Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik
secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan dan sering
menimbulkan suatu tekanan.
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
1. Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah, rasa
tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau rasa aman yang tidak
biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan yang sedang di
alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut suatu yang
dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan
adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian
diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons terhadap marah
dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Rendah diri
Bermusuhan
Ekspresi Eksternal Ekspresi Internal
c. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapt di
mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega, keteganganpun
akan menurun dan perasaan marah teratasi.
d. Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan individu karena
ia merasa kuat. Cara ini tidak menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dandapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif, amuk yang ditujukan pada orang
lain maupun lingkungan.
e. Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri dan rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat
dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri sendiri.
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin
terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di alami oleh individu :
ü Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif
atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan di tolak, di hina, di aniyaya atau
saksi penganiayaan.
ü Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
ü Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan control social yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
ü Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien
seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang
dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan
merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan.
1. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang perilaku yang berkaitan
dengan marah antara lain :
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik usus
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat disertai
ketegangan otot, seperti rahang terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang
cepat.
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku
pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah
disamping dapat dipelajari juga akan mengembangkan pertumbuhan diri pasien.
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku acting out untuk menarik perhatian orang
lain.
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya
penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (tuart
dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk suatu
dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang
marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik, misalnya seorang
wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar. Misalnya
seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran
atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebih lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang
tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding
kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
1. Aset ekonomi
3. Tehnik defensif
4. Sumber sosial
5. Motivasi
7. Kepercayaan
9. Kemampuan sosial
11. Pengetahuan
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan
neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya
Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan
itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan
langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan
ditentukan program kegiatannya.
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap
keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan,
yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada
anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder)
dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan kepada klien
dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif
dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah
perilaku klien
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien dengan
menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan
pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi
biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
Pohon Masalah
Perlaku kekerasan CP
5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai ndiri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN KASUS
Ruang : Perkasa
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Umur : 25 Tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. CM : 01 13 28
Nama : Tn. W
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
±4 hari sebelum masuk rumah sakit klien dirumah bingung, agresif, labil, gelisah dan tidak mengontrol
diri. Klien juga marah marah dan memukul ayahnya karena klien merasa dibohongi dan keinginanya tidak
dipenuhi. Kemudian oleh keluarga, klien dibawa ke RSJD Klaten untuk kembali di rawat inap.
1. Klien mengalami gangguan jiwa sejak 11 tahun yang lalu dan pernah masuk rumah sakit jiwa
klaten >35x.
3. Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
4. Klien mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu masuk penjara selama 3 minggu
karena mencoba membobol ATM.
V. PEMERIKSAAN FISIK
2) Nadi : 78 x/menit
4) Respirasi : 23 x/menit
2. Ukuran
2) Berat badan : 70 Kg
3. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan tidak ada keluhan fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang paling disukainya
adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan klien anak ke dua dari
lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying dilingkungan masyarakat. klien
juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong, pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang dan bebas biar bisa
bekerja dan menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya adalah ayah dan adiknya.
3. Hubungan Sosial
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan adiknya, apabila ada
masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam keluarganya ayah dan adik adalah orang
yang dipercaya oleh klien.
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong royong, pengajian, arisan,
pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial seperti bersosialisasi dengan teman-
teman satu bangsalnya.
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, setelah di rumah sakit
hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin beribadah dan saat di
rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya tidak pernah di kabulkan dan semua itu
sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
1. Penampilan
· Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan dan dapat
berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien sudah mampu
mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira, saat sedih klien
tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai tujuan karena
dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9. Tingkat Kesadaran
· Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat wawancara.
· Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan dengan klien bias
menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10. Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar oleh ayahnya. Dan klien dapat
mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan : -
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat memfokuskan konsentrasi
dengan baik
Masalah Keperawatan : -
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat atau mana yang
lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya karena klien mampu
menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwa seperti ini.
Masalah Keperawatan : -
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien makan 3x sehari, pagi,
siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik, menjaga kebersihan
setelah BAB dan BAK dengan baik.
3. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi, kebersihan tubuh baik.
4. Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah sakit, klien dapat
memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan rumah sakit.
Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan kualitas 6-8 jam
perhari, baik malam maupun siang.
