Sunteți pe pagina 1din 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/259295096

Studi karakteristik gerakan dan operabilitas anjungan pengeboran semi-


submersible dengan kolom tegak dan ponton berpenampang persegi empat

Conference Paper · December 2013

CITATIONS READS

0 1,040

3 authors, including:

Ardhana Wicaksono Eko Budi Djatmiko


Osaka University Institut Teknologi Sepuluh Nopember
4 PUBLICATIONS   1 CITATION    60 PUBLICATIONS   67 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Sustainable Island Development Initiatives (SIDI) View project

Wind tunnel flutter test of half wing N219 aircraft model View project

All content following this page was uploaded by Eko Budi Djatmiko on 15 December 2013.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


STUDI KARAKTERISTIK GERAKAN DAN OPERABILITAS ANJUNGAN PENGEBORAN
SEMI-SUBMERSIBLE DENGAN KOLOM TEGAK DAN PONTON BERPENAMPANG
PERSEGI EMPAT
1 1 1
Ardhana WICAKSONO* , Eko Budi DJATMIKO dan Mas MURTEDJO
1
Jurusan Teknik Kelautan ITS, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS-Surabaya.
*E-mail: ardhanawicaksono@gmail.com

Abstract

Operability of ocean structure is the amount of time at sea in which the structure is still capable to be operated in
accordance with the specified criteria and its relation to the wave height where the criteria is exceeded. In the current
research evaluation has been performed on the operability of three semi-submersible design variations configured with
rectangular section of columns and pontoons, having 24,144 ton displacement and operated at Natuna Sea. Two variations
is configured with two columns per pontoon, designated as DUOVAR-A dan DUOVAR-B, whereas the third variation is
configured with three columns per pontoon, named TRIVAR. Computations of the motion intensities of those three semi-
submersible in regular waves have been performed by running a mathematical model based on 3-dimension diffraction
theory. Results of these computations were then combined with a wave spectra to obtain the motion characteristics in
random waves where those semi-submersibles are operated. According to this evaluation, it is indicated that the DOUVAR-
B seems to have the lowest motions. Motion characteristics of the three semi-submersibles in random waves were then
correlated to the operational criteria, comprises of the maximum motion intensities for drilling operation and the vertical
motion acceleration, which would affect the operator working performance. Final results reveal the three semi-submersibles
are able to attain a 100% level of operability when operated at Natuna Sea in a yearly extreme waves as high as Hs=5.745
m.

Keywords: semi-submersible, motion characteristics, regular waves, random waves, operability.

1. Pendahuluan

Dewasa ini, industri migas lepas pantai cenderung mengarah ke perairan dalam dengan kondisi
lingkungan laut yang lebih ganas. Oleh karena itu, diperlukan fasilitas dan anjungan pendukung
pengeboran yang lebih canggih, yang mempunyai stabilitas dinamis tinggi dan mampu bekerja
pada kondisi gelombang yang intensif (Buslov dan Karsan, 1985).

Semi-submersible adalah merupakan inovasi anjungan lepas pantai terapung. Konfigurasi umum
dari sebuah semi-submersible adalah berupa geladak yang disangga oleh minimum sejumlah tiga
buah kolom vertikal yang pada dasarnya tersambung ke struktur ponton sebagai penyedia gaya
apung utama. Filosofi dari inovasi semi-submersible adalah mereduksi intensitas gerakan pada
saat mengalami eksitasi gelombang dengan memanfaatkan karakteristik konfigurasinya. Ukuran
dari struktur yang tercelup, jarak antar kolom dan ponton adalah merupakan faktor utama dari
performa hidrodinamis dan seakeeping semi-submersible(Chakrabarti, 2005).

Seakeeping, yang merupakan ukuran kualitas respons dan kinerja struktur di atas gelombang,
sebagai indikasi teknis pengoperasian adalah merupakan suatu obyek yang mempunyai cakupan
relatif luas, antara lain meliputi gerakan, kebasahan geladak, hempasan gelombang, beban-beban
hidrodinamis, dan sebagainya (Djatmiko, 2004). Oleh karena itu, karakteristik gerakan merupakan
salah satu faktor utama yang menentukan operabilitas dari suatu anjungan lepas pantai.

