Sunteți pe pagina 1din 20

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

ANALISIS TIMBULAN SAMPAH DAN DESAIN DARI INSTALASI


KOMPOS DI KAMPUS IPB DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT
(Analysis of Solid Waste Generation and Design of Composting Installation in IPB
Campus Dramaga, Bogor, West Java)
Rahmafitri Arum Sabarina

1,2,3
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Jl. Raya Dramaga, Kampus IPB Dramaga, PO BOX 220, Bogor, Jawa Barat Indonesia

Penulis korespondensi: - . Email: -

Diterima: - Disetujui: -

ABSTRACT

Solid waste was generated by every unit in IPB Campus Dramaga. Such as, classrooms, laboratories,
cafeteria, offices, and dormintories. IPB has limited data about solid waste generation, even this data is
very important for successful waste management. Solid waste generation need two datas that is waste
generation data and waste composition data. The objective of this research were to calculate waste
generation in IPB Campus Dramaga and to design composting installation based on the generated waste
and odour emission. The measurement of waste generation and analysis of waste compostion was done
based on SNI 19-3694-1994 and SNI 19-7030-2004. Composting installation was designed by considering
three parameters such as temperature, odour emission and compost quality. The mean waste generation in
IPB Campus Dramaga was 0.04 kg/capita/day. Solid waste in IPB Campus Dramaga were dominated by
plastic, papers and food scrap. TComposting installation required three composting bins, packaging corner
which include storage room and sieving tool. Composting installation required minimum area 64.5 m2.
Design of composting installation were divided in three various model and required area about 117.6 m2
to 166.53 m2. The most suitable composting bin to implement was composting bin (CB3).
Key words: compost, composting installation, odour, waste composition, waste generation.

PENDAHULUAN

Institut Pertanian Bogor (IPB) adalah salah satu akademisi besar institusi di
Indonesia. Pengelolaan limbah padat yang dipraktikkan di IPB masih terbatas untuk
sekedar pengumpulan, transportasi, dan pembuang. Pembuangan di IPB dikategorikan
rendah teknologi, yaitu menggunakan sistem terbuka atau open dumping. open dumping
adalah salah satu perawatan umum karena anggaran yang rendah untuk pembuanagn
limbah dan tidak tersedianya tenaga kerja terlatih. Selanjutnya, open dumping juga
merupakan ancaman serius bagi air tanah dan tanah (Ali et al. 2013). Selain sistem open
dumping, IPB juga memiliki instalasi pengomposan, tetapi instalasi ini sedang dalam
pemeliharaan. Pengomposan adalah sebuah proses termediasi mikrobiologis dimana
organik mudah terdegradasi dalam limbah organik terdegradasi dan distabilkan (Cao et
al. 2010).

59
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

Limbah padat yang dihasilkan oleh setiap unit di kampus IPB Dramga seperti ruang
kelas, laboratorium, kantin, kantor, dan asrama. Limbah padat ini dibuang disebuah
tempat bernama Cikabayan. Produksi limbah padat meningkat setiap tahun karena
meningkatnya jumlah siswa dan kegiatan di Kampus IPB Dramaga. Pengukuran timbulan
limbah dan komposisi limbah padat telah dilakukan oleh PPLH (Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup), tetapi hasil pengukurannya tidak sesuai dengan standar SNI. Banyak
peneliti setuju bahwa studi karakteristik limbah merupakan langkah kritis pertama dalam
menyempurnakan perencanaan managemen pembuangan (Morrissey and Zavodska 2004;
Smyth et al. 2010; Virgen et al. 2012).
Menurut Kapolowitz et al. (2009), institusi tinggi, seperti IPB, mungkin sangat
cocok untuk memimpin perlindungan lingkungan untuk program limbah padat. Sampah
merupakan masalah yang kompleks dengan pertumbuhan populasi, keterbatasan lahan
dan kesulitan untuk menemukan situs yang cocok untuk membangun tempat pembuangan
akhir (Marmolejo et al. 2012). Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21 tahun
2006 (Kemen PU 2006), peningkatan program 3R (mengurangi, menggunakan kembali
dan mendaur ulang) harus disertai dengan meningkatkan fasilitas untuk pengolahan
limbah padat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3 tahun 2013 (Kemen
PU 2013), salah satu implementasi untuk pengolahan limbah padat dengan pengomposan.
Pengomposan adalah metode yang secara efektif mengurangi limbah padat ke TPA.
Instalasi kompos adalah teknologi rendah tetapi di Asia Tenggara komposasinya tidak
praktik umum karena operasi tinggi dan biaya pemeliharaan, biaya tinggi produk akhir
sehubungan dengan pupuk komersial (Ngunyen dan Schnitzer 2009), kinerja buruk dan
kinerja tidak efisien (Marmolejo et al. 2012). Banyak penelitian menunjukkan bahwa
pemasangan kompos menimbulkan bau tidak sedap proses penguraian bahan organik dan
dapat ditangani dengan menggunakan beberapa teknologi seperti penyerapan, adsorpsi
dan biofilter (Michael dan Reddy 1998; Sironi dan Botta 2001; Park et al. 2002).
Berdasarkan masalah limbah padat di IPB dan referensi pelaksanaan limbah padat,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan limbah dan komposisi sampah
di Kampus IPB Dramaga. Data timbulan limbah dan data komposisi limbah padat, akan
berguna untuk merancang kompos instalasi di Kampus IPB Dramaga. Selain itu,
mengusulkan Kampus IPB Dramaga untuk menerapkan sistem 3R.

