Sunteți pe pagina 1din 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan
perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran
dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunya semua fungsi
kejiwaan. Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih
fungsi jiwa. Gangguan jiwa adalah otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).
Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita
(dan keluarga) (Stuart, 2016).
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa
adalah suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini
selaras dengan dengan orang lain. Sedangkan menurut American Nurses
Associations (ANA) keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus
dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia
sebagai ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya
untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah
kesehatan utama dinegara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa
tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara
langsung. Namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan
individu dalam berkarya serta ketidakmampuan individu dalam berprilaku
yang dapat menggangu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat
pembangunan karena mereka tidak produktif ( Hawari, 2001).
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan
umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman dibicarakan. Hal ini dapat
disebabkan oleh karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari
yang bersangkutan atau sekitarnya.

1
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial
yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan
dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap
kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada
masing – masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi,
ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009
: 244).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan
bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. K dengan
masalah kehilangan dan berduka disfungsional.

C. Tujuan Laporan Kasus


Adapun tujuan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum:
Mendapatkan pengalaman dalam Asuhan Keperawatan pada klien
dengan kehilangan dan berduka, yang meliputi pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan dan melaksanakan tindakan
keperawatan, dan mengevaluasi.
2. Tujuan Khusus:
Penulis diharapkan mampu :
a. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan
dan berduka
2
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kehilangan
dan berduka
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
kehilangan dan berduka
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan kehilangan
dan berduka
e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan
kehilangan dan berduka
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kehilangan dan berduka.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan kuliah lapangan ini, penulis menggunakan
metode pengumpulan data diantaranya :
1. Metode wawancara
2. Metode studi
3. Observasi
4. Sumber dan jenis data

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial
yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan
dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).

b. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap
kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada
masing – masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi,
ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009
: 244).

2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah :
1) Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ).

4
2) Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami
gangguan fisik (Prabowo, 2014 : 116).

3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan
(Hidayat, 2009 : 246).

4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu


Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa
kanak – kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246).

5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak
objektif terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).

b. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun
imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara
lain meliputi :

1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga

5
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).

3. Jenis
a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau
kehancuran akibat bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah
rumah, dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
(misalnya pekerjaan, kepergian anggota keluarga dan teman
dekat, perawat yang dipercaya, atau binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan
fungsi psikologis atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga,
teman dekat, atau diri sendiri) (Hidayat. 2009 : 243).
6) Kehilangan orang yang sangat berarti, misalnya orang yang sangat
berarti tersebut meninggal atau pergi ke suatu tempat dalam
waktu yang sangat lama.
7) Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita
penyakit amputasi bagian tubuh, kehilangan pendapatan,
kehilangan perasaan tentang diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan kedudukan, dan kehilangan kemampuan
seksual.(Sutejo, 2017)
b. Berduka
Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi
beberapa antara lain:
1) Berduka normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap

6
kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.

2) Berduka antisipatif
Yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan
dan kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses
perpisahan dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum
ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah
– olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan
orang yang bersangkutan dengan orang lain.
4) Berduka tertutup
Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka. Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan
anaknya dikandungan atau ketika bersalin.

4. Tahapan Proses Kehilangan dan Berduka


a. Tahap pengingkaran (Denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
tidak percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa
kehilangan benar – benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga
dari orang yang menerima diagnosis terminal akan terus berupaya
mencari informasi tambahan (Hidayat, 2009 : 245).Reaksi fisik yang
terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mulai, diare, gangguan
pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali
individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung
dalam beberapa menit hingga beberapa tahun (Hidayat, 2009 :
245).

7
b. Tahap marah (Anger)
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul
sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang
yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku
agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak
pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak kompeten.
Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya (Hidayat,
2009 : 245).
c. Tahap tawar – menawar (Bargaining)
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara
halus atau terang – terangan seolah – olah kehilangan tersebut dapat
dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar –
menawar dengan memohon kemurahan tuhan (Hidayat, 2009 : 245).
d. Tahap depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang
– kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan
bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan, antara lain menolak makan,
susah tidur, letih, turunnya dorongan libido, dan lain – lain
(Prabowo, 2014 :115).
e. Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran
yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang
atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang
dialaminya dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek
atau orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap.
Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu
dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai,
maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan masuk ke tahap
8
penerimaan akan memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya (Hidayat, 2009 : 245 -
246).

