Sunteți pe pagina 1din 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Di Negara maju hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Di


Indonesia hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh
para tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan primer karena angka
pravelensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang di timbulkannya. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi di bagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit lain.

Secara epidemologis 30% penduduk di dunia peka terhadap keracunan garam


dapur yang dapat menyebabkan hipertensi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
prevensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang berlebih, dan adanya
riwayat hipertensi pada keluarganya. Untuk gejala dari hipertensi itu sendiri biasanya
pasien mengeluhkan nyeri kepala, mata berkunang-kunang, mual, Hipertensi memang
bukan penyakit pembunuh sejati, tetapi ia digolongkan sebagai The Sillent Killer (
pembunuh diam – diam ). Penyakit ini gejalanya tidak nyata dan harus diwaspadai serta
perlu diobati sedini mungkin karena hipertensi yang kronis jika diabaikan, secara tiba –
tiba akan membawa malapetaka, seperti serangan jantung dan stroke. ( Aziza, Lucky,
2007 )

Di Amerika Serikat 15 % golongan kulit putih dewasa dan 25 % - 30 % golongan


kulit hitam dewasa adalah pasien hipertensi. Menurut laporan National Health and
Nutrition Examinition Survey dalam dua dekade terakhir ini terjadi terjadi kenaikan
prosentase kewaspadaan masyarakat terhadap hipertensi dari 50 % menjadi 84 %,
prosentasi pasien hipertensi yang mendapatkan pengobatan yaitu dari 36 % menjadi 73 %
dan prosentase pasien hipertensi yang tekanan darahnya terkendali dari 16 % menjadi 55
%. ( Suyono, Slamet, 2003 )

Di Indonesia sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat nasional
multisenter, yang dapat menggambarkan prevensi hipertensi secara tepat. Menurut
Boedie Darmojo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian

1
melaporkan bahwa 1,8 – 28,6 % penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun adalah
pasien hipertensi.

Berdasrkan laporan kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, kasus


tertinggi hipertensi adalah ada di kota Semarang yaitu 67.101 kasus ( 19,56 % ) di
banding dengan jumlah kasus hipertensi di kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah.
Kasus yang paling sedikit dijumpai adalah di kabupaten tegal yaitu 516 kasus ( 0,15 % ).
Sementara di daerah Surakarta sendiri jumlah penderita hipertensi sekitar 27,8 %. ( Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2004 )

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik rumah sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta, penderita hipertensi yang dirawat inap di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2011 sebanyak 309 kasus, dan pada tahun 2012 ini
terhitung mulai dari bulan januari – april 2012 sebanyak 130 kasus.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah ini adalah
bagaimana cara menindak lanjuti kasus tentang gangguan hipertensi pada pasien.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien Ny M


dengan Kasus hipertensi.

2. Tujuan Khusus

Secara Khusus penulisan ini bertujuan agar mahasiswa :

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Ny.M dengan hipertensi


b. Mampu merumuskan diagnosa pada pasien Ny.M dengan hipertensi
c. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien Ny.M dengan hipertensi
d. Mampu menyusun evaluasi keperawatan pada pasien Ny.M dengan hipertensi

2
D. Manfaat

 Menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal merencanakan asuhan keperwatan


pada pasien hipertensi.

 Menambah wawasan kepada pasien dan keluarga pasien tentang riwayat penyakit
hipertensi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Toeritis
1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan
darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya
tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National
Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg
atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003). Hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya


diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Sheps, 2005).

B. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Hipertensi Esensial atau hipertensi primer

Hipertensi Esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,


disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas. Meskipun hipertensi
primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi, faktor tersebut yaitu:

a. Faktor keturunan

b. Kebiasaan hidup

c. Ciri Perorangan
4
2. Hipertensi Sekunder atau renal

Hipertensi Sekunder atau renal yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
lain. Merupakan 10 % dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain ; penggunaan kontrasepsi oral,
neurogenik ( tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris ), kehamilan, peningkatan
tekanan intravaskuler, luka bakar dan stress. ( Udjianti, Wajan, 2011 )

C. Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan rata-rata
pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel 1).
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah
sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi
tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang
tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan
datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus
diterapi obat (JNC VII, 2003).

D. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di


pusat vasomotor, pada medulla dari otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdormen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepeneprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
vasokonstriksi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin, yang merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II. Suatu vasokonstriktor yang dapat merangsang
5
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon yang menyebabkan retensi natrium yang
menyebabkan peningkatan intravaskuler. Semua faktor yang cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.

E. Tanda-tanda dan gelajah

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat,
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema
pada diskus optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian
belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas,
sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah,
jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung,
fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga
koma (Cahyono, 2008).

Tanda dan gejala hipertensi dapat diklafikasikan yaitu ;

 Sakit kepala,

 Epitaksis

 Rasa berat di tengkuk

 Mata berkunang – kunang

 Mual, muntah

 Kelemahan / letih

 Sesak nafas

 Kenaikan tekanan darah dari normal

6
 Penurunan kekuatan genggaman tangan

 Pandangan mata kabur/tidak jelas.

F. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan


vaskuler serebral.

Tujuan ; Tidak terjadi kerusakan jaringan

KH ; Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau terkontrol, Mengikuti regimen


farmakologi yang diresepkan

Intervensi ;

a. Mempertahankann tirah baring selama fase akut


b. Pantau tanda – tanda vital
c. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,

Misal ; kompres dingin pada dahi, beri pijatan di leher atau punggung

d. Ajarkan teknik relaksasi


e. Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala

Misal ; mengejan saat buang air besar, batuk panjang, membungkuk

f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi analgetik


2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dengan intake yang tidak adekuat ( Doengoes, 2003 )

Tujuan ; Kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi, peningkatan nafsu makan, mukosa
bibir lembab tidak terjadi penurunan berat badan.

KH ; Nafsu makan dapat meningkat, dapat mengabis kan diit dari rumah sakit, Timbang
berat badan setiap hari

Intervensi:

a. Beri makan dalam porsi sedikit tapi sering


7
b. Kaji ulang pola makan pasien
c. Motivasi pasien untuk makan
d. Awasi pemasukan diit
e. Beri hygiene oral sebelum dan sesudah makan
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemenuhan nutrisi bagi pasien

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan ; Dapat melakukan aktivitas secara mandiri

KH ; Hasil aktivitas dapat dilakukan secara optimal, aktivitas dapat dilakukan sendiri

Intervensi ;

a. Observasi keadaan umum

b. Kaji tingkat aktivitas pasien

c. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas

d. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhab

e, Beri dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika

dapat ditoleransi.

G. Faktor- Faktor Risiko

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a) Usia

Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko


terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia
lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun
(Depkes, 2006).

Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan


tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian
tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi.
8
Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh
perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit
dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi
peningkatan tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti
Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan Makassar terhadap usia lanjut
(55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi terbesar 52,5 % (Depkes, 2006).

b) Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih


banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29
untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita (Depkes,
2006).

Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi pada wanita


meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat
dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia
prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita (Depkes, 2006).

Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi


penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%) dibandingkan
laki-laki (5,8%). Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding
perempuan. Dari umur 55 sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding
laki-laki yang menderita hipertensi (Depkes, 2008)

c) Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga


mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (essensial).
Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang
kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan
dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson
bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-

9
anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30%
akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006).

2. Faktor risiko yang dapat dirubah

Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari
penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, kurang aktifitas gerak,
berat badan berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol, hiperlipidemia atau
hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebih sangat berhubungan erat
dengan hipertensi (Depkes, 2006).

a) Kegemukan (Obesitas)

Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang dinyatakan


dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan dengan
tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan
kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat
badan lebih (overweight) (Depkes, 2006b). IMT merupakan indikator yang paling
sering digunakan untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas
pada orang dewasa (Zufry, 2010). Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya
berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Supriasa, 2001).

b) Psikososisal dan stress

Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara
individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan
adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis dan
sosial) yang ada pada diri seseorang (Depkes, 2006).

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa
takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahaan
patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.

10
Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika
Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau
rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006).

c) Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah
tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan
adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan
denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok
pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada
pembuluh darah arteri (Depkes, 2006).

