Sunteți pe pagina 1din 7

J.

Agroland 16 (2) : 180 - 186, Juni 2009 ISSN : 0854 – 641X

ONSET DAN INTENSITAS ESTRUS KAMBING PADA UMUR


YANG BERBEDA

The Onset and Intensity of Goat Estrus at Various Ages


Mohammad Ismail1)
1)
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Jl. Soekarno Hatta KM 5. Palu 94118,
Sulawesi Tengah. Telp./Fax: 0451 – 429738

ABSTRACT

An experiment was conducted at the research station of animal husbandry departement,


Agricultural Faculty, University of Tadulako Palu. This experiment was carried out from April to
March 2008. The objective of the study was to determine the effect of various ages of female local
goats on the onset and intensity of estrus. 18 non pregnant local female goats and 3 males as teaser to
detect estrus were used in this experiment. Experiment consisted of two stages; preparation period and
observation period. At the first stages the animals were adaptated to the experimental condition, such as
feeding concentrate and injection of PGF 2α to syncronize estrus. The estrus syncronization was done
by applying twice injections of PGF 2α at day 1 and day 12. The observation period for detection of the
estrus onset was done by observing the time interval between injection of PGF 2α and the first estrus
onset. This parameter was expressed in hour unit. Observation of estrus intensity was done by detecting
level of estrus symptom appeared to every single female goat. The symptom was characterised by
different behavior of the goat females at the time of estrus and changes of physical reproductive organs.
The results of analysis indicated that different ages significanly affected (P<0.01) the estrus onset and
intensity of the animals. The estrus onset of the local goat after estrus syncronization took place at hour
70.06 to 138.42. The onset of estrus was earlier for animals which already gave birth more than once.
The animals which had never given birth were the last ones which showed the estrus. The estrus
intensity was evident in the animal given birth more that once, whereas for those animals which only
experienced giving birth once the intensity was less evident.

Key words : Goat, estrus onset , estrus intensity, estrus syncronization, PGF2α.

PENDAHULUAN Populasi kambing terbanyak dan


tersebar luas di Indonesia adalah kambing
Kambing merupakan salah satu jenis lokal, yang biasa disebut kambing kacang.
ternak ruminansia kecil yang banyak Kambing kacang merupakan kambing asli
dipelihara oleh masyarakat baik secara Indonesia dan Malaysia. Sifatnya lincah,
tradisional maupun untuk kepentingan tahan terhadap berbagai kondisi, dan
agribisnis. Selain untuk kepentingan produksi mampu beradaptasi dengan baik di berbagai
daging, ternak kambing juga sebagai sumber lingkungan alam setempat (Ismail M., 2006;
penghasil susu dan kulit. Hal ini karena Mulyono dan Sarwono, 2004).
kemampuan beradaptasi dan mempertahankan Salah satu hal penting yang
dirinya di lingkungan yang sangat ekstrim mempengaruhi pengembangan ternak kambing
sehingga masyarakat banyak mengusahakan lokal adalah berahi atau estrus. Djanuar
ternak kambing (Williamson dan Payne, 1993). (1985) dalam Ismail (1989), dijelaskan

