Sunteți pe pagina 1din 38

MAKALAH METODOLOGI KEPERAWATAN

PENGKAJIAN DAN ANALISA DATA PADA PASIEN


TUBERCULOSIS

Disusun Oleh:

Hanifah Putri Lidyani (P17320317005)


Mirna Aryani Sofia (P17320317016)
Rhawziana Nurdin (P17320317017)

Tingkat IIA

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


PRODI KEPERAWATAN BOGOR
2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang pengkajian keperawatan pasien
Tuberculosis (TBC).

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang pengkajian


keperawatan pasien Tuberculosis (TBC) ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi bagi pembaca.

Bogor, 29Agustus 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1

1.3 Tujuan Rumusan Masalah ................................................................................. 1

BAB II DASAR TEORI .................................................................................................. 2

2.1 Pengertian Tuberculosis ..................................................................................... 2

2.2 Etiologi ............................................................................................................... 5

2.3 Patogenesis dan Patofisisologi ............................................................................ 7

2.4 Manifetasi Klinis ............................................................................................... 9

2.5 Diagnosis ........................................................................................................... 9

2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................ 13

2.7 Komplikasi ........................................................................................................ 15

BAB III TINJAUAN KASUS ........................................................................................ 16

3.1 Pengkajian ......................................................................................................... 16

3.2 Analisa Data ...................................................................................................... 23

3.3 Rencana Keperawatan ...................................................................................... 25

3.4 Tindakan Keperawatan ..................................................................................... 28

3.5 Catatan Perkembangan ..................................................................................... 30

3.6 Evaluasi Hasil ................................................................................................... 32

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 33


4.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 33

4.2 Saran ........................................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle
bacillus") merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus
bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria,
umumnya Mycobacterium tuberculosisTuberkulosis biasanya menyerang paru-
paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis
menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin,
atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara. Infeksi TB umumnya
bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten
yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka
lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengakajian pada pasien Tuberculosis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahuipengakajian pada pasien Tuberculosis.
.
BAB II

KONSEP DASAR TEORI

2.1 Definisi
Tuberkolosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkimparu–
paru, disebabkan oleh Mycobacterium tubercolosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dana nodus limfe.
Tubercolosis pada manusia ditemukan dalam dua bentuk yaitu :
A. Tubercolosis primer
Tuberculosis primer jika terjadi pada infeksi yang pertama
kali.Tuberkulosis primer merupakan infeksi bakteri TB dari penderita yang
belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB
terihirup dari udara melalu saluran pernafasan dan mencapai alveoli atau
bagian terminal saluran pernafasan, maka bakteri akan ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini,
bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang
biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan akan menghacurkan
makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik
monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel. Sebelum
menghancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh
limfokin yang dihasilkan oleh limfosit T.
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama.
Ada makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan
perangsang limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease, elastase,
kolagenase, serta colony stimulating factor untuk merangsang produksi
monosit dan granulosit pada sumsung tulang. Bakteri TB menyebar melalui
saluran pernafasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk
epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipesensitivitas seluler (delayed hipersensivitas) terhadap bakteri
TB. Hal ini terjadi 2-4 minggu dan aka terlihat pada tes tuberkulin.
Hipesnsivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan
makrofag.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentyk fokus lokal (fokus
Ghon), sedangkan fokus inisial bersama – sama dengan limdenopati
bertempat di hilus (kompleks primer ranks) dan disebut jugaTB primer.
Fokus primer paru biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak
diatas atau dibawah fisura interlobaris, atau dibagian basal dari lobus inferior.
Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan
akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan infeksi
yang bersifat sistemis.
B. Tubercolosis sekunder
Kuman yang dorma pada tuberkolosis primer akan aktif setelah bertahun –
tahun kemudian sebagian infeksi endogen menjadi tuberkolosis dewasa.
Mayoritas terjadi karena adanya penurunan imunitas, misalnya pada
malnutrisi, penggunaan alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal
ginjal.
Setelah terjadi dari resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman dijaringan parut.sebanyak 90%
diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB (TB pasca
primer/Tb sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme,
keganasan, silikosis, diabetes melitus, dan AIDS.
Berbeda dengan TB primer, TB sekunder kelenjar limfe regional dan
kelenjar lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi
imunologi terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip yang terjadi
dengan TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih menyolok dan
menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma.
Protease yang dikeluarkan oleh makrofag atif akan menyebabkan pelunakan
bhan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa dapat terbentuknya
kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi
nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensivitas).
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjtan dari sumber
eksogen , terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah
terinfeksi bakteri TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah apikal atau
segemen posterior lobus superior (fokus simon), 10-20 mm dari pleura dan
segmen apikal lobus inferior. Hal ini mungkin disebabkan ole kadar oksigen
yang tinggi didaerah ini sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri
TB.
Lesi sekunder dapt berkaitan dengan kerusakan paru. Kerusakan paru
dapat diakibatkan oleh produksi sitokin (tumor necroting factor) yang
berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal dan
berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan
fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada kavitas yang kronis adalah
kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan mycetoma.
a. Klasifikasi tuberkulosis dari sistem lama
1. Pembagian secara patologis
- Tuberkolosis primer (Childhood tuberculosis)
- Tuberculosis post primer adult tuberculosis
2. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberkolosis paru (koch
pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang
menyembuhkan)
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
- Tuberculosis minimal
- Moderately Advanced tuberculosis
- Far Advanced tuberculosis
b. Klasifikasi menurut American thoracic Society
1. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak negatif, tes tuberkulin negatif.
2. Kategori 1 : Terpajan tuberkolosis, tapi tidak ada bukti infeksi.
Disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
3. Kategori 2 : Terinfeksi tuberkolosis, tetapi tidak sakit. Tes
tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori 3 : Terinfeksi tuberkolosis dan sakit.
c. Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis
dan makrobiologis:
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam:
- TB tersangka yang diobati sputum BTA (-) tetapi tanda-tanda lain
positif
- TB tersangka yang tidak diobati sputum BTA negatif dan tanda-
tanda lain juga meragukan

d. Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam empat kategori yaitu


(sudoyo Aru)
1. Kategori 1, ditujukan terhadap:
- Kasus batu dengan sputum positif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2, ditujukan terhadap:
- kasus sembuh
- kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3, ditujukan terhadap:
- kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
- kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4. Kategori 4 ditujukan terhadap TB kronik

2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri mycrobacterium tubercolosis. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan
sinar ultraviolet. ada dua macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human
dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis
tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di
udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi
bisa bila menghirupnya. (Wim De Jong).
Bakteri atau kuman mycrobacterium tuberculosis berbentuk batang. Sebagian
besar kuman berbentuk lemak/lipid, sehingga kuman tahan teradap asam dan
tahan terhadap bahan kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah yang banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan
oksigen yang tinggi yaitu apikal atau apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi
pada penyakit tubercolosis. Penuluran utama pada TB adalah oleh bakteri yang
terdapat dalam droplet yang dikeluarkan penderita sewaktu batuk, bersin, bahkan
bicara.
Setelah organisme terinhalasi dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan
hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah
ini dapat menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat bertahan
sampai bertahun-tahun. (Patrick davey).
Dalam perjalanan penyakitnya terdapat empat fase: (Wim De Jong)
1. Fase 1 (fase tuberkolosis primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (fase laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun / seumur
hidup) dan reaktivitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh,
dan bisa di tulang panjang, vertebra, Tuba Fallopi, otak, kelenjar limfe hilus,
leher dan ginjal.
4. Fase 4: dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke
organ yang lain dan yang kedua keginjal setelah paru.