Menurut Depkes RI Pusat Promkes (2008), telah dibuktikan dalam penelitian


bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya termasuk 43
senyawa. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat, yaitu 1) Nikotin, merupakan salah
satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dengan
adanya penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung, pengerasan
pembuluh darah dan penggumpalan darah. 2) Tar, dapat mengakibatkan kerusakan
sel paru-paru dan menyebabkan kanker. 3) Karbon Monoksida (CO) merupakan gas
beracun yang dapat menghasilkan berkurangnya kemampuan darah membawa
oksigen (Depkes, 2008).

d) Konsumsi alcohol berlebihan

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.


Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun,
diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi
menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol
dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat apabila
mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Depkes,
2006).
11
Di negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol yang berlebihan
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika
disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya.
Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder di usia
ini (Depkes, 2006).

e) Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia

Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar


kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam
darah. Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang
mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah
meningkat.

Penelitian Zakiyah (2006) didapatkan hubungan antara kadar kolestrol darah


dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (Zakiyah, 2006). Penelitian Sugihartono
(2007) diketahui sering mengkomsumsi lemak jenuh mempunyai risiko untuk
terserang hipertensi sebesar 7,72 kali dibandingkan orang yang tidak mengkomsumsi
lemak jenuh (Sugihartono, 2007).

f) Konsumsi garam berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan


di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan
tekanan darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8
gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006).

Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan
ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh ginjal.
Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu garam lainnya bisa
dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoate dan vetsin
(monosodium glutamate). Kelebihan natrium akan menyebabkan keracunan yang
dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa
komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110 mmol natrium
(Almatsier, 2001, 2006).
12
g) Olahraga

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan
untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa, 2001).

Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner melalui


mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah, penurunan tonus simpatis,
meningkatkan diameter arteri koroner, sistem kolateralisasi pembuluh darah,
meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) dan menurunkan LDL (Low Density
Lipoprotein) darah. Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih
efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan jantung semakin kuat,
penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak
badan dan berat badan serta menurunkan tekanan darah (Cahyono, 2008).

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan


bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan
olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah tanpa perlu sampai
berat badan turun (Depkes, 2006).

H. Komplikasi hipertensi

Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark


miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy- included
hypertension (PIH) (Corwin, 2005).

1. Stroke

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari
24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah.

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia
atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah

13
yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
mengalami oklusi (Hacke, 2003).

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat
terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi
berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin, 2005).

2. Infark miokardium

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak
dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan (Corwin, 2005).

3. Ensefalopati (kerusakan otak)

Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna


(hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang intersitium
diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat
menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak.
Keterikatan antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali
terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi
(Corwin, 2005).

4. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian yang menuju ke
kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena

14
penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung,
1995).

Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap
kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi
(Mansjoer, 2001).

I. Penatalaksanaan Hipertensi

1. Pengendalian factor risiko

Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling berpengaruh
terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah,
dengan usaha-usaha sebagai berikut :

a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada


obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang
gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal.
Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan
lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan
menurunkan berat badan (Depkes, 2006b). Beberapa studi menunjukkan bahwa
seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol
mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Rahajeng, 2009).

b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh

Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan


penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi
sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak
(Depkes, 2006).

c. Ciptakan keadaan yang rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes, 2006).

d. Melakukan olahraga teratur

15
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan
memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes,
2006).

e. Berhenti merokok

Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat


memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak jaringan
endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis dan
peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita
tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah
arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan
merokok.

J. Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka


kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin
menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai
dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat
berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan perjalanan terapi.
Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan
respon penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat
antihipertensi sebagai berikut :

1. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan tekanan darah dengan


harapan memperpanjang umur dan mengurang timbulnya komplikasi

2. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi.

3. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur


hidup.

4. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi.

16
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2019 di desa Indra sakti, UPTD
Puskesmas tapung. Data diperoleh dari pasien, keluarga, dan catatan medic.

