Sunteți pe pagina 1din 7

PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP PENURUNAN

FREKUENSI NAPAS PADA BAYI (1 BULAN – 1 TAHUN)


DENGAN BRONKOPNEUMONIA DI RSUD
CIBABAT CIMAHI

1)
Rosa Dwi Apriyani, 2)Windasari Aliarosa, 3)Ryka Juaeriah
1)
Mahasiswa STIKes Budi Luhur Cimahi
2)
Dosen STIKes Budi Luhur Cimahi
3)
Dosen STIKes Budi Luhur Cimahi

Abstrak
Bronkopneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia dan menyumbang 16%
dari seluruh kematian anak di bawah 5 tahun. Penyakit ini mengalami peningkatan dari tahun
2017 di RSUD Cibabat Cimahi, terutama terjadi paling tinggi pada anak usia 1 bulan – 1 tahun
yaitu sebanyak 38 kasus pada tahun 2019. Bronkopneumonia terjadi pada anak disebabkan
ketidakmampuan anak untuk memobilisasi sekresi sehingga menimbulkan penumpukan sekret,
yang menyebabkan penyempitan pembuluh jalan napas sehingga sering terjadinya sesak
napas. Terapi non farmakologi yang dapat di aplikasikan untuk menangani sesak napas pada
pasien bronkopneumonia yaitu dengan fisioterapi dada. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap penurunan frekuensi napas pada bayi (1 bulan
– 1 tahun) dengan bronkopneumonia di RSUD Cibabat Cimahi. Penelitian ini merupakan
penelitian quaisi eksperiment dengan populasi berjumlah 16 orang menggunakan total
sampling. Analisis univariat menggunakan persentase dan bivariat menggunakan uji dependen
simple t test. Berdasarkan hasil analisis didapatkan ada pengaruh fisioterapi dada terhadap
penurunan frekuensi napas dengan nilai p (0.001) < α (0.05). Hasil penelitian disimpulkan
bahwa ada pengaruh dan hasil analisa juga didapatkan bahwa kelompok intervensi lebih efektif
dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi dalam
membuat modul pembelajaran keperawatan anak serta bagi pihak rumah sakit membuat
leaflet/banner tentang cara fisioterapi dada dalam upaya mengeluarkan sekret dan mengatasi
sesak napas pada bayi

Kata kunci : Frekuensi napas, fisioterapi dada, bronkopneumonia, quaisi eksperiment.

THE EFFECT OF CHEST PHYSIOTHERAPY ON DECREASING


BREATH FREQUENCY IN INFANTS (1 MONTH – 1 YEAR)
WITH BRONCHOPNEUMONIA IN CIBABAT HOSPITAL

Abstract
Bronchopneumonia is the leading cause of infant mortality in the world and accounts for 16% of
all deaths of children under 5 years. This disease has increased from 2017 in the Cibabat
Cimahi Hospital, especially in children age 1 month – 1 year as many as 38 cases in 2019.
Bronchopneumonia occurs on children due to the inability of children to mobilized secretions
cause accumulation of secretions, which causes narrowing of the respiratory tract which often
results in shortness of breath. One of the non-pharmacological therapy that can be applied to
treat shortness of breath in bronchopneumonia patients is chest physiotherapy. The aim of this
study was to determine the effect of chest physiotherapy on decreasing respiratory frequency in
infants (1 month – 1 year) with bronchopneumonia in Cibabat Cimahi hospital. This study made
used of experimental quaisi design with 16 respondents of population as total sampling.
Univariate analysis was used percentage and bivariate was used simple t test. Based on the
results of the analysis it was found that there was an effect of the chest physiotherapy on
decreasing respiratory frequency with a p value (0.001) < α (0.05). The results of the study
conclude that there was influence and the results of the analysis also found that the intervention
group was more effective than the control group. This research is expected to be an additional
information in making learning modules for child nursing and for the hospital to make leaflets or
banners on how treat chest physiotherapy in an effort to issue secretions and overcome
shortness of breath in infants.

