Sunteți pe pagina 1din 66

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011). Penyebab utama stroke diantaranya pasien
stroke yang terbiasa mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh
yang menimbulkan aterosklerosis, yaitu menyempitnya pembuluh arteri
disebabkan lemak yang menempel pada dinding arteri. Para ahli menganggap
bahwa aterosklerosis merupakan penyebab utama stroke pada umumnya. Penyakit
stroke sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini
diakibatkan oleh cukup tingginya insidensi (jumlah kasus baru) kasus stroke yang
terjadi di masyarakat. Menurut WHO, setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia
mengalami stroke. Sekitar lima juta menderita kelumpuhan permanen. Tanggapan
masyarakat terhadap penyakit stroke itu sangat berbahaya karena dimana penyakit
ini sulit untuk disembuhkan dan bisa mengalami serangan yang secara mendadak
dan mengakibatkan kematian.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2018, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain
itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar
glukosa darah dalam tubuh. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 penyakit
stroke mengalami kenaikan jika dibandingkan Riskesdas tahun 2013, yaitu dari 7
% menjadi 10,9 %. Berdasarkan data penelitian di Rumah Sakit dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya, penyakit stroke menempati urutan ke 7 dari penyakit
terbanyak di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus, dengan
jumlah penderita 602 jiwa, tahun 2018. sedangkan hasil observasi dan pengkajian
yang kami dapatkan dengan pasien dan keluarga di ruang nusa indah kamar no 5
didapatkan data kurangnya pengetahuan dan kurangnya kesadaran pasien dan
keluarga dalam cara menjaga kesehatan dan pola hidup yang baik.

1
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga
mengakibatkanseseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Secara global,
penyakit serebrovaskular (stroke) adalah penyebab utama kedua kematian. Ini
adalah penyakit yang dominan terjadi pada pertengahan usia dan orang dewasa
yang lebih tua. Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya
karena pembuluh darah semburan atau diblokir oleh gumpalan darah.
Inimemotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan
otak.Stroke iskemik adalah jenis stroke terbanyak yang menyerang populasi
Kaukasian yang mencapai 80% jumlah populasi. Persentase stroke iskemik juga
tinggi pada populasi Asia tapi dengan proporsi stroke perdarahan intrakranial
yang lebih tinggi daripada populasi Kaukasian yaitu sekitar 20-30% terkena stroke
perdarahan intrakranial. Stroke memiliki faktor risiko yang bervariasi dan salah
satunya adalah merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena stroke
iskemik hingga 2-3 kali dan risiko ini meningkat pada perokok berat.4 Pada tahun
2000 diperkirakan jumlah perokok di dunia sekitar 1,2 milyar dan Cina
menduduki tempat pertama dengan jumlah perokok sekitar 300 juta. Menurut data
dalam The Tobacco Atlas oleh American Cancer Society, Indonesia menduduki
peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah pengonsumsi rokok terbanyak di
dunia.5 Prevalensi perokok pada usia lebih dari 15 tahun di Indonesia juga
meningkat bila dilihat dari data Riskesdas yaitu 34,2% pada tahun 2007 menjadi
36,3% pada tahun 2013 dengan rata-rata setiap perokok menghabiskan 12,3
batang rokok per hari (Organization, 2015).
Untuk mencegah terjadinya stroke yaitu dengan cara menjaga pola makan,
olahraga secara teratur, berhenti merokok, dan hindari konsumsi minuman
beralkohol diharapkan bisa mengurangi resiko terjadinya penyakit stroke.
Berdasarkan beberapa permasalahan diatas kelompok 4 tertarik untuk melakukan
asuhan keperawatan kepada Tn. K dengan diagnosa stroke hemoragik (SH),
kelompok berharap dengan memberikan asuhan keperawatan kepada Tn. K
dengan diagnosa stroke hemoragik (SH), dapat membantu mengurangi angka
kesakitan dan kematian pada pasien dengan masalah stroke hemoragik (SH)
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi stroke hemoragik?
1.2.2Apa etiologi dari stroke hemoragik ?
1.2.3Apa klasifikasi dari stroke hemoragik ?
1.2.4Bagaimana patofisiologi dan patway dari stroke hemoragik?
1.2.5Apa manifestasi klinis dari stroke hemoragik ?
1.2.6Apa komplikasi yang ditimbulkan dari stroke hemoragik?
1.2.7Apa pemeriksaan penunjang dari stroke hemoragik ?
1.2.8Bagaimana penatalaksanaan medis dari stroke hemoragik ?
1.2.9 Bagaimana manajemen asuhan keperawatan dari stroke hemoragik?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mampumembuat dan melaksanakan laporan asuhan keperawatan pada Ny.T
dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mampu mengetahui definisi SH?
1.3.2.2 Mampu mengetahui etiologi dari SH ?
1.3.2.3 Mampu mengetahui klasifikasi dari SH ?
1.3.2.4 Mampu mengetahui patofisiologi dan patway dari SH?
1.3.2.5 Mampu mengetahui manifestasi klinis dari SH ?
1.3.2.6 Mampu mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari SH ?
1.3.2.7 Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari SH ?
1.3.2.8 Mampu mengetahui penatalaksanaan medis dari SH ?
1.3.2.9 Mampu mengetahui manajemen keperawatan dari SH?

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Bagi Penulis
Memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan pada pada
pasien SH.
1.4.2 Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit SH secara benar
dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi Akademik
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
1.4.4 Manfaat Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan konstribusi untuk mengevaluasi program pengobatan
penyakit melalui upaya peningkatan kesehatan.
1.4.5 Manfaat Bagi Pembaca
Pembaca dapat memahami tentang penatalaksanaan dan perawatan pada
pasien SH.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
dengantanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan
(strokehemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda
sesuaibagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Jadi, dari berbagai teori diatas dapat di simpulkanbahwa stroke hemoragik
adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah
di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan
otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

2.1.2 Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh
adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole >
200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
Menurut Muttaqin (2008; 129), ada beberapa faktor risiko strokehemoragik,
yaitu:
1. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yangmenekan dinding arteri sampai pecah.
2. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3. Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
4. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogentinggi).
5. Konsumsi alkohol.
6. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
7. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid
dalamdinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke
lebih besar.
8. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
9. Overdosis narkoba, seperti kokain.

