Sunteți pe pagina 1din 45

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya
bekerja pada sektor pertananian. Menurut Badan Pusat Statisik (BPS) pada tahun
2009-2013 lahan pertanian di Indonesia luasnya mencapai 8,112,103.00 Ha untuk
area persawahan, 11,876,881.00 Ha untuk area perkebunan, dan 5,272,895.00 Ha
untuk ladang. Jumlah ini tentunya tidak dapat dibilang sedikit, hal ini tentunya
berhubungan dengan resiko keracunan pestisida pada petani. Petani rata-rata
menggunakan pestisida untuk mengusir hama, mau tidak mau petani pun terpapar
pestisida, apalagi petani tersebut tidak menggunakan APD yang lengkap sehingga
resiko keracunan pestisida juga semakin meningkat. Jenis pestisida yang banyak
digunakan di Indonesia adalah golongan Organofosfat (22,29%) karena mempunyai
daya basmi yang kuat, cepat dan hasilnya terlihat jelas pada tanaman. Departemen
Pertanian juga menganjurkan pemakaian pestisida golongan ini karena sifat
organofosfat yang mudah hilang dan terurai di alam. Residu pestisida organofosfat
pada manusia dapat menimbulkan keracunan baik akut maupun kronis, hal ini
disebabkan oleh sifat bioakumulasi dari residunya. Organofosfat bersifat
neurotoksis, yaitu dengan cara menurunkan kadar kolinesterase dalam tubuh yang
memunculkan gejala-gejala keracunan.
Penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada gejala keracunan organofosfat
yang dialami petani sebaiknya diketahui oleh perawat agar dapat memberikan
asuhan keperawatan professional yang bermanfaat bagi klien dan dapat mengatasi
masalah keracunan pestisida jenis organofosfat pada klien.
1.2 Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1-5 juta
kasus keracunan pestisida pada pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai
220.000 korban jiwa. Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi dinegara-negara
sedang berkembang. Pada penelitian dengan pengamatan gejala klinis dan
pengukuran aktivitas kolinesterase di suatu perkebunan sayur-mayur di lembaga.
Menunjukkan 2 diantara 16 pengguna pestisida (12,50%) mengalami keracunan,
sedangkan di kecamatan pengalengan angka ini dilaporkan lebih tinggi , yaitu 28%
dengan hamper separuh mengalami keracunan tingkat sedang. Berdasarkan hasil
penelitian secara cross sectional tahun 1995 oleh departemen kesehatan RI di
laporkan bahwa sebanyak 60% memiliki aktivitas kolinesterase normal, 28,03%
tergolong keracunan ringan 7, 86% keracunan sedang dan 1,11% keracunan berat.
Di provinsi jawa barat 63,09% ditemukan normal ,33,09% mengalami keracunan
ringan dan 3,82% keracunan sedang.
Menurut WHO penurunan aktivitas kolinesterase sebesar 30% dari normal sudah
dinyatakan sebagai keracunan. Sedangkan Negara bagian California menetapkan
penurunan aktivitas kolinesterase dalam butir darah merah sebesar 30% dan plasma
40% sebagai keracunan.
Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan keracunan pestisida adalah
bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat
umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai penyakit biasah sehingga
oleh masyarakat dianggap sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi
khusus. Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas kolinesterase 50% dari normal
atau lebih rendah .akan tetapi gejala dan tanda keracunan organofosfat juga tidak
selamanya spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa.
Penanganan dini pada penderita keracunan pestisida organofospat sebenarnya dapat
dilakukan secara sederhana antara lain dengan cara istirahat atau membebaskan dari
paparan pestisida organoposfat. Oleh karena selama waktu istirahat, secara
fungsional tubuh mensintesis kolinesterase kembali. Namun demikian data
mengenai hal ini pada petugas penyemprot pestisida sangat terbatas, khususnya
yang berkaitan dengan beberapa lama istirahat di perlukan agar diperoleh
peningkatan aktivitas kolinerase secara optimal.
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi
1. Cholinesterase (ChE)
Cholinesterase (ChE) atau disebut enzim asetylcholinesterase adalah
suatu enzim yang terdapat didalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga
sistem saraf pusat berfungsi dengan tepat. Cholinesterase dapat ditemukan pada
membran sel terminal syaraf kolinergik juga pada membran lainnya, seperti
dalam plasma darah dan sel plasenta (Knechtges, 2008).
Cholinesterase atau disebut enzim asetylcholinesterase adalah
suatu enzim yangterdapat didalam membran sel terminal syaraf kolinergik
juga pada membran lainnya, sepertid a l a m p l a s m a d a r a h , s e l p l a s e n t a
yang berfungsi sebagai katalis untuk
m e n g h i d r o l i s i s acetylcholine menjadi choline dan acetat.
Asetylcholinesterase (ChE) adalah enzim yang berfungsi menghidrolisis
acetylcholine.Active site dari cholinesterase terdiri dari 2 sub, yaitu esteratic site
dan aniotik site.
2. Pestisida
Pestisida (pesticide) berasal dari kata pest atau hama dan cide atau
memberantas. Menurut FAO pestisida adalah setiap zat atau campuran yang
diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama
termasuk vektor pada manusia atau penyakit pada binatang serta tanaman yang
tidak disukai atau binatang yang menyebabkan kerusakan.
Menurut Undang-Undang Nomor : 12 tahun 1992 tentang sistem
budidaya tanaman (Pasal 1), disebutkan bahwa pestisida adalah zat atau senyawa
kimia, atau zat perangsang tumbuh, bahan lain serta organisme renik, atau virus
yang digunakan untuk melakukan perlindungan bagi tanaman.
Pestisida dapat diartikan juga sebagai zat kimia jasad renik, virus atau
bahan lain yang digunakan untuk berbagai kebutuhan pertanian, antara lain
mengendalikan serta mencegah hama, memberantas atau membunuh rumput-
rumputan,mengatur pertumbuhan tanaman yang bertujuan agar tanaman
mencapai produktivitas maksimal.
Pestisida dapat didefinisikan sebagai semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau
mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-
bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau
merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk
pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan
dan ternak, memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau
mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah
binatang -binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau
binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau
air.