60
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

METODOLOGI

Timbulan sampah dan komposisi sampah dikumpulkan di beberapa daerah di


kampus IPB Dramaga, sementara itu desain pemasagan kompos dilakukan di rumah
kompos. Penelitian ini dimulai dari bulan Maret hingga Mei 2016. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah timbangan (kapasitas 0-5 kg dan 0-100 kg), sebuah kotak
untuk pengukuran volume (dimensi 40 cm x 50 cm x 30 cm), tempat sampah ambil
sampel (volume 40 liter), sarung tangan, masker, termometer, pita pengukur, laptop,
Microsoft Office 2016, AutoCAD 2016, dan SketchUp. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini seperti limbah padat kompos dan kotoran kambung sebagai akivator
organik. Penelitian ini mengacu pada standar SNI 19-3694-1994 dan SNI 19-7030-2004.
Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengukuran dilakukan di tujuh gedung di Kampus IPB Dramaga, yaitu Gedung
Andi Hakim Nasoetion (AHN), Sekolah Pascasarjana (PASCA), Asrama Siswa
Perempuan (ASTRI), Asrama Siswa Laki-laki (ASTRI), Fakultas Teknologi Pertanian
(FATETA), Fakultas Kehutanan (FAHUTAN) dan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH).
Tujuh bangunan ini dipilih berdasarkan karakteristik penghuni di Kampus IPB Dramaga.
Menurut SNI (1994), sampah dipisahkan berdasarkan komposisinya seperti sisa
makanan, kertas, gelas, plastik, dedaunan dan banyak lagi. Setiap komposisi diukur
beratnya dengan menggunakan keseimbangan dan volumenya dengan mengukur dimensi.
Massa sampah diukur dengan menggunakan timbangan. Selain itu, limbah dikompresi
dan dimensinya diukur. Pengukuran dilakukan dalam 8 hari, kecuali untuk hari Sabtu dan
Minggu. Selain itu, penting untuk mengidentifikasikan jumlah orang di masing-masing
bangunan. Data timbulan sampah dinyatakan dalam kilogram/kapita/hari dan limbah data
komposisi dinyatakan dalam persen. Menghasilkan limbah dan limbah data komposisi
dihasilkan untuk merencanakan pengolahan limbah di kampus IPB Dramaga.
Desain pemasangan kompos dilakukan dengan menentukan berbagai model tempat
pengomposan. Setiap model tempat pengomposan dilakukan pemisahan sampah antara
limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik terdiri dari sisa makanan dan
dedaunan. Kotoran kambing digunakan sebagai tambahan yang memiliki fugsi sebagai
penggerak.

61
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

Selama proses pengomposan, masing-masing wadah dievaluasi untuk dua jenis


evaluasi, seperti variasi suhu dan variasi bau. Suhu variasi dipantau selama 60 hari.
Variasi bau untuk setiap wadah pengomposan dievaluasi secara berkala dengan
menggunakan metode judge panel. Bau diklasifikasikan skala dari +4 hingga -4.
Penelitian ini menggunakan enam anggota dan setiap minggu selama satu bulan. Proses
akhir pengomposan, produk kompos dari masing-masing tempat sampah dianalisis di
laboratorium, berdasarkan parameter sebagaimana dinyatakan dalam standar (SNI 2004).
Variasi suhu, variasi bau, dan kinerja kompos dianalisis untuk memilih nampan
pengomposan terbaik.

Gambar 1 Diagram alir penelitian

62
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

Penghitungan ukuran tempat pengomposan dilakukan dengan menggunakan data


timbulan sampah. Selain tempat pengomposan, bagian instalasi pengomposan lainnya
seperti alat pengayak dan sudut pengemasan kompos juga dianggap sebagai bagian dari
fasilitas pengomposan. Perhitungan dan analisis data menggunakan Microsoft Office
2016. Selain tempat pengomposan, instalasi pengomposan dianggap fasilitasnya. Instalasi
pengomposan diambil dengan menggunakan AutoCAD dan SketchUp berdasarkan
perhitungan di atas.
Pengukuran timbulan sampah dan komposisi sampah dilakukan dengan
menggunakan referensi standar Indonesia yang disebut SNI 19-3694-1994. Sampah
dipisahkan oleh komposisinya seperti sisa makanan, plastik, gelas, dedaunan dan banyak
lagi. Limbah yang dipisahkan diukur massanya dengan menggunakan keseimbangan.
Selanjutnya, limbah yang dipisahkan dipadatkan dan diukur dimensinya dengan
menggunakan pita pengukur. Data timbulan sampah dinyatakan dalam satuan
kilogram/kapita/hari, data dibagi dengan penghuni di setiap tempat pengujian. Wadah
tempat pengomposan ditentukan berdasarkan tiga parameter, yaitu temperatur, emisi
udara, kualitas sampah. Setelah penentuan dari tiga parameter tersebut, kapasitas limbah
padat dihitung. Penentuan instalasi kompos di pertimbangkan dari segi struktur dan
infrastrukturnya. Langkah terakhir desain instalasi dilakukan gambar teknik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinjauan umum lokasi dan data sekunder


