Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
A. Definisi
Gagal jantung disebut juga CHF (Congestive Heart Failure) atau Decomp
Cordis. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk matabolisme jaringan
(Price, S. A. 2002).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik berupa kelainan fungsi
jantung sehingga tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan kemampuannya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal (Mansjoer, 2003).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer, 2002).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal jantung adalah
keadaan dimana jantung sudah tidak mampu memompa darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh dan kemampuannya hanya ada kalau disertai dengan
peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri.
C. Patofisiologis
Patofisiologi Gagal Jantung diuraikan berdasarkan tipe Gagal Jantung
yang dibedakan atas Gagal Jantung Akut dan Kronik, Gagal Jantung kiri dan
kanan, Gagal Jantung dengan output yang tinggi dan output yang rendah,
Gagal Jantung dengan kemunduran dan kemajuan, serta Gagal Jantung
sistolik dan diastolik (Crowford, 2009 didalam Yuliana 2012).
Gagal Jantung Akut adalah timbulnya gejala secara mendadak, biasanya
selama bebarapa hari atau beberapa jam. Gagal Jantung kronik adalah
perkembangan gejala selama beberapa bulan sampai bebarapa tahun. Jika
penyebab atau gejala gagal jantung akut tidak reversibel, maka gagal jantung
menjadi kronis (Hudak & Gallo, 2011).
Gagal Jantung kiri adalah kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau
mengosongkan dengar benar. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di
dalam ventrikel dan kongesti pada sistem vaskular paru. Gagal Jantung kiri
dapat lebih lanjut dklasifikasikan menjadi disfungsi sistolik dan diatolik.
Disfungsi sistolik didefinisikan sebagai fraksi ejeksi kurang dari 40% dan
disebabkan oleh penurunan kontraktilitas. Ventrikel tidak dikosongkan secara
adekuat karena pemompaan yang buruk, dan hasil akhirnya adalah penurunan
curah jantung. Sedangkan disfungsi diastolik sering disebut dengan Gagal
Jantung dengan fungsi ventrikel kiri yang dipertahankan. Pemompaan normal
atau bahkan meningkat, dengan fraksi Pemeriksaan Diagnostik ejeksi
kadang-kadang setinggi 80%. Disfungsi diastolik disebabkan oleh gangguan
relaksasi dan pengisian (Hudak & Gallo, 2011).
Gagal Jantung kanan adalah kegagalan ventrikel kanan untuk memompa
secara adekuat (Hudak & Gallo, 2011). Kegagalan jantung kanan sering kali
mengikuti kegagalan jantung kiri tetapi bisa juga disebabkan oleh karena
gangguan lain seperti atrial septal defek cor pulmonal (Lilly, 2011 didalam
Crawford, 2009). Pada kondisi kegagalan jantung kanan terjadi afterload
yang berlebihan pada ventrikel kanan karena peningkatan tekanan vaskular
pulmonal sebagai akibat dari disfungsi ventrikel kiri. Ketika ventrikel kanan
mengalami kegagalan, peningkatan tekanan diastolik akan berbalik arah ke
atrium kanan yang kemudian menyebabkan terjadinya kongesti vena sistemik
(Lilly, 2011).
Pada beberapa kasus gagal jantung ditemukan kondisi penurunan output.
Dan sebaliknya peninggian output pada gagal jantung sangat jarang terjadi,
biasanya dihubungkan dengan kondisi hiperkinetik sistem sirkulasi yang
terjadi karena meningkatnya kebutuhan jantung yang disebabkan oleh kondisi
lain seperti anemia atau tiroksikosis. Vasokontriksi dapat terjadi pada kondisi
gagal jantung dengan penurunan output sedangkan pada gagal jantung
dengan peningkatan output terjadi vasodilatasi. Pada tipe gagal jantung
dengan kemunduran merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan dalam
sistem pengosongan satu atau kedua ventrikel. (Crawford, 2009).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung penegakan
diagnosis gagal jantung adalah:
a. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam
mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung
khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
b. Sonogram
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
c. Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan dan sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi. Juga
mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.
e. Rontgen thoraks
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal. Pada pemeriksaan rontgen dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran
kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila
tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran
cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus.
Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada
lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat
pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang
lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
f. Pemeriksaan darah
perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah
bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi.
Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena
itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui
adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis
apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin
converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung
berat dapat terjadi proteinuria.
g. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah (AGD)
Ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia
dengan peningkatan PCO2 (akhir).
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
j. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung kongesti.
k. Ekokardiografi
merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal
jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai
struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan
ekokardiografi adalah: semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah
bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan
dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel
kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).
Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi
diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko
emboli.
F. Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit jantung terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi, yaitu:
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Riwayat Keluarga
Adanya riwayat dalam keluarga yang menderita penyakit jantung,
meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Riwayat dalam keluarga
juga tidak dapat dirubah. Namun informasi tersebut sangat penting bagi
dokter. Jadi informasikan kepada dokter apabila orang tua anda, kakek
atau nenek, paman / bibi, atau saudara ada yang menderita penyakit
jantung.
2. Umur
Laki-laki yang berusia lebih dari 45 tahun dan wanita yang berusia lebih
dari 55 tahun, mempunyai risiko lebih besar terkena penyakit jantung.