Rosa Dwi Apriyani


Pendidikan Ners STIKes Budi Luhur Cimahi
Jln. Kerkof No.243-Telp/Fax/(022) 6674696 Leuwigajah.Cimahi
Mobile: +62 896-0875-1850
Email: rosadwiapriyani30@gmail.com

1 JKBL, Volume Nomor Bulan Tahun


Keywords : Frequency of breath, chest phhysiotherapy, bronchopneumonia, quaisi
experiment.

PENDAHULUAN

Bronkopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit pneumonia yaitu peradangan
yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukosa purulent untuk
membentuk bercak konsolidasi pada lobus-lobus yang berbeda didekatnya. Salah satu usia
yang paling sering terkena pneumonia ialah usia anak. Hal tersebut karena anak merupakan
golongan usia yang paling rawan terhadap penyakit, hal ini berkaitan dengan fungsi protektif
atau immunitas anak (Wong, 2008).
Menurut WHO tahun 2017 Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di
dunia. Penyakit ini menyumbang 16% dari seluruh kematian anak di bawah 5 tahun, yang
menyebabkan kematian pada 920.136 balita, atau di perkirakan 2 anak balita meninggal setiap
menit pada tahun 2015. Pada tahun 2017, angka kematian akibat Pneumonia pada kelompok
bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,56% dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun
sebesar 0,23% (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017). Menurut hasil Riskesdas 2018 bahwa
prevalensi pneumonia di Indonesia meningkat dari tahun 2013 sebanyak 1,6% menjadi 2,0 %
pada tahun 2018 sedangkan di Jawa Barat menjadi peringkat ke empat tertinggi yaitu
meningkat dari tahun 2013 1,9 % menjadi 2,6 %. Prevalensi pneumonia yang ditemukan dan
ditangani di Kota Cimahi tahun 2016 sebanyak 3.427 kasus (139,4 %) (Profil Kesehatan Jawa
Barat, 2016).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di dapatkan bahwa bronkopneumonia mengalami
peningkatan dari tahun 2017, terutama terjadi paling tinggi pada anak usia 1 bulan – 1 tahun
yaitu sebanyak 38 kasus bulan Januari 2019 – Februari 2019. Data pasien rawat inap
bronkopneumonia secara keseluruhan di RSUD Cibabat Cimahi pada tahun 2019 yaitu
sebanyak 93 kasus.
Bronkopneumonia terjadi pada anak disebabkan ketidakmampuan anak untuk
memobilisasi sekresi sehingga menimbulkan penumpukan sekret. Pada dasarnya, mekanisme
batuk anak dan bayi belum sempurna sehingga tidak dapat membersihkan jalan napas dengan
sempurna. Terlebih pada kantung udara terhalang cairan sehingga rongga pernapasan menjadi
terganggu. Perlu dilakukan tindakan aktif dan pasif untuk membersihkan jalan nafas anak dan
bayi. Normalnya sekret pada saluran pernapasan dapat dikeluarkan dengan perubahan posisi
serta dengan batuk. Kondisi imobilisasi, sekret terkumpul pada jalan napas akibat gravitasi
sehingga mengganggu proses difusi oksigen dan karbondioksida di alveoli. Upaya batuk untuk
mengeluarkan sekret juga terhambat karena melemahnya tonus otot-otot pernapasan
(Mubarak, 2007). Ketidakmampuan anak dalam mengeluarkan dahak dapat menyebabkan
ketidakefektifan bersihan jalan napas sehingga anak menjadi sesak napas yang ditandai
adanya peningkatan frekuensi napas.
Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan
nafas yaitu fisioterapi dada, batuk efektif, latihan nafas dalam, inhalasi mekanik dan obat
bronkodilator (Somantri, 2009). Salah satu teknik sederhana yang dapat di aplikasikan di
pelayananan kesehatan maupun di rumah ialah fisioterapi dada. Fisioterapi dada merupakan
kumpulan teknik atau tindakan pengeluaran sputum yang digunakan, baik secara mandiri
maupun kombinasi agar tidak terjadi penumpukan sputum yang mengakibatkan tersumbatnya
jalan nafas dan komplikasi penyakit lain sehingga menurunkan fungsi ventilasi paru-paru,
dengan cara membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan meningkatkan efisiensi
otot-otot pernapasan. Teknik ini terdiri dari teknik kombinasi untuk memobilisasi sekresi
pulmonary ini yaitu drainage postural, perkusi dada, dan vibrasi (Hidayati dkk, (2014, dalam
Aryayuni, 2015) Potter dan Perry, 2006, Muttaqin, 2008).
Fisioterapi dada yang digunakan dalam peneltian ini yaitu dengan teknik drainage
postural, perkusi dada, dan vibrasi karena lebih mudah dan efektif dilakukan di ruang perawatan
maupun di rumah untuk mencegah terjadinya sumbatan jalan napas. Teknik tersebut bertujuan
untuk membantu mengeluarkan sputum sehingga klien dapat bernapas dengan bebas dan
tubuh mendapatkan oksigen yang cukup ditandai dengan frekuensi napas normal. Mencegah
bayi mengalami sesak akibat bronkopneumonia yang jika tidak ditangani dengan tepat akan
berakibat kematian.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada pengaruh fisioterapi dada
terhadap penurunan frekuensi napas pada bayi (1 bulan – 1 tahun) dengan Bronkopneumonia
di RSUD Cibabat Cimahi?”. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
fisioterapi dada terhadap penurunan frekuensi napas pada bayi (1 bulan – 1 tahun) dengan
bronkopneumonia di RSUD Cibabat Cimahi.

