Sunteți pe pagina 1din 22

IDENTIFIKASI KETERSEDIAAN HARA MAKRO PADA UMUR LAHAN SAWAH

BERBEDA

Sudarno1 La Ode Safuan2 Sitti Leomo2

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo


2. Dosen Jurusan Agroteknologi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo

ABSTRACT

This study aims to determine the availability of macro nutrients at different ages of
paddy fields. This research was conducted in Abuki, Uepai and Lambuya sub-districts of
Konawe Regency and in Soil Science Laboratory of Agriculture Faculty of Halu Oleo
University in October 2017 until March 2018. This research was conducted using survey
method in paddy field based on land age, soil depth and different incubation time.
Observations were made on 17 year old paddy field (U1) and age of 27 years (U2), soil
samples taken at depth 0-15 cm (K1) and 15-30 cm (K2). Subsequently the soil samples were
analyzed in the laboratory by using the incubation method with different observation time ie
1 day (H0) 28 days (H1) and 56 days (H2) after sampling. Sampling was done in 3 districts as
replication, so that 36 observations were obtained. Each observation unit was taken 5 soil
samples, so the total soil sample was 180. The result of the research shows the correlation
between incubation time and soil depth on macro nutrient availability at different wetland age
has an effect on the availability of nitrogen in ammonium form shows the highest increase of
availability amount which is 0,030 ppm. In contrast, in the form of nitrate showed the highest
decrease in availability amount of 0.077 ppm each incremented one unit of incubation time,
the highest availability of P-available and K-available respectively showed an increase in the
availability amount of 0.003 ppm and 0.287 mg / 100g-1 each added one unit incubation time
(days). It can be concluded that the incubation time and soil depth have an effect on macro
nutrient availability at different age of rice field that is nitrogen maritime nitrogen in the form
of ammonium and nitrate and P-available and K-available.

Keywords: Wetland, availability of macro nutrients, factors affecting macro nutrient


availability.

PENDAHULUAN dikontribusi dari pertanaman padi di lahan


sawah (Abidin et al., 2016).
Lahan sawah adalah lahan yang
Kebutuhan padi sawah terus
dikelola sedemikian rupa untuk budidaya
mengalami peningkatan seiring
tanaman padi sawah dan perlu adanya
bertambahnya jumlah penduduk, namun
penggenangan pada masa pertumbuhan padi.
tidak diikuti dengan peningkatan
Perbedaan dari lahan sawah dan lahan rawa
produktivitas padi sawah itu sendiri.
adalah masa penggenangan airnya, pada
Produktivitas padi sawah di Sulawesi
lahan sawah penggenangan tidak terjadi terus
Tenggara pada tahun 2014 mengalami
menerus tetapi mengalami masa pengeringan
peningkatan yang cukup signifikan hinggga
(Musa et al., 2006).
mencapai 10,42 % yaitu sebesar 4,76 t.ha-1
Peningkatan produksi padi menjadi
(BPS Sultra, 2015) dari produktivitas padi
fokus utama program pemerintah karena padi
sawah pada tahun 2013 yang hanya
merupakan komoditas strategis. Dalam
mencapai 4,31 t.ha-1 (BPS Sultra, 2014).
upaya pencapaian ketahanan pangan
Pada tahun 2015 peningkatan produktivitas
nasional, peningkatan produksi padi menjadi
padi sawah yang tejadi tidak signifikan
salah satu strategi dasar yang dilakukan.
dibandingkan tahun sebelumnya hanya
Capaian produksi tersebut terutama
mencapai 0,51 % yakni sebesar 4,79 t.ha-1 banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
(BPS Sultra, 2016). P yang diberkan pada tanaman tidak diikuti
Dierolf et al. (2000) menyatakan dengan peningkatan hasil serta efisiensinya
bahwa hara makro N, P, dan K merupakan sangat rendah, sementara harga pupuk
salah satu permasalahan utama yang tersebut cukup mahal (Adiningsih, 2004).
menyebabkan rendahnya produktivitas lahan Kalium merupakan unsur hara yang
sawah. Hara N dalam tanaman berfungsi esensial untuk tanaman salah satu fungsinya
sebagai pembentuk zat hijau daun (klorofil) untuk meningkatkan produksi biji. Namun
dan unsur pembentuk protein. Hara P yang pemupukan yang terus menerus dengan
berfungsi sebagai penyimpan dan transfer takaran yang semakin meningkat
energi, merupakan komponen penting dalam mengakibatkan kerusakan pada tanah.
asam nukleat, koenzim, nukleotida, Misalnya adalah pemakaian pupuk kalium
fospoprotein, fospolipid dan gula fosfat. yang terus menerus diberikan ke dalam
Hara K berfungsi dalam pembentukan pati, tanah oleh petani, padahal untuk tanah yang
mengaktifkan enzim dan katalisator mengalami pemupukan kalium terus
penyimpanan hasil fotosintesis. menerus ion-ion K tersebut akan terikat oleh
Adiningsih dan Agus (2011) mineral liat sehingga tidak mudah tersedia
menyatakan bahwa ketersediaan bahan bagi tanaman (Erpan, 2000).
organik merupakan salah satu faktor yang Simamora et al. (2015) menyatakan,
mempengaruhi ketersediaan hara makro. Hal hasil penelitian Badan Litbang Pertanian
ini sesuai dengan hasil penelitian yang diketahui bahwa tingkat kesuburan lahan
dilaporkan Simamora et al. (2015) bahwa setiap tahunnya menurun. Kebutuhan pupuk
bahan organik merupakan sumber utama untuk tanaman padi sawahpun dari tahun ke
penyumbang hara yang ada di dalam tanah. tahun mengalami peningkatan, hal ini
Bahan organik merupakan salah faktor yang menggambarkan bahwa umur lahan sawah
memegang peranan penting dalam tingkat yang berbeda merupakan salah satu faktor
produktivitas tanah sawah, khususnya unsur lain yang mempengaruhi adanya penurunan
hara makro primer, yaitu N, P, dan K. produktivitas lahan sawah.
Nitrogen yang diberikan secara tepat Berdasarkan uraian di atas maka dipandang
pada tanaman, kebutuhan akan hara lain perlu untuk dilakukan penelitian ini. Dalam
seperti Fosfor dan Kalium akan meningkat Penelitian ini bermaksud mengetahui status
untuk mengimbangi laju pertumbuhan ketersediaan unsur hara makro pada umur
tanaman yang cepat (Fairhurst et al., 2007). lahan sawah yang berbeda. Informasi tentang
Nitrogen memegang peranan yang sangat status ketersediaan hara makro primer dalam
penting, karena nitrogen berberan dalam tanah dapat digunakan sebagai acuan dalam
proses fotosintesis dan pertumbuhan menyusun usulan pengelolaan tanah yang
vegetatif. Nitrogen yang berlebihan dapat sesuai dan spesifik lokasi untuk
memicu serangga hama dan penyakit mengupayakan produktivitas lahan yang
sehingga berkembang pesat sebaliknya jika optimal
kekurangan nitrogen maka tanaman akan
tumbuh kerdil (Sahid et al., 2000). METODE PENELITIAN
Pemupukan fosfor (P) dan kalium (K)
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
memegang peranan penting dalam
meningkatkan produksi pertanian disamping Penelitian ini dilaksanakan di
pupuk nitrogen. Umumnya penggunaan Kecamatan Abuki, Uepai serta Lambuya
pupuk tersebut belum rasional dan Kabupaten Konawe dan di Laboratorium
berimbang karena belum didasarkan pada Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas
potensi atau status hara tanah dan kebutuhan Halu Oleo pada bulan Oktober 2017 sampai
tanaman. Pada lahan sawah status Maret 2018.
ketersediaan P cenderung berlebih, sehingga
B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Tahap Persiapan
a. Melakukan survei awal pada tempat yang
Alat yang digunakan dalam penelitian
menjadi lokasi penelitian untuk penetuan
ini adalah pipa, gergaji besi, kertas label,
lokasi pengambilan sampel tanah. Dalam
tissu, karet gelang, plastik tahan panas,
tahap ini yang dilakukan adalah
cangkul, pisau lapang, palu, gunting, karung,
peninjauan lokasi serara langsung
kantung plastik, plastik sampel, kamera
sekaligus melakukan koordinasi dengan
digital, lackban, neraca analitik, tabung
petani yang bersangkutan.
reaksi, kertas saring, botol kocok 100 ml dan
b. Melaksanakan studi pustaka, dengan
50 ml, mesin pengocok, botol semprot 500
mempelajari literatur yang berhubungan
ml, talang preparasi, pipet volume 5 ml, 10
dengan masalah penelitian.
ml dan 20 ml, labu ukur 100 ml dan 500 ml,
c. Mempersiapkan bahan dan alat untuk
pH meter, piala gelas 800 ml dan 1000 ml,
pelaksanaan pengambilan sampel tanah
ayakan 50 mikron, gelas ukur 200 ml dan
serta menyelesaikan administrasi berupa
500 ml, erlenmeyer 50 ml, 100 ml dan 500
surat izin penelitian.
ml, oven, pemanas listrik, pipet 20 ml,
dispenser 50 ml dan alat tulis. 2. Tahap penelitian lapangan
Bahan yang digunakan dalam
1. Pengumpulan Data Primer
penelitian ini adalah sampel tanah, air bebas
Pengambilan sampel tanah untuk
ion, pereaksi H2O2 30 %, H2O2 10 %,
keperluan analisis status ketersediaan hara
pereaksi HCl 2N, HCl 5 N, larutan Bray,
makro dengan mengunakan metode silinder
larutan Na4P2O7 4 %, pereaksi KCl 1 M,
mineralisasi atau dengan penanaman pipa
H2SO4 pekat, pereaksi K2Cr2O7 dan larutan
pada tanah dilakukan sesuai dengan faktor
standar 5.000 ppm C.
pembeda pada penelitian ini. Pada tahap ini
C. Rancangan Penelitian pengambilan sampel tanah dilakukan
berdasarkan hasil survei awal yakni terdapat
Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga lokasi yang memenuhi persyaratan pada
menggunakan metode survei di lahan sawah penelitian ini yakni di kecamatan Uepai,
yang didasarkan pada umur lahan, Lambuya dan Abuki di Kabupaten Konawe.
kedalaman tanah dan waktu inkubasi yang Setiap Kecamatan tersebut terdapat dua
berbeda. Pengamatan dilakukan pada lahan lokasi dengan umur lahan sawah 17 tahun
sawah berumur 17 tahun (U1) dan umur (U1) dan umur lahan sawah 27 tahun (U2)
lahan 27 tahun (U2), sampel tanah diambil untuk pengambilan sampel tanah, kemudian
pada kedalaman 0-15 cm (K1) dan 15-30 cm dilanjutkan dengan pengambilan sampel
(K2). Selanjutnya sampel tanah dianalisis di tanah. Sampel tanah yang diambil dikemas
laboratorium dengan mengunakan metode agar tidak tertanggu dan siap untuk
inkubasi dengan waktu pengmatan yang diinkubasi di Laboratorium Ilmu Tanah
berbeda yakni 1 hari (H0) 28 hari (H1) dan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
56 hari (H2) setelah pengambilan sampel. 2. Pengumpulan data sekunder
Pengambilan sampel dilakukan pada 3 Pengambilan data sekunder yaitu
kecamatan sebagai ulangan, sehingga berupa pengambilan data iklim dilakukan di
diperoleh 36 pengamatan. Setiap unit stasiun terdekat untuk menentukan tipe iklim
pengamatan diambil 5 sampel tanah, berdasarkan sistem klasifikasi Schmit
sehingga total sampel tanah adalah 180. Ferguson (1956).