5. Proses terjadinya masalah


Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan
objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama – sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan, kehilangan diartikan dengan terpisahnya
dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar
belakang dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen,
seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon
pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. Strees
yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress
nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial
antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas,
kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang
dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya (Prabowo,
2014 : 116).

6. Tanda dan gejala


a. Kehilangan
Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan
diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
9
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur,
tingkat aktivitas (Eko prabowo, 2014 : 117).
b. Berduka

Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :

1) Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan
menurun, sakit kepala, berat badan menurun, sakit
kepala, pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan
berat , susah bernapas.
2) Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan,
perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal
dalam menerima kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap
orang yang meninggal.
3) Efek social.
a) Menarik diri dari lingkungan.
b) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.
4) Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap
kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang
baik terhadap kehilangan (Husnudzon) dan kompensasi yang
positif (konstruktur). Apa bila kondisi tersebut tidak tercapai,
maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat
individu depresi sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan
bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain :
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun(
Prabowo, 2014 : 117).
10
5) Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon
antara lain : Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi,
Supresi dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari
intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan
disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam.
Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering
dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 –
118).
a) Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan
dikenakan pada seseorang yang dengan kuat menyangkal dan
menolak serta tak mau melihat fakta-fakta yang
menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan,
pengharapan, dan pandangan-pandangannya. Denialisme
membuat seorang hidup dalam dunia ilusifnya sendiri,
terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari
cengkeramannya.
Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau
“efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya.
Orang yang hidup dalam denial tentu saja sangat ridak
berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan juga
membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo, 2014
: 118).
b) Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme
lainnya. Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari
kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Represi
adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-
hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita.
Dengan mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa
kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014 : 118).
11
c) Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang
berlebihan untuk menghindari pengalaman yang menganggu
perasaannya. Dengan intelektualisasi, manusia dapat
mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan,
dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan
secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).
d) Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara
berfikir mundur kembali ke ciri tahap perkembangan
sebelumnya (Prabowo, 2014 : 118).
e) Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus
atau diubah. Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-
proses mental dipisahkan atau diasingkan dari kesadaran
dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek dan
emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya
pada selektif amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
f) Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebenarnya merupakan analog dari represi
yang disadari. Perbedaan supresi dengan represi yaitu pada
supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar
alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian
supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa,
Karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui
apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118).
g) Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain
mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang
tidak baik. Dolah dan Holladay (1967) berpendapat bahwa
proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri tanggung
12
jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan
melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian
diri sendiri (Prabowo, 2014 : 118).

6) Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi social termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :
a) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis
pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25 – 30 detik dengan
tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak
menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam
otak. Tujuan ECT adalah untuk mengembalikan fungsi
mental klien dan untuk meningkatkan ADL klien secara
periodic (Prabowo, 2014 : 118).
b) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan
bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalam
psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaanya secara verbal, bersikap ramah,
sopan dan jujur kepada pasien.
c) Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang
sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki,
memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. Tujuan
13
terapi okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan
fungsi penderita semaksimal mungkin, dan kondisi abnormal
ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun
mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan
memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita
diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun
masyarakat (Prabowo, 2014 : 118).

7) Rentang respon

Adaptif Maladaptif

Respon Reaksi Supresi Reaksi Depresi/mania


Emosional berduka emosi berduka
Rumit tertunda
B. Pohon Masalah

Akibat : Ketidakberdayaan

Core problem Kehilangan dan berduka :

Penyebab : Kematian Istri

(Sutejo, 2017)

C. Diagnosa Keperawatan
1. Kehilangan dan berduka
2. Ketidakberdayaan
3. Isolasi sosial

14
D. Rencana Tindakan Keperawatan Klien Dengan Kehilangan dan Berduka
( Sutejo, 2017)

DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWA
TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
TAN
(TUM/TUK) EVALUASI