2.2 Penyebab

1. Menurut penelitian Budiyono (2004:46) bahwa semakin lama para petani


melakukan penyemprotan maka akan semakin banyak pestisida yang menempel
dalam tubuh sehingga terjadi pengikatan cholinesterase darah oleh pestisida
tersebut.
2. Banyak sekali petani yang bekerja menggunakan pestisida tanpa menggunakan
pengamanan seperti masker, topi, pakaian yang menutupi tubuh, dan lain-lain.
3. Pada saat sebelum penyemprotan kebiasaan petani adalah melakukan
pencampuran dan dosis pestisida sesuai keinginan petani tersebut tanpa
memperhatikan takaran dosis pada label kemasan pestisida. Semakin banyak
hama maka semakin banyak takaran dosis pestisida dan frekuensi melakukan
penyemprotan.
4. tumpahan yang tidak disengaja atau kerusakan peralatan semprot dan
5. kurangnya fasilitas dekontaminasi.
2.2 Patofisiologi
Insektisida (organophospat) bekerja dengan menghambat dan menginaktifasi
enzyme asetilkolin nesterase. Enzyme ini secara normal menghancurkan asetilkolin
yang dilepas oleh susunan syaraf pusat, ganglion autonom, ujung-ujung syaraf
parasimpatis dan ujung-ujung syaraf motorik. Organofosfat dapat menimbulkan
keracunan karena menghambat enzim kolinesterase. Enzim ini berfungsi agar
asetilkolin terhidrolisis menjadi asetat dan dan kolin. Organofosfat mampu berikatan
dengan sisi aktif kolinesterase sehingga kerja enzim ini terhambat. Hambatan
aktivitas enzim asetilkolinesterase ini menghasilkan akumulasi asetikolin pada ujung
saraf (Lambert, 2005). Asetilkolin berperan penting pada sistem saraf autonom yang
mengatur berbagai kerja, seperti pupil mata, jantung, pembuluh, darah. Asetilkolin
juga merupakan neurotransmiter yang langsung memengaruhi jantung serta berbagai
kelenjar dan otot polos saluran napas. Hambatan asetilkolin netrase menyebabkan
tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.
Asetilkolinesterase yang masuk dalam tubuh terdapat di dalam sel-sel darah
merah, sinaps nikotinik, dan reseptor muskarinik di dalam jaringan saraf, otot, serta
masa kelabu pada otak. Asetilkolinesterase pada plasma ditemukan di dalam masa
putih system saraf pusat, pankreas, dan jantung. Penurunan asetilkolinesterase pada
plasma menghasilkan penurunan aktivitas kolinesterase pada sistem saraf pusat dan
system saraf otonom (Jayawardane, 2008). Akumulasi asetilkolin mempercepat
stimulasi, meliputi 1) perluasan stimulasi muskarinik reseptor asetilkolin ke system
saraf parasimpatis, 2) perluasan stimulasi nikotinik reseptor asetilkolin pada system
saraf simpatis, 3) stimulasi nikotinik dan muskarinik asetilkolin pada sistem saraf
pusat, dan 4) stimulasi asetilkolin pada neuromuscular junction (Eddleston, 2008).
2.3 Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)
Keracunan organofosfat akan diikuti dengan gejala-gejala khas. Tanda dan
gejala dihubungkan dengan hieperstimulasi asitelkolin yang persisten. Tanda dan
gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan
resptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi (MUDDLES). Gejala keracunan organofosfat akan
berkembang selama pemaparan atau 12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam
tubuh akan mengalami perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-
jaringan lain. Hasil dari perubahan atau pembentukan ini mempunyai toksisitas
rendah dan akan keluar melalui urine.
Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu bronkokontriksi dengan sesak
nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama
terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya
refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes
dan coma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam, tetepi
bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit.
Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan.
Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang
kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti
hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.
Isektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui
inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan
umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
Pajanan yang menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada
daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat menimbulkan hanya berupa
miosis ataupandangan kabur saja. Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya
menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi keracunan selalu dihubungkan
dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced delayed neuropathy
(OPIDN). Sindrom ini berkembang dalam 8-35 hari sesudah pajanan terhadap
organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal,
kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan
sensori sedikit terjadi. Demikian juga refleks tendon dihambat.
Adapun gejala keracunan golongan organofosfat adalah sebagai berikut:
1. Gejala awal
Gejala awal akan timbul: mual atau rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas,
sakit kepala dan gangguan penglihata.
2. Gejala lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan,
pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung),
kejaang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan,
kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.
3. Gejala sentral
Gejala sentral yang ditimbulkan adalah sukar bicara, kebingungan, hilangnya
reflek, kejang dan koma.
4. Kematian
Apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan
kelumpuhan otot pernafasan.
5. Sindroma muskarinik
Sindroma muskarinik menyebabkan beberapa gejala yaitu konstriksi bronkus,
hipersekresi beonkus, edema paru, hipersalivasi, mual, muntah, nyeri abdomen,
hiperhidrosisi, bradikardi polirua, diare, nyeri kepala, miosis, penglihatan kabur,
hyperemia konjungtiva. Terjadi segera setelah paparan akut dan dapat terjadi
sampai beberapa hari.
6. Sindrom nikotinik
Akan mencetuskan terjadinya sindroma intermediate beruapa delayed
neuropathy. Hiperstimulasi neuromuscular junction menyebabkan fasikulasi
yang diikuti dengan neuromuscular paralysis yang dapat berlangsung selama 2-
18 hari. Paralisis mpengaruhi otot mata, bulbar, leher, tungkai dan oto
pernafasan.
7. Sindroma sistem saraf pusat
Terjadi akibat masuknya pestisida ke otak melalui sawar darah otak. Jika
keracunan akut berat akan mengakibatkan terjadinya konvulsi.
8. Organofosfat-Induced Delayed Neuropathy
Terjadi 2-4 minggu setelah keracunan. Montoring untuk pemaparan organofosfat
dilakukan dengan penilaian kadar AChE darah. Standar penurunan AChE di
Indonesia:
a. Normal bila kadar AChE >75%
b. Keracunan ringan bila kadar AChE 75%-50%
c. Keracunan sedang bila kadar AChE 50%-25%
d. Keracunan berat bila kadar ACH < 25%
Gejala-gejala tersebut akan muncul kurang dari 6 jam, bila lebih dari itu
maka dipastikan penyebabnya bukan golongan organofosfat. Pestisida
organofosfat dan karbamat dapat menimbulkan keracunan yang bersifat akut
dengan gejala sebagai berikut: leher seperti tercekik, pusing-pusing, badan
terasa snagat lemah, sempoyongan, pupil atau celah iris mata menyempit,
pandangan kabur, tremor, terkadang gejala pada otot, gelisah dan menurunnya
kesadaran, mual, muntah, kejag pada perut, mencret, mengeluarkan keringat
yang berlebihan, sesak dan rasa penuh di dada, pilek, batuk yang disertai dahak,
mengeluarkan air liur berlebihan. Denyut jantung menjadi lambat dan
ketidakmampuan mengendalikan buang air kecil maupun besar biasanya terjadi
12 jam setelah keracunan.