2.1.3 Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalamwaktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2014).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2014).Penyumbatan pada
arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan
spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan
girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi
okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi
spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2014). Penyumbatan arteri serebri
anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan
berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosumanterior dan
hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena
kerusakandari sistem limbic (Silbernagl, 2014).Penyumbatan arteri serebri
posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada
penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl,
2014). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik
(Silbernagl, 2014). Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis
semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma.
Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2014):
1. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
2. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia(traktus piramidal).
3. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajahipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktusspinotalamikus).
4. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus),singultus (formasio retikularis).
5. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilanganpersarafan simpatis).
6. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (sarafhipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (sarafokulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
7. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena.Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas.Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

2.1.5 Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
palingditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri
seringmengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungandengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebabpaling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalamkeadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama.Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas,stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
sertaukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungandengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapa volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanyaburuk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yangtinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat.Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahanintraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yangtinggi
(Denise, 2010).

2.1.6 Pemeriksaan penunjang


Menurut Batticaca (2008; 60), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang
dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal,
analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah
sistem arteri karotis ) .
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
6. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis
interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut
(Sylvia dan Lorraine, 2010):
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat
neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic,
antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak
responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien
biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata
nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual
karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi
bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis,
peningkatan inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di
dahului dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.

2.2.3 Intervensi keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial.
Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam,
diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7
C, Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol otot facial atau oral.
Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam
diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi
tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau
seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai
kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata
dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah
tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional :Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe
kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan
menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan
komponen sensorik dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan
untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda,
berbicara. Seseorang dengan disartria dapat memahami, membaca,
dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan
membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan
paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik
membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak
mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk
mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka
mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang
sederhana.Rasional :Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik (afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional :Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
(afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak
dapat menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh”
atau “Pus”
Rasional :Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang
dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai
afasia motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek.
Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat
yang pendek
Rasional :Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan
dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian
dari afasia sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan
pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila
perlu.
Rasional :Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut
bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera.
Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan
bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel
regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan
tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-
gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan
dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban
“ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih
kompleks sesuai dengan respons pasien.
Rasional :Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada
satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan
menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-
hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
12) Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular.
Tujuan:Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan
mobilisasi klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi optimal,
- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan
terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam
posisi bagian yang terganggu.
Rasional :Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih
jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit/ dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika
pasien dapat mentoleransinya.
Rasional :Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama
mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti
latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
kaki/telapak.
Rasional :Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi
pencetus adanya perdarahan berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki
(foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi
kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat
mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak
paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu
sisi.
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari
dan ibu jari saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-
jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi
anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan
kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan
dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian
belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut
penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan
paralel dan walker).
Rasional :Membantu dalam melatih kembali jaras saraf,
meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional :Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas
pada ekstremitas yang terganggu.
11)Kolaborasi
o Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn
resistif, dan ambualsi pasien.
o Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai
indikasi.
o Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi
seperti baklofen dan trolen(Doenges, 2011).
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
• Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
• Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks
batuk.
Rasional :untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan
kepada klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional :membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan
kontrol muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa
adanya distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional :menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv
atau makanan melalui selang.
Rasional :mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
dan juga makanan apabila klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan
beri bantuan dengan sikap sungguh.
Rasional :Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus.
3) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat
dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian
serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan
alat penyokong khusus.
6. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa.
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
Intervensi :
1) Tentukan kondisi patologis klien.
Rasional : Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan.
2) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan
kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian
dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko
terjadinya trauma.
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien
suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh
dinding atau batas-batas lainnya.
Rasional : Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan
bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan
yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko
terjadinya trauma.
5) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan
semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
Rasional : Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan
membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
7) Lakukan validasi terhadap persepsi klien.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi
ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Jalan
nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan
akibat ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran
pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan
nafas
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional: Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-
paru
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin.
Rasional : Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-
daerah yang menonjol.
Rasional : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan
dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan
untuk berkomunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
Intervensi :
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
1. Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari
distensi kandung kemih yang berlebih.
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu
mencegah enuresis.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung
kemih.
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering
berkemih.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya
2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional :Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
tidak mengalami kopnstipasi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan
obat.
- Konsistensi feses lunak.
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi :
1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab
konstipasi.
Rasional : Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab
obstipasi
2) Auskultasi bising usus.
Rasional : Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
3) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
Rasional : Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang
peristaltik dan eliminasi reguler.
4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional : Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi
reguler.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan
peristaltik.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema).
Rasional : Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan
airusus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas
merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat
pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien
perlu dilakukan sebelumnya. (Basford. 2013)
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha
untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali
rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada. (Basford. 2013).
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
2. Kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
3. Mobilisasi klien mengalami peningkatan.
4. Tidak terjadi gangguan nutrisi.
5. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
6. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
7. Jalan nafas tetap efektif.
8. Integritas kulit baik.
9. Eliminasi urin dapat terkontrol.
10. Konstipasi tidak terjadi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Berdasarkan pengkajian yang didapatkan pada hari selasa, tanggal 29


oktober 2019, jam 19.00 wib adalah:

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.K
Umur : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak /Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Alamat :jln. Temanggung tilung no.4
Tgl MRS : 27 September 2019 Jam
Diagnosa Medis :SH (Stroke Hemoragik)

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1Keluhan Utama
Pasien mengatakan sakit kepala dan badanya terasa lemah.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit selasa 19
Oktober 2019 pukul 09.00 wib masuk ke rumah sakit muhammadiyah
Palangka Raya dibawa oleh keluarganya dengan keluhan pingsan dan
sakit kepala, lemah, dan mual muntah. Pasien segera ditangani dengan
diberikan terapi infus Nacl 0,9%+ drip tramadol 1 amp + ODR 8 mg
20tpm, infus manitol 2x100 cc injeksi asam traneksamat 3x500 mg dan
ada terpasang DC (kateter). Pada hari senin, 25 oktober 2019 jam 18.00
wib pasien dirujuk dari rumah sakit muhammadiyah Palangka Raya ke
rumah sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ke IGD dibawa oleh
keluarganyadengan keluhan sakit kepala, lemah, dan mual muntah.
Setelah ditangani oleh perawatdi IGD dengan diberikan terapi infus Nacl
0,9%+ drip tramadol 1 amp + ODR 8 mg 20tpm, infus manitol 2x100 cc
injeksi asam traneksamat 3x500 mg dan ada terpasang DC (kateter).
Setelah selesai di tangani di IGD pada pukul 11.30 wib pasien masuk ke
ruang nusa indah.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakanpenyakitnya yang stroke itu baru terkena serangan
pertama, ada riwayat hipertensi, dan pasien tidak pernah dioperasi.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit stroke, hipertensi, CHF.

