulis ingin mengamati secara langsung dan mendapat

pengalaman nyata tentang bagaimana pelaksanaan asuhan

keperawatan klien dengan perianal fistel di unit Lukas PK Sint.

Carolus.

B. Tujuan.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Memperoleh gambaran tentang pelaksanaan asuhan

keperawatan klien dengan perianal fistel di unit Lukas PK

sint. Carolus.

2. Memperoleh pengalaman nyata dalam merawat klien

dengan perianal fistel, sehingga dapat menerapkan prinsip-

prinsip keperawatan yang telah diperoleh dari bangku

perkuliahan.

3. Memenuhi tugas terstruktur dari MA 326.

3
C. Metoda Penulisan.

Metoda penulisan makalah ini adalah pendekatan yang digunakan

dalam menghimpun data/informasi melalui:

1. Studi kepustakaan.

Mengambil buku-buku literatur yang berhubungan dengan

perianal fistel.

2. Pengamatan langsung kepada pasien yang meliputi;

wawancara dengan pasien, pemeriksaan fisik, menentukan

diagnosa, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan

tindakan keperawatan, dan mengadakan evaluasi.

D. Sistematika penulisan.

Untuk memberi gambaran yang lebih jelas dengan makalah ini,

penulis akan menjelaskan secara singkat tentang sistematika dari

penulisan makalah ini.

Sistematika dari makalah ini terdiri dari 5 bab yaitu:

Bab I: Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang dari

penyusunan makalah, tujuan penulisan, metoda penulisan serta

sistematika penulisan.

Bab II: Tinjauan teoritis, terdiri dari konsep dasar medik dan

konsep dasar keperawatan.

4
Bab III: Pengamatan kasus, semua hasil pengamatan dituliskan

dalam format pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana

tindakan, implementasi dan evaluasi.

Bab IV : Pembahasan kasus, dituliskan tentang masalah-masalah

yang ditemukan dan membandingkannya dengan teori yang

melandasinya. Bab V : Kesimpulan, dalam bab ini akan disusun

kesimpulan dari hal-hal yang dibahas dalam bab IV .

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIK.

1. Definisi.

Perianal fistel adalah terbentuknya saluran kecil yang memanjang

dari anus samapi bagian luar kulit anus, atau dari suatu abses

sampai anus atau daerah perianal.

2. Anatomi Fisiologi.

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan

panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum

sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar

dari pada usus kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum

terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujug

sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari

usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke

sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,

desendens dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk

kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-

turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon

sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan

berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu

6
kolon sigmoid bersatu dengan rektum, yang menjelaskan alasan

anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema.

Bagian usus besar besar yang terakhir dinamakan rektum yang

terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar

tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani dan

dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang

rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm).

Usus besar dibagi menjadi belahan kiri dan dan kanan sejalan

dengan suplai darah yang diterima.

Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan

(sekum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon

transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi

belahan kiri ( sepertiga distal kolon transversum, ascendens dan

sigmoid, dan sebagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan

untuk rektum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria

hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria

iliaka interna dan aorta abdominalis. Alir balik vena dari kolon dan

rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior

dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal

yang mengalirkan darah ke hati.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom

dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah

kontrol voluntar.

7
Usus besar mempunyai fungsi yang semuanya berkaitan

dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling

penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah

hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi

sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah

dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Defekasi dikendalikan oleh

sfingter ani eksterna dan interna.

Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sfingter

eksterna berada di bawah kontrol voluntar. Defekasi dapat

dihambat oleh kontraksi voluntar otot-otot sfingter eksterna dan

levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan

keinginan untuk berdefekasi akan menghilang.

Rektum dan anus merupakan lokasi dari penyakit-penyakit

yang sering ditemukan pada manusia. Daerah anorektal sering

merupakan tempat abses dan fistula. Kanker kolon dan rektum

merupakan kanker saluran cerna yang paling sering terjadi.

8
Anatomi rektum dan anus.

9
3. Etiologi.

Hampir semua fistel perianal biasanya disebabkan oleh

perforasi atau penyaliran abses anorektum. Kadang fistel

disebabkan oleh kolitis disertai proktitis seperti tbc, amubiasis,

atau morbus crohn.