180
bahwa sistem reproduksi kambing betina BAHAN DAN METODE
pada umumnya menampakkan perubahan-
perubahan dan memperlihatkan tanda-tanda Penelitian ini dilaksanakan di
estrus secara teratur yang disebut siklus Kandang Percobaan Jurusan Peternakan
estrus. Siklus estrus adalah sebuah siklus Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu,
dalam kehidupan kambing betina yang sudah yang berlangsung dari bulan April 2007
dewasa dan setiap siklus akan diakhiri dengan sampai bulan Juni 2007.
proses ovulasi (Najamuddin dan Ismail, 2006). Dalam penelitian ini menggunakan
Menurut Sodiq dan Abidin (2002), 18 ekor kambing betina lokal yang dibagi
seekor kambing betina dikatakan dewasa menjadi 3 kelompok umur yaitu 6 ekor
ketika kambing tersebut mengalami siklus kambing betina yang belum pernah beranak
estrus pertama kali. Biasanya terjadi pada atau betina muda (umur < 1 tahun), 6 ekor
umur 8 – 12 bulan. Edey (1983), melaporkan kambing betina yang sudah pernah beranak
bahwa kambing kacang sebagai bangsa kambing satu kali (umur 1-2 tahun) dan 6 ekor
yang paling banyak ditemukan di Indonesia, kambing betina yang sudah pernah beranak
mencapai pubertas pada umur 6 bulan dan dua kali atau lebih dan mempunyai anak
menghasilkan anak pada umur 12 bulan kembar pada setiap kelahiran (umur > 2 tahun),
serta 3 ekor kambing jantan lokal dewasa
serta umumnya mempunyai anak kembar.
yang digunakan sebagai pengusik untuk
Tingkat ovulasi dan juga jumlah anak
mendeteksi gejala estrus. Kambing yang
per kelahiran biasanya lebih rendah pada saat
diteliti adalah kambing yang sehat dan
pubertas, yang bersama-sama dengan faktor-
tidak sedang bunting.
faktor yang tidak seragam, menyebabkan Kandang yang digunakan adalah
efisiensi reproduksi yang lebih rendah pada kandang kelompok dengan ukuran 3 m x 3 m,
ternak muda. Kenyataannya tingkat ovulasi berlantai semen. Pada setiap kandang
biasanya meningkat sampai umur 3-4 tahun, ditempatkan 6 ekor kambing betina yang
sesudah itu akan mengalami penurun. sudah dikelompokkan dan dilengkapi dengan
Umumnya tingkat ovulasi dan jumlah tempat pakan dan minum.
anak meningkat dengan bertambahnya umur Pakan yang diberikan berupa hijauan
walaupun tidak selalu demikian (Ismail, M, secara ad-libitum dan konsentrat dengan
2005). Namun demikian bila mempelajari kandungan protein 13,66%, serat kasar 7,97%
performance reproduksi, faktor umur harus dan TDN 58,51%, terdiri dari dedak
dimasukkan sebab terdapat peningkatan padi, jagung giling dan ampas tahu, diberikan
kesuburan dengan meningkatnya umur pada pagi hari jam 07.00 Wita. Air minum
(Wodziska-Tomaszewska, 1991). Selanjutnya diberikan secara ad-libitum. Hormon yang
menurut Hafez (2000) bahwa estrus dipengaruhi digunakan adalah Prostaglandin F2 α merk
oleh beberapa faktor yaitu keturunan, umur, Reprodin dari layer, untuk sinkronisasi estrus.
musim, dan kehadiran kambing jantan. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis,
Sementara menurut Toelihere (1981) bahwa buku untuk mencatat, alat suntik, kamera dan
kambing dara sering memperlihatkan periode jam untuk mencatat waktu timbulnya estrus.
estrus yang lebih pendek dari pada betina Pelaksanaan penelitian ini dibagi
yang lebih tua. menjadi 2 tahap yaitu periode pendahuluan
Berdasarkan uraian tersebut, maka (persiapan) dan periode pengamatan.
penelitian tentang pengaruh umur terhadap Pada periode persiapan, ternak-ternak yang
digunakan diberi tanda dan dikelompokkan
onset dan intensitas estrus pada kambing
sesuai dengan umur ternak yaitu K1 adalah
lokal dianggap perlu untuk dilakukan.
ternak yang belum pernah beranak atau

