Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
DIINI FITHRIANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Diini Fithriani
NIM C 252070424
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI ANTIOKSIDAN Caulerpa racemosa
DI PERAIRAN TELUK HURUN LAMPUNG
DIINI FITHRIANI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul
Potensi Antioksidan Caulerpa racemosa di Perairan Teluk Hurun Lampung.
Penyusunan Tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari, bahwa dalam tesis ini masih banyak kekurangan, yang
disebabkan masih terbatasnya ilmu maupun pengalaman yang dimiliki, oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk dari berbagai pihak
agar dikemudian hari mampu menyusun karya-karya ilmiah yang lebih baik dan
sempurna.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
3. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah memberikan petunjuk serta pengarahan dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat bermanfaat.
5. Bapak Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. yang telah berkenan menjadi dosen penguji.
6. Bapak dan Ibu pengajar di lingkungan Sekolah Pascasarjana Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
7. COREMAP II yang telah memberikan kesempatan belajar melalui program
beasiswa 2007.
8. Kepala Balai Besar Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Bapak Prof. Dr. Ir. Hari Eko
Irianto, Kepala Kelompok Peneliti Rekayasa Alat Bapak Dr. Ir. Bandol
Sediadi Bagus Utomo, MSc, Koordinator Rekayasa Alat Bapak Ir. Jamal
Basmal, MSc dan Bapak Ir. Abdul Sari, MSc, Kepala Bidang Tata
Operasional Dr. Ir. Singgih Wibowo, MSc atas dukungan dan ijin belajar
yang diberikan.
9. Senior dan rekan-rekan kerja di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
10. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung serta Saudara Windika
atas bantuannya dalam pengambilan sampel sehingga penelitian dapat
terlaksana.
11. Ayahanda dan Ibunda yang telah mengasuh dan mendidik dengan penuh kasih
sayang dan kesabaran.
12. Yang tercinta Suami, Anak serta Adinda yang selalu tulus ikhlas
mendampingi penulis dalam suka maupun duka.
13. Teman-teman Sandwich yang telah banyak membantu penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya penulis mengucapkan semoga kebaikan yang telah diberikan untuk
kepentingan dalam menyusun tesis ini, mendapatkan amal shalih serta ridho dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua.
Diini Fithriani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 Maret 1980 sebagai anak sulung
dari pasangan Djunaedi Abdul Rachim dan Neneng Muslimah.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Teknologi Pangan dan
Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2007,
penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana
diperoleh dari COREMAP II, Asian Development Bank.
Penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Besar Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan
Departemen Kelautan dan Perikanan. sejak tahun 2004.
Pada tahun 2005 penulis menikah dengan Abdul Mukti dan dikarunia satu
orang anak yaitu Dafi Mubarak Athallah yang kini berusia 3 tahun.
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Ir. Sigid Hariyadi, M.S.c
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Antioksidan ....................................................................................... 6
2.1.1 Definisi antioksidan ............................................................... 6
2.1.2 Mekanisme kerja antioksidan................................................. 7
2.1.3 Antioksidan alami bersumber dari tumbuhan ....................... 7
2.1.4 Antioksidan dalam rumput laut ............................................. 10
2.1.5 Metode pengukuran aktifitas antioksidan ............................ 12
2.2 Pengenalan Genus Caulerpa ............................................................ 13
2.3 Pengenalan Species Caulerpa racemosa ......................................... 14
2.3.1 Toleransi lingkungan Caulerpa racemosa ............................ 15
2.3.2 Sistem reproduksi Caulerpa racemosa ................................. 16
2.3.3 Mekanisme pertahanan Caulerpa racemosa ......................... 16
2.3.4 Kontrol alami ........................................................................ 17
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Antioksidan pada Tanaman .. 17
2.4.1 Faktor lingkungan dan genotif ............................................. 17
2.4.2 Faktor waktu pemanenan dan kematangan .......................... 17
2.4.3 Faktor pengolahan makanan dan metode produksi ................ 18
2.5 Ekstraksi ........................................................................................... 18
3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 20
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 20
3.2 Metoda Penelitian ............................................................................ 22
3.2.1 Pra penelitian ....................................................................... 22
3.2.2 Penelitian utama ................................................................... 22
3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ......................................... 31
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 34
4.1 Parameter Habitat dan Kondisi Fisik Caulerpa racemosa .............. 34
4.1.1 Media tumbuh Caulerpa racemosa ..................................... 34
4.1.2 Hewan herbivora .................................................................. 39
4.1.3 Parameter fisik kimia perairan ............................................. 41
4.1.4 Kondisi fisik Caulerpa racemosa ........................................ 46
xi
xii
Halaman
1 Lokasi penelitian di Teluk Hurun, Lampung .......................................... 20
2 Substrat tempat tumbuh Caulerpa racemosa .......................................... 37
3 Komposisi hewan herbivora di setiap stasiun ......................................... 41
4 Data kualitas air di Teluk Hurun 2003 .................................................... 45
5 Kondisi Caulerpa racemosa di ketiga stasiun ......................................... 48
6 Hubungan antara parameter fisik kimia perairan
dengan total fenol .................................................................................... 49
7 Hubungan antara parameter fisik kimia perairan
dengan persen penghambatan ................................................................. 53
8 IC 50 dengan metode DPPH ekstrak rumput laut Caulerpa
racemosa ................................................................................................. 59
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Caulerpa racemosa yang tumbuh pada substrat karang ........................ 8
2 Caulerpa racemosa var. Cylindracea : thallus yang berbeda ................ 8
3 Peta lokasi stasiun 1, 2 dan 3 di Teluk Hurun Lampung ....................... 21
4 Skema transek kuadrat dalam pengamatan kondisi
Caulerpa racemosa ................................................................................ 24
5 Skema pengambilan data parameter air ................................................. 25
6 Caulerpa racemosa di stasiun1 .............................................................. 35
7 Caulerpa racemosa di stasiun 2 ............................................................. 36
8 Caulerpa racemosa di stasiun 3 ............................................................. 36
9 Lamun berasosiasi dengan karang mati ................................................. 37
10 Karang yang rusak di stasiun 3 .............................................................. 39
11 Caulerpa racemosa ditengah komunitas lamun .................................... 40
12 Pengukuran parameter fisik – kimia perairan di
Teluk Hurun, Lampung .......................................................................... 42
13 Pengukuran parameter fisik – kimia perairan di tiga
lokasi di Teluk Hurun Lampung ........................................................... 43
14 Kandungan total fenol pada ketiga lokasi penelitian ............................ 48
15 Aktivitas antioksidan (AEAC) pada ketiga lokasi
dan aktivitas antioksidan (IC 50) pada ketiga lokasi ............................... 52
16 Persen penghambatan radikal bebas pada ketiga lokasi ........................ 52
17 Bilangan peroksida ektrak Caulerpa racemosa di tiga lokasi ............... 55
18 Kandungan fenol pada ekstrak Caulerpa racemosa .............................. 57
19 Grafik hubungan persiapan sampel dan perbedaan pelarut
terhadap aktifitas antioksidan (AEAC) dan persen penghambatan ...... 59
20 Bilangan peroksida ekstrak Caulerpa racemosa .................................. 63
xiv
1 PENDAHULUAN
dengan kondisi di negara lain seperti Jepang, Fiji, Filipina atau Thailand. Di
Thailand, Caulerpa racemosa sudah umum ditemukan di Pasar Phuket, dimana
10-20 kg terjual setiap harinya, untuk digunakan sebagai saus pedas. Di Fiji atau
Pulau Pasifik lainnya Caulerpa racemosa juga sudah dijual secara luas di pasar-
pasar untuk dimanfaatkan sebagai sayuran segar. Di Jepang Caulerpa racemosa
diekspor dari Cebu, Filipina dengan harga yang tinggi. Selain sebagai bahan
pangan Caulerpa racemosa dapat digunakan sebagai pakan ternak dan obat untuk
menurunkan tekanan darah tinggi dan obat reumatik (Novaczek 2001 in Chew et
al. 2008).