4. Patofisiologi.

Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau

penyaliran abses anorektum, sehingga fistel mempunyai satu muara

di kripta di perbatasan anus dan rektum, dan lobang lain di perineum

di kulit perianal. Fistel perianal sering didahului oleh pembentukan

abses. Abses perianal sering dimulai sebagai peradangan kriptus ani,

yang terletak pada ujung bawah kolum Morgagni. Kelenjar anus

bermuara dalam kriptus ani. Obstruksi atau trauma pada salurannya

menimbulkan stasis dan predisposisi terhadap infeksi. Abses perianal

biasanya nyata, tampak sebagai pembengkakan yang berwarna

merah, nyeri, terletak di pinggir anus. Nyeri diperberat bila duduk

atau batuk. Abses sub mukosa atau iskiorektal dapat diraba sebagai

pembengkakan pada waktu pemeriksaan anus. Abses pelvirektal

dapat lebih sukar ditemukan. Tanda pertama dapat berupa keluarnya

nanah dari fistel perianal. Fistel dapat terletak di subkutis, sub

mukosa antar sfingter atau menembus sfingter, lateral, atau

10
posterior. Bentuknya mungkin lurus, bengkok, tak beraturan atau

mirip sepatu kuda.

Bila gejala diare menyertai fistula perianal yang berulang, perlu

dipikirkan penyakit Crohn, karena 75% penderita penyakit Crohn,

yang terbatas pada usus besar, akan mengalami fistula perianal. 25%

penderita akan mengalami fistula perianal bila penyakit Crohn

terbatas pada usus halus.

11
5. Tanda dan gejala.

Tanda dan gejala perianal fistel adalah:

 Ada riwayat kambuhan abses perianal dengan selang waktu

diantaranya.

 Terdapat luka/lubang di daerah perianal.

 Keluar pus didekat anus (dari lubang/fistel) yang berbau

busuk.

 Kadang-kadang nyeri di sekitar anus, nyeri bertambah bila

duduk atau batuk.

 Pada pemeriksaan Rektal thouce (colok dubur), kadang fistel

dapat diraba perjalanannya.

6. Tes diagnostik.

Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa perianal fistel

adalah;

 Fistulografi, yaitu memasukkan alat ke dalam lubang/fistel

untuk mengetahui keadaan luka.

 Pemeriksaan harus dilengkapi dengan rektoskopi untuk

menentukan adanya penyakit di rektum seperti karsinoma

atau proktitis tbc, amuba, atau morbus Crohn.

12
7. Therapi / pengelolaan medik.

Therapi / pengelolaan medik perianal fistel dapat dilakukan

fistulotomi atau fistulektomi. Dianjurkan sedapat mungkin

dilakukan fistulotomi, artinya dilakukan eksisi pada fistula (fistel

dibuka dari lobang kulit).

8. Komplikasi.

Fistel kronik yang lama sekali dapat mengalami degenerasi

maligna menjadi karsinoma.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN.

1. Pengkajian.

a. Pengkajian.

Pengkajian menurut pola Gordon bagi klien dengan perianal

fistel adalah sebagai berikut:

 Kajian persepsi kesehatan – pemeliharaan kesehatan, akan

dijumpai:

Ada riwayat kambuhan abses perianal dengan selang

waktu di antaranya.

Berat badan berlebih

Hygiene kurang

 Kajian Nutrisi metabolik, pada kajian ini akan dijumpai:

Peningkatan suhu/demam.

13
 Kajian pola eliminasi, pada pengkajian akan ditemukan:

Khas: keluarnya cairan purulen (pus) dan berbau busuk

dari fistula perianal.

Perubahan eliminasi; konstipasi, diare.

Tenesmus.

 Kajian pola aktifitas dan latihan, pada pengkajian pola ini

pada klien akan dijumpai:

Merasa lemah dan cepat lelah

 Kajian pola tidur dan istirahat, pada pengkajian pola ini

mungkin ditemukan:

Keluhan insomnia karena nyeri atau diare.

 Kajian pola persepsi sensori dan kognitif, akan dijumpai:

Nyeri, yang bertambah bila duduk atau batuk.

 Kajian pola konsep diri, pada pengkajian pola ini akan

dijumpai:

Klien merasa cemas, karena penyakitnya berulang dan

tidak sembuh-sembuh

b. Diagnosa keperawatan.

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan perianal

fistel adalah:

14
Pre operasi:

1. Nyeri pada daerah perianal berhubungan dengan adanya

luka pada perianal.

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka yang

mungkin terkontaminasi.

3. Kecemasan berhubungan dengan physiologi faktor akibat

proses peradangan.

4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan

tindakan yang akan didapatnya.

Post operasi:

1. Nyeri area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka

operasi.

2. Perubahan pola eliminasi konstipasi/diare berhubungan

efek anestesi, pemasukan cairan yang tidak adekuat.

