Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
2
ISSN 2085-8418
ABSTRACT
One of model Micro Finance Institution (MFI) which in this one decade expand fast relative is
Shariah MFI, the institution that more knowledgeable with Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).Considering
strategic value (BMT) and fact that assessment of performance of health BMT not yet done in this time,
hence be conducted by this study/research at BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem Rembang of
Central Java. The aim of this study is know how the finance ratio influence performance of BMT BUS, that
is factor of strength and its feebleness, also defining strategy needed in developing capacity of BMT BUS.
This study conducted by (1) taking secondary data from financial statement of BMT BUS, literatures,
journals, bulletins, and seminar paper, (2) direct observation at BMT checked, (3) and interview.
Quantitative data analysis is done by blend analysis of finance performance assessment, a kind of
CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, and Liquidity) for banking with ratio of efficiency and
rentability from ratio sum up staff approach. So that this component assessment consists of capital
structure ratio, solvabilitas, productive asset quality, liquidity, efficiency, rentability, independency and
sustainability. The result depicted in radar chart graph. To sharpen analysis used with Strengths,
Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) analysis. Result posed in this study is that Healthy
Performance BMT Bina Umat Sejahtera in the year 2006 inclusive of category of well enough, with its
strength component ( score 4) in stories; level of financing risk of a period of to small, very efficient in
optimalise of Account Officer staff ( AO) in serving customer financing, very able to activate society for
funding and optimalise in portfolio financing, very self-supporting in operational cost, and very able to
manage outstanding financing with existing AO staff. There is factor of feebleness of BMT BUS (score 1)
there is [at] abolition reserve of risk financing smaller than risk financing which owning, alocate too high
asset fixed asset, and its ability get net profit very minimize compared to by a asset and or the capital
managed its.
(Rp 275,37 triliun atau 45,92%), serta memiliki Tamwil (BMT) sebuah model LKM dengan prinsip
kinerja ekspor non-migas (Rp 109,13 triliun atau syariah (LKMS), berbasis swadaya masyarakat
14,76%). yang mandiri dan mengakar di masyarakat untuk
Perkembangan sektor UMKM yang dapat menjangkau dan melayani lebih banyak unit
demikian menyiratkan bahwa terdapat potensi usaha mikro yang tidak mungkin dijangkau
yang besar atas kekuatan domestik, maka bila langsung oleh lembaga keuangan dan perbankan
dikelola dan dikembangkan dengan baik, dapat umum.
mewujudkan usaha menengah yang tangguh, Kehadiran BMT-BMT demikian penting
seperti yang terjadi pada saat perkembangan dirasakan oleh masyarakat sebagai lembaga
usaha-usaha menengah di Korea Selatan dan keuangan alternatif, di samping perbankan dan
Taiwan. lembaga keuangan lainnya. Apalagi BMT ini
Di sisi lain, UMKM di Indonesia masih dioperasikan dengan sistem bagi hasil yang
dihadapkan pada masalah mendasar yang secara merupakan sistem syariah dan dalam
garis besar mencakup : (1) masih sulitnya akses perkembangannya menunjukkan bahwa minat
UMKM pada pasar atas produk-produk yang masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah
dihasilkannya, (2), masih lemahnya pengembang- meningkat, sehingga keberadaan BMT menjadi
an dan penguatan usaha, serta (3), keterbatasan alternatif yang berarti. Namun demikian, kondisi
akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dari persaingan BMT dengan Bank Konvensional
lembaga-lembaga keuangan formal khususnya maupun dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
dari perbankan. Sebagai gambaran hasil survei yang demikian ketat telah mendorong untuk
Bank Indonesia pada triwulan ke III tahun 2005, mencari strategi yang tepat dalam
terlihat bahwa kredit yang disetujui bank dapat mengembangkan BMT dengan cara peningkatan
dikelompokkan: kinerja dan daya saing masing-masing BMT.
a. Di atas Rp. 5 milyar (33,3%). Daerah yang paling kondusif bagi
b. Di atas Rp. 500 juta s/d Rp. 5 milyar (31,0%). pertumbuhan BMT adalah propinsi Jawa Tengah.
