Sunteți pe pagina 1din 12

Kepada Yth. dr. ……………………….

Hari / Tanggal : Rabu, 14 Agustus 2019


Waktu : 07. 00 WIB
Tempat : R. Ilmiah Gedung Radiopoetro lt.3
Moderator : Dr. dr. Niken Trisnowati, M.Sc, Sp.KK
Presenter : Nita Damayanti S.
Laporan Kasus Stase Dermatologi Umum Pria

AGGRESSIVE ANGIOMYXOMA PADA REGIO GLUTEAL:

SEBUAH KASUS YANG JARANG

Oleh :

Nita Damayanti S.

DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN

KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. SARDJITO

YOGYAKARTA

2019
AGGRESSIVE ANGIOMYXOMA PADA REGIO GLUTEAL:
SEBUAH KASUS YANG JARANG

Nita Damayanti
Departemen/KSM Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada / Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito
Yogyakarta

ABSTRAK

Aggressive angiomyxoma (AAM) adalah tumor mesenkim yang jarang dengan


infiltrasi lokal terutama dilaporkan pada wanita usia produktif, tetapi terkadang
dilaporkan pada pria. Regio panggul bagian bawah, lebih khusus daerah genital,
perineal, dan panggul merupakan tempat predileksi AAM. Pada pria, AAM dapat
terjadi pada beberapa tempat seperti perineum, skrotum, pantat dan daerah
inguinalis. Insidensi AAM sangat jarang, terdapat kurang dari 350 kasus AAM
dilaporkan dalam literatur sejak deskripsi pertama AAM pada tahun 1983. Makalah
ini melaporkan laki- laki berusia 22 tahun dengan keluhan tumor bertangkai yang
tumbuh sejak 1 tahun yang lalu di bagian pantat kiri pasien serta membesar dengan
cepat dalam 4 bulan terakir. Pasien didiagnosis dengan AAM regio gluteal sinistra
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan histopatologi. Pada
pasien ini telah dilakukan reseksi total pada massa tumor.

Kata Kunci : Aggressive angiomyxoma, tumor mesenkim, tumor jarang

2
AGGRESSIVE ANGIOMYXOMA IN GLUTEAL REGION:
A RARE CASE

Nita Damayanti
Departement of Dermatology and Venereology
Faculty Of Medicine, Public health and Nursing
Gadjah Mada University / Dr. Sardjito General Hospital Center
Yogyakarta

ABSTRACT

Aggressive angiomyxoma (AAM) is a rare mesenchymal neoplasma with local


infiltration mainly reported in women of childbearing age, but sometimes reported
in men. The lower pelvic region, more specifically the genital, perineal, and pelvic
regions are the most common AAM predilection site. In men, AAM can occur in
various places such as the perineum, scrotum, gluteal and inguinal area. The
incidence of AAM is very rare, fewer than 350 AAM cases reported in the literature
since the first AAM description in 1983. This paper reports a 22-years-old male
with complaint of pedunculated tumor that have grown since 1 year ago in the
patient's left buttock and getting bigger in 4 months. Patient was diagnosed with
AAM on left gluteal region. The diagnosis is based on history, physical and
histopathological examination. In this patient a total resection of the tumor mass
was performed.

Keywords: Aggressive angiomyxoma, mesenchymal neoplasma, rare neoplasma

3
PEND AHULUAN

Aggressive angiomyxoma (AAM) adalah tumor mesenkim yang jarang

dengan infiltrasi lokal terutama dilaporkan pada wanita usia produktif dengan

perbandingan 6:1 dibandingkan dengan pria.1 Istilah angiomyxoma dan myxoma

merupakan sinonim dimana istilah aggressive menekankan sifat infiltratif yang

sering dari tumor beserta hubungannya dengan kekambuhan atau rekurensi. Pada

beberapa laporan kasus, melaporkan angka rekurensi yang tinggi pada AAM.2,3

Daerah genitourinari, perineum, dan panggul merupakan daerah predileksi

AAM pada wanita, meskipun beberapa kasus juga dilaporkan pada pria. Terdapat

kasus yang lebih jarang lagi dimana AAM ditemukan pada area di luar panggul.

Tumor pada daerah tersebut paling sering merupakan manifestasi AAM sehingga

dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. 3,4

Kasus AAM dilaporkan dalam literatur pertama kali pada tahun 1983 oleh

Steeper dan Rosai. Insidensi AAM sangat jarang, hanya terdapat kurang dari 350

kasus AAM yang dilaporkan hingga saat ini.5 Data rekam medis poliklinik kulit

dan kelamin RSUP Dr. Sardjito periode bulan Januari 2015 – bulan Januari 2019,

belum pernah tercatat insidensi AAM.