2.3 Patogenesis dan Patofisiologi


Ketika seorang pasien TB paru batuk, bersin, atau berbicara maka secara tak
sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ketanah, lantai atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, dropet tadi menguap.
Menuapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin yang
membuat bakteri tubercolosi yang terkandung dalam droplet nukleat terbang ke
udara. Apabila bakteri tersebut terhirup oleh orang yang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena infeksi bakteri tubercolosis. Penularan bakteri melalui udara
disebut dengan istilah air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati
pertahanan mukosilier saluran pernafasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik
lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri
(multiplying). Bakteri tubercolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi
primer atau foku Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang
bersama fokus primer disebut kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang
yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat
bakteri tubercolosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpagkal dari komplek primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui berbagai jalan, yaitu :
1. Percabangan bronkhus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkhus dapat mengenai area paru atau
melalui spuntum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke
saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati
atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalu
duktus limfatikus dan menimbulkan tubercolosi milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau
mengangkut material yang mengandung bakteri tubercolosis dan bakteru ini dapat
mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenkar
adrenal, otak dan meningen.
4. Reaktivasi infesi orimer (infeksi ppasca primer)
Jika pertahan tubuh (inang) kuat, maka infeksi tidak berkembang lebih jauh
dan bakteri tubercolosi tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi
dorman atau tidur. Ketika suatu saat inang melemah akibat sakit lama/keras atau
memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri
tubercolosi yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivitas
infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun – tahun
setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat
diakibatkan oleh bakteri tubercolosis yang baru masuk ketubuh (infeksi baru),
bukan bakteri dorman yang aktifkembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya
infeksi pasca primer terutama berada di daerah apeks paru.
Setelah terjadi dari resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman dijaringan parut.sebanyak 90% diantaranya
tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB (TB pasca primer/Tb
sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan,
silikosis, diabetes melitus, dan AIDS.
Berbeda dengan TB primer, TB sekunder kelenjar limfe regional dan kelenjar
lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologi
terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip yang terjadi dengan TB
primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa
(perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh
makrofag atif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa dapat terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB
sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas
seluler (delayed hipersensivitas).
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjtan dari sumber
eksogen , terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi
bakteri TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah apikal atau segemen posterior
lobus superior (fokus simon), 10-20 mm dari pleura dan segmen apikal lobus
inferior. Hal ini mungkin disebabkan ole kadar oksigen yang tinggi didaerah ini
sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri TB.
Lesi sekunder dapt berkaitan dengan kerusakan paru. Kerusakan paru dapat
diakibatkan oleh produksi sitokin (tumor necroting factor) yang berlebihan.
Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal dan berisi pembuluh
darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal.
Masalah lainnya pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti
aspergillus yang menumbuhkan mycetoma.

2.4 Manifestasi klinis


1. Demam 40-41 derajat Celcius serta ada batuk / batuk darah
2. Sesak nafas dan nyeri dada.
3. Malaise, keringat malam.
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada.
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit.
6. Pada anak
- Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
- Batuk kronik ≥ 3 minggu dengan, atau tanpa wheeze.
- Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
- Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul <7 hai
setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem scoring TB anak.
- Anak TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke rumah sakit untuk
evaluasi lebih lanjut.
2.5 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala
klinis,mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis
nasional,penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosisutama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan
dapatdigunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan
pemeriksaan fototoraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TBparu, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
2.5.1 Gejala
a) Gejala sistemik/umum
o Penurunan nafsu makan dan berat badan.
o Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
o Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanyadirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
b) Gejala khusus
o Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju keparu-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
o Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
2.5.2 Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas
dankelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal
ataudapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda
pemeriksaanfisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi
redup, bunyinapas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru.
Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea
kesisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas
atautanda adanya penebalan pleura.
2.5.3 Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilaikeberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahakuntuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen
dahakyang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-
pagisewaktu (SPS).
1. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak
untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
2. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
3. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi hari.
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitupemeriksaan
mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan
pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan
auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan).
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
IUATLD(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang
merupakan rekomendasi dari WHO.
2.5.4 Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah
metoderadiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak
yangkemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
secaracepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji
kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria Growth
Indicator Tube (MGIT).
2.5.5 Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik
untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan
nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon
terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh
penderita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga
tidak menyingkirkan diagnosa TBC.
2.5.6 Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi
ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada
pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa
kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila:
o Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
o Hemoptisis berulang atau berat
o Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk.
o Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
o Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
o Bayangan bercak milier.
o Efusi Pleura
o Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah.
o Kalsifikasi.
o Penebalan pleura.