c. Di atas Rp. 50 juta s/d Rp. 500 juta (21,4%). Dari 513 unit BMT di Jawa Tengah, 97
d. Di bawah Rp. 50 juta 14,3%). diantaranya telah memiliki aset di atas Rp. 1
Dari komposisi di atas terlihat bahwa milyar rupiah. Salah satu dari BMT yang cukup
segmen UMKM yang jumlahnya 98% hanya berkembang di wilayah tersebut adalah BMT Bina
mendapat pelayanan kredit 14,3% dan pada Umat Sejahtera Kecamatan Lasem Kabupaten
triwulan berikutnya terdapat kecenderungan yang Rembang, dimulai dari pendiriannya pada tanggal
mengarah, dimana penyaluran di atas Rp. 5 10 Nopember 1996 dengan modal Rp. 2 juta dan
milyar justru naik menjadi 46,2%, sedangkan saat ini asetnya telah mencapai di atas Rp. 60
kredit mikro malah menurun menjadi 8,9%. milyar. Berdasarkan hal tersebut lokasi kajian
Komposisi kredit mikro yang hanya 14,5% ditetapkan di BMT Bina Umat Sejahtera dapat
disinyalir banyak pihak bahwa sebagian besar mewakili kajian secara umum terhadap
tidak diperuntukkan kepada usaha mikro, pengembangan BMT.
melainkan kredit melalui kartu kredit yang karena Tujuan pelaksanaan penilaian kesehatan
besarannya di bawah 50 juta, dikategorikan BMT Bina Umat Sejahtera adalah: (1) Melakukan
sebagai kredit mikro. analisis untuk mengetahui kinerja keuangan dari
Kenyataan yang dikemukakan tersebut BMT Bina Umat Sejahtera, dilihat dari rasio
sesuai dengan analisis De Soto (2001) yang keuangannya dan Model Penilaian Kesehatan
menggambarkan betapa besarnya sektor versi PINBUK, (2) Menyusun strategi
ekonomi informal (usaha mikro) dalam pengembangan BMT Bina Umat Sejahtera dalam
memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi di peningkatan usaha UMKM, (3) Merumuskan
negara berkembang. Beliau mensinyalir Implikasi Manajerial bagi pengembangan BMT
keterpurukan ekonomi di negara berkembang berdasarkan hasil analisis pada butir (1).
disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuh-
kan lembaga permodalan bagi masyarakatnya
METODOLOGI
yang mayoritas pengusaha kecil (mikro).
Melihat realitas tersebut, pengembangan
Kajian ini dilakukan di unit usaha BMT Bina
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seharusnya
Umat Sejahtera, Lasem Rembang Jawa Tengah.
menjadi perhatian dan prioritas utama, apabila
Periode penelitian pada bulan Oktober -
menginginkan perubahan kondisi ekonomi sosial
Desember 2007. Data primer berupa data hasil
negeri ini. Dalam hal ini, Pusat Inkubasi Bisnis
kuesioner dan wawancara yang dilakukan kepada
Usaha Kecil (PINBUK) sebagai Lembaga
para pengelola dan pengurus LKMS BMT Bina
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM)
Umat Sejahtera, Lasem Rembang Jawa Tengah.
yang didirikan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim
Data sekunder digunakan sebagai data tambahan
Se-Indonesia (ICMI), Majelis Ulama lndonesia
dalam menunjang analisis. Data sekunder
(MUI) dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) sejak
mencakup data kuantitatif, yaitu data Laporan
tahun 1995 turut berpartisipasi dalam
Keuangan LKMS BMT Bina Umat Sejahtera,
pembangunan nasional dengan menumbuh-
Lasem Rembang Jawa Tengah, portofolio
kembangkan kelembagaan Baitul Maal wat
pembiayaan berdasarkan jenis pembiayaan yang ekonomi yang dipublikasikan dalam buletin,
sudah disalurkan, serta data mengenai jurnal-jurnal ilmiah atau melalui sarana internet.
perkembangan LKMS BMT di Jawa Tengah dan Pengolahan dan analisis data dalam kajian ini
Nasional. Data lain secara kualitatif dapat menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif
diperoleh dari majalah/surat kabar, literatur- dengan analisis rasio keuangan dan deskriptif
literatur yang berkaitan dengan LKM dan jasa kualitatif Strengths, Weaknesses, Opportunities
keuangan syariah, serta ulasan-ulasan para pakar dan Threats (SWOT). Tahapan analisis adalah :
Vol 4. No. 2
198 Kajian Penilaian Kesehatan
Vol 4. No. 2
200 Kajian Penilaian Kesehatan
b. Rasio Pencadangan Penghapusan Risiko besar kasnya, agar tidak produktif. Kondisi
ideal terjadi bila besaran kasnya lebih dari
Cadangan Penghapusan 25% - 35% dari hutang lancarnya.