Makalah ini menyampaikan hasil penelitian yang dilaksanakan untuk mengetahui karakteristik
gerakan dan operabilitas tiga rancangan baru semi-submersible dengan konfigurasi kolom dan
ponton berpenampang persegi empat. Evaluasi kinerja ketiganya dilakukan dengan mengambil
lokasi operasi di Perairan Natuna.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan berbagai pengalaman dan hasil penelitian semi-
submersible yang telah dipublikasikan dalam berbagai literatur. Setelah melakukan studi literatur
dan pengumpulan data teknis, kemudian dilakukan pemodelan awal. Pemodelan dan perancangan
awal semi-submersible utamanya mengacu pada desain semi-submersible Essar Wildcat,
Deepwater Horizon, dan juga semi-submersible milik SBM Offshore Group.

C- 30
Dalam penelitian ini, dirancang tiga model semi-submersible yang memiliki konfigurasi kolom dan
ponton berpenampang persegi empat dengan sejumlah variasi komposisi. Variasi ini mencakup
jumlah kolom serta ukurannya, ukuran ponton, jarak antar kolom, dan lainnya. Namun, ditetapkan
beberapa constraint dalam perancangan ini, yaitu mengacu pada rancangan Essar Wildcat, yang
terdiri dari displasemen, tinggi kolom dan ponton, sarat air, serta panjang dan lebar geladak.

Model dari ketiga rancangan semi-submersible selanjutnya dinamakan ”DUOVAR-A”, mempunyai


komposisi dua kolom per ponton, ”DUOVAR-B”, mempunyai komposisi dua kolom per ponton,
namun jarak memanjang antar kolom adalah sama dengan DUOVAR-A dikurangi 10%, dan
”TRIVAR” yang mempunyai komposisi tiga kolom per ponton. Sebagai contoh rancangan
ditunjukkan model ”DUOVAR-B” pada Gambar 1., dan general arrangement pada Gambar 2.
Adapun ukuran utama ketiga rancangan baru semi-submersible adalah seperti diberikan dalam
Tabel 1.

Gambar 1. Model DUOVAR-B. Gambar 2.General arrangement DUOVAR-B.


Tabel 1.Ukuran utama ketiga semi-submersible
DUOVAR-A DUOVAR-B TRIVAR Satuan
Panjang Ponton 92,2 92,2 108,2 meter
Jarak Memanjang Antar Kolom 64,8 51,9 30,2 meter
Jarak Melintang Antar Kolom 27,1 27,1 28,1 meter
Lebar Kolom 10,6 10,6 8,9 meter
Lebar Ponton 13,2 13,2 11,1 meter
Tinggi Ponton 6,7 6,7 6,7 meter
Sarat Air 21,3 21,3 21,3 meter
Diameter Bracing 1,9 2,1 1,6 meter
Tinggi Kolom 26,2 26,2 26,2 meter

Selanjutnya, dilakukan perhitungan hidrostatis untuk mendapatkan displasemen ketiga model


semi-submersible. Displasemen ini kemudian digunakan untuk kepentingan validasi kepada semi-
submersible acuan, seperti ditunjukkan Tabel 2. Displasemen diharapkan bernilai 24.173 ton atau
setidaknya mendekati, dengan toleransi error kurang dari 5%.
Tabel 2.Validasi displasemen model

Displasemen (ton) Error (%)

DUOVAR-A 24.144,4 0,1


DUOVAR-B 24.148,8 ESSAR 24.173 0,1
TRIVAR 24.144,8 0,1

Hasil validasi menunjukkan model sudah layak untuk dianalisis karakteristik gerakannya karena
selisih hasil perancangan dan data acuan sudah lebih kecil dari batas toleransi.
Menurut teori klasik, gerakan kapal di atas gelombang reguler secara matematis dapat
diformulasikan dengan mengacu pada hukum Newton ke II, yang selanjutnya memberikan korelasi
antara gaya aksi oleh gelombang insiden dan gaya reaksi berupa respons gerakan (Froude, 1861;
Krylov, 1896). Gerakan 6-derajat kebebasan ini ditunjukkan pada Gambar 3.

C- 31
z

 y
z y
U
 
 

O=G
x x

Gambar 3.Sistem sumbu dan definisi gerakan struktur terapung (Djatmiko, 2012).