Gambar Alur Diagnosis Tb Paru


2.6 Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2008) pentalaksanaan tuberkulosis paru menjadi
tigabagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case
finding).
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
a. Pemeriksaan kontrak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yangbergaul
erat dengan penderita tuberkulosis paru Basil Tahan Asam(BTA) positif.
Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, danradiologi. Bila tes tuberkulin
postif, maka pemeriksaan radiologisfoto toraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masihnegatif, diberikan Bacillus Calmette dan Guerin
(BCG) vaksinasi.Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin
dandiberikan kemoprofilaksi.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompokpopulasi tertentu .
c. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette dan Guerin)
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH (Isoniazid) 5 %mg/kgBB
selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan ataumengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit. Indikasikemoprofilaksis primer atau utama ialah
bayi menyusui pada ibudengan BTA positif , sedangkan kemoprofilaksis
sekunderdiperlukan bagi kelompok berikut:
1) Bayi di bawah 5 tahun dengan basil tes tuberkulin positifkarena resiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB.
2) Anak remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positifyang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular
3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin darinegatif
menjadi positif
4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obatimunosupresif
jangka panjang
5) Penderita diabetes melitus.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang tuberkulosiskepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun petugas LSM(misalnya
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis ParuIndonesia-PPTI)
2. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Program nasional pemberatasan tuberkulosis paru, WHOmenganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan
kebutuhan pengobatan, sehingga penderita dibagi dalam empat kategori antara
lain, sebagai berikut :
a. Kategori I
Kategori I untuk kasus dengan sputum positif dan penderita dengan sputum
negatif. Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan setiap hari selama dua
bulan. Bila setelah 2 bulan sputum menjadi negatif dilanjutkan dengan fase
lanjutan, bila setelah 2 bulan masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang
2-4 minggu, kemudian dilanjutkan tanpa melihat sputum positif atau negtaif. Fase
lanjutannya adalah 4HR atau 4H3R3 diberikan selama 6-7 bulan sehingga total
penyembuhan 8-9 bulan.
b. Kategori II
Kategori II untuk kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif. Fase
intensif dalam bentuk 2HRZES-1HRZE, bila setelah fase itensif sputum negatif
dilanjutkan fase lanjutan. Bila dalam 3 bulan sputum masih positif maka fase
intensif diperpanjang 1 bulan dengan HRZE (Obat sisipan). Setelah 4 bulan
sputum masih positif maka pengobtan dihentikan 2-3 hari. Kemudian periksa
biakan dan uji resisten lalu diteruskan pengobatan fase lanjutan.
c. Kategori III
Kategori III untuk kasus dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas
dan kasus tuberkulosis luar paru selain yang disebut dalam kategori I, pengobatan
yang diberikan adalah 2HRZ/6 HE, 2HRZ/4 HR, 2HRZ/4 H3R3
d. Kategori IV
Kategori ini untuk tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena
kemungkinan pengobatan kecil sekali.Negara kurang mampu dari segi kesehatan
masyarakat dapatdiberikan H saja seumur hidup, sedangkan negara maju
pengobatan secara individu dapat dicoba pemberian obat lapis 2 seperti Quinolon,
Ethioamide, Sikloserin, Amikasin, Kanamisin, dan sebagainya.
2.7 Komplikasi
Apabila tidak diobati, bakteri TB dapat menyebar ke bagian tubuh lain dan
berpotensi mengancam jiwa pengidap. Beberapa komplikasi yang mungkin
terjadi adalah:
 Nyeri tulang punggung.
 Meningitis.
 Kerusakan sendi.
 Gangguan hati, ginjal, atau jantung.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. Identitas

a. Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 34th

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Alamat : Desa Mentosos, Jeru, Tuban

Status Pernikahan : Kawin

Diagnosa Medis : TB paru

b. Penanggung Jawab Pasien


Nama : Tn.A

Umur : 42th

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Alamat : Desa Mentosos, Jeru, Tuban

