Sunteți pe pagina 1din 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan kuat.
Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam memberikan kemudahan
dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital bagi setiap orang. Aktivitas yang
dilakukan tentunya mendukung proses kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu dan
yang lainnya. Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
seperti kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu
pengetahuan. Semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat pola hidup,
ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa definisi dari apendisitis?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi?
3. Bagaimana etiologi apendisitis?
4. Bagaimana Klasifikas pendisitis?
5. Bagaimana patofisiologi apendisitis?
6. Apa manifestasi klinik apendisitis?
7. Apa komplikasi apendisitis?
8. Bagaimana penatalaksanaan apendisitis?
9. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
apendisitis?

1
1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami definisi dari apendisitis


2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis
3. Mengetahui etiologi apendisitis
4. Mengetahui klasifikasi apendistis
5. Memahami patofisiologi apendisitis
6. Dapat mengetahui manifestasi klinik apendisitis
7. Mengetahui komplikasi apendisitis
8. Mengetahui penatalaksanaan apendisitis
9. Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
apendisitis

1.4. Metode Penulisan


Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai buku referensi dan
internet.

1.5. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dari makalah ini adalah BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari : latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan dan
manfaat penulisan. BAB II PEMBAHASAN, dan BAB III ASUHAN KEPERAWATAN,
BAB IV PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan saran.

1.6. Manfaat Penulisan

1. Mengetahui letak atau posisi anatomi dan fisiologi apendisitis


2. Mengetahui penyebab dan proses perjalanan penyakit apendisitis
3. Memahami parameter pengkajian yang tepat untuk menentukan status fungsi
gastrointestinal
4. Mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Appendiks

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam


kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya
buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim,


Apendisitis, 2007)

B. Anatomi dan Fisiologi

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis


Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum,
bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia
yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada
daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens.
Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008).
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc,
cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks
dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf
parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus
thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar
umbilicus (Nasution,2010).

3
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana
memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah
Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig
A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks
tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna
(Nasution,2010).

C. Etiologi

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada


lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping
hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit),
tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll)
juga dapat menyebabkan sumbatan.

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces
dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi
media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces
manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli,
inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus
buntu.(Anonim,2008)

D. Klasifikas Apendisitis

1. Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis


akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh
proses infeksi dari apendiks.

Penyebab obstruksi dapat berupa :

a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.


b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak


dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.

4
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen
ke apendiks.

2. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema


menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.

3. Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi


semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

4. Apendissitis rekurens

Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan


nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan
hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko
untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada
apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.

5. Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas. Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka

5
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.

6. Adenokarsinoma apendiks

Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu


apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

7. Karsinoid Apendiks

Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang


didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut.
Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak
napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar
6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut di atas.

Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa


memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal
tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan

E. Patofisiologi

Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena:

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.


b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian. Seperti biji lombok, biji jeruk, dll.
d. Striktura lumen karen fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
f. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
g. Tergantuk bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang
i. Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
k. Kelainan katup di pangkal appendik

Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari
feces) atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses
inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna,
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau

6
menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran
kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah
tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan
bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah
(perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga
perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding
rongga perut (Peritonitis).

F. Maninfestasi klinis

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese


ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3
anamnesa penting yakni:

1. Anoreksia biasanya tanda pertama.


2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;

1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)

Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa
mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat
berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan
menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-
muntah saja

2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag
dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam
yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah,
kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda
yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah
antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).

Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu
sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing
ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan
mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa
nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus
buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)

7
Pemeriksaan Diagnosa Penyakit

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan


dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya
adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:

1. Pemeriksaan fisik.

a. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut


dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
f. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah


kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi (pecah).

3. Pemeriksaan radiologi

Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun


pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis.
Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis
apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan
yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan
CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat
dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.