Institut Pertanian Bogor terletak di Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Menurut stasiun BMKG Dramaga, curah hujan rata-rata di IPB adalah 1820 mm/hari dan
kelembabannya adalah 70 %. Data iklim ini berguna untuk memahamu curah hujan
sebagai pengganti penambahan air yang menjaga kelembaban dalam proses
pengomposan (Kumar 2011). Dalam merancang instalasi pengomposan, penting untuk
memahami data timbulan sampah sebagai kerangka acuan untuk meranang dan
mengimplementasikan sistem pengelolaan limbah baru (Liu dan Liptak 1999). Data
timbulan sampah dikumpulkan di 7 lokasi pengambilan sampel. Setiap lokasi
pengambilan sampel dipilih kepemilikan kantin, kepemilikan taman, karakteristik
penghuninya, dan probabilitas minimum untuk penghuni yang bergerak. Data timbulan

63
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

sampah ditampilkan dalam kilogram/kapita/hari. Selain itu, jumlah penghuni diseriap


lokasi pengambilan sampel diperlukan sebagai data sekunder. Mahasiswa di fakultas
dihitung degan menggunakan data mahasiswa dari semester kedua diatas. Mahasiswa di
ASTRA dan ASTRI dihitung dengan menggunakan data mahasiswa dari asrama. Data
karyawan tidak dimasukkan ke dalam data dosen. Karyawan diklasifikasikan ke dalam
dua kelas, pegawai pemerintah dan pegawai sementara.
Jumlah penghuni memiliki variasi di setiap lokasi pengambilan sampel. Variasi
penghuni itu terkait dengan fungsi masing-masing bangunan. AHN memiliki fungsi
sebagai pastoran universitas yang tidak memiliki siswa. Jumlah dosen di sekolah
pascasarjana tidak muncul karena data dosen sudah terwakili dalam data fakultas. Asrama
memiliki jumlah penghuni yang tinggi karena fungsi asrama untuk menampung siswa
tahun pertama. Jumlah penghuni di setiap lokasi pengambilan sampel ditunjukkan pada
Tabel 1 (Direktorat Sumber Daya Manusia, IPB).
Tabel 1 Jumlah penduduk di setiap lokasi sampel penelitian
Mahasiswa Dosen Pegawai Pegawai Total
Lokasi Pemerintah sementara
(kapita) (kapita) (kapita) (kapita) (kapita)
AHN 0 0 327 322 649
PASCA 5,554 0 29 27 5,610
FATETA 1,545 147 92 64 1,848
FAHUTAN 1,338 121 68 47 1,574
FKH 671 104 78 45 898
ASTRA 1,457 0 0 0 1,457
ASTRI 2,181 0 0 0 2,181

Data timbulan sampah


Menurut Ruslinda et al. (2012), timbulan sampah adalah volume limbah atau berat
limbah yang dihasilkan dari sumber apa pun di area tertentu per unit waktu. Tetapi
berbeda dari definisi itu, timbulan sampah diukur berdasarkan oleh kebiasaan
pengumpulan limbah di daerah pengambilan sampel. Sampah dikumpulkan di IPB
Campus Dramaga dari lantai atas. Pembuatan limbah diukur dengan menggunakan
referensi standar Indonesia yang disebut SNI 19-3694-1994. Tabel 2 menunjukkan data
timbulan limbah untuk setiap lokasi pengambilan sampel.

64
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

Tabel 2 menunjukkan bahwa data timbulan limbah bervariasi di setiap lokasi


pengambilan sampel. AHN memiliki jumlah terbesar dari data timbulan sampah. Nilai
timbulan limbah dipengaruhi oleh pendapatan, ekonomi sosial, pola konsumsi, dan
musim (Chaerul et al. 2007; Babayemi dan Dauda 2009; Ngunyen dan Schnitzer 2009;
Virgen et al. 2012). Berbeda dengan situs pengambilan sampel lainnya yang dipenuhi
oleh siswa yang memiliki jumlah limbah rendah karena pendapatan rendah. Rata-rata
timbulan sampah di IPB Campus Dramaga adalah 0,04 kg/kapita/hari.
Tabel 2 Total timbulan sampah (kg/hari) di setiap lokasi sampel
Hari AHN PASCA FATETA FAHUTAN FKH ASTRA ASTRI
1 55.6 10.6 65.6 63.8 47.1 67.2 137.7
2 67.7 21.4 65.8 54.8 47.1 35.8 128.9
3 55.0 16.8 76.3 76.1 37.5 33.2 140.5
4 47.6 15.3 47.5 53.5 43.8 55.5 111.1
5 81.7 9.3 56.8 55.8 19.1 20.0 167.3
6 56.7 13.1 44.0 56.0 48.8 58.4 138.0
7 49.3 10.8 57.6 43.5 25.9 67.4 168.0
8 73.3 25.5 74.8 51.0 27.1 78.1 142.1
Rata-rata berat sampah
60.8 15.3 61.1 56.8 37.1 52.0 141.7
(kg/hari)
Timbulan sampah perkapita
0.09 0.00027 0.03 0.04 0.04 0.04 0.06
(kg/kapita/hari)