Seperti jenis tanaman lainnya Caulerpa racemosa memproduksi metabolit
primer dan metabolit sekunder. Menurut Brandt dan Molgaard (2001) metabolit
sekunder adalah berbagai grup alami yang memproduksi senyawa kimiawi, yang
tidak secara nyata memiliki fungsi primer di dalam pertumbuhan sel tanaman.
Metabolit sekunder disintesis oleh tanaman sebagai respon terhadap rangsangan
dari luar dan seringkali memerankan fungsi pengaturan didalam aliran reaksi
fisiologis dan reaksi metabolik terhadap stres, serangan hama atau pengganggu.
Menurut Benbrook (2005) ada hubungan antara tingkat stres tanaman dan
produksi metabolit sekunder, termasuk polifenol dan antioksidan. Ada substansi
yang disetujui oleh ahli fatologi, fisiologi dan entomologi bahwa :
a. Secara relatif lebih banyak antioksidan sebagai metabolit sekunder yang
diproduksi oleh tanaman sebagai respon terhadap tekanan atau stres biotik dan
abiotik.
b. Tingkat produksi antioksidan sebagai metabolit sekunder merupakan fungsi
genetik, metode bertani atau lingkungan dan kesehatan tanaman.
Salah satu hal yang penting dari metabolit sekunder adalah banyak
metabolit sekunder merupakan antioksidan (Benbrook 2005). Pada dekade
terakhir, banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa rumput laut merupakan
sumber yang kaya senyawa antioksidan (Lim et al. 2002; Kuda et al. 2005; Duan
et al. 2006 in Ganesan et al. 2008). Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa
keberadaan antioksidan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Antioksidan
pada bayam dipengaruhi oleh musim tumbuhnya (Howard 2002 in Moore et al.
3
2.1 Antioksidan
2.1.1 Definisi antioksidan
Antioksidan secara umum dapat didefinisikan sebagai substansi apapun
yang ketika hadir dalam konsentrasi yang rendah jika dibandingkan dengan
substrat yang dapat teroksidasi, secara signifikan dapat mencegah atau
menghambat oksidasi didalam substrat tersebut (Halliwell dan Gutteridge 1990).
Dalam kata lain antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat oksidasi
dari molekul lain dengan cara menghambat inisiasi atau propagasi oksidasi rantai
reaksi.
Penelitian menunjukkan bahwa radikal bebas pada manusia dapat
menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap molekul lain seperti lemak, protein,
dan asam nukleat yang merupakan bagian dari fase inisiasi beberapa penyakit
degenaratif. Menyikapi hal tersebut peranan antioksidan menyita banyak
perhatian sebagai kandidat yang dapat menghambat penyakit tertentu dan
mencegah proses penuaan (Slater 1991 in Yee et al. 2007).
Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan
dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetis (antioksidan yang diperoleh
dari hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi
bahan alami)
Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c)
senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke
makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt 1992).
hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk
lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan
lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder
antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme
diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal
lipida ke bentuk lebih stabil (Shoaib 2008).
Antioksidan dapat memainkan peran dalam anti oksidasi sebagai
penghambat radikal bebas, agen penghambat, pengkelat, dan atau penghambat
singlet oksigen. Berbagai antioksidan sintetis telah terdaftar, tetapi hanya
beberapa yang diijinkan oleh undang-undang sebagai bahan tambahan makanan
karena adanya efek toksik dan efek lainnya. Beberapa jenis antioksidan sintetis
yang diizinkan sebagai bahan tambahan makanan adalah butylated hydroxy
anisole (BHA), butylated hydroxy toluene (BHT), pueraria glycoside (PG) dan
tertiary butylatedhydroquinone (TBHQ) (Yuan 2006). Antioksidasi dapat
ditunjukkan dengan rantai reaksi berikut :
R -H R. + H.
R. + O=O ROO.
ROO. + R-H ROOH+R.
R.+R. R-R
Ada dua cara rantai reaksi ini diinisiasi, yang pertama dengan penambahan
reagen yang dapat memperlambat pembentukan radikal bebas dan yang kedua
adalah dengan penambahan antioksidan sebagai penerima radikal bebas (Shoaib
2008).
Asam askorbat adalah antioksidan karena bentuk radikal semi hidro askorbat
dari asam askorbat dan radikal bebas jauh kurang reaktif dibandingkan dengan
pembasmi radikal oleh askorbat (Baskin 1997).
Karotenoid dikategorikan sebagai senyawa alami yang larut lemak yang
tersebar luas di seluruh bagian tanaman. Karotenoid umumnya berlokasi didalam
sistem membran dari sel dimana salah satu fungsi utama dari senyawa tersebut
bersangkutan dengan fotosintesis dan bertanggung jawab terhadap warna merah,
orange, dan kuning pada daun, buah dan bunga (Delgado-Vargas et al. 2000
dalam Yuan 2006). Karotenoid juga ditemukan dalam alga, bakteri fotosintesis,
bakteri non fotosintesis, jamur, dan ragi (Delgado-Vargas et al. 2000 in Yuan
2006).
Aktivitas antioksidan invitro dari tiga rumput laut merah terpilih yaitu
Eucheuma cotonii, Gracilaria edulis dan Acanthophora spicifera telah dievaluasi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rumput laut atau makro alga laut
dapat digunakan sebagai antioksidan alami (Ganesan 2008). Aktivitas antioksidan
dari polisakarida alami dari alga hijau Ulva pertusa telah dievaluasi secara
invitro, meliputi aktivitas penghambatan terhadap super oksida dan radikal
hidroksil, kekuatan penghambatan, kemampuan pengkelatan. Hasil analisis
menunjukkan tingginya aktivitas penghambatan terhadap radikal hidroksil dan
kemampuan pengkelatan (Qi et al. 2006).
Penambahan Ulva segar dan Ulva yang diproses terhadap hamsters yang
mengalami atherosklerotis, efektif dalam menurunkan stress oksidatif dengan
meningkatkan aktivitas enzim seperti SOD dan GSHPx, terbatasnya peroksidasi
lemak dan produksi anion superoksida (Godard 2009). Kandungan total fenol,
aktivitas antioksidan, aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri Ecklonia
stolorifera dan Ecklonia kurome cukup tinggi, dimana setiap properti bervariasi
tergantung pada proses pengolahannya (Kuda 2007).
Polisakarida sulfat larut air panas dari rumput laut berfungsi sebagai
penghambat radikal bebas dan sebagai antioksidan, properti ini sangat penting
dalam mencegah radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan yang
berkontribusi terhadap karsinogenesis (Kwon 2007). Astaxanthin dalam rumput
laut memiliki kemampuan penghambatan melawan paparan ultra violet dan juga
memiliki efek penghambatan melawan pembentukan radikal bebas yang
disebabkan karena efek foto-oxidatif yang disebabkan karena tingginya tingkat
radiasi ultra violet pada sinar matahari. Hawkins (2003) dan Stahl et al. (2000)
dalam Munifah (2007) telah mempelajari efek perlindungan dari astaxanthin, β-
caroten dan retinol melawan efek foto-oxidatif yang disebabkan karena paparan
ultra violet. Hasil penelitian ini membuktikan fakta bahwa astaxanthin sangat
efektif untuk mengurangi kerusakan kulit karena pembentukan senyawa
polyamine.
Organisme laut yang diketahui merupakan sumber astaxanthin yang kaya
adalah rumput laut hijau Haematococcus pluvialis yang juga mengandung
beberapa senyawa bioaktif berupa karoten seperti lutein, likopen dan β-karoten.
