Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1
2.4 Patofisiologi
2.5 Komplikasi
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
2.7 Penatalaksanaan
Bab III : Askep teoritis “Fraktur”
3.1 Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan diagnostik
c. Analisa data
3.2 Diagnosa Keperawatan
Bab IV : Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar pustaka
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Patofisiologi edisi IV).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang diakibatkan dari
trauma (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. II).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Kapsel Kedokteran,
Jilid II).
2. Tak langsung
Bila kerusakan ini luas, mereka mungkin terjadi sebagai akibat kombinasi
kompleks berbagai stress dasar (misalnya : kompresi, traksi,
pembengkokan, shearing dan torsi) bukannya karena satu stress tunggal.
3
Berdasarkan adanya luka :
1. Fraktur terbuka
Yaitu bila terdapat luka, dimana fragmen tulang mendesak ke otot dan
kulit, sehngga adanya hubungan dengan dunia luar. Patah tulang di
klasifikasikan lagi menurut Gustilo Anderson, yaitu :
Tipe I : Luka tembus dengan diameter 1 cm atau kurang dan keadaan luka
relatif bersih, tidak disertai dengan adanya kontisio otot atau
jaringan luar di sekitarnya penyebabnya energi ringan.
Tipe II : Terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm, tanpa disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas, flap atau luka avulsi.
Tipe III : Patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang
luas, termasuk otot kulit dan sistem neorovaskuler.
Penyebabnya energi yang besar dan patah tulangnya mempunyai fragmen
yang besar, dibagi lagi menjadi.
Tipe III A : Bagian tulang terbuka masih dapat ditutup oleh jaringan lunak.
Tipe III B : Terdapat kehilangan jaringan lunak yang luas dan
terkelupasnya periosteum dan bone exposure biasanya
terdapat kontaminasi yang pasif.
Tipe III C : Disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan.
2. Fraktur tertutup
Dimana fraktur tidak disertai dengan adanya robekan jaringan kulit
sehingga ujung-ujung fragmen yang patah tidak langsung berhubungan
dengan dunia luar.
Berdasarkan posisinya :
Sebatang tulang panjang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. 1/3 proximal (1/3 bagian atas)
2. 1/3 medual (1/3 bagian tengah)
3. 1/3 distal (1/3 bagian bawah).
4
Fraktur pada tempat khusus
Cedera pada struktur skelet dapat bervariasi dari fraktur linear sederhana
sampai cedera remuk berat. Penatalaksanaan terapeutik ditentukan berdasar
jenis dan lokasi fraktur dan beratnya kerusakan struktur di sekitarnya.
Penyembuhan fungsional maksimal merupakan tujuan penatalaksanaan.
5
Fraktur radius dan ulna
Fraktur kaput radii sering terjadi dan biasanya terjadi akibat jatuh dan tangan
menyangga dengan siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi
siku (hemartrosis), harus diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan
memungkinkan gerakan awal. Imobilisasi untuk fraktur tanpa pergesaran ini
dilakukan dengan pembebatan.
Fraktur tangan
Trauma tangan sering memerlukan pembedahan rekonstruksi ekstensif.
Tujuan penanganan adalah selalu mengembalikan fungsi maksimal tangan.
Fraktur pelvis
Tulang sakrum, ilium, pubis dan iskium yang membentuk tulang pelvis, yang
merupakan cincin tulang stabil dan menyatu pada orang dewasa. Fraktur
pelvis dapat disebabkan karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau
cedera remuk.
Fraktur femur
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat. Bila bagian kaput, kolum,
atau trokhanterik femur yang terkena, terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga
dapat terjadi pada batang femur dan di daerah lutut (fraktur suprakondiler dan
kondiler).
6
Fraktur pinggul
Ada insidensi tinggi fraktur pinggul pada lansia, yang tulangnya biasanya
sudah rapuh karena osteoporosis (terutama wanita) dan yang cenderung sering
jatuh.
Fraktur iga
Fraktur iga tanpa komplikasi sering terjadi pada orang dewasa dan biasanya
tidak mengakibatkan gangguan fungsi.