D. Prosedur Penelitian .E. Variabel Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari Adapun variabel pengamatan yang


beberapa tahapan antara lain sebagai berikut: diamati pada penelitian disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1. Jenis, satuan dan metode analisis fisisk dan kimia tanah pada lahan sawah di
Kabupaten Konawe.
No Jenis Analisis Satuan Metode Analisis
1 Amonium (NH4+) Ppm Keydjhal
2 Nitrat (NO3-) Ppm Keydjhal
3 P-Tersedia Ppm Bray
4 K-Tersedia mg 100g-1 AAS
5 pH H2O - pH Meter
6 pH KCL - pH Mater
7 C-Organik % Walkey and Black
8 Tekstur g/cm3 Pipet
Sumber: Balai Penelitian Tanah, 2005

F. Penyajian Hasil Penelitian kesembilan yaitu sebesar 2.150 ha untuk


lahan sawah terluas di Kabupaten Konawe.
Data hasil pengamatan untuk
Menurut jenis pengairan dari total 27
parameter Amonium (NH4+), Nitrat (NO3-)
Kecamatan yang ada di Kabupaten Konawe
P-tersedia, K-tersediaan dan C-Organik
terdapat 23 Kecamatan yang memiliki lahan
dilanjutkan dengan mengunakan Uji
sawah baik sawah irigasi maupun sawah non
Korelasi.
irigasi. Luas lahan sawah menurut jenis
HASIL DAN PEMBAHASAN pengairan di Kabupaten Konawe disajikan
pada Tabel 1.
A. Gambaran Umum Wilayah
Tabel 2. Luas lahan sawah menurut jenis
1. Letak dan Luas Wilayah Penelitian Sumber: Dinas Pertanian Tanamana Pangan di
Penelitian ini dilaksanakan di Sawah
Kecamatan Abuki, Uepai dan Lambuya Jumlah
Sawah Non
No Kecamatan Total
Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Irigasi Irigasi
(ha)
Tenggara. Kabupaten Konawe yang berjarak (ha) (ha)
73 km dari Kota Kendari yang secara 1 Bondoala 267 1.373 1.640
2 Besulutu 0 55 55
geografis terletak dibagian selatan garis
3 Kapoiala 50 419 469
khatulistiwa diantara 02O04’51,0” - 4 Morosi 268 1.376 1.644
04 01’51,0” LS dan membentang dari Barat
O
5 Lambuya 2.235 513 2.748
ke Timur diantara 121O01’51,0” - 6 Uepai 2.639 0 2.639
123O03’01,0” BT. Adapun batas wilayah 7 Puriala 2.364 0 2.364
Kabupaten Konawe yakni sebagai berikut: 8 Onembute 1.066 68 1.134
9 Pondidaha 1.735 0 1.735
- Sebelah utara berbatasan dengan 10 Wonggeduku 2.702 0 2.702
Kabupaten Konawe Utara. 11 Amonggedo 2.637 0 2.637
- Sebelah timur berbatasan dengan Laut 12 W. Barat 2.353 0 2.353
Banda dan Laut Maluku. 13 Wawotobi 1.963 0 1.963
- Sebelah selatan berbatasan dengan 14 Meluhu 1.277 0 1.277
15 Konawe 327 0 327
Kabupaten Konawe Selatan. 16 Unaaha 766 0 766
- Sebelah barat berbatasan dengan 17 Anggeberi 728 35 763
Kabupaten Kolaka Timur. 18 Abuki 1.773 377 2.150
Luas lahan sawah di Kabupaten 19 Latoma 102 0 102
Konawe yaitu sebesar 37.938 ha. Kecamatan 20 Tongauna 5.056 0 5.056
Lambuya merupakan wilayah urutan kedua 21 Asinua 640 335 975
yang memiliki luas lahan sawah terluas yaitu 22 Padangguni 2.188 69 2.257
23 Roata 182 0 182
sebesar 2.748 ha, Kecamatan Uepai Jumlah/Total 33.318 4.620 37.938
menempati urutan keempat untuk lahan Kabupaten Konawe (BPS, 2016)
sawah terluas yaitu sebesar 2.636 ha dan
Kecamatan Abuki menempati urutan
Berdasarkan Tabel 2. lahan sawah 5 ha, menurut luas lahan sawah menurut
terluas terdapat di Kecamatan Tongauna jenis pengairan dan Kecamatan di Kabupaten
seluas 5.056 ha yang terdiri dari lahan sawah Konawe.
irigasi seluas 2.235 ha dan lahan sawah non
2. Keadaan Iklim
irigasi seluas 513 ha, namun merupakan
lahan sawah bukaan baru. Sedangkan lahan Data ikllim diperoleh dari stasiun BMKG
sawah yang memiliki luas lahan terkecil (Badan Metereologi, Klimatologi dan
adalah Kecamatan Besulutu yang hanya Geofisika) Stasiun Meterologi Maritim
terdiri dari lahan sawah irigasi yakni seluas Kendari yaitu sebagai berikut:

Tabel 3. Jumlah, Rata-rata Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Konawe pada Tahun 2007-
2016 di Kabupaten Konawe.
Bulan
Rerata
Curah
Tahun BB BK
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Hujan
Bulanan

2007 318 233 264 242 219 180 29 28 38 0 55 140 146 7 5


2008 138 130 339 325 201 326 70 202 94 62 57 147 174 8 1
209 43 81 155 200 460 320 216 328 102 159 161 74 192 9 1
2010 142 159 208 112 135 151 221 11 20 92 61 469 149 8 2
2011 149 343 579 322 257 366 429 356 119 278 260 190 304 12 0
2012 208 343 119 322 281 153 429 356 119 278 260 190 255 12 0
2013 185 233 324 334 255 185 117 28 0 45 261 233 183 9 3
2014 116 148 384 12 249 335 59 6 0 0 18 262 132 6 6
2015 117 148 258 326 294 414 199 116 12 0 80 487 204 9 2
2016 208 187 271 280 281 245 806 61 85 23 178 202 235 9 1
Rerata 197,4 8,9 2,1
Sumber. BMKG Stasiun Meterologi Maritim Kendari, Kota Kendari 2018.
B. Hasil Penelitian
Tabel 3. Menunjukkan rata-rata curah
hujan bulanan 197,4 mm dengan 8,9 bulan 1. Amonium (NH4+)
basah (BB) dan 2,1 bulan kering (BK) Hasil pengamatan rata-rata nilai
Wilayah di Kabupaten Konawe. Berdasarkan pengaruh serta korelasi waktu inkubasi dan
sistem klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson kedalaman tanah terhadap ketersediaan
(BB = CH rata-rata >100mm/bulan; BK = amonium pada umur lahan sawah yang
CH rata-rata <60 mm/bulan; BL = CH rata- berbeda disajikan pada Tabel 4 dan Gambar
rata 60-100 mm/bulan). 2.
Tabel 4. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah terhadap
ketersediaan amonium (ppm) pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1 H0 0,6 8,52 9,11 0,64 7,67 8,32
K1 H1 0,78 8,8 9,58 0,69 7,94 8,63
K1 H2 0,86 10,84 11,7 0,87 9,17 10,04
Rata-rata 0,75 9,39 10,13 0,73 8,26 9,00
K2 H0 0,52 3,38 3,9 0,49 2,31 2,79
K2 H1 0,62 3,65 4,27 0,51 2,63 3,14
K2 H2 0,94 3,82 4,76 0,73 3,93 4,65
Rata-rata 0,69 3,62 4,31 0,58 2,96 3,53
Total 4,32 39,01 43,32 3,93 33,65 37,57
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H = Waktu
pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).
Tabel 4. Menunjukan bahwa rata-rata Sedangkan rata-rata nilai keterediaan
nilai ketersedian amonium tertinggi terdapat amonium terkecil terdapat di umur lahan
di umur lahan sawah 17 tahun pada kedalam sawah 27 tahun pada kedalaman tanah 15-30
tanah 0-15 cm yakni sebesar 10,13 ppm. cm yakni sebesar 0,58 ppm.