2.5 Prosedur Diagnosa

1. Pemeriksaan fisik
Pada penderita ditemukan gejala dan tanda-tanda yaitu sesak nafas waktu
beraktivitas, adanya edama paru
2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dperlukan untuk mengetahui adanya penyakit ataupun
komplikasi, dan juga adanya hiponatremia menunjukan adanya gagal jantung
yang berat
3. Rontgen thorax
Pemeriksaan rontgen thorax dapat mengetahui adanya pembesaran pada
jantung
4. Echokardiografi
Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur
jantung dan juga fungsi kerja jantung
5. Angiografi
Angiografi dapat digunakan pada nyeri dada yang berulang akibat gagal
jantung

2.6 Penatalaksanaan Medis


Penanganan keracunan insektisida organofosfat harus secepat mungkin
dilakukan. Keragu-raguan dalam beberapa menit mengikuti pajanan berat akan
meningkatkan timbulnya korban akibat dosis letal. Beberapa puluh kali dosis
letal mungkin dapat diatasi dengan pengobatan cepat.

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan:

1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar, segera muntahkan penderita dengan
mengorek dinding belakang tenggorokan dengan jari atau alat lain, dana tau
memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam segelas air
hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya
aspirasi.
2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan. Terlebih
dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan
nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan lakukan pernafasan dari mulut ke mulut.
3. Bila kulit terkena organofosfat, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit
dicuci dengan air sabun.
4. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15 menit.

Pengobatan:
1. Segera diberikan antidotum sulfas atropine 2 mg IV atau IM. Dosis besar ini tidak
berbahaya pada keracunan organofosfat dan harus diulang setiap 10-15 menit
sampai terlihat gejala-gejal keracunan atropin yang ringan berupa wajah merah,
kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kemudian atropinasi ringan ini
harus dipertahankan selama 24-48 jam, karena gejal-gejala keracunan organofosfat
biasanya muncul kembali. Pada hari pertama mungkin dibutuhkan sampai 50 mg
atropine. Kemudian atropine dapat diberikan oral 1-2 mg selang beberapa jam,
tergantung kebutuhan.
Atropin akan menghilangkan gejala-gejala muskarinik perifer (pada otot polos dan
kelenjar eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki karena atropin melawan
brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus dan melawan depresi pernafasan di
otak, tetapi atropine tidak dapat melawan gejala kolinergik pada otot rangka yang
berupa kelumpuhan otot-otot rangka, termasuk kelumpuhan otot-otot pernafasan.
2. Pralidoksim diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan
reactivator enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat ebih dari 24 jam
setelah keracunan. Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan
otot tidak ada perbaikan, dosis dapat diualangi 1-2 jam. Pengobatan umumnya
dilanjutkan tidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan
tinggi dalam lemak atau pajanan kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali
enzim kolinesterase pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka
sehingga dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

Tuan X berusia 45 tahun memiliki dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah
dan berprofesi sebagai seorang petani di desa Wuluhan kabupaten Jember. Setiap hari ia
harus bekerja dari pagi sampai sore bahkan sampai larut malam. Tuan X setiap hari
menyemprotkan obat pestisida untuk membasmi hama yang menyerang tanamanya.
Karena sering terpapar pestisida terus menerus dan tuan X mengaku tidak
menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan dan masker. klien mengeluhkan
mual, lemas, cemas, merasa pusing , selama di rumah klien mengatakan sudah muntah 3
kali. dadanya terasa sesak saat bernafas dan penglihatan menjadi buram.. Sebelumnya
klien sudah menangani sendiri dengan cara membeli obat di toko, namum 3 hari setelah
mengkonsumsi obat kondisi klien semakin memburuk dan membuat istrinya cemas.
Akhirnya istri klien membawa tuan X ke RS Soebandi. klien sempat muntah 3 kali saat
datang di UGD RS Soebandi. Sesampainya disana klien ditangani di UGD dan di beri
terapi oksigen dan dipasang infus, dan pasien mendapatkan perawatan di Ruang Sakura
RSD dr.Soebandi Jember.

3.1 Pengkajian
Identitas Klien
Nama : Tn. X No. RM : 120898
Umur : 45 tahun Pekerjaan : Petani
Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Menikah
perkawinan
Agama : Islam Tanggal MRS : 10 November 2017 pukul
10.00 WIB
Pendidikan : SMP Tanggal : 14 November 2017 pukul
Pengkajian 11.00
Alamat : Wuluhan, Jember Sumber : Klien, keluarga klien, dan
Informasi rekam medis
3.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa medik : -
2. Keluhan utama :
Keluhan saat MRS : Sesak nafas
Keluhan saat Pengkajian : mual
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pada hari kamis tanggal 10 November 2017 sekitar pukul 10.00 wib klien
mengeluhkan mual, lemas, cemas, merasa pusing , selama di rumah klien
mengatakan sudah muntah 3 kali. dadanya terasa sesak saat bernafas dan
penglihatan menjadi buram.. Sebelumnya klien sudah menangani sendiri dengan
cara membeli obat di toko, namum 3 hari setelah mengkonsumsi obat kondisi
klien semakin memburuk dan membuat istrinya cemas. Akhirnya istri klien
membawa tuan X ke RS Soebandi. klien sempat muntah 3 kali saat datang di
UGD RS Soebandi. Sesampainya disana klien ditangani di UGD dan di beri
terapi oksigen dan dipasang infus, dan pasien mendapatkan perawatan di Ruang
Sakura RSD dr.Soebandi Jember.
Data Subjektif:
10-11-2017
 Klien mengatakan dadanya terasa sesak saat bernafas
 Klien mengeluhkan mual
 Klien mengatakan lemas
 Klien merasa cemas
 Klien merasa pusing .
 selama di rumah klien mengatakan sudah muntah 3 kali.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Sebelum MRS di RSD dr.Soebandi saat ini klien pernah di frawat di
Rumah sakit 15 tahun yang lalu karena terkena penyakit demam
berdarah.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Klien mengatakan badannya terasa gatal ketika makan makanan seperti
telur. Selain itu klien memiliki alergi terhadap amoxicillin dimana klien
akan merasa jantungnya berdebar dan dadanya terasa sesak.
c. Imunisasi
Klien mengatakan mendapatkan imunisasi saat kecil dulu, namun tidak
tahu imunisasi apa.
d. Kebiasaan/pola hidup/life style
Klien merupakan seorang petani yang sering berkunjung ke sawah dan
ladangnya setiap pagi atau sore. Klien merupakan perokok aktif.
Biasanya klien menghabiskan sekitar 1 pack rokok setiap harinya. Klien
tidak pernah memiliki kebiasan rutin untuk melakukan olahraga.
e. Obat-obatan yang digunakan:
Klien mengatakan jika pusing maka membeli obat paramex di warung
5. Riwayat penyakit keluarga:
Menurut keluarga klien, keluarga tidak ada yang memiliki penyakit serius,
seperti penyakit menular, penyakit keturunan, atau penyakit menahun.