Kehilangan TUM : Klien menunjukkan Kepercayaan dari klien


1.1. Bina hubungan saling
dan berduka tanda-tanda percaya percaya dengan merupakan hal yang akan
Setelah 2x interaksi
kepada perawat melalui : mengemukakan prinsip memudahkan perawat dalam
Klien secara aktif komunikasi terapetik, yaitu :
melakukan pendekatan
mampu melewati a. Ekspresi wajah cerah, a. Mengucapkan salam
keperawatan atau intervensi
proses kehilangan tersenyum terapetik, sapa klien
selanjutnya terhadap klien
dan berduka secara b. Mau berkenalan dengan ramah, baik verbal
c. Ada kontak mata ataupun nonverbal

15
tuntas d. Bersedia b. Berjabat tangan dengan
menceritakan klien
perasaanya c. Perkenalkan diri dengan
TUK 1 : e. Bersedia sopan
mengungkapkan d. Tanyakan nama lengkap
Klien dapat
masalah klien dan nama panggilan
membina hubungan
yang disukai klien
saling percaya
e. Jelaskan tujuan pertemuan
f. Membuat kontrak waktu
dan tempat setiap kali
bertemu klien
g. Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya
h. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien

16
TUK 2 : klien secara verbal klien 2.1 Berikan kesempatan pada Diskusi terbuka dan jujur dapat
mampu menyatakan klien untuk mengungkapkan membantu pasien dan anggota
Menjelaskan
tahap-tahap proses perasaanya. keluarga menerima dan
makna kehilangan
berduka yang normal dan 2.2 Diskusikan kehilangan secara mengatasi situasi dan respons
perilaku yang terbuka dan gali makna mereka terhadap situasi tersebut
berhubungan dengan pribadi dari kehilangan
tiap-tiap tahap

TUK 3 : klien mampu 3.1.Dorong klien untuk Pengungkapan secara verbal


mengidentifikasi mengekspresikan rasa marah. perasaan klien dengan suatu
Klien bisa
posisinya sendiri dalam Jangan menjadfi defensive lingkungan yang tidak
mengungkapkan
proses berduka dan jika permulaan ekspresi mengancam dapat membantu
perasaan yang
mengekspresikan kemarahan dipindahkan pasien untuk sampai kepada
berkaitan dengan
perasaan-perasaan yang kepada perawat terapis hubungan dengan persoalan-
kehilangan dan
bberhubungan dengan 3.2.Bantu klien untuk persoalan yang belum
perubahan
konsep kehilangan secara mengeksplorasikan perasaan terpecahkan.
jujur marah, sehingga pasien dapat
Latihan fisik memberikan suatu
mengungkapkan secara
metode yang aman dan efektif
langsung kepada objek atau
untuk mengeluarkan kemarahan

17
orang/pribadi yang dimaksud. yang terpendam
3.3.Bantu klien untuk
mengeluarkan kemarahan
yang terpendam dengan
berpartisipasi dalam aktivitas-
aktivitas motorik kasar
(misalnya : jogging, bola
voli,dll)

TUK 4 : Pasien tridak terlalu lama 4.1 berdiskusi dengan pasien Cara mengatasi kehilangan dan
mengekspresikan emosi- tentang cara mengatasi berduka dapat membantu pasien
Setelah 1x
emosi dan perilaku- berduka yang dialami, yaitu : mengatasi situasi dan respons
interaksi pasien
perilaku yang berlebihan mereka terhadap situasi tersebut.
dapat a. Cara verbal dengan
yang berhubungan
mengidentifikasi mengungkapkanperasaan
dengan disfungsi berduka
cara-cara b. Cara fisik yang dilakukan
dan mampu
mengatasi berduka dengan memberi
melaksanakan kegiatan
yang dialami. kesempatan aktivitas fisik
sehari-hari
c. Cara social dengan sharing

18
melalui self help group
d. Cara spiritual, seperti
berdoa, berserah diri.

TUK 5 : Setelah 1x interaksi, rasa 5.1 Bantu klien dalam Mekanisme koping terhadap
berduka dan kehilangan memecahkan masalahnya klien dengan kehilangan dan
Setelah 2x interaksi
klien dapat berkurang sebagai usaha untgyk berduka dapat meminimalisasi
klien mampu
menentukan metode-metode dampak.
mengatasi rasa
koping yang lebih adaptif
kehilangan dan Umpan balik positif
terhadap pengalaman
dukanya dengan meningkatkan harga diri dan
kehilangan.
koping adaptif mendorong pengulangan
5.2 Berikan umpan balik positif
perilaku yang diharapkan.
untuk identifikasi strategi dan
membuat keputusan.