7
2.2 Etiologi
1. Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada
daya tahan tulang.
2. Fraktur terjadi karena tulang yang sakit (osteoporosis), ini dinamakan
fraktur patologi.
8
2.4 Patofisiologi
Fraktur
Kejang otot
Disposisi tulang
2.5 Komplikasi
1. Komplikasi dini
a. Lokal
- Vaskuler :
Comportment syndrome (volkmans iscemia)
Trauma vaskuler.
- Neurologis : lesi medula spinalis/saraf perifer.
b. Sistemik
Emboli lemak
9
2. Komlikasi lanjut
Lokal :
- Tekanan sendi/kontraktur
- Disuse atrofi otot-otot
- Malunion
- Non union/infected nonunion
- Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
- Osteoporosis post trauma.
2.7 Penatalaksanaan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu, sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (air way), proses pernapasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting
dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
10
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasanganbidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Pengobatan konservatif
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang
patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi
bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan dari kendaraan sebelum
dapat dilakukan pembidaian. Ekstremitas harus disangga di atas dan di
bawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.
Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari grakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian
yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak
oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera dimobilisasi dengan memasang
bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat
dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, ekstremitas yang
sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera
ekstremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah
yang cedera digantung pada ling. Peredaran di destal cedera harus dikaji
untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untk
mencegah kontaminasijaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
11
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap, pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian
dari sisi cedera ekstremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Pengobatan secara operatif
a. Rekognisi Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan
yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh
penderita sendiri menentukan apakah ada fraktur dan apakah perlu
dilakukan pemeriksaan spesifik untuk mencari adanya fraktur, nyeri
pada fraktur tulang, panjang sangat khas.
b. Reduksi : Usaha dan tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi dari reduksi
Sebagai aturan umum, maka gips yang dipasang untk mempertahankan
reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan di bawah fraktur.
d. Rehabilitasi : Harus segera dimulai dan dilaksanakan bersamaan
dengan pengobatan fraktur.
12
BAB III
ASKEP TEORITIS “FRAKTUR”
3.1 Pengkajian
Letak fraktur :
Nyeri, nyeri tekan, edema.
Kulit terbuka atau utuh.
Warna dan suhu di sekitar jaringan.
Adanya denyutan distal pada daerah patah tulang.
Kebas, kesemutan.
Perdarahan, hematoma.
Keterbatasan, keterbatasan motalitas.
Posisi ekstremitas abnormal.
Tanda-tanda syok, hipotensi, takikardia :
a. Pemeriksaan Fisik
Nyeri pada lokasi fraktur, terutama pada saat digerakkan.
Pembengkakan
Pemendekan ekstremitas yang sakit.
Paralisis (kehilangan daya gerak).
Angulasi ekstremitas yang sakit.
Krepitasi (sensasi keripik yang ditimbulkan bila mempalpasi patahan-
patahan tulang).
Spasme otot.
Parestesia (penurunan sensasi).
Pucat dan tidak ada denyut nadi pada bagian distal pada lokasi fraktur
bila aliran darah arteri terganggu oleh fraktur.
b. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgen.
13
Scan tulang, haimogram, scan CT, MRI.
Arteriogram.
Hitung darah lengkap.
Kreatinin.
Profil koagulasi.
Photo sinar X dari ekstremitas yang sakit dan lokasi fraktur.
c. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Fraktur Gangguan rasa
Keluhan nyaman nyeri
nyeri. Keterbatasan Pemasangan Mencuatnya Nyeri
Fokus pada gerak gips/traksi tulang yang perge-
diri sendiri/ patah rakan.
fokus
menyempit. Imobilitas Kerusakan jaringan
DO : lunak yang terda-
Distraksi pat di sekitar fratur
Perubahan Konstipasi Luka terbuka
tonus otot
Respon
otonomik Potensial Perdarahan Pembengkaka
infeksi
2 DS : Pertumbuhan bakteri Kurangnya
Mengeluh aktifitas/
tidak bisa Kejang otot mobilitas fisik
melakukan
pergerakan Disposisi tulang
Menolak Kerusakan
untuk Integritas
bergerak Kulit.