U1K1 U2K1
Kadar amonium (ppm)

10.0

Kadar amonium (ppm)


8.0
8.0
6.0 6.0

4.0 y = 0,0307x + 5,8934 4.0 y = 0,0205x + 5,4244


R² = 0,8812 R² = 0,8818
2.0 2.0
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2 U2K2
Kadar amonium (ppm)

Kadar amonium (ppm)

3.5 3.5
3.0 3.0
2.5 2.5
2.0 2.0
1.5 y = 0,0103x + 2,5859
1.5 y = 0,0221x + 1,7335
1.0 R² = 0,993
1.0 R² = 0,8839
0.5 0.5
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

Hubungan antara amonium dan waktu terlihat bahwa ketersediaan amonium dengan
inkubasi untuk U1K1 pada grafik yang waktu inkubasi memperlihatkan hubungan
tertera pada Gambar 2. Dari gambar tersebut yang tinggi dengan nilai koefisien
terlihat bahwa ketersediaan amonium dengan determinasi R2 = 0,99 menunjukan bahwa
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan ketersediaan amonium 99 % dipengaruhi
yang tinggi dengan nilai koefisien oleh waktu inkubasi. Persamaan yang
2
determinasi R = 0,88 menunjukan bahwa didapatkan yaitu Y = 0,010x + 2,585 yang
ketersediaan amonium 88 % dipengaruhi berarti koefisien regresi b1x = 0,010 ppm
oleh waktu inkubasi. Persamaan yang menunjukan besarnya penigkatan Y
didapatkan yaitu Y = 0,030x + 5,893 yang (amonium) apabila X (waktu inkubasi)
berarti koefisien regresi b1x = 0,030 ppm meningkat satu satuan sedangkan nilai
menunjukan besarnya penigkatan Y intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 2,585
(amonium) apabila X (waktu inkubasi) ppm.
meningkat satu satuan sedangkan nilai Hubungan antara amonium dan
intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 5,893 waktu inkubasi untuk U2K1 pada grafik
ppm. yang tertera pada Gambar 2. Dari gambar
Hubungan antara amonium dan waktu tersebut terlihat bahwa ketersediaan
inkubasi untuk U1K2 pada grafik yang amonium dengan waktu inkubasi
tertera pada Gambar 2. Dari gambar tersebut memperlihatkan hubungan yang tinggi
dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0,88 menunjukan bahwa ketersediaan amonium
menunjukan bahwa ketersediaan amonium 88 % dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan
88 % dipengaruhi oleh waktu inkubasi. sisanya sebesar 12 % dipengaruhi hal yang
Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,020x tidak diketahui. Persamaan yang didapatkan
+ 5,424 yang berarti koefisien regresi b1x = yaitu Y = 0,022x + 1,733 yang berarti
0,020 ppm menunjukan besarnya penigkatan koefisien regresi b1x = 0,022 ppm
Y (amonium) apabila X (waktu inkubasi) menunjukan besarnya penigkatan Y
meningkat satu satuan sedangkan nilai (amonium) apabila X (waktu inkubasi)
intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 5,424 meningkat satu satuan sedangkan nilai
ppm. intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 1,733
Hubungan antara amonium dan ppm.
waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik 2. Nitrat (NO3-)
yang tertera pada Gambar 2. Dari gambar Hasil pengamatan rata-rata nilai
tersebut terlihat bahwa ketersediaan pengaruh serta korelasi waktu inkubasi dan
amonium dengan waktu inkubasi kedalaman tanah terhadap ketersediaan nitrat
memperlihatkan hubungan yang tinggi pada umur lahan sawah yang berbeda
dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0,88 disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 3.

Tabel 5. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah terhadap
ketersediaan nitrat (ppm) pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 0,2 0,64 7,56 0,12 0,05 15,58
K1H1 0,19 0,93 3,62 0,11 1,07 0,03
K1H2 0,11 0,53 5,49 0,48 1,46 0,75
Rata-rata 0,17 0,70 5,56 0,24 0,86 5,45
K2H0 0,17 1,79 2,29 0,11 0,78 0,58
K2H1 0,58 0,11 8,6 0,15 0,93 2,98
K2H2 0,54 0,32 11,87 0,13 0,5 0,83
Rata-rata 0,43 0,74 7,59 0,13 0,74 1,46
Total 1,79 4,32 39,43 1,1 4,79 20,75
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H = Waktu
pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

Tabel 5. Menunjukan bahwa rata-rata Sedangkan rata-rata nilai keterediaan nitrat


nilai ketersedian nitrat tertinggi terdapat di terkecil terdapat di umur lahan sawah 27
umur lahan sawah 17 tahun pada kedalam tahun pada kedalaman tanah 15-30 cm yakni
tanah 15-30 cm yakni sebesar 7,59 ppm. sebesar 0,13 ppm.

U1K1 U2K1
Kadar nitrat (ppm)

6.0
3.0
Kadar nitrat (ppm)

2.5 5.0
4.0 y = -0,0777x + 4,3566
2.0
R² = 0,6651
1.5 3.0
1.0 y = -0,0134x + 2,5171 2.0
R² = 0,3749
0.5 1.0
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)
U1K2 U2K2

Kadar nitrat (ppm)


10.0 1.5
Kadar nitrat (ppm)

8.0
1.0
6.0
4.0 y = -0,0745x + 7,3395 0.5 y = -0,013x + 7,337
2.0 R² = 0,5553 R² = 0,2234
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

Gambar 3. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan nitrat pada perlakuan U1K1,
U1K2, U2K1 dan U2K2.
Hubungan antara nitrat dan waktu terlihat bahwa ketersediaan nitrat dengan
inkubasi untuk U1K1 pada grafik yang waktu inkubasi memperlihatkan hubungan
tertera pada Gambar 3. Dari gambar tersebut yang tinggi dengan nilai koefisien
2
terlihat bahwa ketersediaan nitrat dengan determinasi R = 0,66 menunjukan bahwa
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan ketersediaan nitrat 66 % dipengaruhi oleh
yang rendah dengan nilai koefisien waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan
determinasi R2 = 0,37 menunjukan bahwa yaitu Y = -0,074x + 7,337 yang berarti
ketersediaan nitrat 37 % dipengaruhi oleh koefisien regresi b1x = -0,074 ppm
waktu inkubasi dan sisanya sebesar 63 % menunjukan besarnya penurunan Y (nitrat)
dipengaruhi hal yang tidak diketahui. apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu
Persamaan yang didapatkan yaitu Y = - satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0
0,013x + 2,517 yang berarti koefisien ppm, maka Y = 7,337 ppm.
regresi b1x = -0,013 ppm menunjukan Hubungan antara nitrat dan waktu
besarnya penurunan Y (nitrat) apabila X inkubasi untuk U2K2 pada grafik yang
(waktu inkubasi) meningkat satu satuan tertera pada Gambar 3. Dari gambar tersebut
sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 ppm, terlihat bahwa ketersediaan nitrat dengan
maka Y = 2,517 ppm. waktu inkubasi memperlihatkan hubungan
Hubungan antara nitrat dan waktu yang sangat rendah dengan nilai koefisien
inkubasi untuk U1K2 pada grafik yang determinasi R2 = 0,22 menunjukan bahwa
tertera pada Gambar 3. Dari gambar tersebut ketersediaan nitrat 22 % dipengaruhi oleh
terlihat bahwa ketersediaan nitrat dengan waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yaitu Y = -0,013x + 7,337 yang berarti
yang rendah dengan nilai koefisien koefisien regresi b1x = -0,013 ppm
2
determinasi R = 0,55 menunjukan bahwa menunjukan besarnya penurunan Y (nitrat)
ketersediaan nitrat 55 % dipengaruhi oleh apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu
waktu inkubasi dan sisanya sebesar 45 % satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0
dipengaruhi hal yang tidak diketahui. ppm, maka Y = 7,337 ppm.
Persamaan yang didapatkan yaitu Y = - 3. P-Tersedia
0,074x + 7,337 yang berarti koefisien Hasil pengamatan rata-rata nilai
regresi b1x = -0,074 ppm menunjukan pengaruh serta korelasi waktu inkubasi dan
besarnya penurunan Y (nitrat) apabila X kedalaman tanah terhadap ketersediaan P-
(waktu inkubasi) meningkat satu satuan tersedia pada umur lahan sawah yang
sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 ppm, berbeda disajikan pada Tabel 6 dan Gambar
maka Y = 7,337 ppm. 4.
Hubungan antara nitrat dan waktu
inkubasi untuk U2K1 pada grafik yang
tertera pada Gambar 3. Dari gambar tersebut
Tabel 6. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah terhadap
ketersediaan P-tersedia (ppm) pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 0,4 0,7 0,93 0,4 1,16 1,04
K1H1 0,22 1,35 1,02 0,35 0,6 0,46
K1H2 0,16 0,63 1,53 0,43 0,54 0,66
Rata-rata 0,26 0,89 1,16 0,39 0,77 0,72
K2H0 0,24 0,67 0,61 0,47 0,6 0,54
K2H1 0,18 0,61 1,01 0,55 0,64 0,63
K2H2 0,23 0,59 1,01 0,41 0,67 0,71
Rata-rata 0,22 0,62 0,88 0,48 0,64 0,63
Total 1,42 4,55 6,1 2,61 4,21 4,04
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H = Waktu
pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).
Tabel 6. Menunjukan bahwa rata-rata Sedangkan rata-rata nilai keterediaan
nilai ketersedian P-tersedia tertinggi terdapat P-tersedia terkecil terdapat di umur lahan
di umur lahan sawah 17 tahun pada kedalam sawah 17 tahun pada kedalaman tanah 15-30
tanah 0-15 cm yakni sebesar 1,16 ppm. cm yakni sebesar 0,13 ppm.