GENOGRAM KELUARGA :

x x x x

Keterangan :
: Laki – Laki : Tinggal satu rumah
: Perempuan : Hubungan Keluarga
: klien : Meninggal
3.2 Pemerikasaan Fisik
3.2.1 Keadaan Umum
Pasien tampak sakit yang sedang, tingkat kesadaran Compos mentis, pasien
berbaring di tempat tidur, penampilan terlihat kurang bersih dan rapi, terpasang
infus Nacl 0,9%+ drip tramadol 1 amp + ODR 8 mg 20tpmditangan sebelah kiri
pasien, terpasang DC (kateter), danADL pasien dibantu penuholeh keluarga
dengan skala aktivitas 2.
3.2.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk
badan sedang, suasana hati sedih, berbicara kurang jelas, fungsi kognitif orientasi
waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang
pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat
pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme
pertahanan diri adaptif.
3.2.3 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 190/120 mmHg,
Nadi 82 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,10C.
3.2.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, type pernafasan dada dan perut, tidak ada sesak
nafas,irama pernafasanteratur bunyi napas vesikuler, tidak ada nafas tambahan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.2.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Tidak nyeri dada, cappilary refill >2 detik, pasien tidak pucat, tidak ada
odema ekstrimitas atas dan bawah, tidak ada peningkatan Vena Jugularis, Bunyi
Jantung S1 S2 Reguler.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.2.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 ( membuka mata spontan ), V:5 ( orentasi dengan baik ),
M: 6 ( bergerak sesuai perintah ) dan total Nilai GCS:15 normal, kesadaran Ny.
Tcompos menthis, pupiltn. Kisokor tidak ada kelainan, reflex cahaya kanan dan
kiri positif.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada
pemeriksaan menggunakan minyak kayu putih dengan mata tertutup pasien
mampu mengenali bau minyak kayu putih tersebut. Saraf kranial II (Optikus):
pasien mampu membaca nama perawat dengan baik pada saat perawat meminta
pasien untuk membaca namanya. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien dapaat
mengangkat kelopak matanya dengan baik. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien
dapat menggerakkan bola matanya (pergerakan bola mata normal). Saraf kranial
V (Trigeminalis): pada saat pasien makan pasien dapat mengunyah dengan lancar.
Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu menggerakan bola matanya ke kiri dan
kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis): pasien dapat membedakan rasa manis dan
asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar dimana
suara petikan jari perawat kiri dan kanan. Saraf kranial IX (Glosofaringeus):
pasien dapat merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan
pasien dapat mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien
dapat menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien
mampu mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari negatif, jari ke hidung
negatif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan negatif; pasien
tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan kiri
postif dengan skala 2, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif dengan skala 2,
refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 2, refleks akhiles kanan dan kiri
positif dengan skala 2, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala 2. Uji
sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
Masalah keperawatan: Gangguan mobilitas fisik
3.2.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 800 ml/7 jam warna urine kuning, bau urine amoniak.
Eliminasi Tn. K tidak ada masalah.
Tidak ada masalah keperawatan
2.2.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :
Sistem pencernaan, bibir kering, gigi ada yang tanggal hampir di semua
(atas, bawah, kanan dan kiri) tidak caries, gusi terlihat tidak ada peradangan dan
perdarahan, lidah berwana merah muda dan tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan pada mukosa, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada keluhan
nyeri pada tenggorokan saat menelan. Palpasi abdomen tidak teraba massa dan
tidak ada nyeri tekan pada abdomen. Tidak ada hemoroid pada rectum. Pasien
susah BAB.
Masalah keperawatan: Konstipasi
3.2.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone)
Pergerakan Tn. K terbatas, ukuran otot simetris, ekstremitas atas 3/5 dan
ekstremitas bawah 3/5 normal pergerakannya dan tidakada deformitas,tidak ada
peradangan, tidak ada perlukaan.
Masalah keperawatan: Gangguan Mobilitas Fisik
3.2.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi Pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi
makanan, alergi kosmetik. Suhu kulit Tn. K hangat , warna kulit normal tidak ada
kelainan, turgor kulit halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada peradangan,
jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lurus, distribusi rambut merata, bentuk
kuku simetris tidak ada kelainan tidak ada masalah keperawatan.
3.2.11 Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan berkurang, bola mata bergerak normal, visus mata
kanan dan mata kiri normal 5/5, sklera normal/putih, kornea bening, konjunctiva
merah muda. Pasien tidak memakai kecamata dan tidak keluhan nyeri pada mata.
Fungsi pendengaran baik, penciuman normal, hidung simetris, dan tidak ada
polip.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.2.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
3.2.13 Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak di kaji karena pasien menolak untuk di kaji.
Tidak ada masalah keperawatan.