Selanjutnya persamaan umum gerakan struktur terapung dalam 6-derajat kebebasan dengan
memakai konvensi sistem sumbu tangan kanan adalah sebagai berikut:
6

 M  (1)


i t
jk
 A jk k
 B jk
 k  C jk
  F je ; j, k  1,2,3,4,5, 6
n 1

Dalam metode 3-D, lambung kapal/struktur terapung dibagi menjadi panel-panel dengan distribusi
source pada panel-panel tersebut. Metode 3-D akhirnya dikenal juga sebagai metode panel atau
metode difraksi (Chan, 1992).

Dalam penelitian ini, perhitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak yang
mengakomodasi metode panel. Gambar 4. menunjukkan hasil pemodelan semi-submersible
”DUOVAR-B” dengan metode panel. Dari pemodelan ini, selanjutnya dapat dilakukan prediksi
gerakan semi-submersible di atas gelombang reguler maupun gelombang acak.

Gambar 4. Model semi-submersible ”DUOVAR-B” menggunakan metode panel.

Analisis operabilitas dilakukan berdasarkan gerakan semi-submersible di atas gelombang acak.


Data gelombang tahunan yang dipakai adalah wave scatter diagram Perairan Natuna, karena
semi-submersible diasumsikan beroperasi di perairan tersebut, seperti Essar Wildcat. Analisis
spektrum terlebih dahulu dilakukan dengan mengambil formulasi JONSWAP yang merupakan
modifikasi dari formulasi spektrum Pierson-Moskowitz. Formula spektrum ini sesuai diterapkan
pada perairan tertutup, dengan persamaan sebagai berikut (Det Norske Veritas, 2010):
2
𝜔 −𝜔 𝑝
𝑒𝑥𝑝 −0.5
𝜎𝜔𝑝
𝑆𝑗 𝜔 = 𝐴𝛾 𝑆𝑃𝑀 𝜔 𝛾 (2)

dengan,
𝑆𝑃𝑀 = spektrum Pierson-Moskowitz
−4
5 5 𝜔
= 𝐻𝑠 2 . 𝜔𝑝 4 . 𝜔−5 . 𝑒𝑥𝑝 − (3)
16 4 𝜔𝑝
Hs = tinggi gelombang signifikan
p = 2/Tp (angular spectral peak frequency)
 = parameter bentuk puncak
 = spectral width parameter
A = 1-0,287 ln() adalah normalizing factor

C- 32
Pada kenyataannya, struktur terapung yang bergerak di laut akan mengalami eksitasi gelombang
yang bersifat acak, sesuai dengan sifat alami dari gelombang laut. Dalam hal ini, suatu pemecahan
permasalahan gerak kapal di laut telah ditunjukkan oleh St. Denis dan Pierson pada awal tahun
50an. Menurut kedua peneliti tersebut, gerakan kapal/struktur terapung di atas gelombang acak
dapat dihitung dengan mentransformasikan spektrum gelombang, S(ω), menjadi spektrum respons
gerakan kapal, SR(ω)(St. Denis dan Pierson, 1953). Data yang dibutuhkan adalah RAO dan
spektrum gelombang, sehingga dengan fungsi transfer berikut dapat dihitung spektrum respons:

S R (  )  RAO xSj (  )
2
(4)

Jika spektrum respons telah didapat, maka nilai-nilai statistik gerakan dapat dihitung dengan
menerapkan formulasi matematis varian elevasi gelombang acak berikut:

m0   Sj (  ) d  (5)
0
Bila variabel mo didefinisikan sebagai luasan di bawah kurva spektrum, maka tinggi (double
amplitude) rata-rata dapat dihitung sebagai:

H  2 . 54 m0
(6)
dan amplitudo rata-rata adalah setengah dari tinggi rata-ratanya:

  1 . 27 m0 (7)

Disamping luasan di bawah spektrum, dalam hal ini dapat juga didefinisikan momen spektrum ke-2
dan ke-4, sebagai berikut:

2
m2   S (  ) d (8)
0

4
m4   S (  ) d (9)
0
Berdasar definisi ini, maka variabel stokastik kecepatan dan percepatan gerakan dapat diketahui.
Setelah nilai-nilai stokastik dari spektrum respons telah didapatkan, maka selanjutnya
dikolerasikan terhadap kriteria operasi.

Dalam penelitian kali ini, kriteria operasi yang digunakan adalah kriteria operasi pengeboran yang
diadopsi dari kriteria operasi Essar Wildcat. Tabel 3. berikut menunjukkan kriteria operasi
pengeboran lepas pantai yang dipakai.