U1K1 U2K1
Kadar P-tersedia (ppm)
Kadar P-tersedia (ppm)

1.0 0.6
0.8 0.5
0.6 0.4
y = 0.0017x + 0.7239 0.3
0.4 y = 0.0034x + 0.3628
R² = 0.2545 0.2
0.2 R² = 0.9797
0.1
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2 U2K2
Kadar P-tersedia (ppm)

Kadar P-tersedia (ppm)

0.6 0.6
0.6 0.6
0.6 0.6
0.6
0.6
0.5
y = 0.0005x + 0.5321 0.5 y = 0.001x + 0.551
0.5 R² = 0.6343
R² = 0.0955
0.5 0.5
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

Gambar 4. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan P-tersedia pada perlakuan
U1K1, U1K2, U2K1 dan U2K2.
Hubungan antara P-tersedia dan ketersediaan P-tersedia 25 % dipengaruhi
waktu inkubasi untuk U1K1 pada grafik oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 75
yang tertera pada Gambar 4. Dari gambar % dipengaruhi hal yang tidak diketahui.
tersebut terlihat bahwa P-tersedia dengan Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,001x
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan + 0,723 yang berarti koefisien regresi b1x =
yang rendah dengan nilai koefisien 0,001 ppm menunjukan besarnya penigkatan
2
determinasi R = 0,25 menunjukan bahwa Y (P-tersedia) apabila X (waktu inkubasi)
meningkat satu satuan sedangkan nilai yaitu Y = 0,003x + 0,362 yang berarti
intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 0,723 koefisien regresi b1x = 0,003 ppm
ppm. menunjukan besarnya penigkatan
Hubungan antara P-tersedia dan Y (P-tersedia) apabila X (waktu inkubasi)
waktu inkubasi untuk U1K2 pada grafik meningkat satu satuan sedangkan nilai
yang tertera pada Gambar 4. Dari gambar intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 0,362
tersebut terlihat bahwa P-tersedia dengan ppm.
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan Hubungan antara P-tersedia dan
yang tinggi dengan nilai koefisien waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik
determinasi R2 = 0,95 menunjukan bahwa yang tertera pada Gambar 4. Dari gambar
ketersediaan P-tersedia 95 % dipengaruhi tersebut terlihat bahwa P-tersedia dengan
oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 5 % waktu inkubasi memperlihatkan hubungan
dipengaruhi hal yang tidak diketahui. yang tinggi dengan nilai koefisien
Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,001x determinasi R2 = 0,63 menunjukan bahwa
+ 0,532 yang berarti koefisien regresi b1x = ketersediaan P-tersedia 63 % dipengaruhi
0,001 ppm menunjukan besarnya penigkatan oleh waktu. Persamaan yang didapatkan
Y (P-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) yaitu Y = 0,001x + 0,634 yang berarti
meningkat satu satuan sedangkan nilai koefisien regresi b1x = 0,001 ppm
intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 0,532 menunjukan besarnya penigkatan
ppm. Y (P-tersedia) apabila X (waktu inkubasi)
Hubungan antara P-tersedia dan meningkat satu satuan sedangkan nilai
waktu inkubasi untuk U2K1 pada grafik intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 0,634
yang tertera pada Gambar 4. Dari gambar ppm.
tersebut terlihat bahwa P-tersedia dengan 4. K-Tersedia
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan Hasil pengamatan rata-rata pengaruh
yang tinggi dengan nilai koefisien serta korelasi waktu inkubasi dan kedalaman
2
determinasi R = 0,97 menunjukan bahwa tanah terhadap ketersediaan K-tersedia pada
ketersediaan P-tersedia 97 % dipengaruhi umur lahan sawah yang berbeda disajikan
oleh waktu. Persamaan yang didapatkan pada Tabel 7 dan Gambar 5.
Tabel 7. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah terhadap
ketersediaan K-tersedia (mg/100g-1) pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur sawah tahun 2000 Umur sawah tahun 1900
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 1,04 2,19 2,27 2,72 2,14 2,4
K1H1 11,4 16,43 19,47 22,86 15,24 18,18
K1H2 14 18,06 21,06 25,01 16,17 19,11
Rata-rata 8,81 12,23 14,27 16,86 11,18 13,23
K2H0 2,1 1,62 3,3 3,3 2,03 2,27
K2H1 18,1 10,35 25,07 28,98 18,68 17,35
K2H2 20,8 13,3 19,93 31,36 18,35 17,67
Rata-rata 13,67 8,42 16,10 21,21 13,02 12,43
Total 67,41 61,95 91,1 73,49 114,23 72,61
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H = Waktu
pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

Tabel 7. Menunjukan bahwa rata-rata Sedangkan rata-rata nilai keterediaan K-


nilai ketersedian K-tersedia tertinggi terdapat tersedia terkecil terdapat di umur lahan
di umur lahan sawah 27 tahun pada kedalam sawah 17 tahun pada kedalaman tanah 15-30
tanah 0-15 cm yakni sebesar 16,8 mg/100g-1. cm yakni sebesar 8,42 mg/100g-1.
U1K1 U2K1

Kadar K-tersedia
25.0
Kadar K-tersedia

1.5

(mg/100g-1)
20.0
(mg/100g-1)

15.0 1.0
10.0
0.5
5.0 y = 0.2872x + 3.6296 y = -0.0029x + 1.0132
R² = 0.8319 0.0 R² = 0.5818
0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2 U2K2
25.0

Kadar K-tersedia
Kadar K-tersedia

20.0 2.5

(mg/100g-1)
(mg/100g-1)

2.0
15.0
1.5
10.0
1.0
5.0 y = 0.2828x + 4.7134 y = 0.0069x + 1.1882
R² = 0.7476 0.5 R² = 0.111
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

Gambar 5. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan K-tersedia pada
perlakuan U1K1, U1K2, U2K1 dan U2K2.
Hubungan antara K-tersedia dan intersep b0 bila X = 0 mg/100g-1, maka Y
waktu inkubasi untuk U1K1 pada grafik = 4,713 mg/100g-1.
yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar Hubungan antara K-tersedia dan
tersebut terlihat bahwa K-tersedia dengan waktu inkubasi untuk U2K1 pada grafik
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar
yang rendah dengan nilai koefisien tersebut terlihat bahwa K-tersedia dengan
2
determinasi R = 0,83 menunjukan bahwa waktu inkubasi memperlihatkan hubungan
ketersediaan K-tersedia 83 % dipengaruhi yang tinggi dengan nilai koefisien
2
oleh waktu inkubasi. Persamaan yang determinasi R = 0,58 menunjukan bahwa
didapatkan yaitu Y = 0,287x + 3,629 yang ketersediaan K-tersedia 58 % dipengaruhi
berarti koefisien regresi b1x = 0,287 oleh waktu inkubasi. Persamaan yang
mg/100g-1 menunjukan besarnya penigkatan didapatkan yaitu Y = -0,002x + 1,013 yang
Y (K-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) berarti koefisien regresi b1x = -0,002
meningkat satu satuan sedangkan nilai mg/100g-1 menunjukan besarnya penurunan
intersep b0 bila X = 0 mg/100g-1, maka Y Y (K-tersedia) apabila X (waktu inkubasi)
= 3,629 mg/100g-1. meningkat satu satuan sedangkan nilai
Hubungan antara K-tersedia dan intersep b0 bila X = 0 mg/100g-1, maka Y
waktu inkubasi untuk U1K2 pada grafik = 1,013 mg/100g-1.
yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar Hubungan antara K-tersedia dan
tersebut terlihat bahwa K-tersedia dengan waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar
yang tinggi dengan nilai koefisien tersebut terlihat bahwa K-tersedia dengan
determinasi R2 = 0,74. Persamaan yang waktu inkubasi memperlihatkan hubungan
didapatkan yaitu Y = 0,282x + 4,713 yang yang tinggi dengan nilai koefisien
2
berarti koefisien regresi b1x = 0,282 determinasi R = 0,11 menunjukan bahwa
mg/100g-1 menunjukan besarnya penigkatan ketersediaan K-tersedia 11 % dipengaruhi
Y (K-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) oleh waktu inkubasi. Persamaan yang
meningkat satu satuan sedangkan nilai didapatkan yaitu Y = 0,006x + 1,188 yang
berarti koefisien regresi b1x = 0,006 5. C-Organik
mg/100g-1 menunjukan besarnya penigkatan Hasil pengamatan rata-rata nilai
Y (K-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) pengaruh serta korelasi waktu inkubasi dan
meningkat satu satuan sedangkan nilai kedalaman tanah terhadap ketersediaan C-
intersep b0 bila X = 0 mg/100g-1, maka Y organik pada umur lahan sawah yang
= 1,188 mg/100g-1. berbeda disajikan pada Tabel 8 dan Gambar
6.
Tabel 8. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah terhadap
ketersediaan C-organik (%) pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 0,64 0,6 1,94 0,52 0,49 1,91
K1H1 0,88 0,78 2,42 0,61 0,59 1,84
K1H2 0,72 0,65 3,05 0,77 0,73 0,94
Rata-rata 0,75 0,68 2,47 0,63 0,60 1,56
K2H0 0,75 0,68 3,88 0,47 0,45 1,71
K2H1 0,42 0,4 2,28 0,54 0,53 4,93
K2H2 0,44 0,4 2,56 0,5 0,48 2,83
Rata-rata 0,54 0,49 2,91 0,50 0,49 3,16
Total 3,85 3,51 16,13 3,41 3,27 14,16
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H = Waktu
pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).
Tabel 7. Menunjukan bahwa rata-rata Sedangkan rata-rata nilai keterediaan C-
nilai ketersedian C-organik tertinggi terdapat organik terkecil terdapat di umur lahan
di umur lahan sawah 27 tahun pada kedalam sawah 17 tahun pada kedalaman tanah 15-30
tanah 15-30 cm yakni sebesar 3,16 %. cm yakni sebesar 0,49 mg/100g-1.