1. Identitas diri pasien

Nama Tn. A, Umur 62 tahun, jenis kelamin laki – laki. Alamat desa indra sakti kec
petapahan kab Kampar provinsi riau,status perkawinan sudah menikah, agama Islam,
pendidikan SD, pekerjaan sebagai petani,

2. Diagnosa medik Hipertensi

Keluhan utama Pasien mengeluh kepalanya pusing. Riwayat kesehatan sekarang sebelum
dibawa ke Pustu pasien mengeluhkan kepalanya terasa pusing, perut terasa mual,muntah,
dan tangan terasa kesemutan. Kemudian oleh keluarga Tn. H langsung di bawa ke pustu
agar segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.

3. Analisa Data

 Pasien mengatakan kepala terasa pusing, tengkuk terasa kaku, tangan terasa
kesemutan

 Pasien tampak lemas, mata sulit untuk di buka, Tekanan darah 170/110 mmHg,
Nadi; 92 x/mennit, pernapasan; 24 x/menit, suhu 36,8˚ c

 Pasien mengatakan makan hanya habis ½ porsi tenggorokanya sakit saat menelan.

4. Asuhan dari keluarga

Asuhan yang dapat diberikan kepada keluarga pasien yaitu memberikan pola makan
yang sehat sesuai dianjurkan oleh dokter dan perawat.serta informasi yang didapatkan
untuk menghindari dari gejalah hipertensinya.

17
Berdasarkan analisa data yang penulis peroleh, maka prioritas masalah yang
dapat ditegakkan ;

 Gangguan perfusi jaringan serebrel berhubungan dengan peningkatan tekanan


intracranial.

 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan indeks yang
tidak kuat.

 Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Interferensi keperawatan

Diagnose : tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi kerusakan organ,


dengan kriteria hasil ; tekanan darah dalam batas normal(130/90 mmHg – 140/95
mmHg )

Interverensi : Pantau tekanan darah, pertahankan tirah baring selama fase akut,ajari
teknik relasasi,berikan tindakan nonfarmakologi berikan kompres dengan air
dingin,pijit.bantu pasien dalam ambulasi kebutuhan.

Diagnosa : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam kebutuhan nutrisi


pasien dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil ; mukosa bibir lembab, diit dari rumah
sakit bisa habis 2/3 porsi.

Interverensi : Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering, Motivasi pasien untuk
menghabiskan makanannya,beri higien oral sebelum dan sesudah makan, awasi
pemasukan diit, kaji ulang pola makan, berikan diet,makanan ringan tambahan yang
disukai pasien, dan Kolaborasi dengan ahli gizi.

6. Pengkajian kasus

Dalam pengkajian didapat hasil yaitu pasien mengatakan kepala tersa pusing,
tengkuk tersa berat dan mata sulit untuk di buka. Dimana didapatkan hasil pengukuran
tekanan darah lebih dari normal yaitu 170/110 mmHg. Hal yang menyebabkan pasien
mengalami peningkatan tekanan darah yaitu gaya hidup pasien yang monoton, pasien
mengatakan kalau dirumah pasien jarang beraktifitas, hanya dirumah saja, kurang
berolah raga, pola makan yang tidak baik dimana pasien tidak suka mengkonsumsi

18
sayur dan buah, pasien lebih suka mengkonsumsi makanan yang berlemak dan
kolesterol.

Selain itu pengkajian yang belum penulis kaji yaitu menimbang berat badan
karena keadaan pasien yang lemah dan ketidakmamapuan pasien untuk naik turun
tempat tidur untuk menimbang berat badan. Pada pengkajian seksual penulis lupa
menanyakan karena memang penulis menyadari kurangnya kelengkapan dalam
membuat menyiapkan

pertanyaan untuk pasien. Data yang menunjang bahwa pasien mengalami hipertensi
yaitu didapatkan hasil pemeriksaan tanda – tanda vital TD; 170/110 mmHg. N; 92
x/menit, pernapasan; 24 x/menit, S: 36,8˚ c dan keluhan pasien yang menunjukkan
tanda dan gejala penyakit hipertensi yaitu pusing, rasa berat di tengkuk, peningkatan
tekanan darah dari batas normal, mual dan muntah.

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus dan sesuai dengan teori:

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial.