Tabel 3. Kriteria operasi Essar Wildcat berdasarkan respons gerakan (Noble Denton, 2007)

Pitch/Roll
Operasi Heave (m)
Single Amplitude (deg)
Land BOP on Wellhead 2,4 2,5 deg
Running BOP 4,6 2,5 deg
Running Casing 4,6 2,5 deg
Disconnect Riser 5,5 2,5 deg
Drilling or Triping 4,6 2,5 deg
Hang-off 2,2 2,5 deg
Cementing 2,2 2,5 deg
Crane Operation 5,5 3 deg
End of self propelled transit - 3 deg

C- 33
Helicopter 5,5 -

Dengan mengkorelasikan kriteria operasi Essar Wildcat dengan intensitas gerakan, maka
operabilitas ketiga semi-submersible dapat diketahui. Dari analisis operabiltas tersebut, dapat
diketahui berapa lama waktu (persentase) semi-submersible dapat melakukan operasi pengeboran
di laut dan berapa lama downtimenya dalam rentang waktu satu tahun.

3. Hasil dan Diskusi

Hasil dari komputasi dan analisis yang telah dilakukan disajikan dalam bentuk grafik RAO ketiga
semi-submersible, spektrum JONSWAP menurut sebaran gelombang Natuna, spektrum respons
gerakan, dan korelasi antara kriteria operasi dengan intensitas gerakan semi-submersible dalam
fungsi kenaikan Hs. Gambar 5. s.d 7. menunjukkan karakteristik gerakan heave, roll, dan pitch
ketiga semi-submersible rancangan baru dan Essar Wildcat di atas gelombang reguler, pada arah
pembebanan gelombang yang menghasilkan gerakan ekstrim. Gerakan-gerakan ini merupakan
mode gerakan yang sangat berhubungan dengan kriteria operasi pengeboran lepas pantai.

1.6 0.90

DUOVAR-A
DUOVAR-A
DUOVAR-B 0.75
DUOVAR-B
1.2 TRIVAR
RAO (s/w) (deg/m)
RAO (s/w) (m/m)

TRIVAR
ESSAR 0.60
ESSAR

0.8 0.45

0.30
0.4

0.15

0.0 0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Frequency (rad/s) Frequency (rad/s)

Gambar 5. RAO gerakan heave. Gambar 6. RAO gerakan roll.

0.8

DUOVAR-A
DUOVAR-B
0.6
RAO (s/w) (deg/m)

TRIVAR
ESSAR

0.4

0.2

0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Frequency (rad/s)

Gambar 7. RAO gerakan pitch.

Dapat diamati karakteristik gerakan ketiga semi-submersible, bahwa ketiganya mempunyai


gerakan rotasional (roll dan pitch) yang cukup kecil, bahkan secara umum lebih kecil dari semi-
submersible acuannya, Essar Wildcat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan geometri, konfigurasi,
jumlah dan ukuran kolom serta ponton, yang menghasilkan karakteristik gerakan yang berbeda-
beda pula. Pada RAO heave, terlihat DUOVAR-A mempunyai nilai maksimum tertinggi, sebesar
1,375 m/m pada frekuensi 0,25 rad/s. Sedangkan untuk RAO roll, Essar Wildcat memiliki nilai
maksimum terbesar pada frekuensi 0,6 rad/s, yaitu 0,78 deg/m. Sedangkan untuk RAO pitch, nilai
maksimum terbesar didapatkan pada semi-submersible TRIVAR, pada frekuensi 0,89 rad/s,
dengan intensitas 0,63 deg/m.

RAO gerakan surge, sway, yaw, ketiga semi-submersible terlihat cukup baik, seperti ditunjukkan
pada Gambar 8. s.d 10. RAO dinyatakan cukup baik karena sebagaimana diharapkan
kesemuanya mempunyai nilai di bawah 1.0, yang berarti amplitudo gerakannya selalu lebih kecil

C- 34
dari amplitudo gelombang. Ketiga gerakan ini adalah termasuk dalam kategori mode gerakan
horisontal, yang pengaruhnya dianggap tidak signifikan dalam menentukan kriteria operabilitas.
Kriteria operabilitas, seperti ditunjukkan dalam Tabel 3. Lebih ditentukan oleh ketiga mode gerakan
vertikal, yakni heave, roll dan pitch. Namun, mode gerakan horisontal akan berperan penting dalam
kaitannya dengan analisis kinerja sistem penambatan.