U1K1 U2K1
Kadar C-organik (%)

2.0
Kadar C-organik (%)

1.2
1.5 1.0
0.8
1.0
0.6 y = -0,0028x + 1,0123
y = 0,0074x + 1,0911
0.5 0.4 R² = 0,5557
R² = 0,9382
0.2
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2 U2K2
Kadar C-organik (%)

2.0
Kadar C-organik (%)

2.5
1.5 2.0
1.5
1.0
y = -0,0114x + 1,6308 1.0 y = 0,007x + 1,1856
0.5 R² = 0,6332 0.5 R² = 0,1203
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56

Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)


Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan c-organik pada perlakuan
U1K1, U1K2, U2K1 dan U2K2.
Hubungan antara c-organik dan tersebut terlihat bahwa c-organik dengan
waktu inkubasi untuk U1K1 pada grafik waktu inkubasi memperlihatkan hubungan
yang tertera pada Gambar 6. Dari gambar yang rendah dengan nilai koefisien
tersebut terlihat bahwa c-organik dengan determinasi R2 = 0,55 menunjukan bahwa
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan ketersediaan c-organik 55 % dipengaruhi
yang tinggi dengan nilai koefisien oleh waktu inkubasi. Persamaan yang
2
determinasi R = 0,93 menunjukan bahwa didapatkan yaitu Y = -0,002x + 1,012 yang
ketersediaan c-organik 93 % dipengaruhi berarti koefisien regresi b1x = 0,002 %
oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 7 % menunjukan besarnya penigkatan Y (c-
dipengaruhi hal yang tidak diketahui. organik) apabila X (waktu inkubasi)
Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,007x meningkat satu satuan sedangkan nilai
+ 1,091 yang berarti koefisien regresi b1x = intersep a bila X = 0 %, maka Y = 1,012 %.
0,007 % menunjukan besarnya penigkatan Y Hubungan antara c-organik dan
(c-organik) apabila X (waktu inkubasi) waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik
meningkat satu satuan sedangkan nilai yang tertera pada Gambar 6. Dari gambar
intersep b0 bila X = 0 %, maka Y = 1,091 %. tersebut terlihat bahwa c-organik dengan
Hubungan antara c-organik dan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan
waktu inkubasi untuk U1K2 pada grafik yang sangat rendah dengan nilai koefisien
yang tertera pada Gambar 6. Dari gambar determinasi R2 = 0,12 menunjukan bahwa
tersebut terlihat bahwa c-organik dengan ketersediaan c-organik 12 % dipengaruhi
waktu inkubasi memperlihatkan hubungan oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 88
yang agak tinggi dengan nilai koefisien % dipengaruhi hal yang tidak diketahui.
determinasi R2 = 0,63 menunjukan bahwa Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,007x
ketersediaan c-organik 63 % dipengaruhi + 1,185 yang berarti koefisien regresi b1x =
oleh waktu. Persamaan yang didapatkan 0,007 % menunjukan besarnya penigkatan
yaitu Y = -0,011x + 1,630 yang berarti Y (c-organik) apabila X (waktu inkubasi)
koefisien regresi b1x = -0,011 % meningkat satu satuan sedangkan nilai
menunjukan besarnya penurunan nilai Y (c- intersep b0 bila X = 0 %, maka Y = 1,185 %.
organik) apabila X (waktu inkubasi) 6. pH H2O
meningkat satu satuan sedangkan nilai Hasil pengamatan rata-rata nilai serta
intersep b0 bila X = 0 %, maka Y = 1,630 %. grafik batang pH H2O terhadap waktu
Hubungan antara c-organik dan inkubasi dan kedalaman tanah pada umur
waktu inkubasi perlakuan U2K1 pada grafik lahan sawah yang berbeda disajikan pada
yang tertera pada Gambar 6. Dari gambar Tabel 9 dan Gambar 7.
Tabel 9. Hasil pengamatan rata-rata nilai pH H2O terhadap waktu inkubasi dan kedalaman tanah pada umur
lahan sawah yang berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 5,65 5,25 5,63 5,65 4,85 5,53
K1H1 5,72 5,35 5,19 5,61 4,75 5,98
K1H2 5,58 5,47 5,2 5,64 4,81 5,07
K2H0 5,24 5,46 5,01 5,76 4,91 5,24
K2H1 5,25 5,87 5,05 5,51 4,79 5,27
K2H2 5,15 5,96 5,02 5,58 4,73 5,26
Total 32,59 33,36 31,1 33,75 28,84 32,35
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H = Waktu
pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).
5.51 5.45
5.42 5.42 5.39 5.38
5.34
5.3
5.24
Nilai pH H2O

5.17 5.19 5.19

Perlakuan

Gambar 7. Grafik rerata nilai pH H2O terhadap kedalaman tanah dan waktu inkubasi pada umur lahan
sawah berbeda.
7. pH KCL inkubasi dan kedalaman tanah pada umur
Hasil pengamatan rata-rata nilai serta lahan sawah yang berbeda disajikan pada
grafik batang pH KCL terhadap waktu Tabel 10 dan Gambar 8.
Tabel 10. Hasil pengamatan rerata nilai pH KCL terhadap waktu inkubasi dan kedalaman
tanah pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur sawah tahun 2000 Umur sawah tahun 1900
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 4,39 5,03 5,53 4,32 5,24 5,44
K1H1 4,41 5,09 5,47 4,32 5,31 5,32
K1H2 4,53 5,92 5,45 4,41 5,36 5,32
K2H0 4,19 5,17 5,45 4,21 5,06 5,18
K2H1 4,21 5,63 5,27 4,23 5,11 5,14
K2H2 4,35 5,65 5,18 4,29 5,14 5,27
Total 26,08 32,49 32,35 25,78 31,22 31,67
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H = Waktu
pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).
5.3