Data Komposisi Sampah


Komposisi limbah padat dibagi menjadi enam klasifikasi, yaitu plastik; kertas;
styrofoam; aluminium; dedaunan dan sisa makanan. Sama seperti timbulan sampah,
komposisi limbah tidak identik untuk setiap lokasi pengambilan sampel. Seperti gambar
4 menunjukkan bahwa gedung AHN memiliki jumlah sisa makanan yang tinggi untuk
46,4% massa sampah, ini terkait dengan pendapatan penghuni di gedung AHN. Fakultas
di Kampus IPB Dramaga memiliki jumlah plastik, dedaunan dan sisa makanan yang
tinggi. Tetapi sekolah pascasarjana memiliki karakteristik yang berbeda, komposisi
terbesar di sekolah pascasarjana adalah kertas untuk 46% dan sekolah pascasarjana tidak
menghasilkan limbah dedaunan karena kurangnya taman. Asrama memiliki jumlah
plastik yang tinggi dan itu terkait dengan kebiasaan makan yang mereka bawa makanan
dari luar asrama.

65
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

Gambar 4 Data komposisi sampah


Kepadatan limbah
Kepadatan limbah diizinkan untuk menentukan persyaratan ruang pemasangan
kompos atau umur fasilitas. Kepadatan limbah dapat dioptimalkan dengan pemadatan
(Hanson et al. 2010). Di Indonesia, bukan hal biasa menggunakan compactor. Hanya
2.5% dari kendaraan limbah terdiri dari pemadat (Indonesia Infrastructure Initiative
2012). Setiap lokasi pengambilan sampel menunjukkan karakterisasi kepadatan limbah
yang berbeda. Kisaran kepadatan sampah adalah dari 73.9 kg/m 3 hingga 152.5 kg/m3.
Keragaman kepadatan limbah ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Data Kepadatan Limbah

Potensi untuk pengomposan


Pengetahuan tentang pembentukan dan komposisi limbah berguna untuk
memfasilitasi persiapan rencana jangka panjang yang efektif dan ekonomis untuk
pengelolaan limbah (Morrissey dan Zavodska 2004; Virgen et. Al. 2012). Data timbulan

66
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

sampah dan data komposisi limbah akan menentukan potensi limbah untuk
pengomposan. Data menunjukkan beberapa situs tidak layak untuk menerapkan instalasi
kompos karena potensi rendah di bawah 0,10 m3 / hari atau di bawah 20%, seperti
PASCA, ASTRA dan ASTRI. Situs pengambilan sampel sisanya layak untuk
menerapkan instalasi pengomposan. Tabel 3 menunjukkan potensi limbah untuk
pengomposan.
Tabel 3 Kompos, non kompos, dan potensi untuk berpotensi untuk instalasi kompos
Rata-rata non Rata-rata Potensi untuk
Lokasi kompos kompos pengomposan

(m3/hari) (m3/hari) (%)

AHN 0.73 0.22 23.44


PASCA 0.23 0.02 6.66
FATETA 0.46 0.14 23.53
FAHUTAN 0.24 0.18 43.44
FKH 0.22 0.22 49.56
ASTRA 0.59 0.05 7.56
ASTRI 1.32 0.06 4.17

Penentuan instalasi kompos: Sistem aerasi


Menurut Kumar (2011), ada tiga sistem aerasi utama dalam sistem pengomposan:
sistem tiang pancang aerasi-statis, sistem tertutup dan sistem windrow. Sistem tiang
pancang aerasi-statis dan sistem tertutup digunakan aerasi melalui peniup udara atau
peniup udara. Untuk sistem windrow, aerasi diberikan dengan sering berputar. Menurut
Nasir (2013), ada metode yang lebih mudah yang tidak memerlukan aerasi, itu disebut
tumpukan statis alami. Sistem pengomposan tiang statis alami dipilih untuk menjaga
pemeliharaan tetap rendah. Menurut Genaille (2006), ada aturan untuk mencapai instalasi
pengomposan dengan pemeliharaan rendah; tidak ada kelembaban yang ditambahkan
secara manual dan tidak sering berputar.

Penentuan instalasi kompos: Percobaan dalam tempat pengomposan


Penentuan instalasi pengomposan yang sesuai, diberikan tiga model berbeda dari
tempat pengomposan (CB). CB1, CB2, dan CB3. CB1 dan CB2 adalah nampan
pengomposan persegi panjang, di mana aerasi dimasukkan dari bagian atas nampan
pengomposan. Perbedaan antara CB1 dan CB2 adalah cakupan atap untuk CB1,

67
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

sementara CB2 tidak memiliki cakupan sama sekali. CB3 dilengkapi dengan lubang
aerasi di setiap sisi tempat pengomposan dan tidak ditutup oleh atap. Gambar 6
menunjukkan tata letak dari tiga jenis tempat pengomposan.

Gambar 6 Tata letak tempat pengomposan: (a) CB1, (b) CB2, dan (c) CB3.