Status Pernikahan : Kawin

2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan Utama Datang ke RS
Pasien mengatakan batuk berdahak selama 3 bulan, sesak nafas.
b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak
c. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Pasien mengatakan sesak nafas, batuk disertai sputum, keluar
keringat dingin pada malam hari, nafsu makan menurun dan panas,
kemudian pasien masuk ke rs di IRD pada tanggal 27 april 2010 dan
ditempatkan di ruang dahlia deengan tangan sebelah kiri dipasang
infus d 5 drip amiono 2 tetes.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan 3 bulan batuk disertai sesak dan pernah
menjalani pengobatan di puskesmas jeru kemudian dibawa ke rsud dr.
Koesma dan sebelumnya pernah menderita seperti yang di deritanya
saat ini.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang menderita
penyakit seperti yang dideritanya seperti sekarang.
3. Pola Fungsi Kesehatan
f. Riwayat psikologi dan spriritual
 Psikologi
- Rumah : hubungan pasien dengan keluarga, tetangga dan
masyarakat sekitanya baik.
- Rumah sakit : pasien berhubungan baik dengan keluarga yang
mendampinginya tetapi kurang tanggap terhadap informasi
yang diberikan
 Spiritual
- Rumah : pasien beragama islam, rutin menjalankan solat 5
waktu
- Rumah sakit : pasien tidak melaksanakan solat 5 waktu karena
badannya masih lemah dan hanya berdo’a agar cepat sembuh
dari penyakit yang diderita sekarang.
g. Pola aktivitas sehari –hari
 Pola Nutrisi
- Rumah : pasien mengatakan 3x sehari dan habis 1 porsi
dengan menu sayur mayur, nasi, dan lauk pauk serta tidak ada
pantangan, pasien minum 5-6 gelas air dalam 24 jam/hari
1200L.
- Rumah sakit : pasien hanya mengahabiskan ½ porsi makan
dari jatah rumah sakit karena nafsu makan menurun dan pasien
merasa sesak, pasien minum habis 4 gelas/hari kurang lebih
800L dan mendapat terapi infus D5 drip amino 21 tetes.
 Aktivitas kerja dan latihan
- Rumah : pasien mengatakan pernah menjadi TKW dan pulang
kerumah sebagai IRT, biasanya pasien dirumah melakukan
aktivitas seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah
sebelum akhirnya masuk rumah sakit.
- Rumah sakit :

ADL 0 1 2 3 4 Keterangan

Makan/minum * 0: mandiri

Toileting * 1: dengan alatbantu

Berpakaian * 2: dibantu orang lain

Mobilisasi dari tempat * 3: dibantu orang lain


tidur dengan alat

Berpindah * 4: tergantung total

Ambulasi *

 Pola istirahat
- Rumah : pasien tidur 7-8 jam/hari dari jam 21.00 – 05.00
WIB dan sebelum tidur pasien mempunyai kebiasaan
menonton TV dan minum susu
- Rumah sakit : pasien tidur 5-6 jam/hari dari jam 23.00-05.00
WIB, terbangun jika pasien merasa haus dan mendengar suara
keluarga pasien lain.
 Pola eliminasi
- Rumah : pasien mengatakan BAB 2x sehari dan BAK 3-4x
sehari
- Rumah sakit : pasien mengatakan BAB 1x sehari dan BAK 3x
sehari
 Pola kebersihan diri
- Rumah : pasien mandi gosok gigi 2x sehari dan kramas 3x
sehari
- Rumah sakit : pasien hanya disasbun 1x/hari pagi mengganti
pakaian 2x/hari belum kramas dan gosok gigi
 Pola seksualitas
- Rumah : pasien biasa melakukan hubungan seksual 2x
dalam seminggu dan tidak pernah mengalami gangguan
seksual.
- Rumah sakit : pasien tidak pernah melakukn hubungan
seksual, karena keadaan yang tidak memungkinkan .
 Pola nilai keyakinan
Pasien dan keluarga mengatakan mneganut agama islam dab
mempunyai keeyakinan bahwa penyakitnya adalah cobaan dari
tuhan.
 Manajemen koping
- Rumah : pasien biasanya menyelesaikan masalah dengan
anak dan isrinya dengan musyawarah
- Rumah sakit : masalah diselesaikan degn keluarga
 Kognitif perceptual
- Rumah : pasien menganggap sembuh atau tidaknya
penyakit sudah ada yang ngatur
- Rumah sakit : pasien cemas terhadap penyakitnya yang tidak
sembuh – sembuh.
4. Pemeriksaan Fisik

