Sunteți pe pagina 1din 13

TUGAS :

KONSEP DASAR POLIOMELITIS

Dosen Pengajar : Saidah Rauf, M.Sc

Di Susun Oleh :

Nama : Kadir

NPM : 123050912210

STIKES MALUKU HUSADA


KELAS ”B”
BAB II

KONSEP DASAR MEDIS

1. Definisi

Poliomyelitis adalah radang akut pada sumsum tulang belakang karena virus, dengan gejala
demam, sakit leher, sakit kepala, muntah, kaku tengkuk dan punggung, sering kali menyerang
tanduk depan zat kelabu sumsum belakang.

Poliomielitis adalah penyakit yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel
anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan
bagian susunan saraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta atropi otot.

Poliomielitis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan biasanya
menyerang anak-anak dengan gejala lumpuh layuh akut (AFP=Acute Flaccid Paralysis).

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus.
Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui
mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf
pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).

2. Klasifikasi

Berlainan dengan virus-virus lain yang menyerang susunan saraf, maka neuropatologi
poliomyelitis biasanya patognomomik. Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah tertentu pada
susunan saraf. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan
sekali, dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala.

Daerah yang biasa terkena poliomyelitis ialah:

1. Medulla spinalis terutama kornu anterior

2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta formasio retikularis yang
mengandung pusat vital

3. Serebelum terutama inti-inti pada vermis

4. Midbrain terutama masa kelabu, substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra

5. Thalamus dan Hipotalamus

6. Palidum

7. Korteks serebri, hanya daerah motorik


Klasifikasi poliomyelitis dapat berupa asimtomatis, poliomyelitis abortif, poliomyelitis non paralitik,
poliomyelitis paralitik.

3. Etiologi

Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi tiga yaitu :

a. Brunhilde (virus Tipe 1)

b. Lansing (virus Tipe 2)

c. Leon (virus Tipe 3)

Virus poliomyelitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel, infeksi dapat terjadi oleh satu
atau lebih tipe tersebut yang dapat dibuktikan dengan ditemukan 3 macam zat anti dalam serum
seorang pasien. Epidemik yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1, epidemik yang
ringan oleh tipe 3, kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik.

Virus ini dapat hidup dalam air untuk berbulan-bulan dan bertahun-tahun dalam deep
freezer. Dapat tahan terhadap banyak bahan kimia termasuk sulfonamida, antibiotika, eter, fenol,
dan gliserin. Virus dapat dimusnahkan dengan cara pengeringan atau dengan pemberian zat
oksidator yang kuat seperti peroksida atau kalium permanganat. Reservoir alamiah satu-satunya
ialah manusia walaupun virus juga terdapat pada sampah atau lalat. Masa inkubasi biasanya antara
7-10 hari, tetapi kadang terdapat kasus dengan masa inkubasi 3-35 hari.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari poliomyelitis dapat berupa asimtomatis (silent infection),poliomyelitis


abortif, poliomyelitis non paralitik, dan poliomyelitis paralitik, Poliomielitis yang terbagi menjadi
empat bagian tersebut :

a. Poliomielitis Asimtomatis

Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik,
maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.

b. Poliomielitis Abortif

Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus
seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan
nyeri abdomen.

c. Poliomielitis Non Paralitik


Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan
muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke-2 dengan nyeri otot.
Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak,
ganglion spinal dan kolumna posterior.

d. Poliomielitis Paralitik

Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan
otot skelet atau kranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria
dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :

1) Bentuk spinal

Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan
terbanyak ekstremitas.

2) Bentuk bulbar

Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni
pernapasan dan sirkulasi.

3) Bentuk bulbospinal

Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.

4) Kadang ensepalitik

Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.

Masa inkubasi poliomyelitis umumnya berlangsung selama 6-20 hari dengan kisaran 3-35 hari.
Respon terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi dan tingkatannya tergantung pada bentuk
manifestasi klinisnya. Sekitar 95% dari semua infeksi polio termasuk sub-klinis tanpa gejala atau
asimtomatis.

5. Patofisiologi

Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan saraf tertentu. Tidak semua neuron yang
terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi
neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Polio akut disebabkan oleh asam ribonukleat kecil
(RNA) virus dari kelompok enterovirus dari keluarga picornavirus. Inti RNA beruntai tunggal
dikelilingi oleh protein kapsid tanpa amplop lipid, yang membuat virus polio tahan terhadap pelarut
lemak dan stabil pada pH rendah. Tiga antigen strain berbeda diketahui, dengan tipe I akuntansi
untuk 85% dari kasus penyakit lumpuh. Infeksi dengan satu jenis tidak melindungi dari jenis lain,
namun kekebalan untuk masing-masing 3 strain adalah seumur hidup.