RPPR = ------------------------------------- 2) Pada perhitungan ini BMT BUS mendapatkan
Pembiayaan Bermasalah nilai 2, artinya masih kurang dalam menyedia-
164.576.708 kan kas untuk mengantisipasi pengambilan
= 10,64% simpanan oleh anggota, dalam arti lain BMT
1.546.855.225
BUS secara teoritis masih relatif kurang
memiliki kemampuan dalam memenuhi hutang
Tingkat Pencadangan jangka pendeknya.
Nilai
Kerugian Pembiayaan
b. Rasio Pembiayaan Terhadap Dana Yang
r > 75% 4
Diterima
50% < r ≤ 75% 3
25% < r ≤ 50% 2
Total Pembiayaan 32.760.396.965
r ≤ 25% 1
RP = ------------------------------ = -------------------------
r = 10,64% 11% setara dengan Nilai = 1 Dana Yang Diterima 37.291.068.513
= 87,85%
Keterangan:
1) Perhitungan ini digunakan untuk mengukur
Rasio Pembiayaan Nilai
kemampuan BMT dalam menyediakan
cadangan penghapusan pembiayaan r ≤ 50% 1
bermasalah, nilai 1 untuk LKM/BMT yang 50% < r ≤75% 2
hanya menyisihkan cadangan penghapus- 75% < r ≤100% 3
an sampai dengan 25%, sedang nilai ideal r > 100% 4
4 bila penyediaan cadangan penghapusan r = 87,85% 88% setara dengan Nilai = 3
di BMT lebih dari 75%.
2) Rasio di atas mendapat nilai 1, artinya Keterangan:
BMT BUS masih kurang dalam 1) Penilaian ini dalam perbankan dikenal dengan
mengalokasikan cadangan penghapusan Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to
pembiayaan (bahkan masih di bawah Deposit Ratio (FDR) untuk perbankan syariah,
25%) dibandingkan dengan besaran yakni menilai kemampuan BMT dalam
pembiayaan bermasalah yang dimilikinya. mengoptimalkan dana hutang yang diterima
untuk pembiayaan produktifnya. Nilai 1, bila
3. Likuiditas BMT hanya menggunakan 50% dan nilai 4 bila
Pada penilaian likuiditas ini digunakan 2 menggunakan lebih dari total hutangnya
(dua) indikator, yakni (a) Rasio Kas terhadap (artinya menggunakan juga modal) untuk
Hutang Lancar dan (b) Rasio Pembiayaan pembiayaan produktifnya.
terhadap dana yang diterima (keseluruhan 2) Rasio di atas mendapatkan nilai 3, artinya
hutang). BMT BUS cukup optimal dalam memanfaatkan
dana hutangnya untuk pembiayaan produktif.
a. Kas Terhadap Hutang Lancar
4. Efisiensi
Kas + Bank 5.835.437.684 Pada penilaian efisiensi BMT ini
RK = ---------------------- = ------------------------ digunakan 4 (empat) indikator, yakni (1) Rasio
Hutang Lancar 32.246.021.364 Efisiensi Biaya, (2) Rasio Efisiensi Inventaris,
= 18,10% (3) Rasio Efisiensi Staf dan (4) Rasio Efisiensi
Staf AO.
Rasio kas Nilai a. Efisiensi Biaya
Vol 4. No. 2
202 Kajian Penilaian Kesehatan
Lanjutan Tabel 4.
Nilai Bobot (%) Skor
No. Indikator
(a) (b) (axb)
4 Efisiensi
a. Efisiensi Biaya 2 10 0,2
b. Efisiensi Inventaris 1 5 0,05
c. Rasio Efisiensi Staff 3 5 0,15
d. Rasio Efisiensi Staff AO 4 5 0,2
5 Rentabilitas
a. Rentabilitas Aset 1 5 0,05
b. Rentabilitas Modal 1 5 0,05
6 a. Rasio Simpanan terhadap Pembiayaan 4 5 0,2
b. Kemandirian Operasional 4 5 0,2
c. Kemandirian Pembiayaan 4 5 0,2
Jumlah Skor 2,5
Keterangan:
Untuk menerjemahkan hasil pada Tabel 4, digunakan tabel parameter tingkat kesehatan pada Tabel 5.