DO :
Ketidakmam
puan untuk
bergerak
Penurunan
kekuatan
otot/kontrol
otot.
3 Potensial
terjadi infeksi.
14
4 Potensial
gangguan
integritas kulit
5 Potensial
konstipasi
15
dapat memberikan kenyamanan bagi klien.
4. Lakukan teknik distraksi Dengan melakukan teknik distraksi pada
dengan menyuruh klien klien dapat mengalihkan perhatian terhadap
membaca koran saat nyeri rasa nyeri kepada hal-hal yang lain.
dirasakan. Dengan melakukan teknik relaksasi napas
5. Ajarkan teknik relaksasi dalam dapat mengurangi ketegangan otot-
napas dalam otot yang dapat menurunkan ambang nyeri.
16
Tujuan jangka panjang :
a. Luka sembuh
b. Tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi
17
b. Kulit tidak lecet.
c. Kulit bersih tidak lembab.
Kriteria hasil :
a. Menyatakan ketidaknyamanan tulang.
b. Mewujudkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
c. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Intervensi Rasional
1. Periksa keadaan kulit tentang
Dengan pemeriksaan tersebut dapat
kebersihan, perubahan
mengetahui sedini mungkin bila ada tanda-
warna, luka atau oedema. tanda kerusakan kulit.
2. Lakukan perubahan posisi. Kulit yang mendapat penekanan sirkulasi
darahnya kearea tersebut menjadi lancar
dengan adanya perubahan posisi.
3. Jaga kebersihan alat tenun Alat-alat tenun yang bersih dapat
dan ganti secara teratur. mengurangi resiko kerusakan kulit dan
mencegah masuknya mikroorganisme ke
kulit.
4. Massage pada daerah yang Massage pada daerah yang tertekan akan
tertekan. merangsang sirkulasi darah pada daerah
tersebut, sehingga dapat menimbulkan
kenyamanan bagi klien.
Intervensi Rasional
1. Melatih klien untuk Dengan melakukan pergerakan yang
melakukan pergerakan melibatkan daerah abdomen akan
yang melibatkan daerah meningkatkan ketegangan otot abdomen
18
abdomen, seperti miring yang membantu peningkatan peristaltik
kanan atau miring kiri. isis, sehingga feses dapat keluar dengan
lancar.
2. Berikan cairan yang Dengan memberikan cairan yang adekuat
adekuat. akan meningkatkan kandungan air dalam
feses, sehingga pengeluaran feses akan
lancar.
3. Berikan makanan tinggi Makanan tinggi serat akan menarik caira
serat. dari luar lumen usus, sehingga feses
konstipasinya lembek dan mudah
dikeluarkan.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga
yang melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut
konfigurasi (transversal, spiral, oblik, segmental, depresi), lokasi (drafisial,
metafisial, intra- artikuler) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang
mengelilinginya (terbuka dan tertutup).
Gejala klinis berupa nyeri, bengkak, deformitas, ekomosis,
ketidakstabilan, dam krepitus. Diagnosis minimum membutuhkan radiografi
dan ortogonal, termasuk gambaran sendi di atas dan dibawah fraktur. Evaluasi
harus termasuk penilaian terhadap luka-luka lainnya, seperti penilaian fungsi
neurologik dan vaskuler pada perlukaan ekstremitas
4.2 Saran
Penyusun berharap agar pembaca dapat memahami isi dari makalah ini
dan penyusun berharap apa yang telah diperbuat dalam penyusunan makalah
ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kesehatan pada khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya. Amiin.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
DAFTAR ISI
22
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt., atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Fraktur.
Dalam menyelesaikan tugas ini, kami menyadari akan segala kekurangan.
Akan tetapi, meskipun demikian, kami tetap berusaha untuk menyelesaikan dengan
kemampuan yang ada pada diri kami. Walaupun demikian kami berusaha semaksimal
mungkin di dalam menyelesaikan tugas ini, sehingga diharapkan akan bermanfaat
bagi kita semua.
Dalam pembuatan Askep ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Akhir kata, semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami
mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amiin.
Penulis
23
i