Penentuan instalasi kompos: Evaluasi suhu


Suhu adalah indikator terpenting dari efisiensi proses pengomposan
(Karnchanawong dan Suriyanon 2011) dan faktor-faktor yang harus dipantau selama
pengomposan (Kumar 2011). Suhu dalam kisaran 45-55C memastikan degradasi massa
kompos terbaik dan suhu di atas 55C menghasilkan penghancuran patogen (Kumar
2011). Setelah itu, suhu umumnya menurun, karena bahan organik lebih stabil (Abbassi
et al. 2015). Suhu dipantau terus-menerus di tempat selama 60 hari.
Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan variasi suhu tumpukan kompos
dan udara sekitar selama proses pengomposan. Tiga jenis suhu pengomposan mencapai
puncaknya selama minggu pertama, di mana untuk CB1 adalah 50 oC, di mana untuk CB2
adalah 42C. dan di mana untuk CB3 adalah 47C. Suhu meningkat dengan cepat dari
ambien selama enam hari pertama proses (Abbassi et al. 2015). Pada akhir proses
pengomposan, suhu tempat pengomposan dengan atap adalah 34C dan suhu tempat
pengomposan tanpa atap adalah 27C-31C. CB2 dan CB3 menghasilkan suhu yang lebih
rendah daripada CB1, yang dapat dipengaruhi oleh curah hujan langsung yang
meningkatkan kelembaban dalam proses pengomposan. Variasi suhu dalam CB3 lebih
stabil daripada nampan pengomposan lainnya karena penambahan kelembaban dan

68
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

oksigen yang tinggi. Menurut Adhikari (2011), aktivitas mikroba terutama dipengaruhi
oleh kelembaban dan oksigen.

Gambar 7 Variasi suhu di CB1

Gambar 8 Variasi suhu di CB2

Gambar 9 Variasi suhu di CB3

Penentuan instalasi kompos: Evaluasi emisi kebauan


Bau adalah masalah terbesar yang disebabkan oleh instalasi kompos. Ini
menyebabkan uap dan gas langsung dipancarkan ke lingkungan (Michael dan Reddy

69
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

1998; Sironi dan Botta 2001; Park et al. 2002; Smidt et al. 2009, Ngunyen dan Schnitzer
2009, Marmolejo et al. 2012). Bau yang dihasilkan selama pengomposan dapat
dihilangkan dengan menggunakan berbagai metode seperti pembilasan air, pembakaran,
bahan kimia, pengenceran udara dan biofilter (Park et al. 2002). Dalam penelitian ini bau
dihindari dengan memodifikasi tempat pengomposan. Gambar 6 model bin pengomposan
yang berbeda di atas. Jenis-jenis pohon ini dari kompos yang terkena dampak pelepasan
bau.
Seperti Gambar 10 (a), menunjukkan setiap tempat pengomposan memiliki
karakteristik bau yang berbeda. Pada hari pertama, skor bau rata-rata hanyalah nol, yang
menunjukkan bahwa limbah kompos belum terurai dan tidak mengeluarkan bau di udara
ambien. Setelah itu, skor bau rata-rata adalah -0.1 selama delapan hari pertama
pengomposan di CB1 dan CB2. Pada hari ke-18 untuk CB2, skor bau adalah -1,5 yang
mencerminkan gangguan bau terhadap lingkungan. Namun, dalam CB3, skor bau hanya
-0.1 dari hari-2 hingga hari-30, yang mencerminkan gangguan bau minimum terhadap
lingkungan.
Emisi bau diminimalkan ketika ada oksigen yang cukup (Harrison 2007), CB3
memastikan ketersediaan oksigen yang menyebabkan generasi bau yang lebih rendah
dibandingkan dengan tempat sampah konvensional yang mengeluarkan bau dengan skor
-4. Hal ini menunjukkan bahwa bau yang dikeluarkan CB3 pada tingkat minimum
menyebabkan hampir tanpa gangguan terhadap lingkungan. Gambar 10 (b) menunjukkan
perbandingan antara CB3 dan tempat sampah konvensional.

Gambar 10 (a) Emisi kebauan selama proses pengomposan di setiap wadah


pengomposan dan (b) Perbandingan antara CB3 dan wadah konvensional

70
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

Penentuan instalasi kompos: Evaluasi kualitas kompos


Menurut SNI (2004) tentang spesifikasi kompos dari limbah padat, ini spesifikasi
dibuat untuk melindungi konsumen dan mencegah pencemaran lingkungan. Tabel 4
menunjukan kualitas kompos di setiap wadah.

Tabel 4 Kualitas kompos


Hasil
Parameter Standar Unit
CB1 CB2 CB3
o
Suhu Suhu tanah C 34 27 31
Warna Hitam - Hitam Hitam Hitam
Elemen makro
Nitrogen (N) >0.4 % 1.3 1.2 1.9
Karbon (C) 9.8 – 3.2 % 41.6 35.1 19.0
C/N 10 – 20 - 32 29 10
P2O5 >0.1 % 1.2 1.4 1.4
K2O >0.22 % 1.77 0.24 2.60
Elemen Mikro
Cobalt (Co) <34 mg.kg-1 0 0 6
Zinc (Zn) <500 mg.kg-1 134 141 66
Elemen lain
Kalsium (Ca) <25.5 % 0.6 0.5 4.0
Magnesium (Mg) <0.6 % 0.7 0.6 0.5
Besi (Fe) <2.0 % 0.7 1.3 1.3
Mangan (Mn) <0.1 % 0.07 0.08 0.08