METODE

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quaisi eksperiment atau
eksperimen semu. Meggunakan desain rancangan non equivalent control group. Penelitian ini

2
menggunakan rancangan kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan mengukur
frekuensi napas sebelum dan sesudah diberikan tindakan fisioterapi dada sebanyak 3 kali
sehari selama 3 hari pada kelomok intervensi sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 1
kali sehari selama tiga hari. Jumlah populasi dalam penelitian ini ialah 16 responden dengan
sampel yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan tehnik Total sampling, yaitu teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2018).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu orang tua pasien bersedia anaknya menjadi responden,
responden usia (1 bulan – 1 tahun) yang mengalami frekuensi
nafas cepat akibat bronkopneumonia dengan respirasi > 50 x/menit, nadi dan suhu responden
dalam batas normal (Nadi : 90 – 160x/menit, Suhu : 36.6 – 37 oC), responden dengan orang tua
yang bisa menerima saran, bisa bekerja sama dan kooperatif dalam pemberian tindakan
fisoterapi dada.
Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan pengamatan (observasi) yaitu
dengan cara mengukur frekuensi napas sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Instrumen
penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu berupa stopwatch untuk mengukur
respirasi, SOP dan lembar observasi.
Hasil uji normalitas data yang telah dilakukan menunjukan bahwa hasil dari pre dan post
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol berdistribusi normal. Maka analisa data statistik
yang digunakan ialah Dependen simple T test dengan pengambilan keputusan hipotesis
penelitian (Ha) diterima bahwa p value lebih kecil dari α (0,05).
Penelitian ini dilaksanakan di ruang anak (C6) RSUD Cibabat Cimahi setelah
melakukan ethical clreance dengan nomor surat 445/017/TKEP dan telah memperhatikan
askep etik penelitian yaitu respect for person (prinsip menghormati harkat dan martabat
manusia), beneficience and non-maleficence (bermanfaat dan tidak merugikan) serta justice
(Keadilan). Beriku gambar alur pelaksanaan penelitian:

Persiapan

Informed Consent

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

a. Pretest a. Pretest
b. Diberikan fisioterapi b. Diberikan fisioterapi
dada 3 kali dalam dada 1 kali dalam
sehari selama 3 hari sehari selama 3 hari
c. Postest c. Postest

HASIL

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik Responden Jumlah Presentase (%)


Usia
0 – 3 bulan 6 37.5
3 – 6 bulan 2 12.5
6– 12 bulan 8 50
Total 16 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 62.5
Perempuan 6 37.5
Total 16 100
Sumber : Data Primer 2019.

3
Tabel 2. Distribusi frekuensi napas pada pada bayi (1 bulan – 1 tahun) dengan
bronkopneumonia sebelum dan sesudah diberikan fisioterapi dada pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.