a. Umum

Keluhan utama : px tampak lemah, gelisah, tegang

Kesadaran : compas metis

GCS : 4-5-6

BB : 42 kg

TB : 165cm

TD : 110/60 mmHg

Nadi : 110x/menit

RR : 32x/menit

Suhu : 38’C

b. Head To Toe
1) Kepala
Inspeksi : pertumbuhan rambut merata, bentuk kepala simetris,
rambut tidak beruban, kulit kepala kotor.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada daerah kepala.
2) Mata
Inspeksi : kedua mata tampak simetris, konjungtiva merah muda,
anamnesis (-), pupil dapat merangsang cahaya, sklera putih jernih,
kulit disekitar mata kehitaman.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada daerah mata, bulu mata bersih
dan tidak mudah rontok
3) Hidung
Inspeksi : kebersihan (+), tidak ada selaput lendir, terpasang O2
kanul sebanyak 2 L/menit, tampak simetris, mukosa hiung
kemerahan, tidak ada tanda peradangan

4) Telinga
Inspeksi : tidak dapat serumen, kedua telinga tampak simetris
Palpasi : tidakada nyeri tekan
5) Mulut :
Inpeksi : mukosa bibir kering, lidah tidak kotor, ada gigi yang
berlubang, tidak ada pembengkakan tonsil.
6) Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tulang leher
tampak simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada leher, tidak ada keluhan nyeri
tekan
7) Thorax
- Paru – paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, terdapat penarikan interkosta saat
inspirasi, jumlah 32x/menit
Palpasi : saat vocal fremitus teraba sama pada semua lapang paru.
Tidak ada nyeri tekan + +
Tidak ada nyeri tekan + +

Perkusi : terdapat suara sonar + +


+ +
Aukultasi : terdengar suara tambahan seperti ronchi dan wheezing
pada setiap lobus paru +
+
+
+
+
- Jantung
Inpeksi : teraba pulsas (denyutan) pada daerah iktus cardis pada
ICS 4 dan 5
Palpasi : terasa getaran apke jantung dengan menggunakan 4
telapak jari
Perkusi : batas jantung : kanan ICS II LS (dextra), jantung kiri atas
intra klavikula strenum II LS (sinistra), jantung kanan bawah ICS
IV (sinistra) jantung kiri bawah ICS V midklavikula sinistra
Auskultasi : terdengar suara lup dup
8) Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, dinding perut lebih datar
Auskultasi : terdengar peristaltik usus 15x/menit
Perkusi : terdengar suara timpany
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, turgor baik
9) Integumen
Inspeksi : kulit tampak kotor, tidak ada lesi, tidak ada sianosis,
ikteris
Palpasi : turgor kulit baik, teraba panas
10) Muskuloskletal : tidak terdapat fraktur dibagian tubh manapun

5. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pada pemeriksaan mikroskopis dakhak ditemukan BTA +.
2. Pemeriksaan Radiologi
- Ditemukan tanda – tanda lendir dibagian atas paru (infiltrat)
- Carakan vaskuler meningkat disekitar branchus
- Kadang – kadang ditemukan rongga pada alveolus paru (cavitas)
3. Terapi Medik
Dosis obat antituberkulosis
Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu

(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 15 – 40 (maks 900 15 – 40 (maks 900


mg) mg) mg)

Rifampisin 10-20 (maks 600 10 – 20 (maks 600 15 – 20 (maks


mg) mg) 600mg)

Pirazinamid 15 – 40 (maks 2g) 50 – 70 (maks 4 g) 15 – 30 (maks 3 g)

Etambutal 15 – 25 (maks 2,5 50 (maks 2,5 g) 15 – 25 (maks 2,5 g )


g)

Streptomisin 15 – 40 (maks 1g ) 25 – 40 ( maks 1,5 g) 25 – 40 (maks 1,5 g)

3.2 ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. S

Umur : 34 th

No. RM : 533267

No Data Etilogi Masalah

1 Ds : Pasien mengatakan Mycobacterium TB Bersihan jalan nafas


sesak tidak efektif

Do : terdengar suara
tambahan whezing px
tampak lemas terdapat Infeksi saluran

penarikan intercosta. kemih

TTV:

Tekanan Darah : 110/60


mmhg Filtrasi sel radang

Frekuensi Pernapasan :
32x/menit
Suhu : 38,4oC

Nadi : 120x/menit Penumpukan sputum


pada saluran nafas

Penyempitan lumen
indo bronkus

wheezing

2 Ds : Pasien mengatakan Infeks saluran nafas Peningkatan suhu


badan terasa panas tubuh

Do : Pasien tampak
lemah, kulit teraba
panas, mukosa kering. Filtrasi sel radang

TTV :