Model pengomposan yang berbeda menunjukkan hasil kualitas pengomposan yang


berbeda pula. Kualitas kompos di CB1 tidak memenuhi standar SNI karena tingginya
jumlah karbon, rasio C / N dan magnesium. CB2 tidak memenuhi standar SNI karena
tingginya jumlah karbon dan rasio C / N. Namun, kompos yang dihasilkan dari CB3
memenuhi standar SNI.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kompos seperti sumber limbah
kompos. Tiga model tempat pengomposan diuji menggunakan berbagai sumber limbah
kompos, yang berdampak pada hasil kinerja kompos. CB1 dan CB2 menggunakan limbah
kompos dari FATETA. CB3 menggunakan limbah kompos dari FAHUTAN.

Desain instalasi kompos: Kriteria desain


Instalasi kompos membutuhkan bahan baku seperti limbah kompos dan kotoran
kambing. Timbulan sampah di Kampus IPB Dramaga adalah 0.04 kg/kapita/hari dengan
rata-rata limbah kompos adalah 18.9%. Dalam proses pengomposan, bahan baku kompos

71
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

dicampur dengan kotoran kambing yang tidak memiliki rasio di antara mereka. Kotoran
kambing digunakan sebagai aktivator yang meningkatkan proses dekomposisi bahan
organik dalam pengomposan (Kumar 2011). Kotoran kambing adalah aktivator yang
berguna. Kotoran kambing mengandung 5.06% substrat N, 0.67% substrat P, dan 3.97%
substrat K (Novien 2004).
Selain bahan baku, instalasi kompos membutuhkan infrastruktur seperti alat
pengayak, ruang pengemasan dan drainase. Infrastruktur tersebut akan dirancang dengan
menggunakan data limbah kompos dan memprediksi waktu pemrosesan. Menurut Nasir
(2013), sistem kompos tiang statis alami membutuhkan 56 hari untuk waktu pemrosesan.
Tabel 5 menunjukkan desain kriteria sebagai pedoman desain dalam pemasangan
kompos.
Tabel 5 Kriteria desain instalasi kompos
No Parameter Nilai
1 3
Volume kompos 0.25 m /hari
2 Prediksi waktu pembuatan 60 hari
3 Tempat pengomposan Natural Static Pile
4 Drainase Saluran terbuka
5 Alat pengayak -
6 Ruang pengemasan -

Desain instalasi kompos: Desain wadah pengomposan


Semua variasi evaluasi di atas dipertimbangkan untuk memilih tempat
pengomposan yang paling cocok. Variasi suhu mencerminkan kesempurnaan proses.
Variasi bau mempengaruhi gangguan terhadap lingkungan. Kualitas kompos
menunjukkan kesempurnaan proses biodegradasi. Berdasarkan alasan, CB3 adalah
tempat pengomposan yang paling cocok untuk diterapkan.
Tempat pengomposan dirancang dengan menggunakan sistem pengomposan tiang
statis alami. Kapasitas tempat pengomposan diasumsikan pada volume terbesar sampah
kompos di IPB Campus Dramaga, yaitu 0.25 m3/hari. Berdasarkan kriteria desain di mana
tempat pengomposan akan memakan waktu selama 60 hari, tempat pengomposan perlu
bertahan selama 15 m3/periode. Pengomposan akan dibagi menjadi 2 tempat
pengomposan, masing-masing tempat pengomposan akan menampung hingga 7.5

72
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

m3/periode. Alasan dalam membagi nampan pengomposan adalah untuk meminimalkan


penggunaan area. Tabel 6 menunjukkan volume tempat pengomposan.
Tabel 6 Volume tempat pengomposan
No Parameter Nilai Unit
3
1 Volume per periode 15.0 m /periode
2 Tempat pengomposan 2 wadah
3 Volume per tempat 7.5 m3/periode

Berdasarkan volumenya per nampan, tempat pengomposan memiliki tinggi 0.7 m


dan memiliki rasio 2: 1 untuk panjang dan lebarnya. Perhitungan ini menghasilkan
panjang dan lebar tempat pengomposan, panjangnya masing-masing 4.7 m dan lebar 2.3
m. Beton ringan digunakan sebagai bahan untuk kompos. Dimensi beton ringan adalah
60 x 20 x 7 cm. Aerasi diaktifkan di permukaan samping tempat pengomposan dengan
membuat lubang di antara beton ringan. Lubang aerasi sekitar 3 cm.

Desain instalasi kompos: Desain ruang penyimpanan


Akhir proses pengomposan, volume kompos menurun hingga 40% karena
dekomposisi bahan organik. Berdasarkan angka ini, dapat diprediksi bahwa volume
kompos pada akhir proses adalah 9 m3/hari. Ruang penyimpanan memiliki fungsi yaitu
tempat penyimpanan kompos. Ruang penyimpanan dirancang dengan atap. Ruang
penyimpanan tidak hanya untuk penyimpanan kompos tetapi juga untuk alat pengayak.
Ruang penyimpanan dirancang dengan ukuran 4.4 m x 7.7 m. Penyimpanan kompos
dirancang dengan ukuran 4 m x 2 m x 1.5 m. Alat pengayak dirancang untuk 0.65 m x
1.7 m dan dilengkapi dengan jaring. Ukuran jala harus ditentukan untuk mencapai ukuran
standar kompos yang sesuai dalam SNI. Ukuran jala adalah 15 mm dan dalam alat
pengayak.

