Sunteți pe pagina 1din 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN NYERI

A. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan tubuh
serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami
cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan–bahan yang dapat menstimulus
reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan
substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009).
Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan
tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya.Nyeri
dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentiftkasi.
Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status mental atau status psikologis,
pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya
membayangkannya saja.Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimulasi fisik dan
mental atau stimuli emosional.(Potter & Perry, 2005).
B. Fisiologi Nyeri
Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga
pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri, terdapat rangkaian
peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi, transrmisi, modulasi dan
persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas
elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi,
dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan
impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang
menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang
terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Proses ketiga adalah modulasi
yaitu aktivitas saraf yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu senyawa tertentu
telah diternukan di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di
medulla spinalis. Senyawa ini diaktifkan jika terjadi relaksasi atau obat analgetika seperti
morfin (Dewanto. G, 2003).
Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga
menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. Bahkan struktur otak
yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri
secara mendasar merupakan pengalaman subyektif yang dialami seseorang sehingga
sangat sulit untuk memahaminya (Dewanto.G, 2003). Nyeri diawali sebagai pesan yang
diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin)
dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri
dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai
impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal
yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat
sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali
dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri
dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke
spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi
nyeri di dacrah yang terluka (Potter & Perry, 2005).
Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh
meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis dan
parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah
pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat , berakibat
tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik
dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor
yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional, pengalaman
nyeri masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien. Kemampuan untuk
mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah,
cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obatobatan, alkohol,
hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone & Burke,2008).
D. Jenis-Jenis Nyeri Spesifik
1. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang menetap setelah cedera jaringan telah
sembuh dan ditandai dengan penurunan ambang batas sensorik dan nosiseptif (alodinia
dan hiperalgesia). Cedera saraf perifer akibat trauma, pembedahan, atau penyakit
(contohnya diabetes) sering kali menimbulkan komplikasi berupa nyeri neuropatik.
Pasien kanker memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita nyeri neuropatik yang
disebabkan oleh radioterapi atau berbagai macam agen kemoterapi. Meskipun nyeri
akut dan inflamasi biasanya dianggap sebagai suatu mekanisme adaptif dari sistem
nyeri untuk memberikan peringatan dan perlindungan, nyeri neuropatik sebenarnya
mencerminkan fungsi maladaptif (patofisiologis) dari sistem nyeri yang telah rusak.
Pada kebanyakan pasien, nyeri neuropatik akan menetap sepanjang hidupnya
dan akan memberikan dampak negatif pada kualitas hidup dari segi fisik, emosional,
dan juga sosial. Saat ini, keefektifan terapi nyeri neuropatik masih bersifat terbatas,
dimana hanya sebagai terapi simtomatik untuk nyeri neuropatik. Opioid, gabapentin,
amitriptilin, dan preparat kanabis telah dicoba dan keefektifan terapi ini terbukti masih
tebatas. Proses patofisiologis dari nyeri neuropatik memiliki ciri khas berupa respon
neuroinflamasi yang muncul setelah terjadinya aktivasi dari sistem kekebalan tubuh
nonspesifik (innate immune system). Toll-like receptor 2 dan 4 (TLR2 dan TLR4) yang
ditemukan pada mikroglia tampaknya memicu aktivasi glial, yang memulai jalur
proinflamasi dan transduksi sinyal yang akhirnya memicu produksi dari sitokin
proinflamasi. Alodinia yang sudah terjadi dapat dikembalikan dengan antagonis
reseptor TLR4 yang diberikan secara intratekal, yang mencegah aktivasi dari faktor
transkripsi NF-ĸB (nuclear factor kappalight- chain-enhancer of activated B cells) dan
mencegah overproduksi TNF-α (tumor necrosis factor-alpha) di dalam medula
spinalis setelah terjadinya cedera saraf skiatik. Central cannabinoid receptor 2 (CB2)
tampaknya memiliki peran protektif dan administrasi agonis reseptor CB2 dapat
menumpulkan respon neuroinflamasi dan dengan ini dapat mencegah terjadinya
neuropati perifer dengan menghalangi jalur-jalur sinyal tertentu.
Gambaran patologis umum dari kerusakan saraf meliputi terjadinya
mielinisasi/demielinisasi segmental yang abnormal serta aksonopati, dimulai dari
terjadinya defisit transpor metabolik dan aksoplasmik hingga terjadinya transeksi
akson yang nyata (aksotomi). Setelah cedera saraf terjadi, stump proksimal dari akson
akan menutup dan membentuk suatu pembengkakan terminal atau "end bulb", dan
sejumlah prosesus halus (tunas seperti "kecambah") akan mulai tumbuh dari end bulb
dalam kurun waktu 1 atau 2 hari. Tunas yang mulai tumbuh ini biasanya memanjang
didalam tabung endoneurial mereka dan akan mengembalikan sensasi normal pada
target perifer yang sesuai. Namun, saat pertumbuhan akson terhambat, seperti yang
terjadi pada amputasi anggota gerak tubuh/ekstremitas, end bulb beserta tunasnya akan
membentuk suatu massa kusut di ujung saraf, yang disebut dengan suatu neuroma
ujung saraf (nerve-end neuroma). Biasanya, ektopik firing yang dihasilkan oleh end
bulb dan tunasnya di dalam neuroma, dan oleh badan sel pada DRG, secara signifikan
berkontribusi terhadap hipersensitivitas nosiseptif dan mekanosensitifitas ektopik yang
timbul setelah terjadinya cedera saraf.