3.3 Pola Fungsi Kesehatan


3.3.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien mengatakan sakit yang diderita bisa sembuh asalkan mendengar apa
yang dikatakan dokter dan teratur minum obat
3.3.2 Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 160cm, berat badan sebelum sakit 55 kg, berat badan saat
sakit 50 kg. Diet biasa,terdapat mual dan muntah yaitu 3-4 x/hari dengan warna
putih cair, tidak kesukaran menelan atau normal.
Keluhan lainnya tidak ada
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x/hari 3x/hari
Porsi 1/4 porsi 1 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi,sayur, dan Nasi,sayur, dan
ikan ikan
Jenis Minuman Air Putih Air Putih
Jumlah minuman/cc/24 jam 800 ml 1000 ml
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak ada
Masalah Keperawatan: Resiko defisit nutrisi
3.3.3 Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam sedangkan
pada siang hari 1-2 jam. Pada saat sakit pasien tidur 6-7 jam dan siang hari 1-
2jam.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
3.3.4Kognitif
Sebelum sakit pasien dapat berkomunikasi dengan keluarganya, dapat
mendengarkan mengerti dengan baik apa yang di bicarakan, dapat berespon
dengan baik dengan orang – orang sekitar. Setelah sakit pasien masih dapat dapat
mengerti apa yang di bicarakan, dan berespon dengan baik.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.3.5Konsep Diri (Gambaran Diri, Ideal Diri, Identitas Diri, Harga Diri,
Peran)
Gambaran diri pasien, pasien selalu bersyukur, ideal diri pasien
mengharapkan agar dia cepat sembuh, identitas diri pasien merupakan seorang
perempuan, harga diri pasien mengatakan pasien puas dengan pelayanan di rumah
sakit, peran pasien sebagai suami.
Masalah Keperawatan: tidak ada
3.3.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit pasien dapat beraktivitas seperti biasanya tetapi setelah sakit
pasien tidak mampu melakukan aktivitas sendiri. Saat pengkajian pasien tampak
lemah, saat mau duduk atau berbaring kadang dibantu oleh keluarganya, saat mau
makan dan minum pasien dibantu keluarganya. Skala aktivitasnya 2 (memerlukan
bantuan dan pengawasan orang lain).
Masalah Keperawatan : Intoleransi aktivitas
3.3.7 Koping –Toleransi Terhadap Stress
Sebelum sakit pasien jika ada masalah pasien selalu membicarakannya
dengan keluarga untuk mendapat jalan keluar yang baik. Sesudah sakit keluarga
pasien mengatakan pasien masih bisa berbicara dengan keluarga.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
2.3.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien beragama islam, pasien mengatakan selalu beribadah, dan aktif di
dalam kegiatan di Masjid.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.4 Sosial – Spiritual
3.4.1Kemampuan Berkomunikasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan kata- kata yang jelas.
3.4.2 Bahasa sehari-hari
Pasien mengatakan menggunakan bahasa Dayak dalam bahasa sehari-
harinya.
3.4.3 Hubungan dengan keluarga
Keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dan keluarga baik, tidak ada
masalah.
3.4.5 Hubungan Dengan Teman/Petugas Kesehatan/Orang Lain
Hubungan pasien dengan teman dan petugas seperti perawat, dokter, serta
orang lain baik.
3.4.6 Orang berarti/terdekat
Orang terdekat bagi pasien adalah keluarganya yang meliputisuami dan
anak-anaknya.
3.4.7 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Sebelum sakit kebiasaan pasien dalam meluangkan waktu berkumpul
bersama keluarganya, saat sakit pasien lebih banyak istirahat.
3.4.8 Kegiatan beribadah
Sebelum sakit pasien selalu aktif beribadah, selama sakit pasien hanya
berdoa ditempat tidur.

3.5 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


3.5.1 Tabel Pemeriksaan Laboratorium
19 oktober 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 9.00 x10^3/ul 4.00-11.00 10^3/uL
HGB 11.6 g/dl 12.0-16.0 g/dl
HCT 37% 37.0-48.0 %
PLT 258x10^3/ul 150-400 10^3/uL
Ureum 28 mg/dl 21-53 mg/dl
Glukosa sewaktu 176 mg/dl <200 mg/dl
Creatinin 1.0mg/dl 0,7-1,5 mg/dl
Kolesterol 158mg/dl <220 mg/dl
Trigliserida 84 mg/dl <220 mg/dl
3.5.2 Hasil Pemeriksaan Radiologi (CT Scan)
23 oktober 2019
1. Perdarahan intrakarnial (+)
2. Midline shift/ efek massa: tidak ada
3. Parenkim cerebri: normal
4. Corpus callosum: normal
5. Basal ganglia : normal
6. Thalamus : normal
7. Kapsula interna: normal
8. Midbrain : normal
9. Pons : normal
10. Medulla oblongata : normal
11. Parenkim cerebelli : normal
12. Ventrikel : normal
13. Falx : normal
14. Kanalis akustikus internus: normal
15. Sella : normal
16. Cv junction: normal
17. Nasofaring: normal
18. Orbita : normal
19. Sinus paranasal: normal
20. Tulang : normal
PENATALAKSANAAN MEDIS

No Nama Obat Dosis Rute Indikasi


1. Citicolin 2x500 mg IV Citicolin adalah obat yang digunakan
untuk terapi penyakit alzheimer dan
jenis demensia, trauma kepala,
penyakit serebrovaskular seperti
stroke.
2. Asam traneksamat 3x500 mg IV Asam traneksamat adalah obat yang
digunakan untuk mengurangi atau
menghentikan perdarahan.
3. Manitol 2x 100 cc IV Manitol adalah obat diuretik yang
digunakan untuk mengurangi
tekanan dalam kepala (intrakranial)
akibat pembengkakan otak serta
menurunkan tekanan bola mata
akibat glaukoma.
4. Flunarizine 3x10 mg oral Flunarizin adalah obat yang
digunakan untuk mencegah migrain,
yaitu nyeri kepala berdenyut dengan
tingkatan sedang hingga berat yang
mengenai satu sisi kepala saja.
5. Betahistin 3x12 mg oral Betahistine adalah obat yang
digunakan untuk mengobati penyakit
Meniere, yang umumnya
menimbulkan gejala vertigo,
gangguan pendengaran, dan telinga
berdenging (tinnitus).
6. Alprazolam 1x 0,5 mg oral Alprazolam adalah obat golongan
benzodiazepine, yang biasanya
digunakan untuk mengatasi
gangguan kecemasan dan serangan
panik. Obat ini dapat membuat
penggunanya merasa lebih tenang
dan tidak terlalu tegang.
7. NaCl 0,9 % + drip 20 tpm IV Cairan yang digunakan untuk
tramadol+ mengganti cairan tubuh.
ondansentron+ Tramadol adalah obat pereda rasa
ketorolac sakit, misalnya rasa sakit atau nyeri
setelah operasi.
Ondansetron adalah obat untuk
mencegah serta mengobati mual dan
muntah.
Ketorolac adalah obat dengan fungsi
mengatasi nyeri sedang hingga nyeri
berat untuk sementara.