Desain instalasi kompos: Desain saluran drainase


Drainase dirancang untuk mengalirkan air lindi dari tempat pengomposan yang
merupakan faktor penting dalam merancang drainase. Lindi dari pemasangan kompos
menyebabkan polusi tanah yang mengandung clopyralid dan perlu untuk mencegah
penyebarannya dengan menggunakan drainase (Ebato et al. 2015). Selain itu, bau dari
lindi adalah masalah serius karena tingginya tingkat amonia (Ngoc dan Schnitzer 2008).

73
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

Drainase saluran terbuka dipilih dalam pemasangan kompos karena kemudahan


pemeliharaan. Drainase dirancang dalam saluran terbuka persegi panjang. Dimensi
saluran terbuka dihitung dengan menggunakan intensitas curah hujan, lebar untuk 220
mm dan tinggi untuk 132 mm. Gambar 11 menunjukkan penampang drainase.

Gambar 11 Potongan AA desain saluran drainse

Desain instalasi kompos: Persyaratan area lahan


Dalam membangun instalasi pengomposan, penting untuk mempertimbangkan
ketersediaan lahan. Berdasarkan fasilitas pemasangan kompos di atas, pemasangan
kompos membutuhkan luas minimum 64.5 m2. Persyaratan area minimum ditunjukkan
pada Tabel 7. Denah lantai tanah dirancang dalam banyak kombinasi, kombinasi dibuat
untuk menyesuaikan ketersediaan lahan. Kombinasi tersebut dirancang dengan luas lahan
yang berbeda tetapi dengan fasilitas instalasi pengomposan yang sama. Denah lantai dasar
dibuat dalam tiga kombinasi dan setiap kombinasi membutuhkan area permukaan yang
berbeda. Luas permukaan bervariasi antara 117.6 m2 hingga 166.53 m2.
Tabel 7 Luas persyaratan minimum
No Tempat Luas (m2)
1 Tempat pengomposan (3 tempat) 33.0
2 Tempat pengemasan 31.5
Total luas persyaratan minimum 64.5

Desain instalasi kompos: Operasional dan managemen


Jika desain instalasi kompos diimplementasikan, maka diperlukan standar
operasional dan manajemen untuk mengoperasikan instalasi kompos. Setiap tempat

74
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

pengomposan akan menguraikan sampah kompos selama 60 hari, instalasi pengomposan


terdiri dari 3 tempat pengomposan. Setiap hari, sampah kompos dapat diangkut dan diolah
menjadi tong kompos. Pada siang hari 1 hingga 60 limbah kompos akan dibuang ke
tempat sampah kompos 1. Dari hari 61 hingga 120 limbah kompos akan dibuang ke
kompos 2. Dan dari hari 121 hingga 180 limbah kompos akan dibuang ke kompos 3.
Setelah 60 hari, limbah kompos yang terurai akan diolah dengan menggunakan alat
pengayak. Sampah kompos yang tidak terurai sempurna karena waktu proses
pengomposan yang pendek akan dibuang ke proses pengomposan selanjutnya.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa timbulan sampah dan komposisi limbah tidak
identik untuk setiap lokasi pengambilan sampel. Rata-rata timbulan sampah di Kampus
IPB Dramaga adalah 0.04 kg/kapita/hari. Bagian terbesar dari limbah padat yang
dihasilkan adalah plastik, dedaunan dan sisa makanan. Instalasi pengomposan
membutuhkan tiga tempat pengomposan, ruang penyimpanan termasuk tempat
penyimpanan dan alat pengayak. Instalasi kompos diperlukan area minimum 64.5 m2.
Desain pemasangan kompos dibagi dalam tiga model yang berbeda, dan luas yang
dibutuhkan sekitar 117.6 m2 hingga 166.53 m2.

DAFTAR PUSTAKA

[BAPPEDA] Kota Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (ID) 2010.


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bogor 2010-2014.
[KEMEN PU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2006. Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) Nomor 21 tahun
2006. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.
[KEMEN PU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2013. Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Rumah Tangga Nomor 3 tahun 2013. Jakarta: Kementerian Pekerjaan
Umum.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1994. Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh
Timbulan Sampah dan Komposisi Sampah Perkotaan SNI No. 19- 3964-1994.

75
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.