12
Keterangan : F= frond (frond primer) ; FR= cabang frond (frond sekunder) ; B= branclets
(juga dinamakan ramuli) ; S = stolon ; RP= rhizoidal pillars (percabangan stolon
berbentuk kerucut memiliki sejumlah rhizoid yang tipis); R=rhizoid
cabai diteliti berdasarkan empat tingkat kematangan. Cabai hijau yang belum
matang memiliki kandungan fenol yang tinggi, sementara itu cabai merah yang
belum matang, dan sudah matang memiliki kandungan fenol empat sampai lima
kali lebih rendah. Asam askorbat adalah antioksidan yang dominan dan
konsentrasinya meningkat sejalan dengan kematangan (Marin et al. 2004).
2.5 Ekstraksi
Senyawa antioksidan dapat berupa senyawa larut air, larut lemak, tidak larut
air dan lemak atau menempel pada dinding sel. Karena itu efisiensi ekstraksi
adalah sangat penting dalam mengkuantifikasi aktivitas antioksidan dalam
makanan. Ekstraksi adalah proses pemisahan dari satu atau banyak material baik
solid maupun tidak solid dengan bantuan pelarut. Ada dua macam tipe ekstraksi
yaitu ekstraksi liquid-liquid dan ekstraksi solid liquid. Pada ekstraksi liquid-
liquid, komponen liquid diekstrak kedalam liquid lain. Pelarut yang digunakan
dalam ekstraksi umumnya adalah larutan yang dapat melarutkan padatan, larutan,
atau substansi gas, yang menghasilkan pembentukan larutan baru (Prakash 2001).
19
Stasiun 1 terletak di Teluk Hurun bagian dalam sekitar 700 m dari daratan.
Stasiun ini berada di perairan yang penuh dengan aktivitas manusia seperti
budidaya ikan laut, tambak udang dan budidaya kerang mutiara. Stasiun 2 terletak
di Teluk Hurun bagian luar, stasiun ini terletak dekat dengan Pulau Tambikil,
tidak seperti stasiun ,1 di stasiun 2 ini tidak terdapat aktivitas seperti budidaya
dan tambak. Stasiun 3 adalah stasiun yang berada di kawasan pesisir antara
Tanjung Suak Butuh dan Tanjung Pandan. Stasiun 3 ini terletak sekitar 1 km dari
budidaya mutiara PT. Kyoko. Peta ketiga stasiun disajikan pada Gambar 3.
18
T. Lampung
T. Hurun
28-4-2009 12-5-2009
Selain pengamatan secara insitu pada penelitian ini juga dilakukan analisis
parameter air di Laboratorium Kualitas Air, Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut, Lampung, yang meliputi pengukuran pH, nitrat, phosphat dan
amonia. Pengambilan sampel air untuk analisis dilakukan menggunakan botol
plastik polipropilene 250 ml kemudian sampel dimasukkan kedalam cooler box
untuk kemudian dianalisis.
Pengukuran pH dilakukan dengan metoda elektrometri APHA(1998) 4500
H+ menggunakan Hk-3C Ph Meter. Pengukuran nitrat dilakukan dengan
menggunakan metode brucine (Seameo-biotrop 1998). Pengukuran phosphat
dengan menggunakan metode spektrofotometri (Byod 1979) dan pengukuran
24
1m
1m
Transek
Kuadrat
50m
Garis pantai
dengan tiga macam pelarut yaitu pelarut polar (metanol), semi polar (etil asetat)
dan non polar (heksana) dan sampel digunakan dalam dua bentuk yaitu segar dan
kering.
75 ml. Setelah diperoleh ekstrak hasil penyaringan, pelarut dari setiap ekstrak
diuapkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 40 oC hingga ekstrak
menjadi pasta. Ekstrak kasar yang diperoleh dari masing-masing pelarut baik pada
sampel basah dan kering dilakukan uji aktivitas antioksidan metode DPPH dan
determinasi kandungan total fenol.
Keterangan :
A0 = Absorbansi kontrol
A1 = Absorbansi sampel
AA = Asam Askorbat
AAA = Absorbansi asam askorbat
(a-b) x N x 8 x100
mg O2/100g sampel =
G
Keterangan :
a = jumlah ml larutan untuk titrasi sampel
b = jumlah ml larutan untuk titrasi blanko
N = normalitas larutan
8 = setengah dari berat atom oksigen
G = berat sampel
31
Yij = µ + αi + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada lokasi ke- i dengan ulangan ke-j
µ = rataan umum
αi = pengaruh nilai pengamatan pada lokasi ke-i
εij = pengaruh galat nilai pengamatan pada lokasi ke-i, dengan ulangan ke-j
Hipotesis rancangan acak lengkap (RAL) faktorial terhadap data total fenol
adalah sebagai berikut :
1. H1 : Kondisi sampel berpengaruh nyata terhadap rataan kandungan total fenol
ekstrak rumput laut Caulerpa racemosa (αi ≠ 0).
2. H1 : perbedaan jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap rataan kandungan
total fenol ekstrak rumput laut Caulerpa racemosa (βj ≠ 0).
3. H1 : Kondisi sampel dan perbedaan jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap
rataan kandungan total fenol ekstrak rumput laut Caulerpa racemosa (βj ≠ 0).
Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut dan
kondisi sampel (segar dan kering) terhadap kandungan total fenol rumput laut
Caulerpa racemosa dalam satuan %. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata,
maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
Hipotesis rancangan acak lengkap (RAL) faktorial terhadap data aktivitas
antioksidan adalah sebagai berikut :
1. H1 : Kondisi sampel berpengaruh nyata terhadap rataan aktivitas antioksidan
ekstrak rumput laut Caulerpa racemosa (αi ≠ 0).
2. H1 : perbedaan jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap rataan aktivitas
antioksidan ekstrak rumput laut Caulerpa racemosa (βj ≠ 0).
3. H1 : proses pengeringan dan perbedaan jenis pelarut berpengaruh nyata
terhadap rataan aktivitas antioksidan ekstrak rumput laut Caulerpa racemosa
(βj ≠ 0).
Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut dan
kondisi sampel (segar dan kering) terhadap aktivitas antioksidan rumput laut
Caulerpa racemosa. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan.
33
Stasiun 2 adalah stasiun yang terletak di Teluk Hurun bagian luar. Seperti
halnya stasiun 1, di stasiun 2 ini Caulerpa racemosa juga tumbuh pada tali-tali
tempat budidaya rumput laut Kaphapycus alvarezii yang tidak tumbuh (Gambar
7). Pada stasiun ini rumput laut Caulerpa racemosa tumbuh pada media tali
dengan kedalaman 1-2 m.
Pada stasiun 1 dan 2, pada media tali yang ditumbuhi komunitas Caulerpa
racemosa tidak ditemukan komunitas makro alga lain. Padahal seyogyanya media
tersebut ditumbuhi oleh rumput laut Kaphapycus alvarezii, karena memang media
tersebut diperuntukkan untuk budidaya Kaphapycus alvarezii. Hal ini
menunjukkan bahwa Caulerpa racemosa memiliki kemampuan mentoleransi
35
lingkungan yang cukup baik. Menurut Huckle et al. (2000) kemampuan spesies
untuk berkompetisi dan mentoleransi lingkungan lebih penting dari
kemampuannya untuk menjadi “pemenang “ kompetisi interaksi dengan alga-alga
laut lainnya.
Caulerpa racemosa di substrat liat – ruble (kiri) Caulerpa racemosa di karang mati (kanan).