Sebelum Sesudah
Frekuensi Napas I K I K
F % F % F % F %
Bradipnea (>30x/menit) 0 0 0 0 0 0 0 0
Normal (30 – 49x/menit) 0 0 0 0 6 75 3 37.5
Takipnea (>50x/menit) 8 100 8 100 2 25 5 62.5
Total 8 100 8 100 8 100 8 100
Sumber : Data Primer 2019
Keterangan : I = Kelompok Intervensi
K = Kelompok Kontrol

Tabel 3. Perbedaan rerata frekuensi napas pada pada bayi (1 bulan – 1 tahun) dengan
bronkopneumonia setelah diberikan fisioterapi dada pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.

Frekuensi Napas Mean n


Intervensi 14.25 8
Kontrol 5.38 8
Sumber : Data Primer 2019, uji independent simple t test

Tabel 4. Pengaruh fisioterapi dada terhadap penurunan frekuensi napas pada bayi (1 bulan – 1
tahun) dengan bronkopneumonia Di RSUD Cibabat Cimahi.

Kelompok Variabel Mean Delta Nilai p


Pre-test 56.13
Intervensi 14.25 0.001
Post-test 41.88
Pre-test 55.25
Kontrol 5.37 0.003
Post-test 49.88
Sumber : Data Primer 2019, uji dependen simple t test

PEMBAHASAN

Berdasarkan data demografi responden pada penelitian ini yaitu bronkopneumonia banyak
terjadi pada usia 1 – 12 bulan. Salah satu usia yang paling sering terkena bronkopneumonia
ialah usia anak. Hal tersebut karena anak merupakan golongan usia yang paling rawan
terhadap penyakit, hal ini berkaitan dengan fungsi protektif atau immunitas anak (Wong, 2008).
Berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini sebagian besar (62.5%) responden berjenis
kelamin lai-laki. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit
bronkopneumonia terutama pada anak laki-laki, hal ini disebabkan diameter saluran
pernapasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan anak perempuan atau adanya perbedaan
dalam daya tahan tubuh anak laki-laki dan perempuan (Depkes RI, 2004. Sunyataningkamto
dalam Kaunang dkk, 2016).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaunang (2016) menunjukan
bahwa anak yang menderita penyakit pneumonia paling banyak terjadi pada jenis kelamin laki-
laki (88 pasien), dan kelompok usia < 1 tahun (108 pasien)
Gambaran Frekuensi Napas Pada Bayi (1 Bulan – 1 Tahun) Dengan Bronkopneumonia
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Fisioterapi Dada Pada Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol
Hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui pada kelompok intervensi maupun
kelompok kontrol seluruhnya (100%) memiliki frekuensi napas takipnea (>50x/menit). Masalah
yang sering muncul pada balita dengan bronkopneumonia yang dirawat di rumah sakit adalah
distress pernapasan yang ditandai dengan napas cepas, retraksi interkostal, pernapasan cuping
hidung dan disertai dengan stridor (WHO, 2009). Kondisi yang mengakibatkan pasien
bronkopneumonia mengalami peningkatan frekuensi napas atau takipnea yaitu dikarenakan
terjadinya peradangan pada satu atau beberapa lobus paru-paru yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur dan benda asing. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, yang
menyebabkan penyempitan pembuluh jalan napas sehingga sering terjadinya sesak napas
pada pasien bronkopneumonia (Arfiana & Lusiana, 2016).
Pada hasil penelitian sesudah diberikan fisioterapi dada pada kelompok intervensi
diketahui sebagian besar (75%) memilikii frekuensi napas normal (30 – 49x/menit) dan pada
kelompok kontrol sebagian besar (62.5%) memiliki frekuensi napas takipnea (>50x/menit). Hasil
ini menunjukan meskipun klien sudah diberikan fisioterapi dada akan tetapi masih terdapat klien