5.0 5.1 5.0 5.0


5.0 5.0 5.0
Nilai pH KCL

4.9 4.9
4.8 4.8

Perlakuan
Gambar 8. Grafik rerata nilai pH KCL terhadap kedalaman tanah dan waktu inkubasi pada umur
lahan sawah berbeda
8. Tekstur
Hasil pengamatan fraksi pasir (%), fraksi debu (%) dan fraksi liat (%) serta kelas Tekstur Tanah pada umur lahan sawah berbeda
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil pengamatan fraksi pasir (%), fraksi debu (%) dan fraksi liat (%) serta kelas Tekstur Tanah pada umur lahan sawah berbeda
Kecamatan Uepai Kecamatan Lambuya Kecamatan Abuki
Perlakuan Presentasi Fraksi (%) Kelas Tekstur Presentasi Fraksi (%) Kelas Tekstur Presentasi Fraksi (%) Kelas Tekstur
Pasir Debu Liat Pasir Debu Liat Pasir Debu Liat
U1K1H0 5,24 88,55 6,21 Debu 0,94 86,10 12,96 Lempung berdebu 3,16 87,85 9,00 Debu
U1K1H1 4,98 83,07 11,96 Debu 2,41 69,61 27,98 Lempung liat berdebu 4,53 83,21 12,26 Lempung Berdebu
U1K1H2 3,13 86,70 10,17 Debu 1,24 78,62 20,14 Lempung berdebu 0,64 97,26 2,10 Debu
U1K2H0 2,80 86,74 10,46 Debu 2,44 90,19 7,37 Debu 2,24 89,37 8,39 Debu
U1K2H1 4,15 86,14 9,71 Debu 2,13 90,55 7,32 Debu 2,47 89,32 8,21 Debu
U1K2H2 2,85 44,63 52,52 Liat Berdebu 2,11 90,73 7,16 Debu 3,25 81,79 14,96 Lempung Berdebu
U2K1H0 3,47 85,16 11,37 Lempung Berdebu 4,59 90,46 4,95 Debu 10,61 82,59 6,81 Debu
U2K1H1 2,07 87,31 10,62 Debu 6,19 86,27 7,55 Debu 11,62 88,34 0,04 Debu
U2K1H2 4,71 87,52 7,77 Debu 3,17 90,93 5,91 Debu 9,71 83,97 6,31 Debu
U2K2H0 1,39 90,05 8,57 Debu 3,39 80,46 16,15 Lempung berdebu 10,33 83,84 5,82 Debu
U2K2H1 0,70 90,73 8,57 Debu 7,18 86,13 6,68 Debu 9,65 82,67 7,68 Debu
U2K2H2 1,22 87,01 11,76 Lempung Berdebu 5,74 84,51 9,75 Debu 12,01 78,27 9,71 Debu
Keterangan: U = Umur lahan sawah (U1 = 17 tahun dan U2 = 27 tahun) K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H = Waktu
pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).
C. Pembahasan penggunaan pupuk organik berupa pupuk
kandang dan pembenaman atau
Menurut upaya peningkatan produksi pengembalian kembali jerami padi kedalam
pertanian utamanya padi masih dan akan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
tetap merupakan kebutuhan bagi bangsa ini Sutanto (2005) bahwa membenamkan jerami
mengingat semakin meningkatnya kebutuhan dalamtanah merupakan cara paling mudah
pangan beras sejalan dengan meningkatnya meningkatkan hara, N, P dan K.
penduduk dan kualitas hidup masyarakat. Rendahnya kandungan hara terutama
Namun pengalaman selama lebih dari 30 nitrogen pada lahan sawah lokasi penelitian
tahun pembangunan pertanian khususnya terjadi karena diserap oleh tanaman,
pertanian padi sawah menunjukkan bahwa menguap atau tercuci, seperti yang
peningkatan produktivitas padi sawah dinyatakan oleh Muklis et al. (2003) bahwa
khususnya selama lebih dari sepuluh (10) ketidak tersediaan nitrogen dari dalam tanah
tahun terakhir ini (1990-2000) tidak lagi dapat diakibatkan melalui proses pencucian
menunjukkan peningkatan yang berarti NO3-, denitrifikasi NO3- menjadi N2O,
bahkan dapat dikatakan cenderung zero volatilisasi NH4+ menjadi NH3-, terfiksasi
growth (Lopulisa dan Husni, 2008). oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh
Menurut Lopulisa (1995) fenomena ini dapat mikroorganisme tanah.
diakibatkan oleh sejumlah faktor antara lain: Berdasarkan hasil uji korelasi antara
(1) teknologi tanah yang digunakan saat ini waktu inkubasi dengan umur lahan dan
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kedalaman tanah terhadap ketersediaan
dinamis tanah, hal ini dapat dilihat dari Nitrogen (N), amonium (NH4+) rata-rata
semakin rendahnya respon dari memperlihatkan hubungan yang sangat erat
input/teknologi yang diberikan dibanding dengan nilai koefisien determinasi tertinggi
respon yang diperoleh sebelumnya (1969 - R2 0,993 artinya ketersediaan NH4+ 99,3 %
1979), (2) teknologi, khususnya rekomendasi dipengaruhi oleh waktu inkubasi sedangkan
pemupukan yang diterapkan umumnya N-nitrat (NO3-) rata-rata memperlihatkan
masih bersifat umum atau tidak spesifik keeratan hubungan yang kecil dimana nilai
lokasi, dan (3) rendahnya tingkat penerapan koefisien tertingginya adalah sebesar 0,555
teknologi petani akibat rendahnya artinya ketersediaan nitrat hanya 55,5 %
penguasaan teknologi dan terbatasnya dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan sisanya
sarana/prasarana dan kelembagaan pertanian dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak
yang ada. diketahui.
Tanah sebagai media tumbuh bagi Berdasarkan hasil uji korelasi
tanaman dan termasuk aspek penting dalam peningkatan kandungan ketersediaan
budidaya pertanian. Budidaya pertanian amonium tertinggi ada pada perlakuan U1K1
merupakan suatu upaya yang sangat yaitu terjadi peningkatan sebesar 0.030 ppm
tergantung pada kondisi dan keadaan spesifik apabila waktu inkubasi bertambah satu
dari bumi. Semua jenis tanaman yang hidup satuan. Hal dikarenakan umur lahan bukaan
di muka bumi pasti memerlukan unsur hara baru lebih tinggi kandungan haranya
agar tumbuh dengan baik khususnya unsur dibadingkan umur lahan bukaan lama serta
hara makro (Straaten, 2002). kandungan hara lebih banyak terdapat pada
Berdasarkan hasil penelitian tanah lapisan atas yakni pada kedalaman 0-
Kandungan Unsur Hara Makro (N, P dan K), 15 atau tanah topsoil sehingga
yang rendah pada beberapa sampel tanah mempengaruhi ketersediaan hara dalam
sawah diduga diakibatkan oleh pola tanam tanah termaksud amonium. Menurut Hidayat
yang monokultur, pH tanah yang masam, et al. (2007) topsoil merupakan tanah yang
penggunaan pupuk anorganik yang mengandung unsur hara yang tinggi,
berlebihan, serta tidak ada penambahan berwarna gelap dan subur karena memiliki
bahan organik kedalam tanah seperti kandungan bahan orgonik yang tinggi
sebaliknya pada tanah lapisan subsoil atau tanah jauh lebih rendah dibandingkan dengan
lapisan tanah bawah yang memiliki ketersediaan hara lain. Hal ini disebabkan
kandungan bahan organik yang rendah. oleh pH tanah yang masam pada lokasi
Keeratan hubungan antara ketersediaan penelitian. Tisdale et al. (1990)
amonium dan waktu inkubasi juga mengemukakan bahwa ion P dalam tanah di
diindikasi dengan laju peningkatan jumlah temukan dalam 2 bentuk yakni H2PO4- atau
amonium seiring dengan bertambahnya HPO-2 dan kedaanya sangat tergantung pada
waktu inkubasi (hari). Hal ini disebabkan kondisi pH tanah. Kedua bentuk inilah yang
karena tanah sawah yang tergenang, tersedia bagi tanaman dimana pada pH tanah
sehingga nitrogen akan tersedia dalam masam, bereaksi dengan Al dan Fe
bentuk amonium seperti yang dinyatakan membentuk mineral varisit (AlPO4.2H2O).
oleh Tan (1982). Menurut Havlin et al. (1999) Rataan K-tersedia pada tanah dengan
di dalam tanah, bentuk NH4+ lebih stabil umur lahan sawah berbeda berkriteria sangat
dibandingkan bentuk NO3- karena kation rendah hinga tinggi. Hal ini menunjukan
tersebut dapat dijerap atau diikat oleh bahwa umur lahan sawah berbeda tidak
permukaan koloid tanah yang bermuatan berpengaruh terhadap ketersediaan K-
negatif. tersedia. dari data tanah yang diperoleh
Nitrat dan waktu inkubasi setelah terlihat bahwa kedalaman tanah sawah
dilakukan uji korelasi menunjukan hasil, berbeda terus mengalami peningkatan pada
dimana semakin bertambah waktu inkubasi kedalaman 0-15 cm ke 15-30 cm walaupun
maka akan semakin tinggi terjadi penurunan masih dalam kategori yang sama. Hal
jumlah ketersediaan nitrogen dalam bentuk tersebut tidak sejalan dengan penelitian
nitrat. Penurunan ketersediaan nitrat tertinggi Islam dan Weil (2000) yang menyatatakan
ada pada perlakuan U2K1 yakni berkurang bahwa kalium merupakan sifat tanah yang
sebesar 0.077 ppm setiap bertambah satu mudah berubah akibat pengolahan. Hal ini
satuan waktu inkubasi. Hal ini menunjukan dapat dikarenakan oleh tingginya keperluan
bahwa NO3-tidak stabil pada tanah sawah tanaman perkebunan akan kalium yang
atau tergenang, dimana sering terjadi berguna dalam mengkokohkan tubuh
tranformasi NO3- menjadi NH4+ yaitu proses tanaman itu sendiri, selain itu hal tersebut
amonifikasi. Selain itu nitrat juga akan diduga akibat perbedaan bahan induk pada
mengalami denitrifikasi dan menghasilkan derah tersebut yang sulit mudah melapuk
gas N2O yang dilepaskan ke udara sehingga kandungan kalium tukar tanah pada
(Kartikawati dan Nursyamsi, 2013). areal tersebut tinggi.
Ketersediaan hara nitrogen juga Dalam penilaian kriteria kualitas tanah
mempengaruhi unsur hara makro lainnya berdasarkan kandungan C-Organik tanah yang
seperti Fosfor (P) dan Kalium (K). Di disajikan pada lampiran 3. sampel tanah sawah
sesuaikan dengan hasil penelitian dimana memiliki niali C-Organik yang menunjukkan
waktu inkubasi selain meningkatkan bahwa tanah tergolong dalam kriteria sangat
ketersediaan hara nitrogen dalam bentuk rendah, artinya tanah tersebut tidak sehat (pada
NH4+ juga meningkatkan ketersediaan unsur sampel yang berasal dari Kecamatan Uepai dan
hara P dan K dalam bentuk tersedia. Hal Kecamatan Lambuya), dan kriteria rendah
dikarenakan dimana peningkatan artinya tanah tersebut kurang sehat (sampel
ketersediaan nitrogen akan memicu tanah pada kecamatan uepai), Sebagaimana
kehadiran hara lain seperti P dan K. yang diungkapkan Irundu (2008) bahwa dalam
Menurut Horner (2008) Nitrogen penilaian kualitas tanah, tanah yang memiliki
merupakan penyusun utama enzim nlai C-Organik yang rendah (yaitu berkisar
phosphatase yang terlibat dalam proses antara 0,1 - 1,0 %) merupakan tanah dengan
mineralisasi P-tersedia didalam tanah. kriteria tidak sehat, tanah yang memiliki nilai
C-Organik yang sedang (yaitu berkisar antara
Namun demikian sesuai dengan hasil
1,01 -2,0 %) merupakan tanah dengan kriteria
penelitian ketersediaan P-tersedia di dalam
kurang sehat. Hal ini didukung hasil analisis
C-organik dari delapan provinsi di Indonesia. ketersediaan hara makro pada umur lahan
Lahan sawah di Indonesia terlihat mempunyai sawah berbeda berpengaruh terhadap
kadar C-organik yang relatif rendah, dari 1.548 ketersediaan nitrogen dalam bentuk
contoh tanah lahan sawah, 17% berkadar C- amonium menunjukan peningkatan
organik <1%, 28% berkadar C-organik antara jumlah ketersediaan tertinggi yaitu
1-1,5%, dan 20% berkadar C-organik antara sebesar 0,030 ppm. Sebaliknya dalam
1,5-2% (Kasno et al., 2003). bentuk nitrat menunjukan penurunan
Kemasaman tanah yang diperoleh jumlah ketersediaan tertinggi yaitu
termasuk dalam kriteria masam. Hal ini sebesar 0,077 ppm setiap bertambah satu
menunjukan bahwa kemasaman tanah tidak satuan waktu inkubasi, serta berpengaruh
mengalami perubahan akibat adanya alih
juga terhadap ketersediaan tertinggi P-
fungsi lahan. Namun pada tabel 10 dapat
tersedia dan K-tersedia secara berturut
dilihat bahwa kemasaman tanah akibat umur
menunjukan peningkatan jumlah
lahan sawah berbeda ada meningkat pada umur
lahan sawah tahun. Hal ini terjadi karena ketersediannya yaitu sebesar 0,003 ppm
adanya faktor penggenangan. Semakin dan 0,287 mg/100g-1 setiap bertambah
tergenang suatu lahan maka kemasaman tanah satu satuan waktu inkubasi (hari).
semakin menuju netral atau dalam kisaran 6.6- B. Saran
7.5. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prasetyo
et al. (2004) bahwa penggenangan pada tanah Berdasarkan hasil penelitian yang
mineral masam mengakibatkan nilai pH tanah menunjukan bahwa ketersediaan unsur hara
meningkat dan pada tanah basa akan makro dipengaruhi waktu inkubasi. Maka
mengakibatkan nilai pH menurun mendekati dari disarankan untuk peneliti selanjutkan
netral. agar menambah jangka pengamatan waktu
pH tanah yang masam pada lokasi inkubasi pada umur lahan sawah berbeda
penelitian ikut mempengaruhi ketersediaan agar didapatkan hasil yang lebih akurat.
hara yang rendah pada lokasi penelitian. Hal
ini disebabkan organisme dekomposer DAFTAR PUSTAKA
berkembang baik pada pH netral. Sehingga, Abidin, Z., Samrin dan D. Raharjo, 2016.
penurunan pH tanah atau pH tanah masam Efektifitas pengunaan teknologi
dapat menghambat proses dekomposisi pengelolaan hara spesifik lokasi pada
bahan organik dan pada hara N proses tanaman padi di lahan sawah irigasi
mineralisasi amoniom dan nitrifikasi juga sulawesi tenggara. Jurnal Agriplus, 2
akan terhambat. Tekstur tanah secara tidak (2): 12-23.
langsung juga berkontribusi dalam
mempengaruhi ketersediaan hara. Dimana, Adiningsih, S., 2004. Dinamika hara dalam
hasil pengamatan tekstur tanah pada lokasi tanah dan mekanisme serapan hara
penelitian didominasi oleh fraksi debu dalam kaitannya dengan sifat-sifat
sehingga kebanyakan terbentuk kelas tekstur tanah dan aplikasi pupuk. LPI dan
debu. APPI, Jakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN
Agus, J.S. dan F. Yustina, 2004. Petunjuk
A. Kesimpulan penggunaan perangkat uji tanah sawah
1. Waktu inkubasi dan kedalaman tanah (Paddy Soil Test Kit) versi 1.0. Balai
berpengaruh terhadap ketersediaan hara Besar Penelitian dan Pengembangan
makro pada umur lahan sawah yang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan
berbeda yakni hara maro nitrogen baik Penelitian dan Pengembangan
dalam bentuk amonium dan nitrat serta P- Pertanian, Departemen Pertanian.
tersedia dan K-tersedia.
2. Korelasi atau hubungan antara waktu Alam, S., B.H. Sumarminto dan S.A. Siradz,
inkubasi dan kedalaman tanah terhadap 2012. Karakteristik kesuburan tanah
pada kondisi iklim berbeda di Sulawesi Pustaka Statistik Provinsi Sulawesi
Tenggara. Jurnal Agriplus, 22 (1) 72- Tenggara, Kendari.
84.
BPS Sulawesi Tenggara, 2016. Sulawesi
Armiadi, 2009. Penambatan nitrogen secara tenggara dalam angka 2015. Balai
biologis pada tanaman leguminosa. Pustaka Statistik Provinsi Sulawesi
Balai Penelitian Ternak,1(9): 23-29. Tenggara, Kendari.