TUK 6 : Keluarga mengetahui 6.1 Diskusikan masalah yang Keluarga sebagai support system
masalah kehilangan dan dirasakan keluarga dalam ( system pendukung) akan
Setelah 2x interaksi
berduka anggota merawat klien sangat berpengaruh dalam
klien dapat
keluarganya serta 6.2 diskusikan tentang kehilangan mempercepat proses
meningkatkan

19
pengetahuan dan mengetahui cara dan berduka dan dampaknya penyembuhan klien
kesiapan keluarga perawatan dan 6.3 melatih keluarga untyuk
dalam merawat penanganan anggota mempraktekkan cara merawat
klien dengan rasa keluarga terhadap klien dengan kehilangan dan
kehilangan dan gangguan psikososial ini berduka
berduka 6.4 diskusikan dengan keluarga
tentang sumber-sumber
bantuan yang dapat
dimanfaatkan pasien serta
perilaku klien yang perlu
dirujuk dan bagaimana cara
merujuk.

20
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Inisial : Tn. K
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 78 Tahun
Suku/Bahasa Dominan : Sunda/ Sunda
Status perkawinan : Duda
Informan : Tn. K
Tanggal Pengkajian : 01 November 2018
Alamat : Dusun Paracis

2. Keluhan utama
Klien mengeluh sesak nafas dan sudah berlangsung setelah ditinggal
meninggal istrinya 5 bulan yang lalu, lutut kanan kiri sering kesemutan,
3. Penampilan Umum
a. Fisik :
1) Oksigenasi :
a) Tanda-tanda vital : TD : 200/90 mmhg, P : 23 x/mnt, Nd :
87x/mnt, S ; 36,30C
b) Ritme : nafas cepat dan dangkal, terdengar wheezing
2) Nutrisi :
a) Berat Badan : 35 kg
b) Tinggi badan : tidak terkaji
c) Poola makan : 3x per hari
3) Eliminasi :
a) Pola BAB/BAK : dalam batas normal
b) Nyeri : tidak ada

21
4) Aktivitas dan istirahat :
a) Pelaksanaan ADL : soportif
b) Pola tidur : terganggu, sering susah tidur karena
banyak yang dipikirkan, semenjak kematian istrinya, merasa
sendirian, putus asa, bersalah, karena anaknya kurang
memperhatikannya.
5) Proteksi
a) Status imunisasi : tidak terkaji
b) Riwayat pengobatan fisik :
Klien menderita asma dan rajin control ke dokter spesialis paru
sebelum istrinya meninggal, semenjak istrinya meninggal klien
tidak mau kontol lagi, obat yang diberikan oleh dokter tidak
pernah diminum oleh klien dengan alasan merasa tidak ada
perubahan kearah yang lebih baik dan tidak ada yang
mengingatkan untuk minum obat.
Diagnosa Keperawatan
Ketidakberdayaan
b. Penampilan
a) Cacat fisik : tidak ada
b) Kontak mata : baik
c) Pakaian : rapi
d) Perawatan diri : klien mampu merawat diri secara mandiri (mandi
sendiri, makan sendiri, sisiran sendiri, kuku pendek dan bersih,
klien tampak memakai sandal)

Diagnosa Keperawatan

22
4. Keluarga
a. Genogram

67 78

Keterangan :

: Perempuan : meninggal

: Laki-laki : orang yang tinggal serumah

: Cerai : Klien

23
b. Tipe keluarga : Nuclear family
c. Pewngambilan keputusan : anak perempuanya
d. Kebiasaan yang dilakukan bersama keluarga : tidak terkaji
e. Kegiatan yang dilakukan klien dalam masyarakat
Klien sudah tidak pernah mengikuti kegiatan dalam masyarakat
dengan alasan keterbatasan fisik (kali yang sering kesemutan, dan bila
kecapaikan klien merasa sesek nafas).
Diagnose keperawatan
Ketidakberdayaan
5. Riwayat Sosial
a. Pola sosial
1) Teman dekat : istri
2) Peran serta masyarakat : klien sudah tidak pernah mengikuti
acara-acara di masyarakat, hanya jalan-jalan sebentar Dan ngobrol
dengan tetangga dekat.
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : semenjak
istrinya meninggal klien merasa kondisinya makin tidak baik,
sering sesek nafas dan merasa tidak ada perubahan kearah yang
lebih baik.
b. Obat-obat yang dikonsumsi
Episan 3x 1 sdm sebelum makan, etambutol 1x1/2 tablet, tetapio klien
tidak pernah minum obatnya.
Diagnosa keperawatan
Ketidakberdayaan

6. Kultural dan spiritual


a. Agama yang dianut
1) Bagaimana kebutuhan klien terhadap spiritual dan pelaksanaanya.
Klien melakukan ibadah sholat 5 waktu di rumah yang sebelum
istrinya meninggal klien melaksanakanya di masjid.