Palangka Raya, 29oktober2019


Mahasiswa,

Kelompok 4
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA PENYEBAB

DS : keluarga pasien Peningkatan tekanan Perfusi jaringan


mengatakan lemah, sakit darah serebral tidak efektif
kepala.
Gangguan pembuluh
DO : darah di otak

1. Pasien tampak meringis Trombosis intraserebal


2. Pasien tampak lemas
Suplai O2 ke otak
3. TTV:
menurun
TD: 190/120 mmHg
N : 82 x/menit Gangguan perfusi
S : 36,1°C jaringan otak
RR: 20 x/menit
GCS E4 M5 V5
4.hasil lab pemeriksaan
radiologi (CT Scan)

- Perdarahan Intrakarnial (+)

DS : keluarga pasien Kekuatan neuromuskular Gangguan mobilitas


mengatakan tangan kanan Terjadinya penurunan fisik
dan kaki kanan, sulit untuk kekuatan otot
digerakkan
kelemahan/kelumpuhan
DO :
sebagian atau seluiruh
1. Pasien tampak lemah anggota badan
2. Pasien tampak sulit untuk
Gangguan mobilitas fisik
menggerakkan Tangan
dan kaki bagian kanan
3. Aktivitas pasien di bantu
oleh keluarga Pasien
mengalami penurunan
kekuatan otot.
5. hanya bisa beraktivitas
diatas tempat tidur
6. kemampuan
pergerakan sendi terbatas
-Ekstermitas atas 3 5
-Ekstermitas bawah 3 5
- Skala aktivitas 5
tergantung secara total

DS: keluarga pasien Penurunan pengeluaran Konstipasi


mengatakan pasien sudah 7 cairan di dalam usus
hari tidak ada bab.

DO: Penyerapan air dariginjal


di dalam usus
1. Bising usus pasien tidak
normal 2/2
2. Pasien tampak susah
Tinjakering, keras
buang BAB
3. Feses tampak keras
Tinja tertahan di dalam
4. Pengeluaran feses lama
usus
dan sulit

Tinja sulit di keluarkan

konstipasi
DS : keluarga pasien gangguan aliran darah Resiko defisit nutrisi
mengatakan pasien selama
dan oksigen ke otak
sakit tidak ada nafsu makan.

DO : fungsi otak menurun

1. Pasien tampak lemas reflek menelan berkurang


2. Makanan tidak habis.
3. Berat badan dari 55 kg
anoreksia
menjadi 50 kg
4. IMT :
Tb : 160 resiko defisit nutrisi
Bb : 50

50

1,60 x 1,60
= 19,5

5.makanan diet untuk


penderita stroke hemoragik
Yaitu: diet makanan
rendah garam
PRIORITAS MASALAH
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 ke otak
menurun ditandai dengan pasien tampak meringis, pasien tampak lemas,
TTV:
TD: 190/120 mmHg

N : 82 x/menit
S : 36,1°C
RR: 20 x/menit

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terjadinya penurunan


kekuatatan otot ditandai dengan pasien tampak lemah, pasien tampak sulit
untuk menggerakkan badan, aktivitas pasien di bantu oleh keluarga Pasien
mengalami penurunan kekuatan otot.
3. Konstipasi berhungan dengan penurunan pengeluarancairan di dalam usus
ditandai dengan pasien susah BAB
5. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan reflek menelan berkurang ditandai
dengan Pasien tampak lemas, makanan tidak habis, berat badan dari 55 kg
menjadi 50 kg
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. K


Ruang Rawat : Nusa Indah
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional

1. Perfusi jaringan serebral tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. mengetahui keadaan umum
efektif b/d suplai O2 ke otak keperawatan selama 3x7 jam 2. Bantu klien untuk membatasi muntah, pasien, mempertahankan
menurun. diharapkan dengan kriteria hasil: batuk. keadaan tekanan darah
3. Anjurkan klien untuk menghindar sistemik berubah secara
1. Pasien tidak gelisah
2. Tidak adanya keluhan nyeri batuk dan mengejan berlebihan. fluktasi.
kepala 4. Ciptakan lingkungan yang tenang dan 2. mengetahui aktivitas ini
3. Pasien tidak ada mual, dan batasi pengunjung. dapat meningkatkan tekanan
kejang
5. Berikan per infus dengan perhatian intrakranial, dan
4. GCS 4,5,6
5. Tanda-tanda vital pasien kembali ketat. intraabdomen, mengeluarkan
normal: 6. Berikan terapi instruktur dokter seperti napas sewaktu bergerak atau
TD : 120/80 mmHg, Nadi : 60-
dengan golongan neurotonik mengubah posisi dapat
100x/menit, Suhu : 36-36,7 ºC,
RR : 16-20x/menit. melindung diri dari efek
valsava.
3. Batuk dan mengenjan dapat