3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan risiko prosedur

invasive, luka yang mungkin terkontaminasi.

2. Perencanaan.

Perencanaan pada pre operasi.

1. Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan adanya

luka pada perianal

15
HYD: Nyeri berkurang atau terkontrol ditandai dengan klien

menunjukkan toleransi terhadap nyeri, klien mengungkapkan

nyeri berkurang.

Rencana tindakan:

 Kaji frekuensi dan intensitas nyeri dengan skala 1 – 10.

Rasional: perubahan karakteristik nyeri mengidikasikan

adanya perkembangan kearah komplikasi.

 Perhatikan tanda-tanda nonverbal seperti; takut bergerak,

kegelisahan.

Rasional: bahasa tubuh/perilaku nonverbal dapat

digunakan sebagai data yang menunjukkan adanya rasa

nyeri/tak nyaman.

 Kaji faktor-faktor yang mengganggu atau meningkatkan

nyeri.

Rasional: keadaan stress dapat meningkatkan rasa nyeri.

 Berikan posisi yang nyaman (telungkup, miring), aktivitas

pengalihan perhatian

Rasional: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan

kemampuan koping.

 Bersihkan area rectal dengan sabun yang lembut dan air

sesudah bab dan rawat kulit dengan salf, petroleum jelly.

Rasional: menjaga kulit sekitar rektal dari asam isi perut,

menjaga exoriasi..

16
 Berikan remdaman duduk.

Rasional: menjaga kebersihan dan memberikan rasa

nyaman.

 Observasi area perianal fistel.

Rasional: fistula mungkin berkembang dari erosi dan

kelemahan dari dinding intestinal.

 Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik.

Rasional: Analgetik membantu mengurangi nyeri.

2. Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi infeksi berhubungan

dengan luka terbuka yang mungkin terkontaminasi.

HYD: tidak terjadi infeksi tambahan.

Rencana tindakan:

 Kaji area luka, catat adanya penambahan luas luka,

karakteristik cairan yang keluar dari luka.

 Monitor tanda-tanda vital, peningkatan suhu tubuh.

Rasional: peningkatan suhu mengindikasikan adanya proses

infeksi.

 Rawat luka dengan prinsip aseptik.

Rasional: luka pada klien adalah luka kotor, prinsip aseptik

mencegah terjadinya infeksi tambahan.

 Berikan diet yang adekuat.

17
Rasional: klien membutuhkan nutrisi yang cukup untuk

penyambuhan lukanya.

 Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

Rasional: antibiotik membantu menghambat terjadinya

infeksi.

3. Diagnosa keperawatan: Kecemasan berhubungan dengan faktor

fisiologi akibat proses peradangan.

HYD: kecemasan berkurang yang ditunjukkan dengan ekspresi

wajah klien tenang, mengungkapkan kesadarannya akan

perasaan cemasnya.

Rencana tindakan:

 Bina hubungan saling percaya.

Rasional: hubungan saling percaya merupakan dasar dari

komunikasi therapeutik.

 Perhatikan perubahan perilaku klien, kegelisahan, tak ada

kontak mata, tampak kurang tidur.

Rasional: indikator peningkatan stress/kecemasan.

 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya, berikan

feedback.

Rasional: membuka hubungan therapeutik.

 Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

18
Rasional: dengan menunjukkan sikap empati, diharapkan

akan membantu mengurangi kecemasan klien.

 Berikan informasi yang akurat.

Rasional: dengan memberikan informasi yang akurat akan

membantu menurunkan tingkat kecemasan.

 Ciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman.

Rasional: membantu meningkatkan relaxasi, mengurangi

kecemasan.

 Kolaborasi untuk pemberian sedativa, seperti barbiturat,

anti anxietas seperti, diazepam.

Rasional: sedativa/anti anxietas membantu mengurangi

kecemasan dan membantu istirahat.

4. Diagnosa keperawatan: kurang pengetahuan tentang proses

penyakit, prognosis dan tindakan yang akan didapatnya

berhubungan dengan kurangnya informasi.

HYD: klien mampu mengungkapkan tentang proses penyakit dan

penanggulangannya. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan

regimen.

Rencana tindakan:

 Kaji persepsi klien tentang proses penyakitnya.

Rasional: menentukan tingkat pengetahuan klien dan

kebutuhan informasi yang diperlukan.

19
 Ulangi penjelasan tentang proses penyakit, penyebab, tanda

dan gejala penyakit serta penanggulangannya.