24
2) Pengaruh spiritual terhadap koping individu
Klien menyadari dan tahu sakitnya, klien akan berobat kembali ke
dokter dan klien yakin akan sembuh. Klien tampak matanya
berkaca-kaca saat menceritakan istrinya yang sudah meninggal
b. Budaya yang diakui
1) Komunikasi non verbal : kontak mata, hangat, sopan
2) Nada : sesuai emosi

Diagnosa keperawatan
Kehilangan dan berduka
7. Pengkajian dengan kehilangan dan berduka
a. Kehilangan yang pernah dialami
Sekitar 5 bulan yang lalu, tepatnya di bulan Mei istri Tn. K meninggal
dunia karena menderita sakit stroke dan hipertensi.
b. Respon terhadap kehilangan
Semenjak istrinya meninggal klien tidak mau berobat, tidak mau
minum obat karena tidak ada yang mengfingatkan, malam kadang
gangguan tidur.
c. Mekanisme koping adaptif
1) Mampu bicara dengan orang lain.
2) Mampu menyelesaikan masalah (klien mengetahui bagaimana
mengatasi sakitnya).
3) Teknik relaksasi : klien mampu.
4) Olahraga : klien mau jalan-jalan pagi sekitar rumahnya

25
B. ANALISA DATA

DATA MASALAH
Data mayor : Kehilangan dan berduka
Subyektif :
Klien mengatakan setelah 100 hari istrinya meninggal klien merasa sendiri, selalu teringat
istrinya, tidak mau berobat kedokter, tidak mau minum obat karena tidak ada yang
mengingatkan.
Obyektif :
1. Klien tampak berkaca-kaca saat menceritakan almarhum istrinya
2. Klien tampak sesek nafas P : 23x/mnt
3. Obat klien masih utuh tidak pernah diminum

Data minor :
Subyektif :
Klien mengatakan sedih ditinggal istrinya
Obyektif :
Klien tampak duduk sendiri disamping rumah

26
C. Aspek Medik
Diagnosa Medik : Asma Bronchiale e.c TB Paru
Therapi medik :
Therapi saat klien dari Rumah Sakit :
 Etambutol 3 x ½ tablet
 Episan Syrup 3 x 1 sdm

D. Daftar Masalah Keperawatan


1. Kehilangan dan berduka
2. Ketidakberdayaan
3. Isolasi sosial

E. Pohon Masalah

Isolasi Sosial

ketidakberdayaan

Kehilangan dan berduka

kematian istri

27
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal & No Implementasi Evaluasi


Waktu Dx
Kamis, 01 1 Data : S : Klien mengatakan semenjak istrinya meninggal klien
Nov 2018 DS : Klien mengatakan semenjak istrinya meninggal merasa sendiri, selalu teringat terus, klien akan mulai
pkl. 15.30 – klien merasa sendiri, selalu teringat terus, klien tidak minum obatnya, akan lebih mendekatkan diri pada
15.45 mau minum obat karena tidak ada yang mengingatkan Tuhan dengan sholat 5 waktu dan bila teringat mak akan
minum obat dan tidak ada perubahan kearah lebih istiqfar.
baik. O : kontak mata baik , obat klien tampak masih utuh
DO : A : perasaan kehilangan dan berduka teratasi sebagian
 klien tampak matanya berkaca-kaca saat P : anjurkan klien untuk minum obat teratur,
menceritakan istrinya yang sudah meninggal. mendekatkan diri dengan Tuhan, melakukan aktivitas
 Obat klien masih utuh tanpa ada yang diminum ringan untuk mengalihkan perasaan kehilanganya.
 Klien tampak murung dan kadang melamun.
Dx. Keperawatan : kehilangan dan berduka
Tindakan Keperawatan :
SP1p
1. Mengidentifiksi penyebab kehilangan dan