4
yang mengalami sesak napas/takipnea sebagian kecil (25%) pada kelompok intervensi dan
sebagian besar (62.5%) pada kelompok kontrol. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan
sekret yang berlebih dan sulit untuk dikeluarkan. Serta responden yang memiliki riwayat lahir
prematur, hal ini berkaitan dengan fungsi protektif atau immunitas anak (Wong, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa setelah dilakukan intervensi
pemberian fisioterapi dada pada bayi (1 bulan – 1 tahun) dengan bronkponeumonia sebagian
besar mengalami penurunan frekuensi napas. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan yang
dilakukan oleh Maidartati (2014) yang menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden
setelah diberikan fisioterapi dada adanya penurunan frekuensi napas. Terdapat perbedaan
jumlah responden yang memiliki frekuensi napas normal setelah diberikan fisioterapi dada.
Perbedaan Rerata Frekuensi Napas Pada Bayi (1 Bulan – 1 Tahun) Dengan
Bronkopneumonia Sebelum Dan Sesudah Fisioterapi Dada Pada Kelompok Intervensi
Dan Kelompok Kontrol.
Hasil analisis tentang penurunana frekuensi napas pada bayi (1 bulan – 1 tahun)
dengan bronkopneumonia didapatkan bahwa rata-rata penurunan frekuensi napas pada
kelompok intervensi yaitu 14.25. Sedangkan nilai rata-rata penurunan frekuensi napas pada
kelompok kontrol yaitu 5.38. Merujuk pada hasil tersebut dapat diketahui bahwa, penurunan
pada kelompok intervensi yaitu lebih banyak dibandingkan pada kelompok kontrol. Perlakuan
pada kelompok intervensi lebih berpengaruh atau efektif yaitu diberikan perlakuan fisioterapi
dada sebanyak tiga kali dalam sehari selama tiga hari dibandingan kelompok kontrol yang
hanya diberikan fisoterapi dada sebanyak satu kali dalam sehari selama tiga hari.
Pada dasarnya, pada anak dan bayi mekanisme batuk belum sempurna sehingga tidak
dapat membersihkan jalan nafas dengan sempurna. Terlebih pada kantung udara terhalang
cairan sehingga rongga pernapasan menjadi terganggu. Perlu dilakukan tindakan aktif dan
pasif untuk membersihkan jalan napas anak dan bayi sehingga perlu dilakukannya fisioterapi
dada sebanyak 2 – 3 kali dalam sehari untuk membantu pengeluaran sekret agar sesak yang
dialami pasien bronkopneumonia menjadi berkurang.
Pada umumnya untuk kasus batuk dan filek ringan hanya dibutuhkan 1 – 2 kali fisioterpi
dada namun untuk kasus yang berat bisa dibutuhkan sampai 7 kali bahkan lebih. Fisioterapi
dada yang relative aktif dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari pada pasien bronkopneumonia
cukup efektif membantu pengeluaran sekret karena dengan frekuensi tersebut membantu
pengeluaran sekret lebih banyak dibanding dengan hanya dilakukan sekali dalam sehari pada
pasien bronkopneumonia yang di rawat di RS meskipun frekuensi tersebut juga membantu
pengeluaran sekret.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hussein dan Elsamman
(2011) bahwa tindakan fisioterapi yang dilakukan sebanyak 2 - 3 kali/hari yaitu pada pagi hari
pukul 9 -10, kemudian siang hari pada pukul 12 – 1 dan sekitar pukul 3 – 4 sore hari dengan
tindakan memakan waktu selama 7 – 10 menit. Hasil penelitian disimpulkan bahwa fisioterapi
efektif dalam penurunan frekuensi napas pada bayi dengan pneumonia.
Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Penurunan Frekuensi Napas Pada Bayi (1 Bulan – 1
Tahun) Dengan Bronkopneumonia.
Hasil penelitian didapatkan nilai rata-rata frekuensi napas sebelum diberikan fisioterapi
dada pada 8 responden yaitu 56.13x/menit dan setelah diberikan fisioterapi dada yaitu
41.88x/menit, dibandingkan dengan frekuensi napas normal pada bayi yaitu 30 – 49x/menit.
Merujuk pada hasil tersebut di dapatkan nilai selisih pre dan post pada kelompok intervensi
yaitu 14.25 lebih besar dibanding kelomopk kontrol yaitu 5.37. Nilai rata-rata frekuensi napas
setelah diberikan fisioterapi menjadi lebih berkurang. Hal ini dapat terjadi karena fisioterapi
dada efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi, mengembalikan dan
memelihara fungsi otot-otot pernapasan dan mencegah penumpukan sekret sehingga tidak
terjadinya sesak napas.
Hasil uji parametrik Dependen Simple T Test diperoleh nilai p = 0.001 < α = 0.05. Dapat
disimpulkan terdapat pengaruh fisioterapi dada terhadap penurunan frekuensi napas pada bayi
(1 bulan – 1 tahun) dengan bronkopneumonia di RSUD Cibabat Cimahi. Pada dasarnya
tindakan fisioterapi dada baik dan efektif dilakukan sebanyak 2 – 3 kali dalam sehari
dibandingkan dengan hanya dilakukan sebanyak 1 kali dalam sehari, sehingga memiliki
perbedaan dalam nilai p.
Hasil penelitian ini juga selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maidartati
(2014) yang menunjukan bahwa rerata frekuensi napas responden sebelum dan sesudah
dilakukan fisioterapi terdapat perbedaan yang bermakna dengan p-value 0.000 < α (0.05).
Menurut Hidayati dkk (2014), Potter dan Perry (2006), Muttaqin (2008) tindakan
fisioterapi dada dilakukan agar tidak terjadinya penumpukan sputum yang mengakibatkan
tersumbatnya jalan nafas dan komplikasi penyakit lain sehingga menurunkan fungsi ventilasi
paru-paru. Serta tindakan ini dapat membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan
meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan.
Pemberian fisioterapi dada dalam penelitian ini dilakukan dengan kombinasi tehnik
postural drainase, vibrasi dan perkusi sebanyak tiga kali dalam sehari selama tiga hari. Setiap
tindakan dilakukan selama 5 menit ternyata cukup membantu dan efektif, dalam mengatasi
sesak napas pada bayi dengan bronkopneumonia agar dapat bernapas secara normal (30 –