181 181
kambing dara, K2 adalah ternak yang sudah Berdasarkan data yang tertera pada
pernah beranak satu kali dan K3 adalah Tabel 1 menunjukkan bahwa onset estrus
ternak yang sudah pernah beranak di atas pada kambing percobaan setelah dilakukan
dua kali dan mempunyai anak kembar pada penyerentakan birahi terjadi pada jam ke
setiap kelahiran. Ternak yang digunakan 70.06 sampai dengan jam ke 138.42. Onset
dalam penelitian ini diberi suntikan hormon estrus lebih cepat terjadi pada ternak K3,
PGF2α, yang bertujuan agar mengalami kemudian diikuti ternak K2 dan K1.
masa estrus yang sama untuk mempermudah
pengamatan. Hormon PGF2α disuntikan Tabel 1. Rataan Onset Estrus Kambing Percobaan
secara intra muskuler dengan dosis sebanyak
Perlakuan
1,25 ml pada setiap ternak dan dilakukan
2 kali penyuntikan yaitu pada hari pertama K1 K2 K3
dan kedua belas. ..........................Jam ke .............................
Tahap kedua adalah pengamatan 138,42 100,13 92,58
onset dan intensitas estrus. Pengamatan onset 95,7 105,27 94,41
estrus dilakukan sesaat setelah penyuntikan 116,20 - 89,57
kedua hormon PGF2α sampai dengan awal 105,11 119,44 70,06
timbul estrus. Pengamatan dilakukan tiga 116,15 115,18 101,10
kali dalam sehari yaitu pada pagi hari 119,22 102,11 100,47
jam 05.00 Wita sampai 10.00 Wita, siang hari 690,27 542,13 548,19
jam 13.00 Wita sampai 16.00 Wita, dan 115,05a 108,43a 91,37b
malam hari jam 20.00 Wita sampai 23.00 Wita. Keterangan:
Pengamatan onset estrus dilakukan dengan K1 = Ternak yang belum pernah melahirkan
melihat tingkah laku pada ternak dengan K2 = Ternak yang sudah pernah melahirkan satu kali
menggunakan metode pelacakan oleh ternak K3 = Ternak yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu
jantan untuk mengetahui adanya ternak betina kali dan mempunyai anak kembar pada setiap
kelahiran
yang sedang estrus. Kambing betina yang Huruf kecil superscript yang berbeda pada kolom
estrus akan diam bila dinaiki oleh pejantan. menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)
Pengamatan intensitas estrus secara fisual Huruf kecil yang sama pada kolom menunjukkan tidak
dengan melihat adanya tingkah laku yang berbeda nyata (P>0,05)
lain dari biasanya pada ternak yang sedang Hasil analisis sidik ragam
estrus, yaitu respons terhadap estrus. Pada
menunjukkan bahwa perbedaan umur ternak
pengamatan intensitas estrus yang dilihat
adalah tingkat aktivitas estrus yang dapat kambing percobaan berpengaruh sangat nyata
dibedakan atas intensitas jelas +++ (skor 3) (P<0,01) terhadap onset estrus. Setelah
bila ternak memperlihatkan semua gejala dilakukan uji beda nyata jujur (BNJ),
estrus; intensitas sedang ++ (skor 2) bila perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terjadi
semua gejala estrus tampak kecuali ternak pada K1 terhadap K3. Ternak K2 berbeda
diam pada saat mau dinaiki; intensitas kurang nyata (P<0,05) dengan K3, sedangkan
jelas + (skor 1) bila sebagian gejala estrus K2 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan K1.
tidak nampak keculi keadaan vulva yang Perbedaan umur yang merupakan
membengkak dan berwarna kemerahan. perlakuan untuk mengetahui awal gejala
timbulnya estrus pada ternak percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN menyebabkan terjadinya perbedaan onset
estrus pada ternak percobaan. Perlakuan pada
Pengaruh Umur Terhadap Onset Estrus ternak K1 dan K2 menunjukkan waktu
Rataan hasil pengamatan onset estrus terjadinya onset estrus hampir sama dan
kambing percobaan sebanyak 18 ekor tertera lebih lambat dibanding ternak K3. Hal ini
pada Tabel 1. mungkin disebabkan oleh kadar hormon