Arsyad, A.R., Y. Farni dan Ermadani, 2011. BPS Sulawesi Tenggara, 2016. Sulawesi
Aplikasi pupuk hijau (Calopogonium tenggara dalam angka 2016. Balai
mucunoides dan Pueraria javanica) Pustaka Statistik Provinsi Sulawesi
terhadap air tanah tersedia dan hasil Tenggara, Kendari.
kedelai. Jurnal Hidrolitan, 1(2): 31-39.
Bredi, N.C. and R.R. Weil, 2002. The Nature
Barber, S.A., 1984. Soil nutrient and properties of Soil. 13 Edition,
bioavailability. Wiley Interscience Upper Saddle River, New Jersey, USA.
Publication, United States of America.
Buresh, M.F., S.F. White, Elahi, N. Sultana,
Barker, A.V., D.J. Pilbeam, 2017. Hand M.H.K., Choudhury, Q.K. Alam, J.A.
book of plant nutrition. CRC press. Rother and J.L. Gaunt, 2008. The
New York. efficiency of nitrogen fertilizer for rice
in Bangladeshi farmers’ field. Crop
Barton, W.R. and J.S. Atwer, 2002. Winter Res, 9(3): 94-107.
soil temperatur (2-15 oC) effect on
nitrogen transformations in clover Damanik, M.M.B., B. Efendi, Fauzi,
green manure amandend and Sarifudin, H. Hanum, 2010. Kesuburan
unamandend soils: a laboratory and tanah dan pemupukan. Fakultas
field study. Biochem, 3(4): 1401-1415. Pertaniiann. Universitas Sumatra Utara
Press, Medan.
Barus, J. dan Andarias, 2007. Status hara
fosfor dan kalium lahan sawah Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan, Fauzi,
Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal Sarifuddin dan H. Hanum, 2010.
Tanah dan Lingkungan, 9(1): 16-19. Kesuburan Tanah dan Pemupukan.
USU Press, Medan.
Benbi, D.K. and J. Richter, 2002. A critical
review of some approaches to Dobbelaere, S., J. Vanderleyden and
modelling nitrogen mineralization. Y.Okon, 2003. Plant growth-promoting
Biol Fertil Soils, 3(5): 168-183. effects of diazotrophs in the
rhizosphere. Critical Reviews in Plant
Bolbol, H., M.K. Eghbal, H. Torabi and N. Sciences, 22(2): 107-149.
Davatgar, 2003. Fertility capability
classification of paddy soils in Dordas, C., 2009. Role of nutrients in
comparison with the soil taxonomy controlling plant diseases in
inguilan province, iran. International sustainable agriculture: a review. p.
Journal of Agriculture, Research and 443- 460. In: E. Lichtfouse et al. (eds.).
Review, 3(4): 873-880. Sustainable
Agriculture.
BPS Sulawesi Tenggara, 2015. Sulawesi
tenggara dalam angka 2014. Balai Endrizal, B. dan Julistia, 2004. Efisiensi
penggunaan pupuk nitrogen dengan
penggunaan pupuk organik pada Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale and
tanaman padi sawah. Jurnal PPTP, W.L. Nelson, 1999. Soil Fertility and
7(2): 118-124. Fertilizers. An Introduction to Nutrient
Management. 6th Ed. Prentice Hall,
Erpan, P.N., 2002. Pengaruh residu kalium Upper Saddle River, New Jersey. Pp.
terhadap efisiensi pemupukan kalium 497.
pada tanaman padi sawah (Oroza
sativa L.). Skripsi jurusan ilmu tanah, Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale and
Fakultas Pertanian, Universitas W.L. Nelson, 2005. Soil Fertility and
Sumatra Utara, Medan. Fertilizers. An introduction to nutrient
Farni, Y., H. Junedi dan Marwoto, 2010. management. Seventh Edition. Pearson
Studi beberapa sifat fisika tanah pada Education Inc, Upper Saddle River,
beberapa umur persawahan di New Jersey.
kecamatan pemayung. Jurnal Seri
Sains, 60(12): 13-18. Hermana and Assomadi, 2010. Atmosfer
Sains dan Fenomena. Journal of
Hadas, A., L. Kautsky, M. Goek and E.E. Biological, Food, Veterinary and
Kara, 2004. Rates of decomposition of Agricultural Engineering, 1(8): 7-15.
plant residues and available nitrogen in
soil, related to residue compositio n Hidayat, T.C., G. Simangsunsong, I.E.
through simulation of carbon and Listiadan Y. Harahap, 2007.
nitrogen turnover. Soil Biology and Pemanfaatan berbagai limbah
Biochemistry, 3(6): 255-266. pertanian untuk pembenah media
Hao, X., F. Godilinski and C. Chang, 2008. tanam bibit kelapa sawit. Jurnal
Distribution of phosporus form in soil Penelitian Kelapa Sawit, 15(2): 185-
following long. term continous and 193.
discontinous cattle menure
application. Soil Science Society of Homer, E.R., 2008. The effect of nitrogen
America journal, 72 (1): 90-97. application timingon plant available
Hardjowigeno, S. dan M.L. Rayes, 2005. phosphorus. Thesis, Graduate School
Tanah Sawah. Bayu Media Publishing, of The Ohio State University, USA.
Malang.
Islam, K.R. dan Weil, 2000. Soil Quanty
Hardjowigeno, S., H. Subagyo dan M. L. indicator properties in mid-atlantis soil
Rayes, 2004. Morfologi dan klasifikasi as inflened by consecvation
tanah. Dalam tanah sawah dan management. Journal Soil and Watter
teknologi pengelolaannya. Pusat Cous, 55 (1): 69-78.
Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat, Badan Litbang Islam, S., 2005. Peningkatan efisiensi pupuk
Pertanian. nitrogen pada Padi sawah dengan
Metode Bagan warna daun. Jurnal
Hartono dan O. Jumadi, 2014. Seleksi dan Litbang Pertan, 22(4): 156-161.
karakterisasi bakteri penambat nitrogen
non simbiotik pengekskresi amonium Kartikawati, R. dan D. Nursyamsi, 2013.
pada tanah pertanaman jagung (Zea Pengaruh pengairan, pemupukan dan
mays L.) dan padi (Oryza sativa L. ) penghambat nitrifikasi terhada pemisi
asal Kabupaten Barru, Sulawesi gas rumah kaca di lahan sawah tanah
Selatan, Indonesia. Jurnal Sainsmat, mineral. Ecolab, 7( 2): 49-108.
(3): 143-153.
Kasno, A., D. Setyorini dan Nurjaya 2003.
Status C-organik lahan sawah di Prasad, R. and J.F. Power, 2007. Soil fertility
indonesia. jurnal Ilmu Pertanian, 12 management for sustainable
(2): 209-221. agriculture. New York, USA, Lewis
Publishers. 356 pp.
Lantoi, 2016. Identifikasi kualitas tanah
sawah beberapa lokasi di lembah palu Prasetyo, H.P., J.S. Adiningsih, K.
dengan metode skoring lowery. jurnal Subagyono dan R. D.M.
Agroland, 23 (3): 243-250. Simanungkalit, 2004. Mineralogi,
kimia, fisika dan biologi lahan sawah.
Lopulisa, L. dan H. Husni, 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Karakteristik lahan sawah dan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang
budidaya padi di Kabupaten Gowa, Pertanian.
Media Libang.
Rajaee, Y.H., Y.L. Zhang, L.Y. Ye., X.R.
Makarim, A.K., E. Suhartatik dan A. Fan, G.H. Xu and Q.R. Shen, 2007.
Kartohardjono, 2007. Silikon sebagai Responses of rice cultivars with
hara penting pada sistem produksi different nitrogen use efficiency to
padi. Iptek Tanaman Pangan, 2(2): partial nitrate nutrition. Ann Bot, 9(9):
195-204. 1153-1160.