G. Penatalaksanaan

Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di


lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi
pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi.
Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan
pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan
ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena

8
dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi
perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendistis yang tertangani yakni:

a. Perforasi dengan pembentukan abses


b. Periotonitis generalisata
c. Pielofleitis dan abses hati, tapi jarang

H. KOMPLIKASI

 Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi


peritonitis atau abses apendiks
 Tromboflebitis supuratif
 Abses subfrenikus
 Obstruksi intestinal

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

STUDY KASUS

Tn. RJ berusia 28th datang ke rumah sakit pada tanggal 05 Maret 2018 jam 16.37 WIB
dengan keluhan nyeri pada perutnya, nyeri terus bertambah hingga menjalar sampai ke perut
sebelah kanan bawah. Nyeri dirasakan Tn.RJ terus menerus dan dirasakan 3 hari sebelum ke
rumah sakit. Selain nyeri Tn.RJ juga mengeluh rasa mual dan muntah. Disertai demam tinggi
ketika nyeri dirasakan. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital :

TD : 130/80mmHg
S : 38,10⁰C
N : 90x/menit
RR: 20x/menit

Keadaan umum : Lemah

A. Pengkajian Umum

I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien : Sdr “T”
2. Umur : 20 Tahun
3. Jenis kelamin : laki-laki
4. Pendidikan : Mahasiswa
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Belum bekerja
7. Status perkawinan : Belum menikah
8. Suku :-
9. Alamat : Jl. Kampung melayu Kota Bengkulu

10. Nama penanggung jawab : Tn. J (Orang Tua)

11. Alamat penanggung jawab : Jl. Kampung melayu Kota Bengkulu

10
II. RIWAYAT KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
 Keluhan Utama :
- Pasien mengeluh nyeri pada perut bawah kanan (Right Lower
Quadrant).
 Keluhan saat masuk Rs :
- nyeri pada perut bawah kanan
 Keluhan saat dikaji :
- Klien mengatakan nyeri yang terus bertambah
- Klien mengatakan istirahat tidurnya terganggu
- Klien mengatakan lemah

 Pengobatan yang telah dilakukan:


- Ranitidine
- Obat PCT
- Infus RL

III. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU


o Penyakit yang pernah dialami : Batuk, Pilek
o Pernah dirawat, Penyakit,
Dimana,kapan? : Belum pernah
o Riwayat narkoba, jenis : tidak ada
o Riwayat merokok : tidak ada
o Riwayat minuman keras
o Jenis,lama : tidak ada
o Riwayat alergi, jenis : tidak ada
o Gejala alergi : tidak ada

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


o Hipertensi
o Dm
o Penyakit jantung

Lain-lain sebutkan : Nenek dari Nn. M menderita penyakit Asma Bronchial

11
Genogram :

Laki-laki

Perempuan

Pasien

V. PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


a. Adakah orang terdekat dengan pasien : Keluarga dan teman
b. Interaksi dalam keluarga
 Pola komunikasi : baik
 Pembuatan keputusan : baik
 Kegiatan kemasyarakatan : baik
c. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga : membuat keluarga cemas
d. Persepsi pasien terhadap penyakitnya :
 Hal yang sangat dipikirkan saat ini : rasa sakit di abdomen
 Harapan setelah menjalani perawatan : pulih kembali
 Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : lemas,mual dan pusing
e. System nilai kepercayaan :
 Nilai-nilai agama yang bertentangan dengan kesehatan : Tidak ada
 Aktivitas agama/ kepercayaan yang dilakukan : Orangtua pasien
mengatakan pasien sering diajarkan berdoa sebelum tidur dan
sebelum makan.