Rasional: dengan memberikan penjelasan yang memadai klien

tahu proses penyakit dan tindakan yang akan didapatnya,

sehingga klien dapat menerima tindakan yang didapatnya.

 Tekankan pentingnya menjaga kebersihan kulit, seperti :

tehnik cuci tangan yang baik dan perawatan kulit perianal.

Rasional: mengurangi penyebaran bakteri dan resiko iritasi

kulit dan infeksi.

Post Operasi

1. Diagnosa keperawatan: Nyeri pada area operasi berhubungan

dengan adanya eksisi luka operasi.

HYD: nyeri berkurang atau terkontrol, ditandai dengan ekspresi

wajah klien rileks, cukup istirahat, mengungkapkan nyeri

berkurang /dapat ditahan.

Rencana tindakan:

 Kaji lokasi, intensitas nyeri dengan skala 0 – 10, faktor yang

mempengaruhi. Perhatikan tanda-tanda nonverbal.

Rasional: membantu menentukan intervensi selanjutnya.

 Monitor tanda-tanda vital

Rasional: perubahan tanda-tanda vital, peningkatan tekanan

darah, nadi dan pernafasan bisa diakibatkan karena nyeri.

20
 Kaji area luka operasi, adanya edema, hematoma atau

inflamasi.

Rasional: pembengkakan, inflamasi dapat menyebabkan

meningkatnya nyeri.

 Berikan posisi yang nyaman dan lingkungan yang tenang.

 Ajarkan tehnik relaksasi,pengalihan perhatian.

Rasional: membantu mengurangi dan mengontrol rasa nyeri.

 Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgesik.

Rasional: analgesik membantu mengurangi nyeri.

2. Diagnosa keperawatan: Perubahan pola eliminasi

konstipasi/diare berhubungan dengan efek anestesi,

pemasukan cairan yang tidak adekuat.

HYD: pola eliminasi kembali berfungsi normal.

Rencana tindakan:

 Auskultasi bising usus.

Rasional: adanya suara bising usus yang abnormal,

merupakan tanda adanya komplikasi.

 Anjurkan makanan/minuman yang tidak mengiritasi.

Rasional: menurunkan resiko iritasi mukosa.

 Kolaborasi medik untuk pemberian glyserin suppositoria.

Rasional: membantu melunakkan feses.

21
3. Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi infeksi berhubungan

dengan adanya prosedur invasive, luka yang mungkin

terkontaminasi.

HYD: tidak terjadi infeksi, luka sembuh tanpa komplikasi.

Rencana tindakan:

 Kaji area luka operasi, observasi luka, karakteristik

drainage, adanya inflamasi.

Rasional: penanbahan infeksi dapat mengambat proses

penyembuhan.

 Monitor tanda-tanda vital, temperatur, respirasi, nadi.

Rasional: peningkatan temperatur, pernapasan, nadi

merupakan indikasi adanya proses infeksi.

 Rawat area luka dengan prinsip aseptik. Jaga balutan

kering.

Rasional: menjaga pasien dari infeksi silang selama

penggantian balutan.

 Kolaborasi untuk pemeriksaan cultur dari sekret/drainage,

kedua dari tengah dan pinggir luka.

Rasional: dengan mengetahui adanya organisme akan

menentukan pemberian antibiotik.

 Berikan antibiotik sesuai pesan medik.

Rasional: antibiotik mencegah dan melawan infeksi.

 Bila perlu lakukan irigasi luka.

22
Rasional dengan irigasi luka dengan antiseptik baik untuk

melawan infeksi

BAB III

PENGAMATAN KASUS

Klien Tn. J.P. 59 tahun dirawat di unit Lukas sejak tanggal 14

Desember 1999 dengan diagnosa Perianal fistel. Menurut klien

penyakitnya ini sudah lama, sudah sejak 3 tahun yang lalu. Sudah

pernah sembuh tetapi selang 1 tahun kambuh kembali.

Saat pengkajian tanggal 15 Desember 1999, Penampilan umum

tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, klien tampak duduk

dengan posisi miring bersandar pada kursi. Observasi tanda vital,

Tensi : 140/100, Suhu: 36,2o C, nadi 72x/menit, pernafasan

18x/menit teratur jenis dada. Tinggi badan 163,5 cm, BB: 70 kg.

Pada pemeriksaan fisik tampak luka / fistula di perianal dengan

diameter 0,5 cm, kulit sekitar rektal kemerahan.

Klien mengatakan nyeri pada sekitar duburnya, nyeri

bertambah bila klien duduk. Merasa ngeri dengan rencana operasi,

takut dengan resiko operasi karena punya riwayat penyakit jantung.