Tekanan Darah: 110/60


mmHg Gangguan

Frekuensi Pernapasan : termoregulasi

32x/menit

Suhu : 38,4oC

Nadi : 120x/menit Panas

3 Ds : Pasien mengatakan Sesak Gangguan pemenuhan


nafsu makan menurun. nutrisi

Do : Pasien mengatakan
nafsu makn menurun
Do : pasien tampak Perubahan status
lemah, bibir tampak
kering

kesehatan

Ansietas

Cemas

Peningkatan asam
lambung

Mual/muntah

Anoreksia

Intake in adekuat
3.3 Rencana keperawatan

Nama pasien : Ny.S

Umur : 34 th

No.RM : 533267

No No Tujuan Intervensi Rasional


Diagnosa

1 I Setelah dilakukan 1. Observasi fungsi 1. Penurunan


tindakan pernafasan pasien bunyi nafas dapat
keperawatan menunjukkan
2. Atur posisi pasien
selama ± 1-2 jam atelektasis
dengan semi Fowler
bersihan nafas
2.Mengurangi
pasien menjadi 3. Kaji suara nafas
penekanan
efektif. 4. Kolaborasi dengan diafragma

Kriteria hasil : tim medis dalam


3. Wheezing
pemberian obat :
Tidak terpasang menunjukkan
kanul O² - Bronkodilator penyempitan jalan
nafas
Tidak terdapat - Antitusif
otot intercostal - Kostikosterid 4. Untuk
menentukan obat-
5. Ajarkan pasien
obat sesuai dengan
untuk batuk efektif
kondisi pasien
dengan teknik
clumbing 5. Membantu
untuk
mengeluarkan
sputum/sekret

II Selama dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui


tindakan perkembangan
keperawatan ± 2 2. Anjurkan pasien pasien
jam suhu tubuh banyak minum air
2. Agar dapat
dapat kembali putih
berkeringat dan
normal.
3. Kurangin aktivitas penguapan lebih
Kriteria hasil : fisik cepat

Pasien tampak 4. Kompres dingin 3. Aktivitas


segar. pada daerah lipatan berlebihan dapat
paha/ketiak meningkatkan
Kulit teraba
suhu tubuh
hangat 5. Kolaborasi dengan
tim medik pemberian 4. Pada daerah
Mukosa lembab.
antipiretik tersebut akan
Suhu : 36,5 - mempercepat
o
37,5 C penurunan suhu

5. Membantu
terapi yang tepat

2 II Setelah dilakukan 1. Beri penjelasan 1. Agar pasien


tindakan pasien tentang mengerti
keperawatan ± kebutuhan nutrisi kebutuhan nutrisi
2×24 jam bagi tubuh bagi tubuh
gangguan
2. Hidangkan 2. Merangsang
pemenuhan nutrisi
makanan selagi nafsu makan
tubuh dapat
hangat
terpenuhi. 3. Memaksimalkan
3. Dorong Makanan masukkan nutrisi
Kriteria hasil :
sedikit tapi sering bagi tubuh
Pasien habis 1
4.Selidiki 4. Dapat
porsi makan
anoreksia/mual- mempengaruhi
makanan yang di
muntah pilihan diet
sediakan rumah
sakit
Pasien tampak
segar

Berat badan
bertambah.

Nafsu makan
meningkat

TTV :

- Tekanan Darah
= 120/80 mmHg

- Suhu = 36,5°C -
37,5°C

- Nadi =
80×/menit

3.4 Tindakan Keperawatan

Nama Pasien : Ny.S

Umur : 34th

No.RM : 533267

No Hari/tanggal Jam Implementasi Respon pasien

1 Rabu 08.00 1. mengobservasi fungsi Pasien kooperatif


pernafasan pasien
28-04-2010 Pasien kooperatif
2. Mengatur posisi pasien
Pasien kooperatif
dengan semi fowler
Pasien mengerti jenis
3. mengkaji suara nafas
dan dosis obat
4. Memberikan hasil
Pasien menerima
kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian dengan baik
obat :