5
49x/menit) meskipun dalam penelitian ini tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh-
pengaruh lain yang bisa mengurangi sesak napas atau menurunkan frekuensi napas pada bayi,
mislanya pemberian oksigen nasal kanul dan terapi inhalasi seperti nebulizer. Tindakan
fisioterapi dada dapat menjadi pengobatan alternative dan tindakan mandiri yang dapat
dilakukan di rumah pada klien dengan bronkopneumonia yang mempunyai gejala klinis sesak
napas.
Hal ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayatin (2019) menunjukan
bahwa ada perbedaan antara bersihan jalan napas sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
fisioterapi dada yang dilakukan mencakup 3 teknik yaitu postural drainage, perkusi dada dan
vibrasi pada anak balita dengan pneumonia. Bersihan jalan napas yang efektif, maka respirasi
pada anak menjadi normal dan tidak mengalami sesak.
Berdasarkan teori keperawatan Kolcaba bahwa tehnik ini dapat diterapkan oleh perawat
dalam memperhatikan kebutuhan rasa nyaman khususnya pada anak untuk mendapatkan
kebutuhan oksigennya dengan baik dan mempertimbangkan asuhan keperawatan yang
komprehensif, serta dapat melibatkan orang tua sebagai bagian dalam keperawatan Kolcaba.
Menurut Wong (2008) salah satu tugas seorang perawat adalah bertanggung jawab terhadap
melakukan maneuver atau posisi fisioterapi dada apabila tidak ada ahli terapi (ahli fisioterapi),
oleh sebab itu perawat harus terampil dalam melakukan tehnik ini.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian fisioterapi
dada dapat membantu dalam penurunan frekuensi napas pada bayi (1 bulan – 1 tahun) dengan
bronkopneumonia sehingga klien bisa menghirup udara dengan efektif. Meskipun pendapat ini
perlu unntuk dilakukan pengujian dan penelitian lebih spesifik lagi tentang pengaruh fisioterapi
dada terhadap penurunan frekuensi napas.
KESIMPULAN DAN SARAN