Genogram:
3.3 Pengkajian: Pola Gordon, NANDA
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan : keluarga mengatakan bahwa sehat adalah keadaan dimana klien
dapat bekerja dengan baik, karena ketika sehat semua aktivitas tidak akan
mengalami gangguan.
Pemeliharaan kesehatan : Keluarga klien mengatakan, sehari-hari klien bekerja
sebagai petani di desa Wuluhan. Keluarga mengatakan klien suka merokok, klien
merokok sekitar 10 tahunan yang lalu dan biasanya menghabiskan sekitar 2 pack
rokok dalam seharinya. Klien gemar sekali mengkonsumis kopi, keluarga
mengatakan klien biasanya mengeluh pusing jika tidak disediakan kopi. Klien juga
suka makan-makanan asin dan biasanya banyak mengkonsumsi daging-dagingan
saat di rumah. Klien biasanya membeli obat di warung jika mengalami pusing.

Interpretasi: Klien memiliki pola pemeliharaan kesehatan yang masih kurang


dibuktikan dari kebiasaan klien untuk merokok yang masih ada disertai kebiasaan
minum kopi yang terlalu sering. Keluarga dan klien memiliki kemampuan yang
tidak baik dalam mengakses pelayanan kesehatan dibuktikan dengan klien selalu
membeli obat sendiri ke warung.
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)
- Antropometri
Sebelum sakit :
BB : 68 Kg
TB : 162 cm = 1,62 m
Interpretasi:
Indeks Massa Tubuh (IMT) klien adalah sebagai berikut:
IMT = BB/TB2
= 68 kg /(1,62 m)2
IMT = 68/1,622
=25,9
Saat sakit di rumah sakit:
BB : ±65 Kg (Keluarga mengatakan tidak pernah timbang saat berada di
rumah sakit namun intake nutrisi klien berkurang)
TB : 162 cm = 1,62 m
Interpretasi:
Indeks Massa Tubuh (IMT) klien adalah sebagai berikut:
IMT = BB/TB2
= 65 kg /(1,62 m)2
IMT = 65/1,622
= 24,7
Interpretasi :
Hal ini menunjukkan bahwa IMT klien sebelum sakit 25,9 dan turun menjadi
24,7 saat sakit yang menunjukkan bahwa terdapat penurunan berat badan.
Namun, dalam hal ini berat badan klien masih dalam batas normal.
Batas ambang IMT (Direktorat Gizi Masyarakat, 2000)
Kategori IMT

Kurus Kekurangan BB tingkat berat <17,0

Kekurangan BB tingkat ringan 17,0-18,5

Normal >18,5-25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan >25,0-27,0

Kelebihan BB tingkat berat >27,0

- Biomedical sign :
-
- Clinical Sign :
Kulit keing, rambut tidak berubah, tampak lemah, terlihat lemas, mukosa
bibir kering, konjungtiva merah muda, CRT =3 detik, dan tidak mampu
beraktivitas berat.

Interpretasi:
Klien kekurangan cairan dan nutrisi
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan):
No Pola nutrisi Saat sebelum sakit Saat sakit di rumah
sakit

Makanan

1. Frekuensi makan 3 kali/hari Tidak tentu biasanya


klien hanya masuk
susu sesuai permintaan
klien kira-kira 3x per
hari

2 Porsi makan 2 piring/makan Klien hanya mampu


menghabiskan 5
sendok pudding yang
disediakan rumah sakit

3 Varian makanan Nasi putih, ikan laut, Sesuai diit makanan


sayur-sayuran dan yang diberikan di
daging. rumah sakit (susu)
4 Nafsu makan Baik Kurang baik

5 Lain-lain - -

Minuman

1 Jumlah +/- 1600 ml ±600 ml

2 Jenis Air putih, kopi -

3 Keluhan minum Tidak ada Tidak ada

Interpretasi :
Terdapat perubahan pola nutrisi pada klien jika dibandingkan sebelum sakit
dan saat sakit
Berat badan ideal = 162-100 = 62 kg
BMR Berat Badan Aktual
BMR aktual = 88,362+ (13,397x BB aktual) + (4,799x TB) – (5,677x Usia)

= 88,362+ (13,397x 65) + (4,799x 162) – (5,677x 56)

= 88,362 + 870,805 + 777,438 – 317,912

= 1418,693 kkal

Kebutuhan Kalori Harian = BMR x aktivitas fisik

= 1418,693 x 1,2
= 1702,431 kkal
= 1702 kkal
BMR Berat Badan Ideal
BMR aktual = 88,362+ (13,397x BB Ideal) + (4,799x TB) – (5,677x Usia)

= 88,362+ (13,397x 62) + (4,799x 162) – (5,677x 56)

= 88,362 + 830,614 + 777,438 – 317,912

= 1378,499 kkal
Kebutuhan Kalori Harian = BMR x aktivitas fisik

= 1378,499 x 1,2
= 1654,198 kkal
= 1654 kkal
Interpretasi : Tn. S dengan kebutuhan kalori harian untuk BB actual sebesar 1702
kkal, sementara untuk kebutuhan kalori harian untuk BB ideal sebesar 1654kkal.
3. Pola eliminasi:
BAK
No Pola Saat sebelum sakit Saat sakit di rumah
eliminasi sakit

1 Frekuensi 7-8 kali/hari 3-4 kali/hari

2 Jumlah = 1 cc x BB x 24 jam 600 cc/ 8 jam


= 1 cc x 65 x 24
= 1520 cc/hari
3 Warna Kuning jernih Kuning

4 Bau Bau khas urin : amoniak Bau khas urin :


amoniak

5 Karakter Jernih Jernih

6 Bj Tidak terkaji Tidak terkaji

7 Alat bantu Tidak terpasang kateter Tidak terpasang kateter

8 Kemandirian Mandiri Diabantu keluarga

9 Lain-lain - -

BAB
No Pola Saat sebelum sakit Saat sakit di rumah sakit
eliminasi
1 Frekuensi 1 kali/hari belum BAB 2 hari