Gambar 8 Caulerpa racemosa di stasiun 3
36
Komposisi % Tekstur %
> 2 mm 53 Pecahan karang dan kerang 100
< 2 mm 47 Pasir 2
Debu 43
Liat 55
Pada stasiun 3 selain Caulerpa racemosa, rumput laut yang juga ditemukan
adalah marga Halimeda opuntia dimana keberadaan Halimeda lebih dominan
dibandingkan Caulerpa racemosa. Menurut Kadi (2000) marga Halimeda dan
37
Pada titik 0 m secara umum dapat dikatakan tidak ada biota biotik yang
tumbuh dan hidup kecuali biota biotik yang terbawa arus pasang surut ke tepi
pantai. Tanda lain kerusakan terumbu karang di stasiun 3 ini tampak berupa
kerusakan fisik. Dimana tipe dasar perairan yang dominan adalah pecahan-pecahan
39
33,5
33
a a
S a l i n i ta s ( P S U )
32,5 0,35
b
0,3
32 b
a 0,25
31,5
Nitrat (mg/l)
0,2
31 0,15
30,5 0,1
30 0,05 a
30
b 0,4
25
0,35 a
kec arus (m/s)
20 a a
ab 0,3
A monia (mg/l)
15 0,25
a
10 0,2
0,15
5
0,1
0
0,05
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun3
0
Lokasi
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
pasang surut rata-rata harian
pasang surutLokasirata-rata harian
Keterangan : Tanda Huruf pada histogram rata rata harian yang berbeda (a,b) menunjukkan
berbeda nyata antar stasiun (p < 0,05).
8,16
8,14
a a
8,12 7
a a a
8,1 6
b
pH
8,08 5
DO (mg/l)
8,06 4
8,04 3
8,02 2
8 1
0
32
31,6
a a
Suhu ( C )
31,2 a
30,8
30,4
30
0,1
1000
a
800 0,095 a
Pho sph at(m g/l)
a
C ah aya (lu x)
600 b 0,09
a a
400
0,085
200
0 0,08
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Keterangan : Tanda Huruf pada histogram rata rata harian yang berbeda (a,b) menunjukkan
berbeda nyata antar stasiun (p < 0,05).
Pada pengukuran amonia saat pasang surut, kadar amonia tertinggi berada
pada saat pasang di stasiun 1 dengan nilai 0.34 mg/l. Dan hasil uji Duncan pada
kondisi pasang surut menunjukkan kadar amonia di stasiun ini berbeda dengan
stasiun lainnya pada (p < 0,05). Tingginya ammonia di stasiun 1 ini diduga karena
keberadaan tambak udang dan budidaya ikan laut dimana menurut Yudha (2007)
terjadinya pencemaran laut di pesisir Kecamatan Padang Cermin (Teluk Hurun)
antara lain disebabkan oleh aktivitas tambak udang.
Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang
berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolisme udang mengandung unsur
nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi,
sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang
(seperti antibiotik, pestisida, kapur, klorin, ataupun saponin) jika dibuang
langsung ke perairan pantai, maka dapat menyebabkan keseimbangan ekosistem
45
pantai terganggu. Menurut Larned (1999) pada daerah yang diperkaya ammonia
secara signifikan menunjukkan peningkatan thallus.
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada ketiga lokasi berkisar antara
5.07 – 6.06. Menurut Zieren (1999) polusi dengan bahan organik dapat ditunjukan
dengan rendahnya nilai oksigen terlarut, rata-rata berkisar antara 4.82-5.17 mg/l
Berdasarkan penggolongan Lee et al. (1978) menyatakan bahwa nilai DO perairan
antara 4.50 - 6.50 mg/l tergolong perairan tercemar ringan, sedangkan nilai DO >
6.50 mg/l tergolong perairan yang tidak tercemar yang berarti masih alami.
Berdasarkan penggolongan tersebut jika rataan DO saat pasang dan surut
dirata-ratakan maka stasiun 1, 2 dan 3 tergolong perairan tercemar ringan dengan
tingkat pencemaran tertinggi terdapat pada stasiun 3, diikuti oleh stasiun 1 dan
stasiun 2. Lebih tingginya pencemaran di stasiun 3 disebabkan karena stasiun 3
berada paling dekat dengan daratan sehingga memperoleh tekanan dari daratan
yang paling tinggi.
Pada pengukuran kecepatan arus (Gambar 12) tampak bahwa stasiun 3
merupakan wilayah dengan kecepatan arus tertinggi dan stasiun 1 merupakan
wilayah dengan kecepatan arus terendah. Lebih tingginya kecepatan arus di
stasiun 3 terutama saat pasang diindikasikan sebagai arus momentum, yang di
pantulkan sejajar garis pantai di sekitar daerah breaker line (dekat stasiun 3), yang
kemudian dibelokan oleh arus massa air teluk dalam, yang hendak keluar teluk
melalui ambang utara (Muchtar 2005).
Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan melalui
aliran air yang melewatinya. Gerakan air atau arus yang cukup akan menghindari
terkumpulnya kotoran pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah
adanya fluktuasi yang besar terhadap salinitas maupun suhu air (Puja 2001).
Faktor terakhir yang berbeda nyata antar stasiun adalah cahaya dimana
intensitas cahaya tertinggi didapat oleh stasiun 2 dimana cahaya pada saat pasang
mencapai 843 lux. Menurut Reyes (2003) cahaya matahari adalah salah satu
bentuk pemicu stress yang dapat meningkatkan biosintesis kandungan senyawa
fenol pada jaringan tanaman. Lebih jauh cahaya matahari memegang peranan
penting dalam anthocyanin biosynthetic pathway.
46
Keterangan : Angka angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a,b)
menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05).
memiliki korelasi yang sangat kuat dengan total fenol, namun parameter nitrat,
amonia dan oksigen terlarut memiliki korelasi yang lemah dengan total fenol dan
arus memiliki korelasi sangat lemah (Tabel 6 ).
Tabel 6 Hubungan antara parameter fisik kimia perairan dengan total fenol
Pola Hubungan Korelasi Pearson (r)
Cahayavs total fenol 0.98
Amonia vs total fenol -0.513
Nitrat vs total fenol -0.417
Arus vs total fenol 0.005
Oksigen terlarut vs total fenol 0.513
Dari hasil evaluasi terhadap kandungan total fenol di tiga stasiun di Teluk
Hurun, diketahui bahwa total fenol tertinggi diperoleh oleh Caulerpa racemosa di
stasiun 2 yang tumbuh pada media tali. Tingginya total fenol di stasiun 2
berdasarkan hasil observasi terhadap parameter habitatnya diduga didukung oleh 3
faktor yaitu : cahaya matahari, keberadaan herbivor, kondisi atau kesehatan
tanaman.
Pada pengukuran cahaya, stasiun 2 mendapat cahaya tertinggi, dan hasil
pengukuran korelasi Pearson menunjukkan cahaya memiliki korelasi yang sangat
kuat dengan total fenol. Menurut Reyes (2003) cahaya matahari adalah salah satu
bentuk pemicu stress yang dapat meningkatkan biosintesis kandungan senyawa
fenol pada jaringan tanaman. Lebih jauh cahaya matahari memegang peranan
penting dalam anthocyanin biosynthetic pathway.
Keberadaan herbivora sebagai salah satu pendukung tingginya kandungan
total fenol di stasiun 2 didasari oleh pernyataan Smith (1982) in Dixon (1995)
bahwa banyak senyawa phenylpropanoid terbentuk sebagai respon atas luka atau
pemangsaan hewan herbivora. Luka akibat pemangsaan mendorong pembentukan
asam klorogenik, alkil ferulate esters dan ikatan ester fenolik yang dapat
berfungsi sebagai senyawa pertahanan atau dapat menyediakan prekursor untuk
sintesis suberin dan polifenolic barrier (Hahlbrock and Scheel 1989; Bernards and
Lewis 1992 in Dixon 1995).
Pada stasiun 2 hewan herbivora yang ditemukan adalah penyu yang juga
ditemukan di stasiun 1 namun pada saat pengamatan jumlah penyu di stasiun 2
lebih tinggi dibanding stasiun 1 sehingga hal ini diduga menjadi salah satu faktor
49
luas untuk memprediksi aktivitas antioksidan pada berbagai senyawa (Kuo et al.
2002 in Rohman 2006).