12
VI. KONDISI LINGKUNGAN RUMAH : (Lingkungan rumah yang mempengaruhi
kesehatan saat ini)

VII. POLA KEBIASAAN:

NO POLA KEBUTUHAN DASAR SEBELUM SELAMA


MANUSIA SEHARI-HARI SAKIT SAKIT
1. KEBUTUHAN OKSIGENASI
 Keluhan batuk(kering/berdahak) - -
 Apakah ada produksi sputum - -
 Kemampuan mengeluarka sputum - -
 Kemampuan bernafas (susah/tidak) Tidak Tidak ada

 Apakah ada nyeri dada Tidak ada Tidak ada

 Apakah ada kesulitan bernafas Tidak ada Tidak ada


Tidak ada Tidak ada
 Keluhan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi
2. KEBUTUHAN NUTRISI DAN
CAIRAN
Makan:
 Frekuensi makan/hari 3x1/hari 3x1/hari
 Porsi makan 1 porsi penuh 3-5 sendok
 Bagaimana selera makan Baik Tidak selera

 Makanan yang dipantang Tidak ada Tidak ada

Minum/Cairan:
 Frekuensi minum/hari 1 liter ½ liter

 Kemampuan menelan Baik Baik

13
3. KEBUTUHAN ELIMINASI
Buang Air Kecil (BAK)
 Frekuensi 6-7x/hari 4-5x/hari
 Warna Kuning jernih Kuning pekat
 Bau Khas (amoniak) -

Buang Air Besar (BAB)


 Frekuenis 2-3x/ hari 1x/hari

 Konsistensi Lembek Cair

 Warna coklat Hitam


Khas fases di amis
 Bau
pengaruhi
makanan

4. KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR


 Frekuensi tidur 6-7jam/hari Tidak teratur
 Kebiasaan sebelum tidur - -
 Apakah merasa segar saat bangun Segar Tidak
tidur
 Apakah ada kesulitan tidur Tidak ada Merasa nyeri saat
tidur

 Keluhan pemenuhan istirahat tidur Tidak ada Ada

5. KEBUTUHAN ACTIVITAS &


MOBILISASI
 Apakah ada perasaan lemah otot Tidak ada Tidak ada
 Kemandirian pemenuhan personal Tidak ada Tidak ada
hyiegen
 Kemandirian berjalan Tidak ada Tidak ada

 Kemandirian pemenuhan makan Tidak ada Tidak ada

14
 Kemandirian pemenuhan eliminasi Tidak ada Tidak ada
 Adakah sesak/pusing/lelah setelah Tidak ada Tidak ada
beraktivitas
 Keluhan keterbatasan pergerakan Tidak ada Tidak ada

 Keluhan kemandirian Tidak ada Tidak ada

6. KEBUTUHAN RASA NYAMAN


 (P) apa pencetus nyeri Tidak ada Nyeri di perut
 (q) bagaimana kualitas nyeri, Tidak ada Nyeri seperti di
frekuensi: tusuk-tusuk
 (r) dimana lokasi nyeri dan area Tidak ada Kanan bawah
penjalaran nyeri
 (s) berapa skala nyeri pasien (0- Tidak ada 6-7

10,10 sangat nyeri)


 (t) berapa lama waktu nyeri dan Tidak ada Terus menerus

durasi nyeri pasien


 Ekspresi pasien terhadap tidak Tidak ada Meringis

nyaman (nyeri/suhu)
Tidak ada Ada
 Apakah ada perasaan
demam/menggigil/berkeringat
berlebih

7. KEBUTUHAN PERSONAL
HYGIENE
 Frekuensi mandi 2xsehari 2xsehari
 Waktu mandi Pagi dan sore Pagi dan sore
 Kebiasaan mandi Ada Ada

 Frekuensi sikat gigi 2xsehari 2xsehari

 Waktu sikat gigi Pagi sore Pagi sore

 Keluhan pemenuhan personal Tidak ada Tidak ada

hygiene

15
 Frekuensi cuci rambut 3xseminggu Tidak ada

B. PEMERIKSAAN FISIK:
1. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
a. Kesadaran : Composmentis (sadar)
b. Berat badan : 56 Kg
c. Tekanan darah : 130/80 mmHg
d. Frekuensi nafas : 20x/menit
e. Keadaan umum : Terlihat pucat,lemah, dan terpasang infus RL

2. SYSTEM PENGLIHATAN
a. Posisi mata : Simetris kanan dan kiri
b. Kelopak mata : Simetris
c. Pergerakan bola mata : Normal
d. Konjungtiva : Merah muda
e. Solera : Putih
f. Pupil : Isokor
g. Tanda-tanda radang : Tidak ada
h. Pemakaian kaca mata :-
i. Pemakaian lensa kotak :-