2 Jumlah Tidak terkaji -

3 Konsistensi Padat -

4 Warna Kuning -

5 Bau Bau khas BAB -

6 Karakter Tidak terkaji -

7 Bj Tidak terkaji -

8 Alat bantu Tidak terpasang alat -


bantu
9 Kemandirian Mandiri -

10 Lain-lain - -

Interpretasi: Pola BAB klien terganggu semenjak rawat inap di rumah sakit

Balance cairan
No Jenis cairan Intake Output

1 Infus RL 20 1000 cc
tpm
2 Obat Intravena -

3 Water 5ml/kgBB=5x65= 325


Metabolisme cc

4 Diet Cairan 500 cc

5 Urin 1000 cc
6 Feses -

7 IWL 15
ml/kgBB=15x65=975
cc

Total 1871 1975

Balance cairan : input-output


: (infus+WM+Diet cairan)-(urin+IWL+feses)
: 1871 - 1975

: -105 ml

Intepretasi: Balance cairan (-) 105 ml

4. Pola aktivitas & latihan


Sebelum sakit
Sebelum masuk rumah sakit, aktivitas sehari-hari klien adalah bekerja sebagai
seorang petani di desa Wuluhan Jember. Klien dapat melakukan aktivitas dengan
baik, tidak memerlukan bantuan, dan tubuhnya tidak merasa lemas. Klien juga dapat
berjalan dan menggerakkan semua anggota geraknya dengan baik.
Saat MRS
Pada saat masuk rumah sakit, keluarga mengatakan bahwa klien mengelami lemas.
Klien tidak bisa beraktivitas hanya terbaring di tempat tidur

c.1. Akrivitas harian (Activity Daily Living)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/ minum √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat tidur √


Berpindah √

Ambulasi/ ROM √

Keterangan : 0: tergantung total, 1 : dibantu petugas dan alat, 2 : dibantu petugas, 3


: dibantu alat, 4 : mandiri

Interpretasi:

Dilihat dari pola aktivitas harian klien, kondisi klien saat ini dikatakan
membutuhkan bantuan petugas pada toileting karena klien lemas. Pada makan
minum, mobilisasi tempat tidur, berpindah dan ROM klien dibantu oleh petugas
ataupun keluarga untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya.

Status oksigenasi: klien sesak nafas membutuhkan oksigenasi, suara nafas


vesikuler kedua lapang paru tanpa adanya suara nafas tambahan, tampak
penggunaan otot-otot bantu pernapasan diafragma.
Fungsi kardiovaskuler:
Tekanan darah = 90/60 mmHg, nadi = 110 x/menit, RR = 25 x/menit.
Terapi oksigen:
klien menggunakan terapi oksigen
Interpretasi:

Status oksigenasi sedang, RR 25 x/mnt dan nadi tidak normal, akan tetapi tekanan
darah klien cenderung rendah.

5. Pola tidur & istirahat


No Pola Saat sebelum sakit Saat sakit di rumah sakit
tidur/istirahat
1 Durasi   Klien mengeluhkan pusing
Tidur siang: jarang tidur
siang, jika tidur siang ± 1 dan lemas sehingga tirah
jam baring selama perawatan di
 Tidur malam : ± 9 rumah sakit
jam/hari. Tidur mulai
pukul 21.00 – 05.00 WIB
2 Gangguan Tidak ada gangguan tidur, Keluarga mengatakan klien
tidur tidur nyenyak. sering terbangun malam hari
karena kepalanya yang
terkadang sakit atau sesak
nafas

3 Keadaan Lebih segar  lemas


bangun tidur
4 Lain-lain - -

Interpretasi : Klien mengalami gangguan pola tidur di malam hari namun di siang
hari klien sering tertidur

6. Pola kognitif & perceptual


Fungsi Kognitif dan Memori
Fungsi Kognitif: Klien dapat diajak komunikasi, akan tetapi terkadang tidak
keselarasan antara pertanyaan dan jawaban
Fungsi Memori: Klien masih mengetahui tentang hari – hari dan waktu.
Fungsi dan keadaan indera :
Penglihatan: penglihatan klien kurang jelas dan klien mengatakan bahwa
penglihatannya agak kabur
Pendengaran: Klien berespon terhadap verbal
Perabaan: Klien berespon terhadap sentuhan
Penghidung/penciuman: klien mampu membedakan bau
Pengecap: klien mampu membedakan rasa

Interpretasi: Klien mengalami sedikit masalah dengan pola kognitif

7. Pola persepsi diri


Gambaran diri : Klien merasa bahwa kondisi tubuhnya lemas dan klien merasa
pusing dan dadanya merasa sesa,serta penglihatan buram.
Identitas diri : klien mampu menyebutkan siapa namanya dan siapa dia di
lingkungannya.
Harga diri : klien merasa malu dengan keadaannya sekarang, klien
mengatakan tidak nyaman jika harus batuk saat ada petugas
ataupun keluarganya karena klien sadar bahwa klien adalah
kepala keluarga
Ideal Diri : klien berharap agar dirinya dapat segera sembuh dan segera
berkumpul dengan keluargnya. Klien juga berharap agar dapat
bekerja kembali agar dapat menafkahi keluarga.
Peran Diri : klien berperan sebagai seorang suami juga ayah dalam
keluarga. Klien memiliki peran untuk mencari nafkah di
keluarga namun karena sakit yang dialaminya klien tidak dapat
menjalankan perannya saat ini.

Interpretasi : klien memiliki masalah pada pola persepsi diri: gambaran diri
dan harga diri. Klien memiliki harapan untuk menjadi lebih baik

8. Pola seksualitas & reproduksi


Klien memiliki keluarga. Pernikahan pertama klien dengan istri pertama sekitar
4 tahunan dan dikarunia 2 orang anak yang kini berusia 12 tahun dan 9
tahun.keluarga klien harmonis dan tidak memiliki masalah yang berarti dalam
persoalan keluarganya.
Interpretasi :

Klien tidak memiliki permasalahan pola seksualitas.

9. Pola peran & hubungan


Pola Sebelum Saat sakit

Peran Peran klien di rumah adalah Klien tidak


sebagai suami dan ayah, klien menjalankan status
bekerja sebagai seorang petani perannya dalam
untuk mencukupi nafkah keluarga.
keluarga
Hubungan Terjalin hubungan yang baik Terjalin hubungan
antara keluarga pasien dan tidak antara klien dengan
terjadi masalah yang berarti. keluarga
Interpretasi : Klien memiliki hubungan yang harmonis terhadap
keluarganya.saat di rumah sakit klien dijaga oleh istrinya.berdasarkan
pengamatan perawat keluarga sangat antusias terhadap perawatan diri
klien,namun keluarga mencemaskan jika klien lama dalam penyembuhan
dikarenakan klien sebagai kepala keluarga klien.

10. Pola manajemen koping-stress


Klien mengatakan bahwa sakit yang klien alami menyebabkan klien tidak dapat
bekerja dan ini membuat klien sesekali nampak murung,klien sering berdoa dan
beribadah berharap agar kesehatan klien kembali normal kembali. Klien tidak
tahu mengenai penyakitnya dan ingin segera pulang berkumpul bersama
keluarga kembali.