Pada penelitian ini aktivitas antioksidan diekspresikan kedalam Ascorbic
Acid Equivalent Antioksidan Capacity (AEAC) dengan satuan mg AAE/100 g
yang menunjukkan bahwa dalam 100 gram sampel memiliki aktivitas antioksidan
yang besarnya setara dengan aktivitas antioksidan (x) mg asam askorbat. Selain
AEAC pada penelitian ini aktivitas antioksidan juga dinyatakan IC 50 atau
Inhibition Concentration yaitu konsentrasi larutan subtrat atau sampel yang akan
menyebabkan reduksi terhadap aktivitas radikal DPPH sebesar 50 %. Hasil
pengukuran aktivitas antioksidan (AEAC) dan (IC 50) disajikan pada Gambar 14.
Keterangan : Angka angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a,b)
menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05).
Keterangan : Angka angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a,b)
menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05).
Hasil analisis ragam untuk ketiga lokasi dengan tiga parameter yaitu AEAC,
IC50, dan persen penghambatan sama-sama menunjukkan, lokasi memberikan
pengaruh yang berbeda nyata pada aktivitas antioksidan. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan antar stasiun berbeda nyata.
Lokasi atau lingkungan yang berbeda berpengaruh terhadap terhadap
aktivitas antioksidan didukung oleh pernyataan Mitchell (2006) proses sebelum
pemanenan yang mempengaruhi antioksidan pada tanaman terbagi menjadi 2
yaitu 1. Faktor Endogenous : genotype, kematangan saat panen, dan distribusi
jaringan 2. Faktor Eksogenous : iklim, paparan sinar matahari, stress pathogen,
hewan herbivora, lingkungan mikro dan praktek agronomi.
Berdasarkan uji korelasi antara parameter variabel kualitas air dengan
aktivitas antioksidan yang dinyatakan dalam persen penghambatan, yang
ditunjukkan pada tabel 7, diketahui bahwa yang memiliki korelasi yang sangat
kuat adalah cahaya, dan korelasi yang kuat adalah amonia dan nitrat, dimana
52
cahaya memiliki bentuk korelasi positif; sedangkan amonia dan nitrat memiliki
bentuk korelasi negatif. Variabel arus memiliki korelasi positif yang lemah dan
variabel oksigen terlarut memiliki korelasi positif yang sangat lemah.
Keterangan : Angka angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a,b)
menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05).
Keterangan : Angka -angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a,b,c) pada masing-
masing kondisi rumput laut menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Hasil analisis total fenol menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat mempunyai
kandungan fenol tertinggi dan secara statistik berbeda nyata dengan ekstrak
heksana, baik dalam sampel segar maupun kering. Hal ini menunjukkan bahwa
etil asetat lebih efektif melarutkan senyawa fenol rumput laut Caulerpa racemosa
daripada metanol dan heksana.
Menurut Shahidi dan Naczk (1998) in Adawiyah et al. (2001), kelarutan
senyawa fenol ditentukan oleh polaritas pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak dan tingkat polimerisasi senyawa fenol dibandingkan komponen lain
56
untuk bahan pahan. Etil asetat merupakan salah satu pelarut yang sering
digunakan untuk mengekstrak senyawa fenol. Menurut Harwood dan Moody,
(1989) sifat etil asetat yang semi-polar, menyebabkan etil asetat dapat
mengekstrak lebih banyak komponen isoflavon yang aktif sebagai antioksidan
Dalam menentukan pengaruh persiapan sampel segar dan kering terhadap
total fenol maka kita perlu mengkorversi total fenol yang dinyatakan dalam persen
atau mg/gram ekstrak menjadi mg/gram sampel segar. Hal ini diperlukan karena
pada bobot ekstrak yang sama, bobot sampel segar yang diperlukan untuk
memperoleh ekstrak tersebut berbeda. Hasil konversi total fenol menunjukkan
bahwa proses pengeringan menurunkan aktifitas antioksidan pada pelarut metanol
sebesar 48.70 %, pelarut etil asetat sebesar 78.07 % dan pelarut heksana sebesar
94.66 %.
Penurunan total fenol pada persiapan sampel kering didukung oleh
penelitian Kuda et al. (2007) pada rumput laut Ecklonia stolorifera and Ecklonia
kurome. Menurut Kuda et al. (2007) konsentrasi senyawa fungsional seperti
polifenol dan fukoidan, aktivitas antioksidan, dan aktivitas antibakteri E
stolorifera and E. kurome bervariasi tergantung proses persiapannya. Perlu di
ketahui bahwa kandungan senyawa fungsional dan aktivitasnya menurun secara
besar-besaran dalam setiap metode proses dan atau kondisi pengawetan. Aktivitas
E. stolorifera menurun drastis pada sampel kering dan sampel yang mengalami
perebusan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa senyawa fungsional
seperti polifenol terpengaruh atau menurun drastis karena pengeringan atau
perebusan.
Keterangan : Angka - angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a,b,c) pada masing-
masing kondisi rumput laut menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Keterangan : Angka angka-angka pada baris yang sama dan diikuti dengan huruf yang berbeda
(a,b) pada masing-masing kondisi sampel menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05).
11.41 mg/ml. Pada sampel kering, ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan
tertinggi dengan AEAC 24.45 mg AAE/100 g, persen penghambatan 46.71 % dan
IC 50 17.97 mg/ml.
58
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa baik jenis pelarut maupun kondisi
sampel berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan. Perbedaan jenis pelarut
yang mempengaruhi aktivitas antioksidan serupa dengan penelitian Duffy dan
Power (2001) yang menggambarkan ekstraksi sampel dengan pelarut yang
berbeda menghasilkan perbedaan potensi antioksidan. Ekstraksi sampel licorice
dengan etanol memiliki potensi antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sampel yang diesktrak dengan air.
Perbedaan polaritas pelarut yang mempengaruhi aktivitas antioksidan juga
tampak pada penelitian (Ismail 2002) dimana total antioksidan 4 jenis rumput laut
berturut turut dari yang tertinggi hingga terendah pada ekstrak air adalah Kumbu
> Nori > Hijiki > Wakame. Sedangkan pada ekstrak etanol hasilnya berbeda
Wakame > Hijiki > Nori > Kumbu.
Menurut Marinova dan Yanishlivea (1997) in Ismail (2002) aktivitas
penangkal radikal DPPH pada setiap sampel di dalam pelarut yang berbeda, akan
mempengaruhi potensi penangkal radikal. Hal ini disebabkan kerena perbedaan
polaritas masing-masing senyawa group antioksidan yang ada dalam rumput laut.
Berdasarkan pengukuran AEAC, IC 50 dan persen penghambatan. Ekstrak
etil asetat memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi pada sampel segar dan
secara statistik berbeda nyata dengan ekstrak metanol dan heksana, sedangkan
ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan tertinggi pada sampel kering dan
secara statistik berbeda nyata dengan ekstrak etil asetat dan heksana.
Aktivitas antioksidan yang tinggi pada ekstrak etil asetat sampel segar,
mengindikasikan bahwa etil asetat pada sampel segar mampu menarik substansi
aktif yang berperan sebagai antioksidan. Hasil penelitian Munifah (2008)
menyebutkan bahwa fraksi etil asetat Caulerpa racemosa mengandung
protoklorofilide sebagai salah satu substansi yang aktif sebagai antioksidan.
Protoklorofilide secara struktur merupakan satu molekul klorofil yang terdiri dari
cincin porphirin yang diikat dengan struktur persegi yang rata dengan atom
magnesium ditengahnya yang diikat dengan cincin nitrogen disetiap sisinya
.Senyawa aktif penangkal radikal bebas fraksi protoklorofilid dari Caulerpa
racemosa segar memiliki persen penghambatan 83%.
59
diikuti ekstrak etil asetat (17.75 mg O2/100g), dan ekstrak heksana (70.50 mg
O2/100g). Hasil pengukuran bilangan peroksida disajikan pada Gambar 20.
Keterangan : Angka - angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a,b,c) pada
masing-masing kondisi rumput laut menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
rataan bilangan peroksida pada ekstrak kering heksana yang tinggi juga diduga
disebabkan karena ada kandungan senyawa selain antioksidan pada ekstrak, yang
apabila berinteraksi dengan senyawa fenol dapat menghasilkan aktivitas seperti
prooksidan.
pada ekosistem terumbu karang lain di Teluk Hurun seperti di dekat Pulau Lahu
atau dekat Teluk Pandan tidak ditemukan Caulerpa racemosa.