[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik
Domestik SNI No. 19-7030-2004. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Abbassi BE, Abubaker S, Al-Manaseer E, Nassour A, Dababneh B, Shqairat W, Al-Jaar
M. 2015. Optimization of Operating Parameters of Windrow Composting of
Animal Manuers. Journal of Solid Waste Technology and Management. 41(1):60-
67.
Adhikari BK. 2011. Onsite Treatment of Urban Organic Waste Using Home Composting
Systems [thesis]. Canada: McGill University.
Ali SM, Pervaiz A, Afzal B, Hamid N, Yasmin A. 2013. Open Dumping of Municipal
Solid Waste and Its Hazardous Impacts on Soil and Vegetation Diversity at Waste
Dumping Sites of Islamabad City. Journal of King Saud University–Science.
26(1):59-65.
Babayemi JO, Dauda KT. 2009. Evaluation of Solid Waste Generation, Categories and
Disposal Options in Developing Countries: A Case Study of Nigeria. Journal of
Applied Sciences and Environmental Management. 13(3):83-88.
Cao X, Ma L, Shiralipour A, Harris W. 2010. Biomass Reduction and Arsenic
Transformation During Composting of Arsenic-Rich Hyperaccumulator Pteris
vittata L. Journal of Environmental Science and Pollution Research International.
17:586-594.
Chaerul M, Tanaka M, Shekdar AV. 2007. Municipal Solid Waste Management in
Indonesia: Status and Strategic Actions. Journal of Faculty of TEnvironmental
Science and Technology. 12(1):41-49.
Ebato M, Uegaki R, Sutoh M. 2015. Dynamics of Clopyralid Herbicide During
Composting in Small Composting Experiment Units. Journal of Pesticide Science.
40(4):184-190.
Genaille DM. 2006. A Low Maintanance Approach to Composting Cattle Mortalities on
The Farm [thesis]. Canada: University of Manitoba.
Hanson JL, Yesiller N, Stockhausen SAV, Wong WW. 2010. Compaction Characteristics
of Municipal Solid Waste. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering. 136(8):1095-1102.
Harrison EZ. 2007. Compost Facilities: Off-Site Air Emissions and Health. New York:

76
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN | Anis Nurul Shofriyyah F44160092

Cornell Waste Management Institute.


Indonesia Infrastructure Initiative. 2012. Scoping Study for Solid Waste Management in
Indonesia Technical Report. Jakarta: Australian AID.
Kaplowitz MD, Yeboah FK, Wilson AM. 2009. Garnering Input for Recycling
Communication Strategies at Big Ten University. Journal of Resources,
Conversation and Recycling. 53(11): 612-623.
Karnchanawong S, Suriyanon N. 2011. Household Organic Waste Using Bins with
Different Types of Passive Aeration. Journal of Resources, Conversation and
Recycling. 55(5):548-553.
Kumar S. 2011. Composting of Municipal Solid Waste. Critical Review in
Biotechnology. 31(2):112-136.
Liu DHF, Liptak BG. 1999. Hazardous Waste and Solid. USA: Lewis Publisher.
Marmolejo LF, Diaz LF, Torres P, Garcia M. 2012. Prespective for Sustainable
Resource Recovery from Municipal Solid Waste in Developing Countries:
Applications and Alternatives. Journal of Waste Management an Integrated Vision.
Michael FC, Reddy CA. 1998. Effect of Oxygenation Level on Yard Trimmings
Composting Rate, Odour Production and Compost Quality in Bench-Scale
Reactors. Compost Science and Utilization. 6(4):6-14.
Morrissey AJ, Zavodska A. 2004. Achieving Campus Sustainability: the Challenges and
Constrains. Proceedings of the International Conference on Waste Technology and
Management. 469-478.
Nasir M. 2013. Karakteristik Pengomposan Limbah Padat Pasar Tradisional dengan
Sistem Natural Static Pile. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ngunyen NU, Schnitzer H. 2009. Sustainable Solution for Solid Waste Management in
Southeast Asian Countries. Journal of Waste Management. 29:1982-1995.
Novien A. 2004. Pengaruh Beberapa Jenis Aktivator terhadap Kecepatan Proses Pengomposan
dan Mutu Kompos dari Sampah Pasar dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Cai Sim (Brassica juncea L) dan Jagung Semi (Zea Mays L)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Park KJ, Choi MH, Hong JH. 2002. Control of Composting Odour Using Biolfiltration.
Compost Science and Utilization. 10(4):356-362.
Ruslinda Y, Indah S, Laylani W. 2012. Studi Timbulan, Komposisi dan Karakteristik

77
JSIL | Rahmafitri Arum Sabrina: Analisis Timbulan Sampah dan Desain Instalasi Kompos

Sampah Dosmestik Kota Bukit Tinggi. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND. 9(1):
1-12.
Sashikumar K, Krishna SG. 2009. Solid Waste Management. New Delhi: PHI Learning
Private Limited.
Sironi S, Botta D. 2001. Biofilter Efficiency in Odour Abatement at Composting Plants.
Compost Science and Utilization. 9(2):149-155.
Smidt E, Meissl K, Tintner J, Binner E. 2009. Resource Recovery by Composting –
Materials, Techniques and Quality Assessment. In: Pereira J C, Bolin J L, editor.
Composting: Processing, Materials and Approaches. New York: Nova Science
Publisher. 1-30.
Smyth SP, Fredeen AL, Booth AL. 2010. Reducing Solid Waste in Higher Education:
The First Step Towards ‘Greening’ a University Campus. Journal of Resources,
Conservation and Recycling. 54(11):1007-1016.
Virgen QA, Gonzales PT, Benitez SO. 2012. Seasonal Analysis of the Generation and
Composition of Solid Waste: Potential use-A Case Study. Journal of Environment
Monitor Assess. 185:4633-4645.

78

S-ar putea să vă placă și