182
yang disekresikan oleh hipotalamus, yaitu Menurut Nuryadi (1982) terdapat
Gn-RH yang meransang sekresi FSH korelasi sangat nyata antara umur dan angka
dan LH. Hormon FSH berperan penting ovulasi, setiap umur bertambah satu tahun,
dalam merangsang pertumbuhan folikel pada angka ovulasinya bertambah 0,14. Ternak
ovarium sehingga dalam pertumbuhannya kambing yang lebih dari satu kali melahirkan
folikel menghasilkan hormon estrogen. Patut dan pada setiap kelahiran memiliki anak
diduga bahwa FSH yang disekresikan oleh kembar adalah hasil dari ovulasi ganda atau
pituitary anterior pada ternak K1 dan K2, lebih, menyebabkan kandungan estrogen
hanya mampu merangsang pertumbuhan yang disekresikan ke dalam darah akan lebih
folikel satu hingga mencapai folikel de Graaf banyak pula, sehingga berakibat lebih cepat
yang matang. Hal ini dapat dilihat pada terjadinya estrus jika dibandingkan dengan
ternak K1 adalah ternak dara yang belum ternak yang hanya menghasilkan ovulasi
pernah melahirkan dan ternak K2 adalah tunggal. Jumlah ovulasi dipengaruhi oleh
ternak yang sudah pernah melahirkan satu faktor genetik dan lingkungan atau interaksi
kali, sedangkan ternak K3 adalah ternak keduanya (Ahmad dkk. 1996).
yang sudah melahirkan lebih dari satu kali Menurut Webb dan Gauld (1987)
dan mempunyai anak kembar pada setiap dalam Rusdin (2005) bahwa proses
kelahiran, yang artinya pada ternak K3 perkembangan folikel dari fase sekunder
terdapat dua atau lebih folikel de Graaf
hingga mencapai fase folikel de Graaf adalah
yang matang dan berovulasi. Selanjutnya
fase dimana mulai terbentuknya reseptor
Rajamahendran (2002) dalam Dien (2005)
menyatakan bahwa banyaknya folikel FSH pada sel-sel granulosa, maka disekresikan
terekrut untuk berkembang lebih lanjut estrogen. Proses yang menyebabkan
hingga mencapai folikel de Graaf dalam peningkatan konsetrasi estrogen dalam
proses folikulogenesis, sangat tergantung darah dan dengan adanya rangsangan
konsentrasi FSH dalam darah. Semakin tinggi LH pada proses perkembangan folikel, maka
konsentrasi FSH dalam darah yang disekresikan sel-sel theca interna menghasilkan hormon
oleh pituitary anterior, akan semakin estrogen. Secara fisiologis, seiring dengan
banyak pula folikel yang terangsang untuk peningkatan konsentrasi estrogen dalam
berkembang (Fortune, 1993 dalam Dien, 2005). darah dan waktu ovulasi, konsentrasi estrogen
Menurut Nalbandov (1990) ukuran mencapai suatu tingkat maksimum, sehingga
ovarium tergantung umur dan status ternak akan mengalami estrus lebih cepat.
reproduksi ternak dan struktur yang ada Hal ini terjadi pada ternak yang sudah lebih
di dalamnya. Hal ini mungkin yang dari satu kali melahirkan dimana estrusnya
menyebabkan ternak percobaan K1, kemudian lebih cepat dibandingkan dengan ternak
K2 mengalami onset estrus lebih lambat percobaan lainnya.
dibandingkan ternak K3 yang mempunyai
Pengaruh Umur Terhadap Intensitas Estrus
ukuran ovarium yang lebih besar dari
kedua ternak percobaan lainnya. Sehingga Nilai hasil pengamatan intensitas
pada pengamatan dilapangan diperoleh estrus kambing percobaan sebanyak 18 ekor
hasil yang berbeda untuk onset estrus tertera pada Tabel 2.
pada kambing percobaan dengan tingkat Berdasarkan data yang tercantum
umur yang berbeda. Onset estrus lebih cepat pada Tabel 2 di atas, intensitas estrus
terjadi pada ternak yang telah melahirkan tertinggi terdapat pada ternak K3 (2,67),
lebih dari satu kali dibandingkan dengan kemudian diikuti oleh ternak K2 (1,67),
ternak yang melahirkan satu kali atau ternak sedangkan intensitas estrus terendah terdapat
yang sama sekali belum pernah melahirkan. pada ternak K1 (1,33).