47
meningkatkan tekanan
intracranial dan potensial
terjadi perdarahan ulang.
4. pencegahan terhadap
perdarahan dalam stroke
hemoragik lainnya.
5. menimimalkan fluktuasi
pada beban vascular dan
tekanan intracranial.
2. Gangguan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji mobilitas dan observasi terhadap 1. mengetahui kemampuan
terjadinya penurunan kekuatatan keperawatan selama 3x7 jam peningkatan kerusakan. mobilitas pasien
otot. diharapkan dengan kriteria hasil: 2. Ubah posisi klien miring kiri dan kanan 2. Menurunkan risiko terjadinya
tiap 2 jam. iskemia jaringan akibat
1. Pasien dapat ikut dalam program
3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan sirkulasi darah yang jelek pada
latihan
gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak daerah yang tertekan.
2. Tidak terjadinya kontraktur sendi
sakit. 3. memberikan massa, tonus, dan
3. Agar meningkatkan otot klien
4. Bantu klien melakukan ROM, dan kekuatan otot, serta
4. Klien dapat menunjukkan
perawatan diri memperbaiki fungsi jantung
tindakan untuk meningkatkan
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk dan pernapasan.
mobilitas
latihan fisik. 4. memelihara fleksibilitas sendi
sesuasi kemampuan.
5. Dapat terjadipeningkatkan
kemampuan dalam mobilisasi
ekstremitas dari tim
fisioterapi.
3. Konstipasi berhungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penjelasan pada klien dan 1. mengerti tentang penyebab
penurunan pengeluarancairan di keperawatan selama 3x7 jam keluarga tentang penyebab konstipasi. konstipasi.
dalam usus ditandai dengan diharapkan dengan kriteria hasil: 2. Auskultasi bising usus 2. mengatahui sifat aktivitas
pasien susah BAB 3. Anjurkan pada klien untuk makan- peristaltik.
1. Pasien dapat defekasi secara
makanan yang mengandung serat. 3. merangsang nafsu makan
spontan dan lancer tanpa
4. Kolaborasi dengan tim dokter dalam dan peristaltik.
menggunakan bantuan obat
pemberian pelunak feses. 4. meningkatkan efisiensi
2. Konstitensi fefes berbenntuk
pembasahan air usus, yang
lembek
melunakkan, massa feses,
3. Tidak teraba massa kolon
dan membantu eliminasi.
(scibala)
4. Bising usus normal (15-
30x/menit)
4. Resiko defisit nutrisi b/d reflek Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tekstur, turgor kulit. 1. Mengetahui status nutrisi
menelan
keperawatan selama 3x7 jam 2. Lakukan oral hyniene klien.
diharapkan dengan kriteria hasil: 3. Tentukan kemampuan klien dalam 2. Untuk menjaga kebersihan
mengunyah, menelan, dan reflek batuk. mulut merangsang nafsu
1. Turgor pasien membaik
4. Anjurkan klien makan dalam porsi kecil makan.
2. Asupan dapat masuk sesuai
dengan jumlah sering. 3. Untuk menetapkan jenis
kebutuhan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam makanan yang akan diberikan
3. Kemampuan menelan pasien
pemberian makanan. pada klien.
dapat kembali normal
4. Untuk membantu
4. Nafsu makan bertambah
meningkatkan asupan makan
sesuai porsi yany ditentukan
pasien.
5. Berat badan dapat
5. Untuk menentukan jumlah
dipertahankan/ ditingkatkan
kalori, jenis nutrien yang
dibutuhkan, dan pemberian
diet tepat.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. K


Ruang Rawat : Nusa Indah
Tanda tangan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Nama Perawat
Selasa, 29 Oktober 2019 1. Memonitor tanda-tanda vital S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih
2. Membantu klien untuk membatasi muntah, pusing
19.00 wib
batuk. O:
3. Menganjurkan klien untuk menghindar 1. Pasien tampak meringis
batuk dan mengejan berlebihan. 2. Pasien tampak lemas
4. Menciptakan lingkungan yang tenang dan 3. TTV:TD: 190/120 mmHgN : 82 x/menitS
batasi pengunjung. : 36,1°CRR: 20 x/menit
5. Mengkolaborasi berikan per infus dengan 4. GCS E4 M5 V5
perhatian ketat. 5. Hasil lab pemeriksaan radiologi (CT Scan)
6. Berikan terapi instruktur dokter seperti 6. Perdarahan Intrakarnial (+)
golongan neurotonik
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Selasa, 29 Oktober 2019 1. Mengkaji kemampuan dalam mobilisasi S : keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki
2. Mengajarkan klien tentang penggunaan alat sebelah kiri, sudah mulai bisa sedikit-sedikit
19.00 wib
bantu mobilitas digerakkan.
3. Mengajarkan dan bantu klien dalam proses O :
perpindahan 1. Pasien hanya bisa terbaring di tempat tidur
4. Memberikan penguatan positif selama 2. Pasien masih lemas
beraktivitas 3. Aktivitas pasien masih dibantu oleh keluarga
5. Mendukung teknik latihan ROM 4. Pasien belum mampu untuk duduk sendiri.
6. Berkolaborasi dengan tim medis 5. Pasien kooperatif
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Selasa, 29 Oktober 2019 1. Mengkaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien S : keluarga pasien mengatakan pasien masih

19.00 wib tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan dalam berbicara.
kesulitan berbicara atau membuat pengertian O :
sendiri. 1. Pasien masih tampak kesulitan dalam
2. Memperhatikan kesalahan dalam komunikasi berbicara.
dan berikan umpan balik. 2. Suara terdengar tapi kurang jelas
3. Meminta pasien untuk mengikuti perintah mengucapkan kata-kata dan kalimatnya
sederhana. 3. Pasien kooperatif
4. Menunjukkan objek dan minta pasien untuk A : Masalah belum teratasi
menyebutkan nama benda tersebut. P : Lanjutkan Intervensi
Meminta pasien untuk menulis nama dan/atau
kalimat yang pendek. Jika tidak dapat
menulis, mintalah pasien untuk membaca
kalimat yang pendek.
Selasa, 29 Oktober 2019 1. Menentukan kemampuan klien
dengan S : keluarga pasien mengatakan pasien belum mandi
mengunyah, menelan dan refleks batuk. kurang lebih ±3 hari
19.00 wib
2. Mengukur berat badan. O:
3. Menberikan makanan dengan perlahan pada 1. Pasien tampak sulit untuk mengunyah dan
lingkungan yang tenang. menelan makanan.
4. Meletakkan makanan didaerah mulut yang 2. Berat badan pasien dari 55 kg menjadi 50 kg
tidak terganggu. 3. Pasien koperatif
5. Menganjurkan klien menggunakan sedotan A : Masalah belum teratasi
meminum cairan. P : Lanjutkan Intervensi
6. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian makanan.
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : Tn. K