Sebelum diberikan fisioterapi dada pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol yaitu
seluruhnya (100%) frekuensi napas responden takipnea (>50x/menit). Setelah diberikan
fisioterapi dada pada kelompok intervensi sebagian besar (75%) memiliki frekuensi napas
normal (30 – 49x/menit) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar (62.5%) memiliki
frekuensi napas takipnea(>50x/menit).
Terdapat perbedaan fisioterapi dada terhadap penurunan frekuensi napas pada bayi (1
bulan – 1 tahun) dengan bronkopneumonia pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
dengan nilai rata-rata penurunan pada kelompok intervensi yaitu 14.25 sedangkan pada
kelompok kontrol yaitu 5.38.
Terdapat pengaruh pemberian fisioterapi dada terhadap penurunan frekuensi napas
pada bayi (1 bulan – 1 tahun) dengan bronkopneumonia di RSUD Cibabat Cimahi dengan nilai
p value 0.001 < α (0.05).
Hasil dari penelitian ini di harapkan menjadi sumber ilmu pengetahuan untuk
pengembangan teori keperawatan terkait dengan pemberian fisioterapi dada terhadap
penurunan frekuensi napas dengan bronkopneumonia.
Diharapkan perawat ruangan khususnya di ruang anak membuat leaflet atau banner dan
memberikan pendidikan kesehatan serta bagi ruang anak yaitu dengan mengadakan pelatihan
tentang fisioterapi dada agar dapat diaplikasikan oleh perawat ruangan dan mengajarkan
kepada orang tua klien tentang bagaimana cara melakukan fisioterapi dada dalam upaya
mengeluarkan sekret dan mengatasi sesak napas pada bayi sehingga dapat diaplikasikan di
rumah.
Dalam melanjutkan penelitian ini, diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih meneliti
tentang bagaimana pengaruh fisioterapi dada terhadap lama rawat pasien dengan gangguan
pernapasan, serta menambah jumlah responden lebih banyak lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, Martha Raile (2017). Pakar Teori Keperawatan. Edisi 8 Vol 1. Singapore :ELSEIVER.

Arfiana & Lusiana (2016). Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta:
Trans Medika.

Aryayuni Chella & Siregar Tatiana (2015). Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran
Sputum Pada anak Dengan Penyakit Gangguan Pernafasan Di Poli Anak RSUD Kota
Depok. http://library.upnvj.ac.id/pdf/artikel/Artikel_jurnal_FIKES/jkwgi-vol2-no2-
des2015/34-42.pdf Diakses pada tanggal 10 Februari 2019.

Depkes. (2017). Profil Kesehatan Indonesia.


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf Diakses pada tanggal 19
Februari 2019.

6
Dinkes. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2016/12
_Jabar_2016.pdf Diakses pada tanggal 24 Maret 2019.

Hidayat, Aziz Alimul A. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.

______ (2013). Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayatin Titin. (2019). Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Dan Pursed Lips Breathing
(Tiupan Lidah) Terhadap Bersihan Jalan Nafas Pada Anak Balita Dengan Pneumonia.
https://jurnal.stikesmuhla.ac.id diakses pada tanggal 12 juli 2019

Hussein Hewida Ahmed & Elsamman Gehan Ahmed (2011). Effect of Chest Physiotherapy
on Improving Chest Airways among Infants with Pneumonia. Journal of American
Science. 7(9):460-466. ISSN: 1545-1003. http://www.jofamericanscience.org diakses
pada tanggal 04 Maret 2019.
Kozier et al. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7 Vol 1. Jakarta: EGC.

Kyle Terri & Carman Susan. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Edisi 2 Vol 1. Jakarta:
EGC.

Marni. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit Dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

______(2016). Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.

Maidartati. (2014). Pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada anak usia
1-5 tahun yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas di puskesmas moch.
Ramdhan bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.II. No.1. April 2014. Diakses pada
tanggal 20 Januari 2019.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC

Nurarif Amin Huda & Kusuma Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA Nic-Noc.
Jilid 2. Jogjakarta:Mediaction

Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rinekan Cipta

Riskesdas (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Sugiyono (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung:Alfabeta.

WHO. (2017). Pneumonia. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia.


Diakses pada tanggal 10 Februari 2019.

Wong, Donna L, et al. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol 1. Jakarta: EGC.

S-ar putea să vă placă și