3. SYSTEM PENDENGARAN
a. Daun telinga : Simetris kanan dan kiri
b. Kondisi telinga tengah : Utuh
c. Cairan dari telinga : Tidah ada cairan
d. Perasaan penuh ditelinga : Tidak ada
e. Tinntus :-
f. Fungsi pendengaran : Baik
g. Gangguan keseimbangan : Tidak ada
h. Pemakaian alat bantu : Tidak ada

16
4. SYSTEM PERNAFASAN
a. Jalan nafas : Efektif
b. Pernafasan : Tidak terganggu
c. Penggunaan otot bantu pernafasan : Tidak ada
d. Frekuensi : 20X/menit
e. Irama : Teratur
f. Jenis pernafasan :-
g. Kedalaman : Normal
h. Batuk : Tidak ada
i. Sputum : Tidak ada
j. Suara nafas : Vesikuler

5. SYSTEM KARDIOVASKULER
a. Sirkulasi perifer
- Frekuensi nadi : 90X/menit
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Distensi vena jugularis: Tidak ada
- Temperature kulit : Kering
- Warna kulit : Pucat
- Edema : Tidak ada
- Capillary refill time (CRT) : -
b. Sirkulasi jantung
- Kecepatan denyut apical : -
- Bunyi jantung :
- Irama : Teratur
- Sakit dada : Tidak ada

6. SYSTEM HEMATOLOGI
Gangguan hematologi :
- Pucat : Sedikit pucat
- Pendarahan : Tidak ada

7. SYSTEM SYARAF PUSAT


- Keluhan sakit kepala : Tidak ada

17
- Tingkat kesadaran : CM
- Glasgow coma scale : -
- Tanda-tanda peningkatan TIK :
- Gangguan system persyarafan : Tidak ada
- Pemeriksaan reflek
 Reflek fisiologi :
 Reflek patologis :

8. SYSTEM PENCERNAAN
a. Keadaan mulut :
1) Gigi : Sedikit kotor
2) Penggunaan gigi palsu : Tidak ada
3) Stomatitis : Tidak ada
4) Lidah kotor : Sedikit kotor
5) Silica :
b. Muntah : Ada
c. Nyeri daerah perut : Ada, kuadran kanan bawah
d. Bising usus :-
e. Konsistensi faces : Cair
f. Konstipasi : Tidak ada
g. Hepar : Tidak ada pembesaran
h. Abdomen :

9. SYSTEM ENDOKRIN
Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
Nafas berbau keton : Tidak ada
Luka ganggren : Tidak ada

10. SYSTEM UROGENITAL


Perubahan pola kemih : Ada
BAK : Frekuensi berkurang
Warna : Kuning pekat
Distensi/ketegangan kandung kemih : Tidak ada
Keluhan sakit pinggang : Tidak ada

18
Skala nyeri :-

11. SYSTEM INTEGUMEN


Turgor kulit : Cukup
Warna kulit : Pucat
Keadaan kulit :
- Luka, lokasi :
- Insisi operas, Lokasi : Tidak ada
- Kondisi : Tidak ada
- Gatal-gatal : Tidak ada
- Kelamin pigmen : Tidak ada
- Dekubitus, lokasi : Tidak ada
Kelainan kulit : Tidak ada
Kondisi kulit daerah pemasangan infuse : Normal
Keadaan rambut : Sedikit kotor
Tekstur : Sedikit kasar
Kebersihan : Sedikit kotor

12. SYSTEM MUSKULOSKELETAS


Kesulitan dalam pergerakan : Tidak ada
Sakit pada tulang, sendi, kulit : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Lokasi :-
Kondisi :-
Keadaan tonus otot :-
Kekuatan otot :-

DATA PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium

WBC : 1.6 L 103/ mm3 (3.5-10.0) MCV : 74 L Um3 (80-97)