Ruang Rawat : Nusa Indah
Tanda tangan

Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan

Nama Perawat

Kamis,31 Oktober 2019 1. Memantau tanda-tanda vital (TTV) tiap jam S : keluarga pasien mengatakan sakit kepala mulai
dan catat hasilnya berkurang.
12.00 wib
2. Mengkaji respon motorik terhadap perintah O:
sederhana 1. Pasien sudah mulai nyaman
3. Memantau status neurologis secara teratur 2. Respon motorik pasien normal
4. Mendorong latihan kaki aktif/pasif 3. Pasien koperatif
5. Berkolaborasi pemberian obat dengan dokter 4. TTV: TD: 190/100 mmhg
N: 82 x/menit
S: 36,1°C
RR: 20 x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S : keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki
1. Mengkaji kemampuan dalam mobilisasi
Selasa, 31 Oktober 2019 sebelah kiri, sudah mulai bisa sedikit-sedikit
2. Mengajarkan klien tentang penggunaan alat
digerakkan.
12.00 wib bantu mobilitas
O:
3. Mengajarkan dan bantu klien dalam proses
1. Pasien hanya bisa terbaring di tempat tidur
perpindahan
2. Pasien masih lemas
4.Memberikan penguatan positif selama
3. Aktivitas pasien masih dibantu oleh keluarga
beraktivitas
4. Pasien belum mampu untuk duduk sendiri.
5. Mendukung teknik latihan ROM
5. Pasien kooperatif
6. Berkolaborasi dengan tim medis
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
S : pasien mengatakan sudah mulai bisa BAB
1. Mengidentifikasi faktor penyebab konstipasi setelah diberikan obat.
Kamis,31 Oktober 2019
2. Membatasi minuman yang mengandung kafein O :
12.00 wib dan alkohol 1. Pasien tampak mengejan.
3. Menjelaskan penyebab konstipasi 2. Pasien kooperatif
4. Menganjurkan minum air putih sesuai A : Masalah mulai teratasi
kebutuhan P : Lanjutkan Intervensi
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi

Kamis,31 Oktober 2019 1. Menentukan kemampuan klien dengan S : keluarga pasien mengatakan nafsu makannya
mengunyah, menelan dan refleks batuk. masih kurang
12.00 wib 2. Mengukur berat badan.
3. Memberikan makanan dengan perlahan pada O:
lingkungan yang tenang.
1. Pasien tampak sulit untuk mengunyah dan
4. Meletakkan makanan didaerah mulut yang
tidak terganggu. menelan makanan.
5. Menganjurkan klien menggunakan sedotan
2. Berat badan pasien dari 55 kg menjadi 50 kg
meminum cairan.
6. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam 3. Pasien koperatif
pemberian makanan.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
BAB 4

PEMBAHASAN

Proses perawatan ini merupakan rangkaian pengelolaan masalah dengan


cermat untuk diidentifikasi bagaimana pemecahan dari masalah-masalah yang
ditemukan dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan serta keperawatan klien,
dalam pembahasan ini di uraikan kesenjangan antara konsep atau teori mengenai
asuhan keperawatan pada Tn.K di ruang Nusa indah RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya yang akan dibahas berdasarkan tahap proses kesehatan yaitu :

4.1 Pengkajian

Keluarga pasien mengatakan selasa, 19 Oktober 2019 pukul 09.00 wib masuk ke
rumah sakit muhammadiyah Palangka Raya dibawa oleh keluarganya dengan
keluhan sakit kepala, lemah, dan mual muntah. Pasien segera di tangani dengan
diberikan terapi infus Nacl 0,9%+ drip tramadol 1 amp + ODR 8 mg 20tpm, infus
manitol 2x100 cc injeksi asam traneksamat 3x500 mg dan ada terpasang DC
(kateter). Pada hari senin, 25 oktober 2019 jam 18.00 wib pasien dirujuk dari
rumah sakit muhammadiyah Palangka Raya ke rumah sakit dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya ke IGD dibawa oleh keluarganya dengan keluhan sakit kepala,
lemah, dan mual muntah. Setelah ditangani oleh perawat di IGD dengan diberikan
terapi infus Nacl 0,9%+ drip tramadol 1 amp + ODR 8 mg 20tpm, infus manitol
2x100 cc injeksi asam traneksamat 3x500 mg dan ada terpasang DC (kateter).
Setelah selesai di tangani di IGD pada pukul 11.30 wib pasien masuk ke ruang
nusa indah.
Tanda dan gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi
pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-
tiba, tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas.Gejala mungkin sering muncul
dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.

59
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi,
baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
Menurut kami secara umum fakta dan teori tidak jauh berbeda, karena
terdapat tanda dan gejala yang sama antarafakta dan teori dan jika terdapat sedikit
perbedaan tanda dan gejala itu terjadi karena respon terhadap penyakit setiap
orang itu berbeda-beda.
Jika dibandingkan dengan teori kasus nyata di ruang Nusa Inadah RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya, respon pasien terhadap penyakit tidak jauh
berbedadari teori yang ada. Berdasarkan hal di atas dapat kita simpulkan bahwa
ada beberapa persamaan dan perbedaan antara teori dan fakta yang ada. Seperti
pasien yang dikaji oleh penulis yaitu pasien mengeluh sakit kepala,

4.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosis keperawatan yang muncul pada Tn.k K dengan diagnosa
keperawatan stroke hemoragik dengan masalah keperawatan Perfusi Jaringan
selebral tidak efektif, gangguan mobilitas fisik, konstipasi, dan resiko defisit
nutrisi.
Muncul 4 diagnosa ini dikarenakan tanda dan gejala pada Tn. K saling
berkaitan. Masalah keperawatan yang diangkat Perfusi Jaringan selebral tidak
efektif, gangguan mobilitas fisik, konstipasi, dan resiko defisit nutrisi. Tn. K
karena adanya pernyataan atau keluhan pasien berupa: sakit kepala, mual
muntah, tidak mampu untuk bergerak, dan adanya data subjektif dan objektif
yang menonjol pada pasien

60
Adapun teori yang ada:
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular.
4. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan
dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan
untuk berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan
imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
Jadi, jika dibandingkan dengan teori kasus nyata di ruang Nusa Indah
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, diagnosa yang muncul tidak jauh
berbeda dari teori yang ada. Seperti diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial, Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, Gangguan eliminasi alvi
(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat,
dan Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.