Interpretasi : Klien mengalami kecemasan

11. System nilai & keyakinan


Sebelum sakit Saat sakit

Klien mengatakan jarang shalat saat Klien mengatakan selalu shlat saat
berada di rumah berada di rumah dan rumah sakit,klien
mengatakan terus berdoa semoga
kesehatannya membaik

Interpretasi : Klien mengalami peningkatan pada pola keyakinan spiritual.

3.4 Pemeriksaan fisik


Pengkajian tanggal 14 November 2017

Keadaan Umum:

komposmetis GCS: E4 V5 M6, keadaan umum cukup

Tanda vital:

- Tekanan Darah : 90/60 mm/Hg


- Nadi : 110 X/mnt
- RR : 25 X/mnt
- Suhu : 34 C
Intepretasi : Pasien dalama keadaan compos mentis
Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
- Inspeksi: bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, distibusi rambut merata,
rambut berwarna hitam pendek, rambut tidak mudah rontok, kulit kepala bersih,
tidak ada lesi pada kulit kepala, wajah simetris.
- Palpasi: arteri temporalis teraba, tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus
maksilaris dan sinus frontalis.
2. Mata
- Inspeksi: Bentuk mata simetris, bulat, pupil isokor, bulu mata hitam dan rata,
mata kana kir simetris, sklera ikterik, konjungtiva anemis. Pasien tidak
menggunakan alat bantu penglihatan, pasien tidak mengalami penurunan
penglihatan saat melihat jauh, pupil isokor, rangsang cahaya positif.
- Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada daerah mata dan periorbita, tidak terdapat
massa pada daerah periorbita.
3. Telinga
- Inspeksi: Bentuk telinga simetris, bersih, tidak ada jejas, tidak ada serumen,
tidak terjadi penurunan fungsi pendengaran baik pada telinga kanan maupun
telinga kiri, dan tidak ada lesi
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada aurikel dan targus
4. Hidung
- Inspeksi: Hidung simetris, bersih, tidak ada benjolan, tidak ada jejas, tidak ada
pernapasan cuping hidung, tidak ada penumpukan sekret di hidung, septum nasal
tampak bersih tidak ada lesi, serta pasien terpasang alat bantu oksigen (simple
mask) 6 lpm.
- Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak teraba massa, nostril kembali
saat ditekan.
5. Mulut
- Inspeksi: Mulut bersih, mukosa bibir lembab dan tidak sianosis, gigi bewarna
kekuningandan tampak, lidah bersih, tidak ada stomatitis, terdapat gigi yang
berlubang pada gigi geraham, Tidak ada peradangan pada daerah tonsil, pasien
mampu menjulurkan lidah (saraf kranial XII normal), palatum normal.
6. Leher
- Inspeksi : Bentuk simetris, leher bersih, tidak ada jejas, tidak tampak
pembesaran kelenjar tiroid pada leher
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher, tidak ditemukan distensi vena
jugularis, dan pulsasi nadi carotis berirama normal, tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid.
- test ROM dan kekuatan otot: pasien mampu menundukkan kepala,
menengadah, menoleh kanan dan kiri, mengangkat pundak (saraf kranial XI
normal).
7. Dada
Inspeksi dada: tidak tampak lesi dan jejas pada dada, pekembengan dada
simetris kanan kiri, tidak tampak kelainan bentuk dada
1. Jantung
a. Inspeksi : Bentuk simetris, tidak terlihat adanya ictus cordis
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, ictus cordis teraba,
c. Perkusi : Pekak pada ics 4 hingga 6 daerah sinistra sternum.
d. Auskultasi : S1 S2 tunggal, tidak ada suara jantung tambahan
2. Paru-paru
a. Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada kelainan bentuk dada, ekspansi
paru simetris, terjadi retraksi otot bantu pernapasan.

b. Palpasi : vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri, tidak terdapat
krepitasi

c. Perkusi : sonor sampai batas ICS 5

d. Auskultasi : Bunyi pernafasan vesikuler pada semua lapang paru dan terdapat
suara paru tambahan cracles (+) pada daearah paru kiri.

8. Abdomen
a. Inspeksi : Abdomen berbentuk cekung, bersih, tidak ada jejas.
b. Auskultasi : bising usus terdengar 6 x/mnt
c. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada abdomen region kanan atas, tidak
terjadi hepatomegali dan splenomegali
d. Perkusi : Didapatkan bunyi timpani pada region kiri atas abdomen.

9. Urogenital : tidak terdapat gangguan pada sistem urogenital, klien tidak


terpasang kateter urin namun kencing 1x sehari.
10. Ekstremitas
1. Ekstrimitas atas
-Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada jejas, pergerakan
ekstrimitas terbatas. Terpasang infus pada tangan kiri, kuku tanpak kotor,
tidak ada kelainan bentuk jari, clubbing finger (-)
-Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan dan krepitasi pada tangan, akral hangat
kering dan pucat, CRT 3 dtk
2. Ekstremitas bawah
-Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada jejas, tidak
terdapat edema pada kaki, kuku jari kaki terlihat kotor dan tampak bekas
kutu air.
-Palpasi: tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada ekstremitas
bawah, akral dingin.
11. Kulit dan kuku
a. Inspeksi: Kulit warna sawo matang, tidak ada jejas, tidak ada benjolan,
terdapat bekas luka-luka kecil pada kulit ekstremitas bawah, kuku sedikit
panjang, kotor, tidak terdapat clubbing finger, tidak ada lesi pada kulit, tidak
tampak kulit bersisik maupun kering
b. Palpasi : turgor kulit lembab(3 detik), CRT 3 detik, kulit kuku pucat
12. Keadaan lokal
Tidak terdapat luka terbuka pada tubuh klien, keadaan umum cukup pasien
mengalami sesak nafas dan batuk berdara, Compos Mentis GCS E4V5M6

Pemeriksaan Fisik/Sistem (B1-B6)


1. B1 Breathing
Inspeksi: kepatenan jalan nafas baik, klien menggunakan otot bantu nafas
dan otot diafragma, tidak menggunakan pernafasan cuping hidung, RR : 25
x/menit reguler, menggunakan oksigenasi O2 simple mask 6 lpm
Palpasi: vokal fremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi: suara ketukan sonor
Auskultasi: suara vesikuler
2. B2 Blood
Tidak terdapat sianosis, TD: 90/60 mmHg, HR: 110 x/menit, akral tangan
hangat, akral kaki dingin, CRT 3 detik, tidak terdapat distensi vena
jugularis, konjungtiva anemis
3. B3 Brain
Kesadaran: compos mentis, GCS : 4E, 5V, 6M, tidak terdapat refleks
patologis, orientasi baik
4. B4 Bladder
Urin kuning, frekuensi 2 x sehari, tidak terdapat distensi kandung kemih,
kebersihan alat kelamin baik, tidak terpasang selang kateter urin.
5. B5 Bowel
BB 65 kg, kebersihan mulut minimal, klien mau untuk makan namun sering
terganggu karena muntah ketika makan.
6. B6 Bone
Mobilisasi mandiri, tidak ada deformitas, tidak ada jejas
kekuatan otot D S
555 555