3. Jenis kelamin
4. Obesitas
Kegemukan membuat jantung dan pembuluh darah kita bekerja ekstra
berat. Diet tinggi serat (sayuran, buah-buahan), diet rendah lemak, dan
olah raga teratur dapat menurunkan berat badan secara bertahap dan
aman. Diskusikan dengan dokter untuk menurunkan berat badan secara
aman.
1. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung. Jika tekanan darah
anda tinggi, berolahragalah secara teratur, berhenti merokok, berhenti
minum alkohol, dan jaga pola makan sehat. Apabila tekanan darah tidak
terkontrol dengan perubahan pola hidup tersebut, dokter akan meresepkan
obat anti hipertensi (obat penurun tekanan darah).
2. Diabetes melitus
Diabetes, meningkatkan resiko penyakit jantung. Diskusikan dengan
dokter mengenai penanganan diabetes dan penyakit lainnya. Gula darah
yang terkontrol baik dapat menurunkan risiko penyakit jantung.
3. Dislipidemia
4. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik juga berdampak tidak baik bagi kesehatan.
Olahragalah secara teratur untuk mencegah penyakit jantung (Brunner
dan Suddarth, 2000).
5. Diet tidak sehat
6. Stres
G. Penatalaksanaan Medis
l. Menghilangkan Faktor pencetus
Mengurangi gagal jantung dengan memperbaiki fungsi pompa jantung,
mengurangi beban jantung dengan pemberian diet rendah garam, diuretic
dan vasodilator
2. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya, baik secara medis atau bedah
Meningkatkan oksienasi dengan pemberian oksigen, diusahakan agae
PaCO2 sekitar 60-100 mmHg (saturasi o2 90 - 98 %) dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat / pembatas aktifitas.
3. Pemberian obat – obatan sesuai dengan program, seperti morfin diberikan
untuk menurunkan faktor preload an afterload; Furosemide untuk
mengurangi oedema/diuresis; minofilin untuk merangsang miokardium;
obat Inotropik kontraktilitas miokardium; ACE inhibitor menurunkan
afterload dan meningkatkan kapasitas fisik; Nitrogliserin untuk
menurunkan hipertensi vena paru. Bila perlu menggunakan Central Venous
Pressure atau juga dengan Swan Ganz Chateter.
a. Identitas
Data biografi yang perlu dipertimbangkan adalah usia, jenis kelamin,
suku/bangsa. Penyakit cardiovaskuler lebih sering pada usia 40-60
tahun, laki-laki lebih sering dari pada wanita, bising jantung lebih
sering pada kulit putih, sedangkan hipertensi lebih sering pada kulit
hitam.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Dispneu, edema periper, kelelahan dan kelemahan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST:
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang,
timbul atau terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang
memperberat dan memperingan keluhan.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah pasien menderita:
Hipertensi
Hiperliproproteinemia
Diabetes melitus
Rematik fever dan penggunaan obat-obatan tertentu.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit cardiovaskuler, DM, Penykit renal dan
predisposisi genetik.
c. Pola Fungsional Gordon
Menurut Pola Fungsional Gordon Terdapat 11 pengkajian
fokusnya adalah sebagai berikut:
1. Pola Menejemen Kesehatan Dan Persepsi Kesehatan
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit pada pasien, pengetahuan
status kesehatan pasien saat ini, perlindungan terhadap kesehatan,
perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan.
2. Pola Metabolik dan Nutrisi
a. Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan
berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
3. Pola Eliminasi
a. Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih
malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
4. Pola Akivitas Dan Latihan
a. Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda: Gelisah, perubahan status mental mis: letargi, tanda vital
berubah pad aktivitas.
5. Pola Istirahat – Tidur
a. Gejala: insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat.
6. Pola Persepsi – Kognitif
a. Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas dan sakit pada otot.
b. Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.
7. Pola Konsep Diri – Persepsi Diri
Kaji keadaan fisik pasien, segala sesuatu yang berkaitan dengan
tubuh, ancaman terhadap konsep diri ( sakit, perubahan peran ).
8. Pola Hubungan Peran – Peran
Kaji pasien mengenai gambaran tentang peran berkaitan dengan
keluarga, teman, kerja. Kepuasan / ketidakpuasan menjalankan
peran. Hubungan dengan orang lain.
9. Pola Reproduksi – Seksualitas
Kaji pasien mengenai menstruasi (perempuan), jumlah anak, dan
penggunaan alat kontrasepsi.
10. Pola Toleransi Terahadap Stres – Koping
Kaji pasien mengenai sifat pencetus stress yang dirasakan baru –
baru ini, tingkat stress yang dirasakan, strategi koping yang biasa
digunakan.
11. Pola Keyakinan – Nilai
Kaji pasien mengenai latar belakang budaya/ etnik, pentingnya
agama/ spiritual, keyakinan dalam budaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
d. Pemeriksaan Fisik
tekanan darah, mean arterial presure, bunyi
jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas
tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3
cmH2O, hepatojugular refluks
Evaluasi faktor stress: menilai insomnia,
gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
Palpasi abdomen: hepatomegali,
splenomegali, asites
Konjungtiva pucat, sklera ikterik
Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu
akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi
badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral
PMI/ iktus kordis,
IV. Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut
diharapkan dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga
pelaksanaan keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang
ditentukan Implementasi ini juga dilakukan oleh perawatdan harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik (Hidayat,
2002).
V. Evaluasi