Enterovirus dari polio menginfeksi saluran usus manusia terutama melalui jalur fecal-oral
(tangan ke mulut). Virus-virus berkembang biak di mukosa saluran pencernaan orofaringeal dan
rendah selama 1-3 minggu pertama masa inkubasi.. Virus dapat dikeluarkan dalam air liur dan
kotoran selama periode ini, menyebabkan sebagian besar host-to-host transmisi. Setelah fase awal
pencernaan, virus mengalir ke kelenjar getah bening leher dan mesenterika dan kemudian ke dalam
aliran darah Hanya 5% dari pasien yang terinfeksi memiliki keterlibatan sistem saraf selektif setelah
viremia. Hal ini diyakini bahwa replikasi di situs extraneural viremia mempertahankan dan
meningkatkan kemungkinan bahwa virus akan memasuki sistem saraf.

Virus polio memasuki sistem saraf dengan baik melintasi penghalang darah-otak atau
dengan transportasi aksonal dari saraf perifer. Hal ini dapat menyebabkan infeksi sistem saraf
dengan melibatkan gyrus precentral, thalamus, hipothalamus, motor inti batang otak dan sekitarnya
formasi reticular, inti vestibular dan cerebellum, dan neuron dari kolom anterior dan intermediat
sumsum tulang belakang. Sel-sel saraf mengalami khromatolisis pusat bersama dengan reaksi
inflamasi sedangkan perbanyakan virus mendahului timbulnya kelumpuhan. Karena proses
khromatolisis berlangsung lebih lanjut, kelumpuhan otot atau bahkan atropi muncul bila kurang dari
10% dari neuron bertahan di segmen kabel yang sesuai. Gliosis terjadi ketika inflamasi menyusup
telah mereda, tetapi neuron yang masih hidup yang paling menunjukkan pemulihan penuh.

6. Komplikasi

Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi
sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering
ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga
terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada. Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-
30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari
kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan. Selain itu ada juga
komplikasinya yaitu: Hiperkalsuria, Melena, Pelebaran lambung akut, Hipertensi ringan, Pneumonia,
Ulkus dekubitus dan emboli paru, Psikosis.

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Hitung darah lengkap (CBC), karena leukositosis mungkin ada.

2) Cairan serebrospinal
Cairan cerebrospinal (CSF) tekanan dapat ditingkatkan. Pleositosis (neutrofil dalam beberapa
hari pertama, maka limfosit) dapat dicatat dalam CSF selama periode sebelum timbulnya
kelumpuhan pada polio akut. Kandungan protein CSS mungkin meningkat sedikit dengan
glukosa normal, kecuali pada pasien dengan kelumpuhan berat, yang mungkin menunjukkan
peningkatan protein untuk 100-300 mg / dL selama beberapa minggu.

3) Isolasi virus polio

Melakukan pemulihan virus dari tenggorokan mencuci, budaya tinja, biakan darah, dan
budaya CSF. Serta studi virus dalam spesimen tinja sangat penting untuk diagnosis penyakit
polio. Selain itu, juga dapat dengan cara seperti di bawah ini :

a) Recover virus dari tenggorokan mencuci pada minggu pertama dan budaya tinja dari 2-
5 minggu pertama.

b) Dalam kasus yang jarang terjadi, virus dapat diisolasi dari CSF atau serum, berbeda
dengan penyakit lumpuh yang disebabkan oleh enterovirus lainnya.

c) Tes ini memerlukan tambahan demonstrasi kenaikan 4 kali lipat titer antibodi virus
untuk membuat diagnosis spesifik.

b. Pemeriksaan Radiologi

Magnetic Resonance Imaging (MRI) mungkin menunjukkan lokalisasi peradangan pada


tanduk anterior sumsum tulang belakang.

9. Penatalaksanaan

a. Poliomielitis Abortif

1) Diberikan analgetik dan sedatif

2) Diet adekuat

3) Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang
berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neuroskeletal secara teliti.

b. Poliomielitis Non Paralitik

1) Sama seperti abortif

2) Selain diberi analgetik dan sedatif dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama
15–30 menit,setiap 2–4 jam.
c. Poliomielitis Paralitik

1) Perawatan dirumah sakit

2) Istirahat total

3) Selama fase akut kebersihan mulut dijaga

4) Fisioterapi

5) Akupuntur

6) Interferon

Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan. Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari
jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi. Poliomielitis paralitik/non paralitik
diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti karena setiap
saat dapat terjadi paralysis pernapasan. Selain itu, adapun penatalaksanaan pada fase akut pada
pasien dengan poliomyelitis, yaitu sebagai berikut:

a) Analgetik untuk rasa nyeri otot.

b) Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki)
agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai.

c) Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan terganggu sehingga dapat timbul
bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan
kesalah satu sisi.

d) Sesudah fase akut, dapat dilakukan Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi dengan
fisioterapi. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.