Makalah ini melaporkan satu kasus AAM pada regio gluteal sinistra seorang

laki laki dewasa muda. Pada pembahasan, penulis akan menekankan manajemen

diagnosis dan terapi mengenai AAM. Laporan kasus ini diharapkan dapat

menambah wawasan dan kewaspadaan klinisi mengenai AAM sehingga dapat

membantu mengarahkan dalam kerja sama disiplin ilmu dalam penegakkan

diagnosis dan terapi.

4
KASUS

Seorang laki- laki berusia 22 tahun, mahasiswa, berdomisili di Yogyakarta,

datang ke poli kulit dan kelamin RSUP Dr. Sardjito pada tanggal 10 Juli 2019

dengan keluhan utama terdapat benjolan pada pantat sebelah kiri sejak 1 tahun

sebelum masuk rumah sakit. Benjolan awalnya sebesar telur puyuh sewarna kulit,

tidak terdapat rasa gatal, nyeri atau mudah berdarah. Empat bulan sebelum periksa

ke rumah sakit, pasien merasakan benjolan semakin bertambah besar hingga

sebesar bola tenis serta berbenjol-benjol pada perabaan. Benjolan tampak

menggantung dengan ujung seperti tangkai yang melekat pada pantat sebelah kiri

pasien hingga terasa mengganjal saat duduk. Satu minggu sebelum pasien periksa

rumah sakit, benjolan mengeluarkan darah pada bagian yang tergesek celana jeans

pasien dan terasa perih. Pasien tidak berobat dan hanya memberikan plester pada

bagian benjolan yang berdarah. Pada keluarga tidak didapatkan adanya keluhan

serupa.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien baik, compos mentis, tanda

vital dalam batas normal serta tidak teraba pembesaran limfonodi. Indeks Massa

tubuh pasien 16,4 kg/m2. Status dermatologis didapatkan massa tumor sewarna

kulit ukuran 10x5x7 cm dengan tangkai (pedunculated) ukuran panjang 2 cm

dengan diameter tangkai 2 cm, permukaan tampak ekskoriasi multipel. Pada

perabaan terasa kenyal serta berbenjol-benjol dan tidak nyeri. Pasien didiagnosis

banding dengan angiomyxoma, pedunculated lipofibroma serta giant acrocordons.

Pasien dikonsulkan ke bagian bedah onkologi untuk dilakukan reseksi dan

pemeriksaan histopatologi.

5
Pada pemeriksaan histopatologi, hasil pengamatan makroskopik : satu buah

jaringan ditutupi kulit ukuran 11x5-10,5x6 cm, warna putih kecokelatan, kenyal.

Terdapat tangkai ukuran panjang 2 cm, diameter 2 cm. Pada pembelahan

penampang, tampak homogen, batas tegas, warna putih kecokelatan, sebagian

kekuningan. Pada pemeriksaan mikroskopik sediaan menunjukkan jaringan kulit.

Pada dermis didapatkan proliferasi pembuluh darah yang dilapisi endotel spindel

dan sel berbentuk bintang (stellate), dengan stroma miksoid serta sebagian fibrosis.

Tidak terdapat tanda keganasan. Hasil pemeriksaan histopatologi sesuai untuk

AAM.

Diagnosis kerja pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta hasil histopatologi yaitu AAM. Penatalaksanaan yang telah

dilakukan adalah reseksi total dari massa tumor oleh bagian bedah onkologi. Dari

bagian dermatovenereologi, penatalaksanaan saat ini berupa observasi untuk

kemungkinan timbulnya rekurensi paska reseksi.

PEMBAHASAN

Aggressive angiomyxoma (AAM) adalah tumor mesenkim yang jarang

dengan infiltrasi lokal terutama dilaporkan pada wanita usia produktif. Kejadian

puncak AAM pada wanita dilaporkan terjadi pada dekade ketiga dan keempat.2,3

Faktor risiko untuk kejadian AAM tidak spesifik serta belum dapat diidentifikasi

sampai saat ini.6

6
Regio panggul bagian bawah, lebih khusus daerah genital, perineal, dan

panggul merupakan predileksi paling sering AAM pada wanita. Pada pria, AAM

dapat terjadi pada beberapa tempat seperti perineum, pantat, skrotum, dan daerah

inguinalis.3,4 Sekitar seperempat dari angka kejadian tumor ini ditemukan

bertangkai. Tumor seringkali berukuran besar, berlobulasi, lunak dengan

permukaan sayatan yang homogen. Dapat ditemukan area perdarahan dan

perubahan kistik.7

Penyebab serta patogenesis AAM saat ini belum diketahui secara pasti,

namun beberapa artikel telah mempertimbangkan kemungkinan AAM berasal dari

sel mesenkimal area perineum dan panggul yang terisolasi. Dari sudut pandang

histogenesis seperti yang ditunjukkan melalui mikroskop elektron, kultur jaringan,