183 183
Tabel 2. Nilai Intensitas Estrus Kambing estrogen dalam darah lebih tinggi dibanding
Percobaan ternak K1 dan K2 yang hanya mengalami
Perlakuan perkembangan folikel tunggal. Hal ini
K1 K2 K3 memperlihatkan bahwa ternak K3 mempunyai
intensitas yang sangat baik terhadap estrus.
1,00 2,00 3,00 Pada pengamatan estrus, tampak
2,00 1,00 3,00 ternak kambing percobaan yang sudah
1,00 - 3,00
pernah melahirkan lebih dari satu kali,
2,00 1,00 3,00
1,00 2,00 2,00
memperlihatkan tanda-tanda estrus sangat
1,00 2,00 2,00 jelas yaitu bagian vagina terdapat lendir
8,00 8,00 16,00 yang kental, ketika diraba terasa hangat dan
1,33a 1,60a 2,67b berwarna kemerahan, ternak terlihat gelisah
Keterangan:
dengan sering mengembik, menggosok-gosok
K1 = Ternak yang belum pernah melahirkan badannya pada dinding, kaki depannya
K2 = Ternak yang sudah pernah melahirkan satu kali dihentak-hentakkan, serta kelihatan ternak
K3 = Ternak yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu kali
dan mempunyai anak kembar pada setiap kelahiran
mengibas-ngibaskan ekornya sambil melihat
Huruf kecil superscript yang berbeda pada kolom ke arah pejantan yang bersebelahan kandang
menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan ternak betina. Intensitas estrus yang
Huruf kecil yang sama pada kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata (P>0,05) sangat jelas tersebut berkaitan erat dengan
pertumbuhan dan perkembangan folikel.
Analisis sidik ragam menunjukkan
Pertumbuhan dan perkembangan folikel lebih
bahwa umur berpengaruh sangat nyata
dari satu hingga fase folikel de Graaf sangat
(P<0,01) terhadap intensitas estrus kambing
ditentukan oleh kadar FSH dalam darah
percobaan. Setelah dilakukan uji lanjut
(Ridwan, 2006). Hamilton dkk (1992) dalam
beda nyata jujur (BNJ) ternyata K3 berbeda
Dien (2005) menyatakan bahwa terdapat
sangat nyata (P<0,01) terhadap K2 dan K1,
sedangkan K1 tidak berbeda nyata (P>0,05) hubungan antara dinamika folikuler dan
terhadap K2. konsentrasi FSH selama siklus estrus.
Berdasarkan hasil pengamatan Perkembangan folikel lebih dari satu
yang dilakukan pada kambing percobaan, selama siklus dan menjadi folikel de Graaf
terdapat pengaruh umur yang sangat nyata merupakan kinerja sinergis antara FSH,
terhadap intensitas estrus. K1 adalah kelompok estradiol (estrogen) dan juga LH. Hormon
ternak yang belum pernah melahirkan, FSH bersamaan dengan estrogen, merangsang
berbeda intensitas estrusnya dengan K3 pertumbuhan sel-sel granulosa sehingga
yaitu ternak yang melahirkan lebih dari membentuk folikel (Saxena dan Rathman,
satu kali dan mempunyai anak kembar 1982 dalam Wumbu, 2003).
pada setiap kelahirannya. Intensitas estrus Pada kambing percobaan yang sama
yang sangat jelas pada K3 diduga karena sekali belum pernah melahirkan, tanda-tanda
terjadinya sekresi FSH konsentrasi tinggi estrus terlihat kurang jelas, kecuali vagina
sehingga folikulogenesis berlangsung baik. yang berwarna merah dan terasa hangat,
Secara fisiologis terdapat hubungan antara ternak terlihat biasa-biasa saja tidak terlalu
tingginya konsentrasi dan sekresi FSH menampakkan tingkah laku yang lain
dari pituitary anterior terhadap jumlah dari biasanya, ketika dimasukkan pejantan
folikel yang berkembang hingga fase ke dalam kandang betina, pejantan
folikel de Graaf (Rusdin dan Ridwan, 2006). memperlihatkan gejala ingin menaiki
Perkembangan folikel yang lebih dari satu betina setelah dia mencium bagian vagina
menyebabkan peningkatan konsentrasi hormon dari ternak. Intensitas estrus yang kurang