10. Pencegahan

Pencegahan bisa dilakukan dengan memberikan imunisasi lengkap di Posyandu,


Puskesmas atau jenis pelayanan kesehatan lainnya. Jenis imunisasi polio diberikan setelah bayi
berumur satu bulan sebanyak empat kali. Imunisasi polio I pada bulan pertama,imunisasi polio II
pada bulan berikutnya, polio III pada bulan ketiga dan terahir polio IV. Biasanya disertai dengan jenis
imunisasi lainnya seperti DPT, Hepatitis B, BCG dan pada usia 9 bulan dilengkapi dengan imunisasi
campak ( morbili).

Pencegahan yang amat penting dengan perbaikan sanitasi, setiap keluarga harus memiliki
sarana air bersih, sarana sanitasi seperti jamban, pembuangan air limbah rumah tangga,
pembuangan sampah yang tertib. Dengan mewujudkan rumah sehat dan lingkungan yang sehat
maka akan dapat mencegah penyakit berbasis lingkungan termasuk polio.
11. Prognosis

Bergantung pada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik sesuai dengan bagian yang mana
yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis pernapasan dapat ditolong dengan bantuan
pernapasan buatan. Tipe bulbar prognosisnya buruk, kematian biasanya karena kegagalan fungsi
pusat pernapasan atau infeksi sekunder pada jalan napas. Otot-otot yang lumpuh dan tidak pulih
kembali menunjukkan paralisis tipe flasid dengan atonia, refleksi dan degenerasi. Komplikasi residual
paralisis tersebut ialah kontraktur terutama sendi subluksasi bila otot yang terkena sekitar sendi,
perubahan trofik oleh sirkulasi yang kurang sempurna hingga mudah terjadi ulserasi. Pada keadaan
ini, diberikan pengobatan secara ortopedik.
DAFTAR PUSTAKA

 Hasan, Rusepno. DKK. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI


 Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC
 Ramali, Ahmad dan Pamoentjak. 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan
 Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Jakarta : EGC
 Suyitno, Hariyono. DKK. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia Ed 3. Jakarta : Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
 http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2011/12/asuhan-keperawatan-pada-anak-
dengan_17.html
A. Pengertian

Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel
anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan
bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,
menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat
menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).

B. Gambaran Klinis

Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :


1. Poliomielitis Asimtomatis: Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya
tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2. Poliomielitis Abortif: Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala
berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan,
konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri
kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti
penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase ke-2 dengan
nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang
otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
4. Poliomielitis Paralitik: Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau
lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika
urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :

a. Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma,
thorak dan terbanyak ekstremitas.
b. Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat
vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
c. Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
d. Kadang ensepalitik: Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang
kejang.

C. Etiologi

Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu:


1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi
: 7-10-35 hari
Klasifikasi virus
Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia : Picornaviridae
Genus : Enterovirus
Spesies : Poliovirus

D. Penularan

Cara penularannya dapat melalui :


1. Inhalasi
2. Makanan dan minuman
3. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain.
Penularan melalui oral berkembambang biak diusus→verimia virus+DC faecese beberapa minggu.

E. Pencegahan

Cara pencegahan dapat dilalui melalui :


1. Imunisasi
2. Jangan masuk daerah endemis
3. Jangan melakukan tindakan endemis

F. Patofisiologi

Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang
terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi
neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior.
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang
mengandung pusat vital.
3. Sereblum terutama inti-inti virmis.
4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra.
5. Talamus dan hipotalamus.
6. Palidum.
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.

G. Komplikasi

1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Lab :

a. Pemeriksaan darah
b. Cairan serebrospinal
c. Isolasi virus volio

2. Pemeriksaan radiology

I. Penatalaksanaan Medis

1. Poliomielitis aboratif

a. Diberikan analgetk dan sedative


b. Diet adekuat
c. Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan
selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti.

2. Poliomielitis non paralitik

a. Sama seperti aborif


b. Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15 –
30 menit,setiap 2 – 4 jam.

3. Poliomielitis paralitik

a. Perawatan dirumah sakit


b. Istirahat total
c. Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
d. Fisioterafi
e. Akupuntur
f. Interferon

Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.


Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat
dimulai lagi.
Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu
pemgawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
Fase akut :
a. Analgetik untuk rasa nyeri otot.
b. Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki)
agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai.
c. Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan terganggu sehingga dapat timbul
bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan
kesalah satu sisi.
Sesudah fase akut :
a. Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah 2
hari demam hilang.

S-ar putea să vă placă și