Selain pada ekosistem terumbu karang Caulerpa racemosa juga ditemukan
tumbuh secara alami di media tali bekas budidaya rumput laut K. alvarezii. Pada
media tali Caulerpa racemosa tumbuh lebih subur dibandingkan pada ekosistem
terumbu karang, hal ini diduga karena terjadinya kerusakan pada ekosistem
terumbu karang yang mengakibatkan substrat tempat Caulerpa racemosa ini
tumbuh tidak stabil. Pada ekosistem terumbu karang biomassa Caulerpa
racemosa adalah 0.60 g / m2 .
pertumbuhan rumput laut Caulerpa racemosa namun disisi lain hal ini dapat
mengurangi kandungan antioksidan yang dibutuhkan untuk kesehatan.
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian terhadap aktivitas antioksidan rumput laut Caulerpa
racemosa di Teluk Hurun, diketahui bahwa aktivitas antioksidan Caulerpa
racemosa di perairan Teluk Hurun berkisar antara 10.94 mg AAE/100g -
23.68 mg AAE/100g. Rataan aktivitas antioksidan yang dinyatakan (AEAC)
tertinggi dari sampel kering ekstrak etil asetat terdapat pada stasiun 2 (23.68
mg AAE/100g), diikuti stasiun 3 (19.36 mg AAE/100gr) dan stasiun 1
(10.94 mg AAE/100g). Sedangkan rataan aktifitas antioksidan yang
dinyatakan (IC 50) tertinggi dari sampel kering ekstrak etil asetat terdapat
pada stasiun 2 (16.50 mg/ml), diikuti stasiun 3 (20.18 mg/ml) dan stasiun 1
(38.39 mg/ml). Rataan aktivitas antioksidan yang dinyatakan dalam persen
penghambatan dari sampel kering ekstrak etil asetat terdapat pada stasiun 2
(46.43 %), diikuti oleh stasiun 3 (36.97 %) dan stasiun 1 (20.75 %). Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa lokasi berpengaruh terhadap aktivitas
antioksidan, Dari pengujian aktivitas antioksidan dapat disimpulkan bahwa
aktivitas antioksidan tertinggi dimiliki oleh Caulerpa racemosa yang berada
pada stasiun 2 dengan aktivitas antioksidan sebesar 23.68 mg AAE/100g.
Yang mana stasiun 2 ini merupakan wilayah yang berada di Teluk Hurun
bagian luar. Lebih tingginya aktivitas antioksidan di stasiun 2 ini diduga
dipengaruhi oleh beberapa faktor. 1) lebih tingginya intensitas cahaya di
daerah ini, dimana hasil uji korelasi menunjukkan terdapat korelasi positif
yang sangat kuat antara aktivitas antioksidan dan intensitas cahaya dengan
nilai r = 0.94. 2) Adanya herbivora pemangsa yaitu penyu di daerah ini
dimana keberadaan herbivora dapat memicu terbentuknya antioksidan. 3)
Kondisi fisik Caulerpa racemosa di stasiun ini cukup baik dengan buah
yang segar, banyaknya rangkaian buah (lebih dari 10) pada satu frond dan
panjang frond 8 cm sehingga dapat melakukan melakukan mebolisme
dengan baik dan menghasilkan antioksidan yang dibutuhkan untuk
melindungi dirinya. 4) Kadar nitrat yang terendah dibandingkan stasiun
lainnya dimana hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat korelasi
68
negatif yang kuat antara nitrat dan aktivitas antioksidan r = -0.72. Selain
aktivitas antioksidan pada penelitian ini juga diketahui bahwa lokasi juga
berpengaruh terhadap total fenol dimana hasil yang diperoleh seperti halnya
aktivitas antioksidan menunjukkan total fenol tertinggi terdapat di stasiun 2.
Hasil evaluasi terhadap uji bilangan peroksida menunjukkan bahwa
Caulerpa racemosa dari Teluk Hurun memiliki kemampuan dalam
penghambatan oksidasi lemak, yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya
bilangan peroksida di ketiga stasiun dengan emulsi minyak tanpa
penambahan ekstrak. Dan hasil uji Duncan menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara emulsi minyak dengan ekstrak dan tanpa ekstrak. Hal ini
mengindikasikan bahwa Caulerpa racemosa dari perairan Teluk Hurun
memiliki potensi sebagai antioksidan.
2. Dari pengujian terhadap sampel Caulerpa racemosa dengan kondisi yang
berbeda (basah dan kering ) dan pelarut yang berbeda diketahui karakteristik
antioksidan pada Caulerpa racemosa antara lain adalah antioksidan pada
Caulerpa racemosa didominasi oleh antioksidan yang bersifat semi polar hal
ini didukung oleh hasil penelitian dimana ekstrak etil asetat mempunyai
kandungan total fenol tertinggi dibandingkan ekstrak metanol dan heksana
dengan nilai 3.2 % pada sampel segar dan 2.2 % pada sampel kering.
Sedangkan pada Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat pada sampel segar memiliki aktivitas
antioksidan terbaik. Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa terdapat
antioksidan yang tahan panas dan tidak tahan panas yang terkandung pada
Caulerpa racemosa hal ini didukung oleh hasil penelitian dimana terjadi
penurunan aktivitas antioksidan pada sampel yang dikeringkan. Perlakuan
sampel yang terbaik untuk optimasi antioksidan Caulerpa racemosa adalah
dengan perlakuan segar dan ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat.
5.2 Saran
1. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai berapa kadar nitrat yang optimal
bagi aktivitas antioksidan sekaligus pertumbuhannya.
2. Melakukan penelitian untuk mengisolasi komponen aktif Caulerpa.
69
6 DAFTAR PUSTAKA
Carruthers TJB, Walker DI and Huisman JM. 1993. Culture studies on two
morphological types of Caulerpa (Chlorophyta) from Perth, Western
Australia, with a description of a new species. Botanica Marina 36: 589-
596.
Ceccherelli G, Cinelli F .1999. Effects of Posidonia oceanica canopy on Caulerpa
taxifolia size in a northwestern Mediterranean bay. Mar. Biol. and Ecol.
p.19-3.
Ceccherelli, Giulia. 2002. The spread of Caulerpa taxifolia in the Mediterranean:
Dispersal strategy, interactions with native species, and competitive
ability. Proceedings of International Caulerpa taxifolia Conference. San
Diego, 31 Jan – 1Feb 2002. San Diego :C.A USA.
Chisholm JRM, Dauga C, Ageron E, Grimont PAD. and Jaubert JM. 1996.'Roots'
in mixotrophic alga. Nature 381: 382.
Collado-Vides, Liga and Robledo, Daniel. 1999. Morphology and photosynthesis
of Caulerpa (Chlorophyta) in relation to growth form. Journal of
Phycology 35: 325-330.
Collado-Vides L, Ruesink J. 2002a. Morphological plasticity and invasive
potential of some Caulerpa species. Proceedings of International
Caulerpa taxifolia Conference. San Diego, 31 Jan – 1Feb 2002. San
Diego :C.A USA.
Collado-Vides L. 2002b. Clonal architecture in macroalga: ecological and
evolutionary persepectives. Evolutionary Ecology 15: 531-545.
CRMP. 1998. Status Mangrove dan Terumbu Karang di Lampung. Proyek Pesisir
Publication. Tec. Report TE-99/11-I. CRC-URI. Jakarta.
Davis AR, Roberts DE, Cummins SP. 1997. Rapid invasion of a sponge-
dominated deep-reef by Caulerpa scalpelliformis (Chlorophyta) in
Botany Bay, New South Wales; Aust. Journal of Ecology. 22:146-150.
Dahuri R.2003. Keanekaragaman Hayati Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Dixon RA, Paiva NL.1995. Stress-induced phenylpropanoid metabolism. The
Plant Cell 7: 1085-1097.