analisis imunohistokimia serta analisis ultrastruktural, lesi tumor berasal dari

fibroblas atau miofibroblas pada area perineum atau panggul. Hipotesis ini

merupakan yang paling diterima untuk saat ini.8

Teori lain mengusulkan penyebab hormonal dan genetik dalam

pathogenesis AAM. Pada teori hormonal didasarkan dengan ditemukannya reseptor

estrogen dan progesteron pada AAM. Akan tetapi, adanya onset AAM pada pria

secara teoritis membatasi kemungkinan penyebab pengaruh hormonal. 7,8 Berbagai

molekul perubahan genetik juga diidentifikasi melibatkan kromosom 12, di wilayah

12q13-15. Gen high-mobility group protein isoform I-C (HMGIC), yang mengkode

protein yang terlibat dalam regulasi transkripsional, diduga berperan dalam

patogenesis tumor ini.9

7
Pemeriksaan histopatologi merupakan gold standard dalam penegakan

diagnosis AAM.10 Gambaran histopatologi pada AAM ini adalah penampilan tumor

vaskular dengan lesi mesenkimal hiposeluler, terdapat sel spindel dan sel-sel

stellate dengan sitoplasma yang tidak jelas. Sel-sel secara longgar tersebar dalam

stroma miksoid. Meskipun tidak ada biomarker yang diketahui spesifik untuk

AAM, studi imunohistokimia dapat menetapkan bahwa sel-sel tumor positif untuk

vimentin dan desmin (100%), aktin spesifik yang ditentukan otot (94%), reseptor

estrogen (93%), reseptor progesteron(90%) dan untuk CD34. Sel-sel pada AAM

memberikan tes imunohistokimia negatif untuk protein S100, chromogranin, Ki-67

dan faktor VIII. 9 Pada kasus ini gambaran histopatologi yang ditemukan sesuai

dengan gambaran AAM.

Pedunculated lipofibroma (PL) adalah bentuk nevus lipomatosus

superfisialis yang relatif jarang. Lesi berupa tumor besar bertangkai yang tumbuh

lambat, sewarna kulit, menunjukkan kecenderungan bagian pantat dan paha atas.

Area lain yang terlibat termasuk punggung, bahu, lutut, leher, dan telinga. Secara

histologis, terdapat kelompok dan untaian sel lemak ditemukan tertanam di antara

kumpulan kolagen dermis.11 Pada pasien ini tidak ditemukan gambaran tersebut,

sehingga diagnosis banding PL dapat disingkirkan.

Giant acrocordons (GA) merupakan acrocordons dengan ukuran yang

besar, dan merupakan varian jarang. Insidensi terjadi secara merata pada kedua

jenis kelamin dengan usia pertengahan, serta lebih dari setengah populasi terjadi

pada usia lebih dari 70 tahun. Acrochordons merupakan tumor jinak kulit

bertangkai dengan ukuran kecil serta konsistensi lunak, kontur halus, dan dapat

8
muncul sebagai nodul superfisial atau papiloma. Acrochordons memiliki warna

serupa kulit atau bisa hiperpigmentasi. Acrochordons mempunyai hubungan

riwayat keluarga yang erat serta biasa berkembang dari kulit leher dan daerah

aksila, tetapi dapat muncul pada semua bagian tubuh. Pada pemeriksaan

histopatologi berupa lesi polipoid yang menunjukkan papillomatosis, hiperkeratosis

dan akantosis. Jaringan ikat tersusun dari serat kolagen longgar dan sering

mengandung kapiler yang melebar. Lesi yang lebih besar menunjukkan epidermis

yang mendatar dan lemak pada bagian tengah. 12,13 Pada pasien ini dari insidensi

serta gambaran histopatologis tidak sesuai dengan gambaran GA, sehingga

diagnosis GA dapat disingkirkan.

Pasien kemudian dikonsulkan ke bagian bedah onkologi untuk dilakukan

reseksi dan pemeriksaan histopatologi. Dari gambaran histopatologi pasien ini

mendukung untuk diagnosis AAM, sehingga diagnosis banding lainnya dapat

disingkirkan.

Penatalaksanaan utama pada AAM adalah secara bedah dengan reseksi

komplit. Pendekatan yang lebih baru untuk pengobatan AAM melibatkan terapi

hormon. Terapi agonis hormon pelepas gonadotropin sebagai manajemen medis

untuk AAM menunjukkan resolusi radiografi lengkap dari tumor pada beberapa

laporan kasus. Tindakan bedah merupakan tatalaksana utama dan dapat diberikan

terapi agonis hormon pelepas gonadotropin sebagai adjuvan atau alternatif untuk

pembedahan radikal.14 Pada pasien ini dilakukan pembedahan sebagai

tatalaksananya.