Untuk pengkajian selanjutnya tercantum dalam format

pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, catatan

pelaksanaan perawatan dan evaluasi.

23
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pengamatan kasus nyata di lapangan tentang asuhan

keperawatan klien dengan perianal fistel di unut Lukas pada tanggal

14 Desember 1999, banyak persamaan yang kami jumpai dalam teori.

Tetapi ada sedikit perbedaan yang kami jumpai dalam kasus tersebut.

Pengkajian

Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.

Pada dasarnya sama dengan teori, klien ada riwayat kambuhan

abses perianal dengan selang waktu diantaranya.

Berat badan klien agak berlebih IMT: 26,12 kg/m 2.Tetapi klien

mengatakan selalu menjaga kebersihannya, dan dari

penampilan fisik tampaknya klien cukup menjaga

kebersihannya.

Pola nutrisi metabolik.

Pada klien ada riwayat demam saat fistel akan pecah,

kemudian demam hilang. Pada saat pengkajian klien sudah

tidak mengeluh demam.

24
Pola eliminasi.

Pada pola ini sama dengan teori, keluar cairan purulen

yang berbau. Tetapi pada klien tidak ada perubahan eliminasi

seperti konstipasi atau diare.

Pola konsep diri.

Pada pengkajian pola ini sama dengan teori, kami

menemukan kecemasan pada klien tentang resiko operasi, karena

klien yang kami jumpai mempunyai riwayat penyakit jantung.

Tes Diagnostik.

Pada klien telah dilakukan fistulografi dengan hasil tampak

rongga dengan bentuk tak teratur sepanjang 4 cm.

Diagnosa Keperawatan.

Secara umum sama dengan yang ada di teori. Penulis tidak

mengangkat diagnosa maupun menemukan diagnosa

keperawatan yang ada diluar teori.

Perencanaan.

25
Pada dasarnya rencana yang kami buat sama dengan yang ada

di teori dan kami menyesuaikannya dengan kondisi klien.

Implementasi.

Pada dasarnya sesuai dengan yang ada pada rencana. Pada

Implementasi di bangsal kami berusaha menerapkan prinsip-

prinsip perawatan yang ada dan telah kami rencanakan sesuai

dengan teori.

Evaluasi.

Pada evaluasi kami belum mendapatkan hasil yang

memuaskan, karena pengamatan yang kami lakukan hanya

satu hari, meski demikian sudah ada hasil yang sukup

menggembirakan yaitu kecemasan klien agak berkurang dan

klien mengatakan siap untuk operasi.

26
BAB V

KESIMPULAN

Setelah kami mempelajari dan mengamati sendiri kasus

penyakit perianal fistel, maka kami dapat menarik kesimpulan

sebagai berikut:

 Penyakit pada daerah rektal atau perianal fistel merupakan

penyakit yang mengganggu, karena berlangsung dalam

jangka waktu lama dan dapat berulang, sehingga klien

merasa tidak nyaman.

 Pertolongan pada penyakit ini adalah operasi, sehingga klien

harus disiapkan untuk menjalani pembedahan.

 Perawatan kebersihan diri sangat penting untuk menjaga

agar tidak terkena penyakit ini.

 Perawatan luka yang tepat akan mencegah timbulnya infeksi

tambahan.

 Dukungan psikologis dari perawat terhadap pasien sangat

membantu dalam proses penyembuhan.

27
DAFTAR PUSTAKA.

1. Black, Joyce M. Esther Matassarani – Jacobs. Medical Surgical

Nursing Clinical Management for Continuity of Care. Fifth Edition.

WB Saunders Company. Philadelphia Toronto Sidney Tokyo. 1997.

2. Doenges, Marylin E. Nursing Care Plans Guidelines for Planing

and Dokumenting Patient Care. F. A. Davis Company.

Philadelphia. 1989.

3. Long Barbara C. Medical Surgical Nursing. The CV Mosby

Company. St. Louis Baltimore Toronto . 1989.

4. Luckman and Sorensen’s. Medical Surgical Nursing. A

Psychophysiologic Approach. Fourth Edition. WB Saunders

Company. Philadelphia. Toronto Montreal Sydney Tokyo. 1993

5. Price. Sylvia A. Lorrain M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku I. EGC. Jakarta. 1995.

28
6. Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi FKUI. Kumpulan Kuliah

Patologi. Edisi pertama, Cetak ulang, 1996.

29

S-ar putea să vă placă și