61
4.2 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatanyang dirancang dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan ini disesuaikan dengan masalah dan etiologi yang telah penulis
analisa. Adapun perencanaan tersebut meliputi:
Pada diagnosa yang diangkat sesuai dengan data temuan yaitu : Perfusi
Jaringan selebral tidak efektif yaitu: Monitor tanda-tanda vital, bantu klien untuk
membatasi muntah, batuk, anjurkan klien untuk menghindar batuk dan mengejan
berlebihan, ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung, kolaborasi
berikan per infus dengan perhatian ketat, berikan terapi instruktur dokter
seperti:Citicolin 500 mg, Asam traneksamat 500mg, Flunarizine 10 mg, Betahistin
12 mg, Alprazolam 0,5 mg.
Diagnosa kedua Mobilitas fisik dilakukan perencanaan keperawatan
meliputi: Kaji mobilitas dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. ubah
posisi klien tiap 2 jam, ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit, bantu klien melakukan ROM, dan perawatan diri,
olaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik.
Diagnosa ketiga konstipasi dilakukan perencanaan keperawatan meliputi:
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi,
auskultasi bising usus, anjurkan pada klien untuk makan-makanan yang
mengandung serat, kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses.
Diagnosa keempat resiko defisit nutrisi dilakukan perencanaan
keperawatan meliputi: Observasi tekstur, turgor kulit, lakukan oral hyniene,
tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflek batuk,
anjurkan klien makan dalam porsi kecil dengan jumlah sering, kolaborasi dengan
ahli gizi dalam pemberian makanan.

4.3 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang
telah dibuat, dalam melakukan intervensi penulis di bantu oleh keluarga klien serta
bekerja sama dengan perawat lainnya.

62
Dari fakta dan teori implementasi keperawatan di atas tidak banyak
perbedaan, menurut penulis hal tersebut menyesuaikan dengan intervensi yang
telah disusun.

4.4 Evaluasi Keperawatan


Berdasarkan teori menurut Craven dan Hirnle (2013) evaluasi di
definisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Sedangkan evaluasi yang didapatkan oleh penulis dari keempat masalah
diatas adalah masihsakit kepala, mual muntah tetap, nafsu makan berkurang,
anggota tubuh ada yang tidak dapat digerakkan, pasien kooperatif, tanda-tanda
vital dalam batas normal yaitu TD: 190/120 mmHg, N: 82x/menit, RR: 20x/menit,
S: 37,1°C, dari data evaluasi tersebut penulis menyimpulkan bahwa masalah
pertama sampai masalah yang keempat hanya sebagian teratasi.
Jadi dibandingkan antara teori dan rencana evaluasi yang disusun penulis,
terdapat tidak jauh perbedaan semua hasil yang diharapkan dari evaluasi sesuai
dengan teori yang ada.

63
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat
atau pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan
paling serius dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus
meningkat setiap tahunnya, bukan hanya menyerang mereka yang berusia tua,
tetapi juga orang-orang muda pada usia produktif.
Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum memuaskan
walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan kalau tidak
meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya pengobatan awal/dini
seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus disertai dengan
pengenalan dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan komjunitas dalam
masyarakat.
Pada diagnosa keperawatan berdasarkan fakta dan teori ditemukan
persamaan diagnosa keperawatan pada pasien Tn.. K denganSH yaitu masalah
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan pecahnya pembuluh darah
diotak,ketidakefektifan, Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
otot,.
Intervensi keperawatan berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan
persamaan intervensi keperawatan pada pasien tn.k dengan SH yaitu berdasarkan
fakta dan teori diatas ditemukan persamaan dengan diagnosa pertama :Observasi
keadaan umum pasien,Berikan pasien posisi semifowler, Anjurkan keluarga untuk
selalu dekat dengan pasien untuk bicara dengan pasien, Kolaborasi dengan dokter
maupun perawat dalam pemberian terapi obat.
Pada implementasi keperawatan berdasarkan fakta dan teori ditemukan
pada diagnosa di diagnose pertama :Memberikan Pasien Posisi Semifowler,
Menganjurkan Keluarga Untuk Selalu Dekat Dengan Pasien Untuk Bicara Dengan
Pasien,Mengolaborasi Dengan Dokter Maupun Perawat Dalam Pemberian Terapi
Obat. Serta pada diagnosa kedua :Mengobservasi keadaan umum pasien Mengatur
posisi pasien semi fowler Menganjurkan keluarga untuk memberikan minum air
hangatMengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi (oksigen Nasal

64
canul 3 liter) diagnose ketiga :Mengobsevasi kemampuan klien dalam melakukan
aktivtas,Mengubah posisi minimal 2 jam untuk miring kiri dan kanan,
Memberikan posisi senyaman mungkin, Mengajarkan keluarga dan pasien untuk
melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif diagnosa ke empat :
Mengobsevasi keadaan umum pasien,Melakukan tindakan personal hygine,
Memberikan penkes perawatan diri/ personal hygine (oral Hygiene,personal
Hygiene). Diagnosa kelima: Mengobservasi pengetahuan keluarga tentang
penyakit, Memberikan informasi penyakit yang di alami klien, Mengkolaborasi
dengan tim medis dalam memberikan informasi yang lebih jelas.
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan bahwa,
penatalaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan yang direncanakan.

5.2 Saran
Mengingat pentingnya pengetahuan akan perawatan yang dilakukan untuk
px. Pasca stroke maka diperlukan informasi yang tepat dan jelas agar memahami
suatu tindakan.
Risiko cidera yang diakibatkan karena kesalahan tindakan begitu besar maka
perlu diperhatikan dan ketelitian dalam melakukan suatu tindakan.

5.2.1 Bagi Mahasiswa


Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan SH Serta sebagai acuan atau
referensi mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya
5.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang
Nusa Indah penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan SH serta
sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya
pada pasien dengan SH.
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap
Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa
yang akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam

65
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.

66

S-ar putea să vă placă și