Bronkodilator

Antitusif

Kostikosterid

5. Menciptakan
lingkungan aman dan
nyaman

2 Rabu 08.00 1. Mengobservasi TTV Pasien kooperatif

28-04-2010 2. Menganjurkan pasien Pasien menerima


untuk banyak minum air dengan baik
putih
pasien menerima
3. Mengurangi aktivitas dengan baik
fisik
pasien kooperatif
4. Mengompres dingin di
pasien mengerti jenis
area lipatan paha dan
dan dosis obat
ketiak

5. Memberikan hasil
kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian
antipiretik

3 Rabu 08.00 1. Menjelaskan kepada Pasien mengerti


pasien tentang kebutuhan penjelasan perawat
28-04-2010
nutrisi bagi tubuh
pasien menerima
2. Menghidangkan dengan baik
makanan selagi hangat
pasien menerima
3. Mendorong makanan dengan baik
sedikit tapi sering pasien kooperatif

4. Menyelidiki anoreksia
atau mual muntah
3.5 CatatanPerkembangan

Nama Pasien : Ny.S


Umur : 34 th
No RM : 533267

No Diagnosa Hari/Tangga Evaluasi


Keperawatan l

1 I Rabu S : pasienmengatakan sesak berkurang

28-04-2010 O : Batuk jarang dengan sputum encer

A : masalah belum teratasi

P : rencana dilakukan no. 1,3,4

2 II Rabu S : pasien mengatakan suhu tubuh menurun

28-04-2010 O : suhu tubuh pasien 36,5°C

A : masalah teratasi sebagian

P : rencana dihentikan

3 III Rabu S : Pasien mengatakan nafsu makan bertambah,


pasien masih tampak lemah,BB : 42 KG
28-04-2010
O : Pasien menghabiskan ¾ porsi makan

A : masalah teratasi sebagian

P : rencana dilanjutkan no. 2,3,4,6, dan 7

4 I Kamis S : Pasien mengatakan sesak (-)

29-04-2010 O : batuk jarang, tidak ada sputum

A : Masalah teratasi sebagian

P : Rencana dilanjutkan no. 1 dan 4


5 III Kamis S : Pasien mengatakan nafsu makan bertambah,
pasien tampak lemas dan BB : 42Kg
29-04-2010
O : Pasien habis 1 porsi makan
A: Masalah belum teratasi

P : Rencana di lanjutkan no. 2,3,5 dan 7

6 I Kamis S : Pasien mengatakan sudah tidak sesk

29-04-2010 O : Pasien sudah tidak batuk, tidak ada sputum

A : Masalah teratasi

P : Rencana dihentikan

7 III Kamis S : Pasien mengatakan nafsu makan bertambah,


makan bertambah pasien tampak lemas, Bb :
29-04-2010
42Kg

O : Pasien habis 1 porsi makanan

A : Masalah teratasi sebagian

P : Rencana dilanjutkan
3.5 Evaluasi Hasil

Nama pasien : Ny.S

Umur : 34 th

No.RM : 533267

No Diagnosa Hari/Tanggal Evaluasi


Keperawatan

1 I Kamis Bersihan jalan nafas pasien menjadi efektif


yang ditandai dengan tidak batuk,
29-04-2010
wheezing (-), Sputum (-), masalah teratasi,
rencana di hentikan

2 II Kamis Peningkatan suhu tubuh sudah kembali


normal yang ditandai dengan suhu tubuh
29-04-2010
pasien 36,5°C masalah teratasi, rencana
dihentikan

3 III Kamis Kebutuhan nutrisi pasien belum tercukupi


ditandai dengan pasien tampak lemas, BB
29-04-2010
: 42Kg. Masalah teratasi sebagian, rencana
dilanjutkan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Tuberkolosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru–paru, disebabkan oleh Mycobacterium tubercolosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dana nodus limfe.
Pengkajiannya meliputi identitas pasien, pemeriksaan fisik, analisa data hingga
evaluasi.

4.2 Saran
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan
dengan prosedur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif, Amin Huda, Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuan Keprawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3.

Yogyakarta: Mediactoin.

Somantri, Imam. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem

Pernapasan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

https://www.scribd.com/doc/308316948/Laporan-Kasus-TBC-dewasa

S-ar putea să vă placă și