3.5 Analisis Data dan Masalah

No Data Penunjang Etiologi Masalah


1 Ds Hiperventilasi Ketidakefektifan
-Pasien mengatakan sesak dada saat pola nafas
bernafas
-pasien mengatakan cemas
Do
-RR : 25x/menit
-pasien menggunakan otot bantu
pernafasan
-Nadi 110x/menit
2 Ds Kehilangan cairan Kekurangan cairan
-Pasien mengatakan mual aktif
Do
-Pasien muntah
-kulit kering
-mukosa bibir kering
-BAK 3x
3 Ds Derajat ancaman Ketidakefektifan
-Perubahan konsentrasi yang tinggi koping
Do
-Pasien mengatakan cemas
-Strategi koping tidak efektif
-ketidakmampuan menghadapi
situasi

4 Ds Penurunan laju Hipotermi


-pasien mengatakan sesak nafas metabolisme
Do
-Suhu tubuh pasien 34
-nadi 110x/menit
-peningkatan konsumsi oksigen
-Kulit dingin
5 Ds Hipovolemia Resiko syok
-Pasien mengatakan mual hipovolemi
Do
-Pasien muntah
-BAK 3x/hari
3.6 Pathway

3.7 Diagnosa Keperawatan (NANDA)


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi Ditandai dengan,
RR : 25 x/menit, HR: 110 x/menit, suhu : 340 C Klien mengatakan dadanya
terasa sesak saat bernafas, Klien mengatakan lemas, dan Klien merasa cemas.
2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan hilangnya cairan aktif d.d
Muntah 3x di rumah sakit, mukosa mulut kering, kulit kering, TD 90/60 mmhg,
pasien mengatakan mual.
3. Hipotermi berhubungan kondisi syok hipovolemik d.d Perubahan
konsentrasi,Pasien mengatakan cemas, Strategi koping tidak efektif,
ketidakmampuan menghadapi situasi.
4. Penurunan laju metabolisme berhubungan dengan Hipotermi d.d Suhu tubuh
pasien 34, nadi 110x/menit, peningkatan konsumsi oksigen, Kulit dingin, dan
pasien mengatakan sesak nafas.
5. Derajat ancaman yang tinggi berhubungan dengan Ketid akefektifan koping d.d
Pasien mengatakan cemas, Strategi koping tidak efektif, ketidakmampuan
menghadapi situasi, Perubahan konsentrasi.
3.8 Perencanaan Keperawatan (NOC)
No Tanggal Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi paraf
1 14 November Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien
2017 berhubungan dengan asuhan perawatan selama 2 x 24 untuk
hipoventilasi jam diharapkan ketidak memaksimalkan
Ditandai dengan, RR : 25 efektifan pola napas akan ventilasi
x/menit, teratasi dengan kriteria hasil 2. Monitor TTV
HR: 110 x/menit, suhu : 340 C Dengan kriteria hasil : 3. Terapi oksigen
Klien mengatakan dadanya 1. Frekuensi pernafasan 4. Monitori status
terasa sesak saat bernafas, dari sekala 1 ditingkatan pernafasan dan
Klien mengatakan lemas, dan Klien ke skala 5. oksigenasi secar
merasa cemas. 2. Irama pernafasan di semestinya
pertahankan dari skala 1 5. Auskutasi suara
di tingkatkan ke skala 5. nafas, catat area
3. Suara perkusi nafas yang ventilasinya
sekala 1 di tingkatkan ke manurun, atau
skala 5. tidak ada dan
adanya suara
tambahan
6. Monitor aliran
oksigen
2 14 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. timbang berat badan
November tubuh berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 2 x setiap hari dan
2017 hilangnya cairan aktif 24 jam diharapkan kekurangan monitoring status
d.d Muntah 3x di rumah volume cairan tubuh teratasi pasien
sakit, dengan kreiteria hasil 2. jaga intake/asupan
mukosa mulut kering, kulit 1. turgor kulit dari skala 1 yang akurat dan catat
kering, TD 90/60 mmhg, ditingkatkan ke skala 5 outpun pasien
pasien mengatakan mual 2. membrane mukosa 3. monitoring status
lembab dari skala 1 hidrasi ( misalnya
ditingkatkan ke skala 5 membrane mukosa
3. penurunan tekanan darah lembab, denyut nadi
dari skala 1 ditingkatkan adekuat, dan tekanan
skala 5 darah )
4. kehilangan berat badan 4. Monitoring TTV
dari skala 1 ke skala 5 pasien
5. peningkatan suhu tubuh 5. monitori makan /
dari skala 1 ke skala 5 cairan yang
dikonsumsi
4 14 Hipotermi berhubungan Setelah dilakukan perawatan 1. monitoring suhu
November kondisi syok hipovolemik d.d 2x24 hipotermi dapat diatasi tubuh pasien
2017 Perubahan konsentrasi dengan kriteria hasil : mengunakan alat
,Pasien mengatakan cemas 1. Mengigil saat dingin dari pengukur dan rute
,Strategi koping tidak efektif skala 1 ditingkatkan ke yang paling tepat
,ketidakmampuan skala 5 2. bebaskan pasien dari
menghadapi situasi 2. tingkat pernafasan dari lingkungan dingin
skala 1 ditingkatkan ke 3. tempatkan pasien
skala 5 pada posisi supine /
3. hipotermia dari skala1 terlentang
ditingkatkan ke skala 5 4. dorong pasien untuk
4. dehidrasi dari skala 1 mengkonsumsi cairan
ditingkatkan ke skala 5 hangat makanan yang
5. peningkatan suhu kulit berkabohidrat tanpa
dari skala1 ditingkatkan alcohol atau kafein
ke skala 5 5. monitoring adanya
shock pernafasan
kembali
3.9 Intervensi Keperawatan (NIC)

Hari Jam Implementasi Respon Rasional Tanda


/tanggal Tangan
dan paraf

selasa, 14 07.30 1. Memposisikan pasien untuk Pasien menuruti  Agar pasien Ns A N S


November memaksimalkan ventilasi perkataan perawat nyaman.
2017 2. Memonitor TTV  Agar kondisi
3. Menerapi oksigen pasien terkontrol
4. Memonitori status pernafasan dan  Agar kondisi
oksigenasi secar semestinya pernafasan
5. Mengakultasi suara nafas, catat area yang pasien membaik
ventilasinya manurun, atau tidak ada dan  Agar kondisi
adanya suara tambahan pernafasan
6. Memonitor aliran oksigen pasien membaik
 Agar kondisi
tercatat dan
pernafasan
pasien membaik
 Agar kondisi
pasien terkontrol