Gangguan perfusi jaringan serebral adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
penurunan dalam nutrisi dan oksigenasi pada tingkat selular sehubungan dengan
kurangnya suplai darah kapiler. ( Carpenito, 2009 ).

Diagnosa ini penulis tegakkan sebagai diagnosa pertama karena merupakan keluhan
utama yang muncul pada pasien, pasien mengeluhkan kepala pusing dan tengkuk
terasa kaku. Dan data – data lain yang mendukung diagnosa ini adalah hasil
pemeriksaan tanda – tanda vital: tekanan darah: 170/110 mmHg, nadi92 x/menit,
pernafasan; 24 x/menit, suhu: 36,8˚c. Penulis menegakkan prioritas pertama karena
jika tidak segera ditangani akan muncul masalah lain yaitu komplikasi penyakit stroke,
gagal jantung.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan
ketika individu yang tidak puasa mengalami atau beresiko mengalami penurunan berat
badan yang berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. ( Carpenito, 2009 )

19
3. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik Intoleransi aktivitas adalah
ketidakcukupan energi secara fisiologis maupun psikologis untuk men eruskan
menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktivitas sehari- hari.(NANDA, 2007 )

7. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan atau implementasi didasarkan atas


intervensi yang disusun sebelumnya, maka tindakan untuk diagnosa 1 tindakan
keperawatan yang telah dilakukan adalah: melakukan pengkajian dan menanyakan
keluhan pasien, melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital, mengajarkan teknik napas
dalam, memberikan tindakan nonfarmakologis yaitu memberikan pijatan pada pundak,
memberikan obat oral analsik 2 x 2 mg dalam 24 jam, memberikan injeksi gastrofer 25
mg/ 12 jam obat masuk melalui selang infus.

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan atau implementasi didasarkan atas


intervensi yang disusun sebelumnya, untuk diagnosa 2 tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu: mengobservasi keadaan umum pasien, menanyakan keluhan pasien,
memberikan makanan ringan tambahan pada pasien sesuai dengan diit hipertensi.
memberikan injeksi dexametazone 5 mg/8 jam obat masuk melalui selang infus,
carnevit 1 vial/24 jam, ceftriaxone 1 gr/12 jam, dan brain act 250 mg/12 jam obat
masuk melalui selang infus, mengobservasi keadaan umum pasien.

Berdasarkan diagnosa dan intervensi diatas, maka tindakan keperawatan yang


dilakukan untuk diagnosa ke 3 adalah melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital dan
menanya keluhan pasien, memberikan injeksi dexa 5 mg/8 jam, carnevit 1 vial/24 jam,
ceftriaxone 1 gr/12 jam, obat masuk melalui selang infus, memberikan mengajarkan
pasien untuk menggerakkan tangannya dan menekukkan kaki, membantu pasien untuk
memenuhi kebutuhannya membantu pasien untuk duduk, menganjurkan keluarga
untuk selalu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.

8. Evaluasi

Untuk diagnosa pertama gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan


dengan peningkatan tekanan intrakranial dengan kriteria hasil tekanan darah dalam
batas normal yaitu ( 130/90 mmHg - 140/95 mmHg ), untuk data subyektif pasien

20
mengatakan kepala masih pusing, masih didapatkan tekanan darah 150/95 mmHg,
sehingga masalah keperawatan teratasi sebagian dan penulis memodifikasi planning
yaitu dengan memberikan ruangan dan suasana yang tenang dan nyaman dengan cara
membatasi pengunjung, tidak membiarkan semua keluarga untuk menungguhi pasien.
Diagnosa kedua gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat, kriteria hasil yang penulis harapkan nafsu makan dapat
meningkat dan bisa menghabisakan diit menjadi 2/3 porsi, pasien mengatakan nafsu
makan sudah bertambah,mampu menghabiskan makanan sebanyak 2/3 porsi,
tenggorokan sudah tidak sakit saat menelan, sehingga masalah keperawatan teratasi,
penulis menambahkan rencana yaitu dengan menghidangkan makanan selagi hangat
dan akan mempertahankan rencana tersebut.