9
Angka rekurensi dapat terjadi meskipun telah dilakukan reseksi yang

memadai. Faktor risiko untuk rekurensi salah satunya adalah reseksi bedah yang

tidak adekuat. Penatalaksanaan setelah reseksi bedah dapat dengan terapi modulasi

hormon untuk mengurangi rekurensi, atau dapat hanya dilakukan observasi.

Tingkat rekurensi berkisar dari 25% hingga 47%, dengan 85% berulang dalam

waktu 5 tahun sejak awal operasi.15 Brzezinska et al (2018) melaporkan 55 kasus

AAM yang ditangani dengan reseksi bedah, rekurensi didapatkan pada 16 kasus,

dimana 6 kasus diberikan adjuvan terapi hormonal. Waktu rekurensi dilaporkan

berkisar antara 2 bulan hingga 15 tahun10. Pada pasien ini, observasi dilakukan rutin

tiap bulan untuk melihat adanya rekurensi paska tindakan bedah.

KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus jarang yaitu Aggressive angiomyxoma pada

regio gluteal seorang laki laki muda. Diagnosis tersebut ditegakkan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan histopatologi. Penatalaksanaan

yang telah dilakukan adalah reseksi total pada tumor. Pada pasien ini diperlukan

evaluasi dan observasi jangka panjang untuk memonitor kemungkinan rekurensi.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Chen H., Zhao H., Xie Y., Jin M. Clinicopathological features and
differential diagnosis of aggressive angiomyxoma of the female pelvis: 5
case reports and literature review. Medicine (Baltimore) 2017 May;96(20)
2. Frank Hsieh, MA, MBBChir, FRACS* Kai-Ti Chuang, MD* You-Ting
Wu, MD, Chih-Hung Lin, MD. Aggressive Angiomyxoma—Report of a
Rare Male Buttock Lesion. Plast Reconstr Surg Glob Open 2018. 6:e1879.
3. Mahendra M. Kura, Saurabh R. Jindal, Usha N. Khemani. Aggressive
angiomyxoma of the vulva: An uncommon entity. Indian Dermatology
Online Journal - May-August 2012.
4. Haldar K, Martinek IE, Kehoe S. Aggressive angiomyxoma: A case series
and literature review. Eur J Surg Oncol. 2010;36:335–9.
5. Sutton BJ, Laudadio J. Aggressive angiomyxoma. Arch Pathol Lab
Med. 2012;136:217–21.
6. Micci F, Brandal P. Soft Tissue Tumors: Aggressive angiomyxoma. Atlas
Genet Cytogenet Oncol Haematol. April 2007.
7. Martín-Cartes JA, Bustos-Jiménez M, Tamayo-López MJ, Palacios-
González MC, Gómez-Cabeza de Vaca V, Ortega AM. Aggressive
angiomyxoma: An unusual female pelvic tumour. Report of three cases and
review of the literature. Surg Sci 2010;1:40-5
8. Dipti Agrawal, Prashant Goyal, Arpana Haritwal. Aggressive
Angiomyxoma: a Diagnostic Dilemma. Indian Research Journal. 2013
9. Sharifah Majedah, Idrus Alhabshi, M Abd Rashid. Large perineal and
gluteal angiomyxoma: the role of diagnostic imaging and literature review.
BMJ Case Rep. 2013.
10. B.N. Brzezinska, A.E. Clements, K.S. Rath, G.C. Reid, A persistent mass:
A case of aggressive Angiomyxoma of the vulva. Gynecologic Oncology
Report. Elsevier. 2018
11. Öztürkcan, S., Terzioğlu, A., Akyol, M., Altinor, S., & Yildiz, E.
Pedunculated Lipofibroma. The Journal of Dermatology. 2017. 27(4), 288–
290.
12. Shah R, Jindal A, Patel N. Acrochordons as a cutaneous sign of metabolic
syndrome: a case-control study. Ann Med Health Sci Res 2014; 4:202-5
13. Eyas Alkhalili, Surasri Prapasiri, John Russell. Giant Achrocordon of the
Axilla. British Medical Journals. 2015
14. Fine BA, Munoz AK, Litz CE, Gershenson DM . Primary medical
management of recurrent aggressive angiomyxoma of the vulva with a
gonadotropin-releasing hormone agonist. Gynecol Oncol. 2001;81(1):120–
122.
15. Dehuri P, Gochhait D, Srinivas BH, et al. Aggressive angiomyxoma in
males. J Clin Diagn Res. 2017;11:ED01–ED03

11
12

S-ar putea să vă placă și