1.0 1.0

DUOVAR-A DUOVAR-A
DUOVAR-B DUOVAR-B
0.8 0.8
TRIVAR TRIVAR
RAO (s/w) (m/m)

ESSAR ESSAR

RAO (s/w) (m/m)


0.6 0.6

0.4 0.4

0.2 0.2

0.0 0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Frequency (rad/s) Frequency (rad/s)

Gambar 8. RAO gerakan surge. Gambar 9. RAO gerakan sway.

0.20

DUOVAR-A
DUOVAR-B
0.15
RAO (s/w) (deg/m)

TRIVAR
ESSAR

0.10

0.05

0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Frequency (rad/s)

Gambar 10. RAO gerakan yaw.

Hasil analisis seperti dijelaskan di atas barulah mengindikasikan karakteristik gerakan semi-
submersible saat berada di gelombang reguler. Oleh karena itu, analisis spektra perlu dilakukan,
untuk mengindikasikan gerakannya di gelombang acak, dengan mengaplikasikan data sebaran
gelombang Perairan Natuna ke dalam formula JONSWAP.

Sebaran periode puncak di Perairan Natuna mempunyai rentang antara 1,45 detik s.d 16,45 detik
dan rentang tinggi gelombang signifikan (Hs) antara 0,245 m s.d 5,745 m. Data sebaran
gelombang menunjukkan bahwa, pada periode puncak 12,45 detik dan 13,45 detik, didapatkan
sebaran Hs paling banyak, mulai dari Hs terendah hingga yang tertinggi. Gambar 11. berikut
menunjukkan spektrum energi gelombang Perairan Natuna pada Tp=13,45 detik dengan
menggunakan formulasi JONSWAP (γ=2,5).
12.0

10.0

8.0
S(ω) (m²/rad/s)

6.0

4.0

2.0

0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Frequency (rad/s)

Gambar 11. Spektrum JONSWAP di Perairan Natuna pada Hs = 5,745 m, Tp =13,45 detik.

C- 35
Dengan melakukan komputasi menggunakan transfer function pada persamaan (4), maka
didapatkan spektrum respons. Komputasi spektrum respons ini hanya dilakukan pada mode
gerakan vertikal (heave, roll, dan pitch) yang sesuai dengan kriteria operasi pengeboran. Gambar
12. menunjukkan spektrum respons semi-submersible DUOVAR-B, untuk gerakan roll, pada Hs =
5,745 m dan Tp = 13,45 detik.
1.40

1.20

1.00

Ss(ω) (deg²/rad/s)
0.80

0.60

0.40

0.20

0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Frequency (rad/s)

Gambar 12. Spektrum respons gerakan roll DUOVAR-B pada Hs = 5,745 m, Tp = 13,45 detik.

Luasan dibawah kurva spektrum respons (m ) didapatkan dengan mengaplikasikan persamaan (5). 0

Selanjutnya, nilai statistik amplitudo gerakan dan percepatan bisa diketahui. Nilai kenaikan
amplitudo gerakan rata-rata dan percepatan akibat kenaikan Hs ditunjukkan pada Gambar 13. s.d
16.
0.80

0.70

0.60

0.50
avg (m)

0.40

0.30

DUOVAR-A
0.20
DUOVAR-B
0.10
TRIVAR

0.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

Tinggi Gelombang Signifikan, Hs (m)

Gambar 13. Kenaikan avg heave dalam fungsi kenaikan Hs pada Tp= 13,45 detik.
0.70

0.60

0.50
avg (deg)

0.40

0.30

0.20 DUOVAR-A
DUOVAR-B
0.10
TRIVAR

0.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

Tinggi Gelombang Signifkan, Hs (m)

Gambar 14. Kenaikan avg roll sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp= 13,45 detik.
0.40

0.30
avg (deg)

0.20

DUOVAR-A
0.10
DUOVAR-B
TRIVAR

0.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

Tinggi Gelombang Signifikan, Hs (m)

C- 36
Gambar 15. Kenaikan avg pitch sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp= 13,45 detik.
0.07

0.06

Percepatan Heave Signifikan (g)


0.05

0.04

0.03

0.02 DUOVAR-A
DUOVAR-B
0.01
TRIVAR

0
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

Tinggi Gelombang Signifikan, Hs (m)

Gambar 16. Kenaikan percepatan heave sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp= 13,45 detik.