28
berduka
2. Mendiskusikan kehilangan secara terbuka
3. Membantu klien tentang cara mengatasi berduka
yang dialami :
a. Cara verbal memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan perasaan
b. Cara fisik memberikan kesempatan untuk
aktivitas fisik
4. Membantu klien memecahkan masalah untuk
menentukan metode koping yang lebih efektif
terhadap pengalaman kehilangan.
5. Memberikan umpan balik positif untuk
identifikasi strategis dan membuat keputusan

Jumat 02 SPIIp S : Klien mengatakan tadi pagi sudah jalan-jalan keliling


Nov 2018 1. Mengevaluasi kegiatan harian klien sekitar rumahnya, klien sudah mulai minum obatnya,
Pukul 17.00 2. Mengevaluasi obat klien klien lebih mendekatkan diri pada Tuhan dengan sholat
– 17.15 5 waktu dan bila teringat mak istiqfar.
WIB O : kontak mata baik , obat klien sudah berkurang sesuai

29
dosis yang dianjurkan
A : perasaan kehilangan dan berduka teratasi sebagian
P : anjurkan klien untuk minum obat teratur,
mendekatkan diri dengan Tuhan, melakukan aktivitas
ringan untuk mengalihkan perasaan kehilanganya.
Sabtu, 03 SPIIp S : Klien mengatakan tadi pagi sudah jalan-jalan keliling
Nov 2018 3. Mengevaluasi kegiatan harian klien sekitar rumahnya, klien sudah minum obatnya, klien
Pukul 08.30 4. Mengevaluasi obat klien lebih mendekatkan diri pada Tuhan dengan sholat 5
– 09.00 waktu dan bila teringat mak istiqfar.
WIB O : kontak mata baik , obat klien sudah berkurang sesuai
dosis yang dianjurkan
A : perasaan kehilangan dan berduka teratasi sebagian
P : anjurkan klien untuk minum obat teratur,
mendekatkan diri dengan Tuhan, melakukan aktivitas
ringan untuk mengalihkan perasaan kehilanganya.
Sabtu, 03 SPIk menjelaskan cara merawat pasien dengan S : keluarga sudah mengerti cara merawat klien, dengan
Nov 2018 kehilangan dan berduka dengan berbicara baik-baik, membantu mengingatkan
pkl. 08.30- 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga pasien untuk melakukan sholat., melibatkan aktifitas
09.00 WIB dalam merawat pasien sehari-hari (olahraga, sholat 5 waktu), mengingatkan

30
2. Menjelaskan pengertian kehilangan dan berduka, minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter, serta
tanda dan gejala, serta proses terjadinya akan mengantar klien berobat ke klinik
kehilangan dan berduka O : keluarga tampak mampu menjelaskan cara merawat
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan pasien dengan melibatkan pasien dalam aktivitas sehari-
kehilangan dan berduka hari untuk mengalihkan perasaan kehilangan dan
berduka
A : kehilangan dan berduka berkurang
P : anjurkan keluarga untuk mengingatkan klien minum
obat teratur, mendekatkan diri dengan Tuhan,
melakukan aktivitas ringan (olahraga) untuk
mengalihkan perasaan kehilanganya.

31
BAB IV
PENUTUP

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari yang sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengaan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional.
Dari kasus diatas maka peran perawat adalah untuk mendapatkaan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap
perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

32
DAFTAR PUSTAKA

Sutejo, 2017, Keperawatan Kesehatan Jiwa : Prinsip dan Praktik Asuhan


Keperawatan, Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Sutejo, 2017, Keperawatan Kesehatan Jiwa, Konsep dan Praktik Asuhan
Keperawatan Jiwa : Gangguan Jiwa dan Psikososial, Yogyakarta :
Pustaka Baru Press.
Nanda Internasional Inc.diagnosis keperawatan : definisi dan klasifikasi 2015-
2017/editor, T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi
Anna Keliat....(et al) editor penyelaras, Monica Ester, Jakarta : EGC, 2015.
Gloria M. Bulechek, Howard K. Bucher, et.al, Nursing Interventions
Classification (NIC), Elsevier 2017.
Sue Moorhead, Marion Johnson, et.al, Nursing Outcomes Classification (NOC),
Elsevier 2017.

33

S-ar putea să vă placă și