Tabel 5. Parameter tingkat kesehatan kinerja sumber daya organisasi sulit digunakan untuk
keuangan BMT menangani kesempatan dan ancaman.
Sedangkan faktor strategik eksternal yang
SKOR Predikat dimiliki oleh perusahaan meliputi peluang
3,00 – 4,00 Sehat (opportunities) dan ancaman (threats). Tripomo
2,00 – 2,99 Cukup Sehat (2005) menegaskan bahwa peluang adalah
1,00 – 1,99 Kurang Sehat situasi eksternal organisasi yang berpotensi
< 1,00 Tidak Sehat menguntungkan. Sedangkan ancaman adalah
suatu keadaan eksternal yang berpotensi
Dari perhitungan tersebut didapatkan skor menimbulkan kesulitan. Faktor strategik
tingkat kesehatan kinerja sama dengan 2,5. Jika eksternal yang dimiliki oleh perusahaan meliputi
dibandingkan pada tabel parameter tingkat peluang (opportunities) dan ancaman (threats).
kesehatan di atas, maka didapatkan predikat Tripomo (2005) menegaskan bahwa peluang
Tingkat Kesehatan Kinerja BMT BUS adalah adalah situasi eksternal organisasi yang
Cukup Sehat. berpotensi menguntungkan. Sedangkan
ancaman adalah suatu keadaan eksternal yang
berpotensi menimbulkan kesulitan.
Analisis SWOT Dari uraian penjelasan penilaian
Faktor internal dikelompokkan menjadi kesehatan BMT BUS tersebut di atas dapat
faktor yang memberikan kekuatan (strengths) diketahui Kekuatan, Kelemahan BMT BUS.
dan faktor yang memberikan faktor kelemahan Dengan menganalisa kondisi sekitar baik secara
(weaknesses). Tripomo (2005) menyebutkan makro maupun di sekitar operasional BUS
kekuatan sebagai situasi internal organisasi dapat diuraikan peluang dan ancaman lembaga
berupa sumber daya yang dimiliki organisasi keuangan seperti BMT BUS. Analisa SWOT
untuk digunakan sebagai alternatif menangani BMT BUS dan strategi yang dapat dilakukan
peluang dan ancaman. Sedangkan kelemahan dijelaskan dalam matriks seperti pada Tabel 6.
adalah situasi internal organisasi, dimana
Vol 4. No. 2
204 Kajian Penilaian Kesehatan
pembiayaan yang besar dengan tenaga AO dengan tingkat pembiayaan bermasalah yang
yang ada. dimilikinya.
c. Faktor-faktor kelemahan kinerja keuangan c. BMT BUS mulai mengembangkan Shariah
BMT BUS adalah relatif kurang dalam Wealth Management, dengan memperhatikan
menyediakan modal sendiri dibandingkan ledakan konsumsi dan tren bisnis syariah.
dengan kemampuan menggalang dana
tabungan/hutang, kurang dalam mengalokasi-
kan cadangan penghapusan pembiayaan, DAFTAR PUSTAKA
kurang dalam menyediakan kas untuk
mengantisipasi pengambilan simpanan oleh David, F.R. 1997. Strategic Management. Prentice
anggota, kurang efisien dalam mengeluarkan Hall International Inc, New Jersey.
biaya operasional, kurang efisien dalam
Heriyanto, S. 2005. Prospektus Lembaga
membelanjakan aktiva tetap melebihi separuh
Keuangan Mikro Syariah di Indonesia.
nilai modalnya dan masih sangat kecil
Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta.
menghasilkan laba dari pengelolaan modal
ataupun aset. De Soto, H. 2001. The Chemistry of Capital
(Terjemahan), Yayasan Obor, Jakarta.
Saran
Siagian, N. 2004. Antara Data Statistik dan
a. Perlu ditingkatkan efisiensi, proporsionalitas Kualitas UKM. Sinar Harapan.
dalam pembelanjaan aktiva tetap, dan http://www.sinarharapan.co.id/
peningkatan laba bersih/rentabilitas. ekonomi/usaha/2004/0327/ukm3.html
b. Perlu dilakukan pencadangan penghapusan
pembiayaan lebih proporsional dibandingkan Tripomo, T. 2005. Manajemen Strategi. Penerbit
Rekayasa Sains, Jakarta.
Vol 4. No. 2