08.45  Menimbang berat badan setiap hari dan Pasien menurut segala  Agar kondisi Ns A N S
monitoring status pasien yang diinstruksikan dan pasien lebih
 Menjaga intake/asupan yang akurat dan mengatakan kondisi stabil dalam
catat outpun pasien yang lebih baik nutrisi
 Memonitoring status hidrasi ( misalnya  Agar kondisi
membrane mukosa lembab, denyut nadi pasien lebih
adekuat, dan tekanan darah ) stabil dalam
 Memonitoring TTV pasien nutrisi
 Agar kondisi
 Memonitoring makan / cairan yang
pasien lebih
dikonsumsi
stabil dalam
cairan

 Agar kondisi
pasien terkontrol
 Agar kondisi
pasien dapat
homeostatis

09.30 1. Memonitoring suhu tubuh pasien Pasien mengakui  Kondisi pasien Ns A N S


mengunakan alat pengukur dan rute yang masalah yang dihadapi dapat terkontrol.
paling tepat menjadi lebih ringan.  Agar pasien lebih
2. Membebaskan pasien dari lingkungan nyaman dengan
dingin kondisinya
3. Menempatkan pasien pada posisi supine  Agar pasien lebih
/ terlentang nyaman dengan
4. Mendorong pasien untuk mengkonsumsi kondisinya
cairan hangat makanan yang  Agar kebutuhan
berkabohidrat tanpa alcohol atau kafein pasien dapat
5. Memonitoring adanya shock pernafasan terpenuhi dan
kembali aman untuk pasien
itu sendiri.
 Agar kondisi
pasien dapat
terkontrol

10.30 1. Memonitor TTV Pasien sangat  Agar kondisi Ns A N S


2. Memonitoring status pernafasan dan berkoorperasi terhadap pasien terkontrol
oksigenasi secar semestinya tindakan ini  Agar kondisi
3. Menjaga intake/asupan yang akurat dan pasien terkontrol
catat outpun pasien  Agar kondisi
pasien terkontrol

11.00 1. Mengakultasi suara nafas, catat area yang Pasien menurut dan  Agar kondisi Ns A N S
ventilasinya manurun, atau tidak ada dan menaati setiap instruksi pasien terkontrol
adanya suara tambahan perawat.  Agar kondisi
2. Memonitor aliran oksigen pasien terkontrol
3. Memonitoring status hidrasi ( misalnya  Agar kondisi
membrane mukosa lembab, denyut nadi pasien terkontrol
4. Memonitoring TTV pasien  Agar kondisi
5. Memonitoring adanya shock pernafasan pasien terkontrol
kembali  Agar kondisi
pasien terkontrol

12.30 1. Menjaga intake/asupan yang Pasien menyatakan  Agar pasien lebih Ns A N S


akurat dan catat outpun pasien bahwa pasien lebih relax seimbang dalam
2. Menempatkan pasien pada posisi menjaga cairan
supine / terlentang  Agar pasien lebih
3. Mendorong pasien untuk relax
mengkonsumsi cairan hangat  Pasien
makanan yang berkabohidrat termotivasi untuk
tanpa alcohol atau kafein makan

14.00 1. Memonitor TTV Pasien sangat  Agar kondisi Ns A N S


2. Memonitor aliran oksigen berkooperasi terhadap pasien terkontrol
3. Memonitoring status hidrasi ( misalnya tindakan perawat  Agar kondisi
membrane mukosa lembab, denyut nadi pasien terkontrol
adekuat, dan tekanan darah )  Agar kondisi
4. Memonitoring adanya shock pernafasan pasien terkontrol
kembali  Agar kondisi
pasien terkontrol

14.00 Serah terima shift kepada perawat lain Ns I.N.F



21.00

21.00 Serah terima shift kepada perawat lain Ns I.N.F



07.00

07.00 1. Memposisikan pasien untuk Pasien menuruti  Agar pasien Ns A N S


memaksimalkan ventilasi perkataan perawat nyaman.
2. Memonitor TTV  Agar kondisi
3. Menerapi oksigen pasien terkontrol
4. Memonitori status pernafasan dan  Agar kondisi
oksigenasi secar semestinya pernafasan
5. Mengakultasi suara nafas, catat area yang pasien membaik
ventilasinya manurun, atau tidak ada dan  Agar kondisi
adanya suara tambahan
6. Memonitor aliran oksigen pernafasan
pasien membaik
 Agar kondisi
tercatat dan
pernafasan
pasien membaik

 Agar kondisi
pasien terkontrol
3.9 Evaluasi Keperawatan (SOAP)

No Diagnosa Evaluasi
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan S : Pasien mengatakan sesak nafas
dengan hipoventilasi O : Pasien terlihat sesak nafas dan menggunakan otot bantu pernafasan dengan
RR : 30x/menit
A : masalah tidak teratasi
P : lanjutkan intervensi sampai kondisi pasien membaik

2 Kekurangan cairan tubuh berhubungan S : Pasien mengatakan tubuhnya lemas


dengan hilangnya cairan aktif O : pasien mual, muntah dan mata cowong
A : Masalah tidak teratasi
P : lanjutkan intervensi sampai kondisi pasien membaik
3 Hipotermi berhubungan kondisi syok S :-
hipovolemik O : Suhu tubuh pasien 34 derajat celcius
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi sampai kondisi pasien membaik
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
Bagi perawat ini merupakan suatu rencana keperawatan dalam kasus
keracunan utamanya keracunan,maka dapat makalah ini menjadi referensi
menjadi perlakuan asuhan keperawatan dan menjadi tambahan referensi untuk
kasus keracunan pestisida,kami harap pembaca dapat terbangun pemikiran
terhadap permasalahan ini dikarenakan banyak penduduk indonesia yang
berprofesi sebagai petani dimana salah satu permasalahnya yaitu keracunan
pestisida ini,maka dari itu kami harap adanya suatu pemikiran kritis terhadap
permasalahan ini,kami harap juga pembaca dapat mengkritik atau memperbaiki
hasil kerja kami yang tidak mungkin sempurna ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.indonesian-publichealth.com/cholinestrase-dan-keracunan-pestisida/

http://eprints.undip.ac.id/44654/3/Hendy_Luthfanto_22010110120135_BAB2KTI.pdf

https://www.scribd.com/document/324651065/Makalah-Cholinesterase

https://www.scribd.com/document/246947554/Pemeriksaan-Enzim-Cholinesterase

S-ar putea să vă placă și