Meninjau pada gambar-gambar di atas, dapat diketahui bahwa amplitudo gerakan rata-rata heave,
roll, dan pitch, serta percepatan gerakan heave signifikan ketiga semi-submersible, pada tinggi
gelombang signifikan tertinggi, masih lebih kecil dari batasan kriteria operasi. Mempertimbangkan
fakta ini, maka operabilitas ketiga semi-submersible di Perairan Natuna diyakini akan dapat
mencapai 100%. Hal ini berarti semi-submersible yang dirancang akan dapat beroperasi
sepanjang tahunnya tanpa harus mengalami downtime.

4. Kesimpulan

Dari analisis serta kajian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan yang sekaligus
menjawab tujuan penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut:

 Telah dirancang tiga buah semi-submersible berdisplasemen sekitar 24.144 s/d 24.148 ton,
dengan kolom dan ponton berpenampang persegi empat, yakni DUOVAR-A yang mempunyai
komposisi dua kolom per ponton, DUOVAR-B mempunyai komposisi dua kolom per ponton,
namun jarak memanjang antar kolom adalah sama dengan DUOVAR-A dikurangi 10%, dan
TRIVAR yang mempunyai komposisi tiga kolom per ponton.
 Karakteristik gerakan ketiga semi-submersible di atas gelombang reguler cukup baik, karena
sebagian besar mode gerakan mempunyai nilai RAO maksimum kurang dari 1. Di samping itu,
ketiga variasi semi-submersible menunjukkan karakteristik gerakan yang lebih baik dari Essar
Wildcat pada beberapa mode gerakan.
 Karakteristik gerakan ketiga semi-submersible di atas gelombang acak dapat dikatakan cukup baik,
karena tidak ada gerakan yang melampaui kriteria operasi sampai dengan tinggi gelombang
maksimum di Perairan Natuna, sebesar Hs = 5.745 m.
 Secara umum, karakteristik gerakan terbaik pada gelombang reguler maupun gelombang acak
didapatkan pada semi-submersible DUOVAR-B.
 Operabilitas ketiga variasi semi-submersible di Perairan Natuna diharapkan akan dapat mencapai
100%.

Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan analisis kekuatan struktur untuk mengetahui apakah
ketiga semi-submersible ini mampu untuk menopang topsides Essar Wildcat. Selain itu, dapat pula
dilakukan analisis pada semi-submersible yang memiliki komponen motion stabilizers.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. GLOBAL MARITIME dan PT. CITRA MAS yang
telah mendukung dalam hal data teknis. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam
melakukan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Buslov, V. M., Karsan, D. I. (1985): Deepwater Platform Designs: An Illustrated Review (3 parts),
Ocean Industry, Oct. 1985 (Part 1), pp. 47-52, Dec. 1985 (Part 2), pp. 51-55, Feb. (1986) pp. 53-
62.

C- 37
Chakrabarti, S. K. (2005): Handbook of Offshore Engineering, Elsevier, Oxford.
Chan et al. (1992): Structural Loading Aspects in the Design of SWATH Ships, Proceedings of the
th
5 Symposium on PRADS’92, Newcastle upon Tyne, UK.
Det Norske Veritas (2010): Recommended Practice DNV-RP-F205 Global Performace Analysis of
Deepwater Floating Structures, Det Norske Veritas, Oslo.
Djatmiko, E.B. (2004): Evaluasi Operabilitas Kapal Cepat 35M, Prosiding Seminar Nasional Teori dan
Aplikasi Teknologi Kelautan 2004, Surabaya.
Djatmiko, E. B. (2012): Perilaku dan Operabilitas Bangunan Laut di Atas Gelombang Acak, ITS
Press, Surabaya.
Froude, W. (1861): On the Rolling of Ships, Transactions of INA, Vol. 2.
Krylov, A.N. (1896): A New Theory of the Pitching Motion of Ships on Waves and of the Stresses
Produced by This Motion, Transactions of INA, Vol. 37.
Noble Denton (2007): Essar Wildcat–Marine Operations, Noble Denton Consultants.
St. Denis, M., Pierson, W. J., Jr. (1953): On the Motions of Ships in Confused Seas, Transactions
of SNAME, Vol. 61, pp. 280-357.

C- 38

View publication stats

S-ar putea să vă placă și