6. Penggunaan Obat
ü Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan menyiapkan makanan.
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan klien agak menarik diri dengan lingkungan.
Terapi obat :
ü Trihexiyl Phenidyl : 3 x 2 mg
ü Haloperidol : 3 x 5 mg
ü Resperidon : 2 x 2 mg
1. Prilaku kekerasan
4. Disstres spiritual
NO
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
DS : klien mengatakan dirumah marah-marah kepada ayahnya karena keinginanya tidak dipenuhi dan
merasa dibohongi. Serta klien memukul ayahnya sampai berdarah.
DO : face tegang, mudah tersinggung saat di ajak bicara, tatapan mata tajam, muka tampak merah.
Perilaku Kekerasan
DS : klien mengatakan saat mempunyai masalah dipendam sendiri, tidak mau bercerita.
Perilaku Kekerasan
XIV.
( Efek )
( Core Problem )
( Causa / Penyebab )
POHON MASALAH
Perilaku Kekerasan
1. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan berhubungan dengan Perilaku Kekerasan
Diagnosa
Tujuan
Criteria hasil
Intervensi
TUM:
TUK 1:
TUK 2:
TUK 3 :
TUK 5;
TUK 6 :
2. klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah dari lingkungan atau orang lain
1. klien mampu mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel
2. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
3. Klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah
2. klien dapat mendemonstrasikan cara fisik (memukul bantal) untuk mencegah perilaku kekerasan.
1. Klien dapat menyebut kan obat – obat yang di minum dan kegunaanya ( jenis ,waktu,dosis,dan efek )
1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah
2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan klien masalahnya selesai
3. Tanya pada klien apakah ia ingin mempelajari cara yang baru dan yang sehat.
3. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut atau dengan role play
5. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang dipelajari saat jengkel atau marah.
2.Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seijin dokter
3.Jelaskan prinsip benar minum obat(baca nama yg tertera pd botol obat,dosis obat ,waktu dan cara
minum)
2.Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenang kan
Waktu
Dx
SP
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Selasa
15/01/13
17.00
17.00
1
SP 1
SP 2
1. Membina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik
2. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab perilaku kekerasan
O:
O:
P : Lanjutkan SP 3, klien dapat mengontrol dan penanganan perilaku kekerasan dengan cara sholat dan
berdoa.
K : Klien diminta untuk mencari penyebab dan tanda marah yang belum di ungkapkan
Rabu
16/01/2013
12.30
SP 3
1. Mendiskusikan bersama klien tentang apa yang dirasakan saat klien marah
S : klien saat marah akan berbicara dengan nada tinggi, tangan mengepal, matanya menatap tajam,
wajahnya tampak merah.
c. Tangan mengepal.
A : klien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala saat marah atau jengkel. SP 3 tercapai.
SP 4
3. Membicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan oleh klien masalah akan teratasi.
S : klien akan marah-marah apabila keinginanya tidak dipenuhi dan memukul pintu / jendela.
O : klien tampak :Tegang, tangan mengepal, mata menatap tajam, wajah memerah.
P : lanjutkan SP 5, klien dapat mengungkapkan perilaku yang sering dilakukan saat marah.
K :klien diminta untuk mengingat kembali akibat yang akan ditimbulkan.
Kamis
18/01/2013
11.15
SP 5
1. Membicarakan akibat atau kerugian dan cara yang dilakukan kilen pada saat marah
2. Menyimpulkan bersama klien akibat dari cara yang digunakan oleh klien
3. Menanyakan kepada klien apakah klien mau mempelajari cara-cara yang baru dan sehat
S : klien sangat menyesal dan ingin minta maaf setelah dirinya marah – marah dan memukul ayahnya.
O : klien tampak : sedih, ingin menangis, mata menatap tajam, wajah memerah.
A : klien mampu mengungkapkan akibat atau kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukannya, SP 5
tercapai.
P : lanjutkan SP 6, klien dapat mengontrol perilaku yang sering dilakukan saat marah.
K : klien diminta untuk berlatih mengontrol marah dengan cara sholat dan berdoa.
12.00
SP 6
1. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dan penanganan dengan cara sholan dan berdoa
S : Klien mengatakan jarang sholat dan merasa doa nya tidak dikabulkan.
A : SP 6 belum tercapai
A : SP 7 tercapai