184
jelas pada ternak yang sama sekali belum estrogen yang tinggi akan menyebabkan
pernah melahirkan dan sebagian pada ternak intensitas estrus yang sangat jelas.
yang pernah satu kali melahirkan, diduga
disebabkan oleh rendahnya konsentrasi KESIMPULAN
estrogen dalam darah yang tersekresi pada
saat fase folikuler berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
Jumlah ovum yang terovulasikan disimpulkan bahwa umur berpengaruh sangat
juga ikut menentukan penampakkan estrus nyata (P<0,01) terhadap onset dan intensitas
ternak percobaan. Semakin tua umur ternak estrus. Ternak yang sudah pernah melahirkan
maka semakin tinggi angka ovulasinya, hal lebih dari satu kali memperlihatkan gejala
ini berarti bahwa ternak yang telah lebih estrus lebih awal dan penampakan estrus
dari satu kali melahirkan berpotensi untuk yang sangat jelas diikuti oleh ternak
mengalami ovulasi jamak, dimana terjadi yang sudah pernah melahirkan satu kali.
perkembangan folikel lebih dari satu pada Ternak yang belum pernah melahirkan
ovariumnya sehingga akan banyak jumlah memperlihatkan onset estrus lambat dan
estrogen yang dihasilkan. Kandungan intensitas estrus yang kurang jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad N., S.W. Beam, W.R. Butler, D.R.,Deaver, R.T. Duby, D.R. Elder, J.E. Fortune, L.C. Griel, L.S. Jones,
Jr., R.A. Milvae, J.L. Pate, I. Reva, D.T. Schreiber, Jr., D.H. Townson, P.C.W. Tsang, and E.K. Inskeep,
1996. Relationship of Fertility to Patterns of Ovarian Follicular Development and Associated Hormonal
Profiles in Dairy Cow and Heifers. J. Anim. Sci. 74 : 1943-1952.

Edey, T.N. 1983. Tropical Sheep and Goats Production. Australian University International Development
Program (A.U.I.D.P). Canberra.

Hafez E.S.E., 2000. Reproduction in Farm Animals. Lea and Febigher, Philadelphia, USA.

Ismail I.T., 1989. Penggunaan Prostglandin F2α (PGF2α) Sebagai Perangsang Berahi dan Ovulasi pada
Kambing. Skripsi. Universitas Tadulako.

Ismail, M., 2005. Penggunaan Hormon Gonadotropin untuk Meningkatkan Angka Ovulasi dan Populasi Folikel
Domba Batina Lokal Palu. J. Agroland. Vol. 12 (3) :195-201.

Ismail, M., 2006. Karakteristik Semen Segar Pejantan Kambing Peranakan Ettawa (PE) Pada Peternakan Rakyat
di Kecamatan Palu Utara. J. Santina. Vol. 3 : 195-201.

Mulyono S. dan B. Sarwono, 2004. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Najamudding dan Ismail, M., 2006. Pengaruh Berbagai Dosis Oestradiol Benzoat Terhadap Estrus dan Angka
Kebuntingan Pada Domba Lokal Palu. J. Agroland. Vol. 13 (1) : 99-103.

Nalbandov, A. V., 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Universitas Indonesia, Jakarta.

Nuryadi, 1982. Angka Kematian Pra Lahir Domba Ekor Gemuk Sesuai dengan Umur, Jumlah dan Posisi Ovulasi
dari Induk. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana IPB Bogor.

Ridwan, 2006. Fenomena Estrus Domba Betina Lokal Palu yang Diberi Perlakuan Hormon FSH . J. Agroland.
Vol.13 (3) : 294-298.

185 185
Rusdin, 2004. Respons Domba Ekor Gemuk (Ovis aries) terhadap Peningkatan Prolifikasi Melalui Induksi
Cairan Folikel. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Rusdin dan Ridwan, 2006. Pengaruh Induksi Cairan Folikel Sapi Terhadap Non Return Rate dan Angka
Konsepsi Domba Ekor Gemuk (Ovis aries). J. Agroland. Vol. 13 (2) : 181-185.

Sodiq, A., dan Abidin, Z., 2002. Kambing Peranakan Etawa Penghasil Susu Berkhasiat Obat. AgroMedia
Pustaka, Jakarta.

Toelihere, M.R., 1981. Ilmu Kemajiran Pada Ternak Sapi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Williamson G. dan W.J.A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi ketiga. Gadjah Mada
University Press.

Wodzicka-Tomaszweska, M., I.K. Sutama, I.G. Putu, T.D. Chaniago., 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan
Produksi Ternak di Indonesia. PT. Gramedia, Jakarta.

Wumbu, M.I., 2003. Pengaruh Pemberian Implan Progesteron dan Berbagai Dosis Estradiol Benzoat
Terhadap Estrus dan Kebuntingan Pada Domba Ekor Gemuk. Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Padjadjran, Bandung.

186

S-ar putea să vă placă și