Dumay O, Pergent G, Pergent-Martini C, Amade P, 2002. Variations in
Caulerpenyne contents in Caulerpa taxifolia and Caulerpa racemosa. J.o.
Chem. Ecol. 28:175-187.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.
Evans JC, Kodalia, and Addis PB.2002. Optimal tocopherol concentrations to
inhibit soybean oil oxidation. AOCS Press 47 : JAOCS V 79 (1).
Escrig J, Jimenez J, Pulido R, Saura F, Calixto.2001. Antioxidant Activity of
Fresh and Processed edible Seaweed.J.Sci.Food Agric. 81 : 530-534
72
Khan MA, F. Shahidi. 2001. Effects of natural and synthetic antioxidants on the
oxidative stability of borage and evening primrose triacylglycerols. Food
Chem. 75 (4): 431-437.
Kuda T , Kunii T, Goto H, Suzuki T, Yano T. 2007. Varieties of antioxidant and
antibacterial properties of Ecklonia stolonifera and Ecklonia kurome
products harvested and processed in the Noto peninsula, Japan. Food
Chem. 103 : 900–905.
Kumar K S, Ganesan K, Rao PBS. 2008. Antioxidant potential of solvent
extracts of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty – An edible seaweed.
Food Chem. 107 : 289–295.
Kwon MJ , Nam TJ. 2007. A polysaccharide of the marine alga Capsosiphon
fulvescens induces apoptosis in AGS gastric cancer cells via an IGF-IR-
mediated PI3K/Akt pathway. Cell Biology International 31 : 768 – 775.
Laode MA. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta : Kanisius
Larned ST.1998. Nitrogen- versus phosphorus-limited growth and sources of
nutrients for coral reef macroalga. Mar. Biol. 132: 409- 421.
Leong LP, Shui G. 2002. An investigation of antioxidant capacity of fruits in
Singapore markets. Food Chem. 76: 69–75.
Lee CD, Wang SB, Kuo CL. 1978. Benthic Macro Invetebrates and Fish as
Indicator of Water Quality, with Refference to ommunity Diversity Index
Bull C.Sci.31 : 233-238.
Lim SN, Cheung PCK, Ooi VEC, Ang PO. 2002. Evaluation of Antioxidative
Activity of Extracts from a Brown Seaweed, Sargassum siliquastrum. J.
Agric. Food Chem. 50 : 3862-3866..
Luning K. 1990. Seaweeds Their Environment, Biogeography, and Ecophysiologi.
John Wiley & Sons, Inc.
Marin A, Ferreres F, Tomas-Barberan F A, and Gil MI. 2004.Characterization and
quantitation of antioxidant constituents of sweet pepper (Capsicum
annuum L.). J. Agric. Food Chem. 52 : 3861-3869.
Meyer KD, Paul VJ. 1992. Intraplant variation in secondary metabolite
concentration in three species of Caulerpa (Chlorophyta: Caulerpales)
and its effects on herbivorous fishes. Mar. Ecol. Prog. Ser. 82:249-257
Meinesz, Alexandre. 2002. Introduction for the international Caulerpa taxifolia
conference. Proceedings of International Caulerpa taxifolia Conference.
San Diego, 31 Jan – 1Feb 2002. San Diego :C.A USA.
Mitchell, Alyson. 2006. Sampling Issues Associated with Antioxidant
Measurements in Food Crops. California : Food Science and Technology
University of California.
Munifah I, Suryaningrum T, Krisnawang H. 2007 . The Antioxidant Carotenoid
Constituent from Marine Macro Alga. Diakses dari www.scribd.com
pada juli 2009.
74
Muchtar M. 2005. Penelitian Terpadu Ekologi dan Strain HAB (Harmfull Algal
Blom) di Perairan Teluk Hurun, Lampung. Jakarta: Pusat Penelitian
Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Moore J, Liu JG, Zhou K, And Yu L. 2006. Effects of genotype and
environment on the antioxidant properties of hard winter wheat Bran.
J. Agric. Food Chem. 54 :5313-5322.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci.
Technol., 26(2) : 211-219.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta : PT. Djambatan.
Oufnac DS. 2006. Determination of Antioxidant Capacity In Corn Germ, Wheat
Germ and Wheat Brand Using Solvent and Microwave- Assisted Solvent
(Thesis).Lousiana. Department of Food Science Louisiana State
University .
Patra JK, Rath SK, Jena K, Rathod VK, Thatoi H.2008. Evaluation of
antioxidant and antimicrobial activity of seaweed ( Sargassum sp.)
Extract: A Study on Inhibition of Glutathione-S-Transferase Activity.
Turk. J. Biol. 32 : 119-125.
Paul VJ, Hay ME. 1986. Seaweed susceptibility to herbivory: chemical and
morphological correlates. Marine Ecology Press Series 33:255-264;
Paul VJ, Fenical W. 1986. Chemical defense in tropical green alga, order
Caulerpales. Mar.Ecol.Prog.Ser. 34:157-169.
Praptiwi, D., Harapini, M. 2006. Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal bebas
diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) ekstrak metanol Knema laurina.
Majalah Farmasi Indonesia 17(1): 32 –36.
Pemerintah Propinsi Lampung. 2002. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir
Lampung. Cetakanke-2. Bandar Lampung : Pemerintah propinsi
Lampung dan Proyek Pesisir PKSPL IPB.
Piazzi L, Ceccherelli, Giulia , Cinelli F. 2001. Threat to macroalgal diversity:
effects of the introduced green alga Caulerpa racemosa in the
Mediterranean. Mar. Ecol. Prog. Ser. 210: 149-159.
Piazzi L, Balata D, Cecchi, Enrico and Cinelli F. 2002. Co-occurrence of
Caulerpa taxifolia and C. racemosa in the Mediterranean Sea:
interspecific interactions and influence on native macroalgal assemblages.
Cryptogamie Algologie 24(3): 233-243.
Puja Y, Sudjiharno, Aditya TW. Teknologi Budidaya Rumput Laut
(Kapphaphicus alvarezi). Lampung. Balai Budidaya Laut Lampung.
Juknis seri : 8.
Praptiwi , Dewi P, dan Harapini M. 2006. Nilai peroksida dan aktivitas anti
radikal bebas diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) ekstrak metanol
Knema laurina. Majalah Farmasi Indonesia 17(1): 32 –36.
75
Shiu CT, TM. Lee. 2005. Ultraviolet-B-induced oxidative stress and responses of the
ascorbate–glutathione cycle in a marine macroalga Ulva fasciata. Journal of
Experimental Botany 56 (421) : 285 1–2865.
Smith, Celia M. and Walters, Linda J. 1999. Fragmentation as a strategy for
Caulerpa species: Fates of fragments and implications for management of
an invasive weed. P.S.Z.N. Mar. Ecol. 20(2-4): 307-319.
Steel RGD, Torrie JH. 1980. Principles and Procedurs of Statistics. A Biometrical
Aproach.New York : McGraw-Hill Co.,Inc.
Suzuki T, Yoshie Y, Santoso J. 2005. Mineral component and antioxidant
activities of tropical seaweed. J Ocean Univ China (Oceanic and Coastal
Sea research) 4 (3) 205-208.
Subagio A. and N. Morita. 2001. Instability of carotenoids is a reason for their
promotion on lipid oxidation. Food research international 34 (2-3): 183-
188.
Vroom P S , Smith C M. 2001. The Challenge of Siphonous Green Alga.
American Scientist 89: 525-531.
Walters, Linda 2004.. Personal communication to David Bergendorf, 25 Agustus,
27 September 2004 . Florida : USFWS, Stockton, CA.
Williams S L. 1984b. Uptake of sediment ammonium and translocation in a
marine green macroalga Caulerpa cupressoides. Limnology and
Oceanography 29(2): 374-379.
Williams, S., Grosholz, E. 2002. Preliminary reports from the Caulerpa taxifolia
invasion in southern California. Mar. Ecol. Prog. Ser. 233: 307-310.