Diagnosa ketiga intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


kriteria hasil yang penulis harapkan yaitu pasien dapat memenuhi kebutuhannya
secara optimal. Pasien bisa berganti posisi tidur dengan cara miring ekstremitas atas
dan bawah sudah bisa digerakkan. Sehingga masalah keperawatan teratasi sebagian,
maka penulis masih akan mempertahankan rencana keperawatan yaitu dengan
mendekatkan semua barang yang dibutuhkan didekat pasien agar pasien tidak
tergantung dengan orang lain.

21
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari dan melakukan pengkajian
kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan simpulan sebagai
berikut:

1. Pada pengkajian yang dilakukan terhadap Tn.A didapatkan hasil pasien mengatakan
pusing, tangan terasa kaku serta perut terasa mual dan ingin muntah, pasien juga tampak
lemah dan menahan rasa sakit.

2. Diagnosa yang muncul pada kasus yaitu: Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.Intolerasi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. Intervensi yang muncul dalam teori, tidak sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis,
untuk diagnosa gangguan perfusi jaringan serebral intervensi yang penulis utamakan yaitu:
pantau tekanan darah, ajari teknik relaksasi, kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian terapi analgetik. Diagnosa gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
intervensi yang diutamakan yaitu: beri makanan sedikit tapi sering. untuk diagnosa
intoleransi aktivitas intervensinya yaitu: bantu pasien dalam melakukan aktivitas, anjurkan
keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien. Ada beberapa intervensi yang
tidak penulis cantumkan karena memang k Implementasikan yang penulis lakukan untuk
diagnosa gangguan perfusi jaringan serebral yaitu: menanyakan keluhan pasien, mengukur
tanda – tanda vital, memberikan tindakan nonfarmakologis ( melakukan pijitan pada
pundak ).
4. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari
mendapatkan hasil yang cukup mengurangi keluhan pasien. Diagnosa gangguan perfusi
jaringan serebral masalah teratasi sebagian, diagnosa gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh masalah sudah teratasi, diagnosa intoleransi aktivitas masalah sudah
teratasi sebagian.

22
B. Saran
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam
penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka penulis
menyarankan kepada:

1. Pasien agar lebih kooperatif, selalu memperhatikan serta tidak melakukan hal-hal yang
menyimpang dari petunjuk dokter/perawat. Bila dirumah harus dapat menjaga diri agar
tidak terjadi komplikasi yaitu penyakit stroke.

2. Untuk perawatan pasien dengan hipertensi, harus ada kerjasama antara perawat ruangan
dan keluarga agar selalu memberikan informasi tentang perkembangan kesehatan pasien
dan memberi pendidikan kesehatan pada keluarga yang paling sederhana dan senantiasa
memotivasi pasien dan keluarga untuk selalu menjaga pola makan, jangan terlalu banyak
pikiran, dan jangan lupa untuk berolahraga..

3. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat
perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal. Dan perawat juga harus bekerjasama dengan tim kesehatan lain
(dokter, ahli gizi ) dalam melakukan perawatan / penanganan pasien dengan hipertensi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aziza, Lucky. 2007. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter
Indonesia.

Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Yasmin Asih.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi
IX. Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Doenges, Maryllin E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Alih Bahasa: Yasmin
Asih. Jakarta: EGC

Jennifer,Kowalak,. Welsh, Williams. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alih Bahasa Andry
Hartono. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Yasmin Asih.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Suyono, Slamet. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta: Balai Penerbi
FKUI

Udjianti, Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.


24
Kowalski, Robert. 2010. Terapi Hipertensi: Program 8 minggu Menurunkan Tekanan Darah
Tinggi. Alih Bahasa: Rani Ekawati. Bandung: Qanita Mizan Pustaka

Profil Kesehatan Jawa Tengah. 2009. Hipertensi di Jawa Tengah. Diunduh dari http://www.
Profil Kesehatan Jawa Tengah.go.id/dokumen/profil 2009/htn. Diakses pada 22 Mei 2012

Rekam Medik Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Kasus hipertensi dalam rentang
waktu tahun 2011 - 2012. Didapat pada tanggal 9 Mei 2012

25

S-ar putea să vă placă și