Mengel, K. and E. A. Kirkby, 2001. Ridvan, 2009. Pengertian dan sifat kimia
Principles of plant nutrition. tanah. Yogyakarta, UGM PRESS.
Netherlands, Kluwer Academic
Publishens, 849p. Rosmana dan, M.P.Yuwono, 2012. Kajian
Mukhlis, Sariffudin dan H. Hanum, 2011. penggunaan jerami dan pupuk N, P,
Kimia tanah teori dan aplikasi. dan K pada lahan sawah irigasi. Jurnal
Universitas Sumatera Utara Press, Ilmu Tanah dan Lingkungan, 4(1): 15-
Medan. 24.

Nurmegawati, W., E. Makruf, D. Sugandi Rosmiati, A. dan N.W. Yuwono, 2002. Ilmu
dan T. Rahman, 2007. Tingkat kesuburan tanah. Kanisius,
kesuburan dan rekomendasi Yogyakarta.
pemupukan N, P, dan K tanah sawah
Kabupaten Bengkulu selatan. Balai Sahid, M., M. Cholid dan T. Yulianti, 2000.
Pengkajian Teknologi Pertanian, Pengaruh cara tanam kedelai dan dosis
Bengkulu. nitrogen pada tanaman kapas terhadap
perkembangan hama dan hasil kapas.
Peng, S., R.J. Buresh, J. Huang, X. Zhong, Jurnal Penelitian Tanaman Industri,
Y. Zou, J. Yang, G. Wang, Y. Liu, R. 5(4): 128-134.
Hu, Q. Tang, K. Cui, F. Zhang and A.
Dobermann, 2010. Improving nitrogen Salisburry, F.B. dan C.W. Ross, 2000.
fertilization in rice by site-specific N Fisiologi Tumbuhan. penerjemah:
management. Agron Sustain Dev, Lukman, D.R. dan Sumaryono. Institut
(30): 649-656. Teknologi Bandung, Bandung.

Petty and W. Grant, 2008. A first course in Selian, A.R.K., 2008. Analisis kadar unsur
atmospheric thermodynamics. 1st. hara kalium (K) dari tanah perkebunan
Madison, WisconsinSundog Publisher, kelapa sawit secara spektrofotomrtri
Journal of Climate, (18): 864-875. serapan atom (SSA). USU Repository.
Senoaji, A.A. dan Praptana, 2013. Suharno, S., A. Imam dan A. Amzeri, 2005.
Pertumbuhan dan efisiensi penggunaan Evaluasi kesesuaian lahan untuk
nitrogen pada padi (Oryza sativa L.) tanaman pangan di Desa Bilaporah,
dengan pemberian pupuk urea yang Bangkalan. Agrovigor, 2(2): 110-117.
berbeda. Jurnal Anatomi dan Fisiologi,
10(2): 1-14. Suharno, S., Mawardi, I. Setiabudi, N. Lunga
dan S. Tjitrosemito, 2007. Efisiensi
Simamora, J.A., A. Rauf, P. Marpuang dan penggunaan nitrogen pada tipe
Jamila, 2015. perubahan sifat kimia vegetasi yang berbeda di stasiun.
tanah sawah akibat pemberian bahan Agrovigor, 3(2): 106-110.
organik pada pertanaman semangka
(Citrulcus lanatus). Jurnal Sulaeman, D., 2006. Pengomposan sebagai
Agroekoteknologi, 4(4): 2196-2201. salah satu alternatif pengolahan
sampah organik. Artikel, Departemen
Simms, E.L. and D.L. Taylor, 2002. Partner Pertanian.
choice in nitrogen-fixation mutualisms
of legumes and rhizobia. Integ Comp Suleman, D., Suaib dan S. Alam, 2014.
Biol, 1(42): 369-380. Kesuburan tanah tropika basah dan
teknologi pemupukan. Unhalu Pres,
Singh, R., S. Chaurusia., A.D. Gupta., A. Kendari.
Mishra and P. Soni, 2014. Comperative
Study of transpiration rate in Sutanto, R., 2015. Dasar-dasar ilmu tanah.
Mangifera indica and Psidium guajawa Kanisuis. Yogyakarta.
Afflet by lantana camara aqurous Tisdale, S.M. and F. Nelson, 2004. A review
extract. Journal of Enviromental on predicting outbreak of tungro
Scence and Enginering and disease in rice fields based on
Tachnology, 3(3): 1228-1234. epidemiological and biophysical
factors. Int. J. of Innovation,
Siradz, 2006. Dinamika hara dalam tanah Management and Technology, 4(4):
dan mekanisme serapan hara dalam 447-450.
kaitannya dengan sifat-sifat tanah dan
aplikasi pupuk. LPI dan APPI, Jakarta. Tufaila, M. dan S. Alam, 2014. Karakteristik
tanah dan evaluasi lahan untuk
Soplanit, R. dan S. Nukuhaly, 2002. pengembangan tanaman padi sawah di
Pengaruh penggelolaan hara NPK Kecamatan Oheo Kabupaten
terhadap Konawe Utara. Jurnal Agriplus, 24(1):
ketersediaan N dan hasil tanaman padi 1-11.
sawah (Oryza sativa L.) di Desa Waelo
Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru. Yamani, A., 2010. Analisis kadar hara makro
Jurnal Ilmu Budidaya Tanaman, 1(1): dalam tanah pada tanaman agroforestri
34-42. di desa tambun raya kalimantan
tengah. Jurnal Hutan Tropis Volume,
Sugiyanta, F., M.A. Rumawas, W.Q. Chozin, 11(30): 37-46.
Mugnisyah dan M. Ghulamahdi, 2008.
Studi serapan hara N, P, K dan potensi Yulipriyanto H., 2010. Biologi Tanah dan
hasil lima varietas padi sawah (Oryza Strategi Pengelolaan. Graha Ilmu,
sativa L.) pada pemupukan anorganik Yogyakarta.
dan organik. Bul Agron, 36(3): 196-
203.

S-ar putea să vă placă și