Yan LY, Teng LT, Jhi TJ. 2006. Antioxidant Properties Of Guava Fruit :
Comparison With Some Local Fruits. Sunway Academic Journal 3: 9–20.
Yee LW, Ikram EHK, Jalil AMM and Ismail A. 2007. Antioxidant Capacity and
Phenolic Content of Selected Commercially Available Cruciferous
Vegetables. Malaysia J. Nutr. 13 : 71.
Yuan X. 2006. Evaluation On Antioxidant Activities Of The Soybean Oils And
Gums (Thesis). Lousiana. Department of Food Science Louisiana State
University, Lousiana.
Yudha IG. 2001. Kondisi Pesisir dan laut Provinsi Lampung.Diakses dari
www.scribd.com pada Mei 2009.
Yudha IG. 2007. Karakteristik Biofisik Perairan Dan Permasalahan
Pengembangan Wilayah Pesisir Di Kecamatan Padang Cermin Dan
Punduh Pidada, Kabupaten Lampung Selatan. Diakses dari
www.scribd.com pada Mei 2009.
Verlaque M, Durandc, Huisman Jm , Franc C¸ Boudouresque Ois, Parco Y
.2003.On the identity and origin of the Mediterranean invasive Caulerpa
racemosa (Caulerpales, Chlorophyta). Eur. J. Phycol. 38: 325 – 339.
Wang J, Liu L, Zhang Q, Zhang Z, Qi H.2009. Pengcheng synthesized
oversulphated, acetylated and benzoylated derivatives of fucoidan
77
HASIL
TEST RESULT
N PARAMETER SATUAN
o STA1.11 STA2.11 STA3.11
PARAMETERS UNIT
0
2. Suhu C 31.3+0 30.8+0,14 31.2+0 30.75+0.07 31.7+0.57 30.6+0.14
5. Nitrat (NO3) mg/l 0.28 + 0.01 0.29+ 0.01 0.028 + 0 0.02 +0.04 0.21+ 0.02 0.30 + 0.01
6. Amonia( NH3) mg/l 0.35 + 0.06 0.29 + 0.12 0.28 + 0.1 0.27 + 0.05 0.28 + 0.04 0.29+ 0.01
8 Kecerahan m 3. 3+ 0.1 3.1 + 0 3.6 + 0.2 3.4 + 0.15 Dasar (1-2) Dasar (1-2)
Parameter lingkungan
Parameter biologi
4 Lamun - - ada
79
Sebanyak 5 ml sampel air yang sudah disaring ditambahkan 1 tetes reagen sodium
arsenit, 0.25 ml brucine dan 5 ml asam sulfat. Sampel diaduk dan didiamkan selama
10 menit kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410
nm.
Sebanyak 25 ml air yang sudah disaring ditambahkan 1 ml larutan fenol, 1ml Sod-
Nitroposside dan 2.5 ml oxidizing solution. Sampel diaduk dan didiamkan selama 1
jam dengan ditutup alumuniun foil kemudian diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 640 nm.
80
Stasiun 3
Perhitungan :
Tabel Caulerpa racemosa pada transek kuadrat
Plot St 1 (g) St 2 (g) St 3 (g)
0 50 100 0 50 100 0 50 100
0 - - - - - - - - -
10 - - - - - - - - -
20 - 15 - - 10 - 15 15 -
30 - 5 - 15 - 10 - - -
40 20 - 10 30 - - - - 10
50 - 10 - - - - - 5 -
60 - - - - 20 - - - -
70 - - - - - - - - -
80 - - - - - - - - -
90 - - - - - - - - -
100 - - - - - - - - -
Perhitungan :
B= 15+30+10+20+10 = 0.85
100
B= 15+15+5+10= 0.45
100
81
Konsentrasi Absorbansi %
(mg/l) sampel penghambatan
1 0.6352 36.3973
2 0.5949 40.4326
4 0.4647 53.4695
8 0.3198 67.9784
16 0.0033 99.6696
Konsentrasi %
(mg/l) (X) penghambatan
(y)
1 36.3973
Grafik Hubungan Konsentrasi (mg/l) dan (%)
2 40.4326 penghabatan
4 53.4695
8 67.9784
16 99.6696
I C 50 Ascorbic acid
50 = 4.182 x +33.65
X = 3.9096
I C 50 = 3.906mg/l
84
Konsentrasi
(mg/l) absorbansi
1 0.6351
2 0.5949
4 0.4647
8 0.3198
16 0.0033
untuk x = 3.906
y = - 0.041x+ 0.662
y = 0.5019
85
Lampiran 9. Pengaruh persiapan sampel dan perbedaan pelarut terhadap total fenol
Kode Sampel ml blanko Berat Absorbansi Total Rata-rata mg/g % g kering g basah total fenol %
sampel Sampel Fenol ekstrak rendemen mg/g basah penurunan
(gr) (%)
Basah/metanol 7.6 0.5 6.8 2.332786 1.60379 23.32786 3.3839011 29.55169 0.789391551
7.6 0.5 7.3 0.874795 8.747946 3.3839011 29.55169 0.296021832
Basah/etil
asetat 7.6 0.5 8.6 3.051867 3.20446 30.51867 0.9271978 107.8519 0.282968407
7.6 0.5 6.5 3.357053 33.57053 0.9271978 107.8519 0.311265247
Basah/Heksan 7.6 0.2 7.8 1.4416 0.890499 14.416 0.8782418 113.8639 0.12660731
7.6 0.2 7.65 0.339398 3.39398 0.8782418 113.8639 0.029807348
Kering/metanol 7.6 0.5 6.9 2.065661 1.770567 20.65661 39.201111 2.550948 51.01896 0.404881043 48.7097318
7.6 0.5 7.1 1.475472 14.75472 39.201111 2.550948 51.01896 0.289200745
Kering/etil
asetat 7.6 0.6 7 1.569083 2.222868 15.69083 7.9066667 12.64755 252.9511 0.062031086 78.0784411
7.6 0.6 6.5 2.876652 28.76652 7.9066667 12.64755 252.9511 0.113723658
Kering/heksan 7.6 0.5 7.45 0.45778 0.45778 4.5778 2.9527778 33.86642 677.3283 0.006758613 94.6617513
7.6 0.5 7.45 0.45778 4.5778 2.9527778 33.86642 677.3283 0.006758613
86
Lampiran 10. Pengaruh persiapan sampel dan perbedaan pelarut terhadap aktifitas antioksidan
Lampiran 15 Tabel analisis ragam hasil uji suhu saat pasang surut di tiga lokasi
Lampiran 16 Tabel analisis ragam hasil uji DO saat pasang surut di tiga lokasi
Lampiran 17 Tabel analisis ragam hasil uji arus saat pasang surut di tiga lokasi
Lampiran 18 Tabel analisis ragam hasil uji amonia saat pasang surut di tiga lokasi
Lampiran 19 Tabel analisis ragam hasil uji cahaya permukaan saat pasang surut di
tiga lokasi
Hasil uji Duncan hasil uji cahaya permukaan saat pasang surut di tiga lokasi
Subset
Lokasi N 1 2 3 4 5 6
3s 2 31.0000
1s 2 59.0000
2s 2 80.0000
3p 2 688.5000
1p 2 735.0000
2p 2 897.0000
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
97
Post hoc test tidak dapat menunjukan kondisi karena kondisi kurang dari 2
103
Lampiran 26 Tabel analisis ragam hasil uji AEAC pada kondisi basah
Lampiran 27 Tabel analisis ragam hasil uji AEAC pada kondisi kering
Sumber keragaman JK db KT F hitung Sig.
Model terkoreksi 528.530 a 2 264.265 12103.612 .000
Intercept 803.666 1 803.666 36808.717 .000
Perlakuan 528.530 2 264.265 12103.612 .000
Error .066 3 .022
Total 1332.262 6
Corrected Total 528.596 5
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)