RBC : 4.17 106/mm3 (3.80-5.80) MCH : 27.8 P9 (26.5-44.5)
HGB : 11.6 9/ dl (11.0-16.5) MCHC : 37.6 H9/dl (31.5-35.0)

19
HCT : 30.8 L% (35,0-50.0) RDW : 14.1% (10.0-15.0)
PLT : 147 L 10/mm (150-390) MPV : 7.7 Hm3
3
(6.5-11.0)
PCT : .114 % (.100-.500) PDW : 15.6 % (10.0-18.0)

WBC Flags : L1 G2
% DIFF :
%LYM : 25.9 % (17.0-48.6) # LYM : 0.4 L 103/mm3 (1.2-3.2)
%MON : 4.4 % (4.0-10.0) #MON : 0.0 L 103/mm3 (0.3-0.8)
%GRA : 69.7 % (43.0-76.0) #GRA : 1.2 L 103/mm3 (1.2-6.8)

DDR : (-)/ Neg

Faal Hemostasis
Bleeding Time Test : 11 11 (1 – 3 menit)
Clotting Time Test : C1 10 (5 – 8 menit)

C. Analasi data

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Pasien mengatakan Gejala terkait penyakit Gangguan rasa
nyeri perut kuadran kanan nyaman nyeri.
bawah.

DO: K/U lemah, wajah


meringis dengan skala
nyeri (6-7) nyeri berat.

2. DS : Pasien mengatakan Intake cairan yang Resiko


mual dan muntah kekurangan
tidak adekuat
DO : Pasien demam, pasien volume cairan
terpasang infus,
TTV:
TD : 130/80mmHg
S : 38,10⁰C
N : 90x/menit
RR: 20x/menit

20
D.

21
22
E. Implementasi

WAKTU IMPLEMENTASI RESPON PARAF

12.15 WIB 1. ObservasiTTV(Tekanan 1. TD: 130/80mmHg


Darah,Nadi,Suhu,Pernafasan) S : 38,10⁰C
2. Kaji tentangkualitas,intensitas dan N : 90x/menit
penyebaran nyeri. RR: 20x/menit

2. Skala nyeri pasien


(6-7), pasien
meringis,
memegangi perut.
12.20 WIB Beri penjelasan tentang sebab dan Pasien dan
akibat nyeri dan tindakan keluarga menerti
keperawatan yang akan dilakukan tentang penyebaran
nyeri yang dialami.
Dan mengetahui
penyebab nyerinya.
12.30 WIB Berikan posisi nyaman untuk Pasien melakukan
pasien danpertahan kenyamanan intruksi yang
untuk meningkatkan kualitas tidur dianjurkan perawat
pasien dengan
mempertahankan
posisi semi Fowler.
14.00 WIB Ajarkan teknik nafas dalam bila Pasien mengikuti
rasa nyeri datang intruksi yang
diajarkan perawat.
16.00 WIB Kolaborasi dengan tim medis dalam Pasien mematuhi
pemberian terapi obat yang
Infus RL 20tetes/menit diresepkan dokter.
Cefotaxin 2x1gr

23
F. Evaluasi

Waktu No. Dx SOAP


06/05/2018 1 S: Pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang (4-5)
Jam 17.30 nyeri sedang. Pasien dapat tidur, meskipun terbangun
lagi karena adanya nyeri.
O: CM
b. RR = 28 x/menit
c. Kaji nyeri
d. Ps. Sudah tidak terlihat gelisah
e. Ps. Tampak menahan nyeri
f. nyeri
P: masih nyeri jika badan bergerak
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: perut kanan bawah
S: Skala nyeri 4
T: berulang kali
A: Masalah nyeri teratasi sebagian
P:
- Kaji keluhan nyeri,mengenai lokasi, intensitas dan
durasi, perhatikan petunjuk verbal dan non verbal
- Ajarkan latihan teknik relaksas dan distraksi kembali

24
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

25
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

MC Closkey, C.J., let all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi

26

S-ar putea să vă placă și