2. Nyeri Viseral
Walaupun nyeri somatik dapat dengan mudah dilokalisir dan ditandai oleh
sensasi yang jelas, namun nyeri viseral bersifat difus dan sulit dilokalisir, biasanya
mengacu pada area-area somatik (contohnya, otot dan kulit), dan biasanya
diasosiasikan dengan reaksi emosional dan otonom yang lebih kuat. Nyeri viseral
sering dihasilkan oleh stimuli yang berbeda dari stimuli untuk aktivasi nociceptors
somatik. Karakteristik ini mungkin disebabkan oleh adanya inervasi saraf ganda dan
struktur yang unik dari ujung reseptif viseral. Di antara semua jaringan di dalam tubuh,
visera bersifat unik karena masing-masing organ menerima persarafan dari dua jenis
kelompok saraf, yaitu nervus vagal dan nervus spinalis atau pelvic nerve dan nervus
spinalis, dan inervasi aferen viseral juga lebih jarang dibandingkan dengan inervasi
somatik. Serabut aferen viseral di medula spinalis memiliki badan sel yang terletak di
dorsal root ganglia (DRG) dan berakhir di dalam kornu dorsalis spinalis. Terminasi
sentral dari aferen viseral di nervus spinalis terjadi pada lamina I, II, V, dan X dan
penyampaian informasi sensorik viseral adalah melalui traktus spinotalamikus yang
kontralateral atau kolumna dorsalis yang ipsilateral ke area otak di supraspinal.
Neuron-neuron spinalis ini juga menerima input konvergen dari struktur
viseral dan struktur somatik lainnya, sehingga memberikan dasar struktural untuk
referred pain; sebagai contoh, nyeri pada rahang kiri dan lengan kiri yang menyertai
iskemia miokard biasanya dimediasi oleh konvergensi dari area sensori viseral dan
juga somatik. Struktur saraf lainnya yang menyampaikan informasi nyeri dari organ-
organ di rongga toraks dan abdomen adalah nervus vagus, yang memiliki badan sel di
ganglion nodusum dan terminal sentral didalam nukleus traktus solitarius. Inervasi
aferen vagus memainkan peran penting dalam munculnya reaksi otonom dan
emosional yang menonjol pada penyakit-penyakit viseral yang diasosiasikan dengan
rasa nyeri. Mayoritas serabut aferen viseral adalah berupa serabut Aδ yang bermielin
tipis atau serabut C yang tidak termielinisasi dengan ujung-ujung saraf bebas yang
tidak terselubung (unencapsulated), dan sejumlah kecil serabut Aβ yang diasosiasikan
dengan badan Pacini di mesenterium. Mechanosensitive endings dengan diferensiasi
terbaik terdapat pada intraganglionic laminar endings (IGLEs) dan susunan
intramuskular yang terkait dengan serat-serat aferen vagal yang menginervasi gaster.
Sebagian besar neuron sensori viseral ini mengandung substansia P dan/atau CGRP,
dan mereka juga mengekspresikan reseptor faktor pertumbuhan saraf yaitu TrkA.
Biomarker-biomarker tesebut akan meningkat secara signifikan dan nociceptor juga
akan tesensitisasi saat peradangan viseral terjadi. Tidak seperti stimuli noksius yang
menginduksi nyeri somatik, banyak juga stimuli yang merusak (seperti pemotongan,
pembakaran, penjepitan) tidak akan menimbulkan rasa sakit saat dilakukan pada
struktur viseral.
Aktivasi nociceptor viseral umumnya disebabkan oleh iskemia, peregangan
ligamen, spasme otot polos, atau distensi dari struktur-struktur berongga seperti
kantong empedu, duktus biliaris komunis, atau ureter. Rangsangan-rangsangan
tersebut terjadi akibat proses patologis viseral, dan rasa nyeri yang ditimbulkan dapat
berfungsi sebagai mekanisme untuk bertahan hidup dengan dilakukannya imobilitas.
3. Sindroma Nyeri Regional yang Kompleks
Klasifikasi Nyeri Kronis dari International Association for the Study of Pain
(IASP) mendefinisikan sindroma nyeri regional yang kompleks (complex regional
pain syndrome – CRPS) sebagai "berbagai kondisi menyakitkan setelah terjadinya
cedera, yang muncul secara regional dengan gejala abnormal didominasi oleh regio
distal, baik tingkat dan durasinya telah melebihi perjalanan klinis yang seharusnya,
dimana sering mengakibatkan penurunan fungsi motorik yang signifikan, dan
menunjukkan perkembangan yang bervariasi dari waktu ke waktu. Sindroma nyeri
kronis ini memiliki karakteristik klinis yang berbeda seperti nyeri spontan, alodinia,
hiperalgesia, edema, kelainan otonom, gangguan gerakan aktif dan pasif, dan
perubahan trofik pada kulit dan jaringan subkutan. Terdapat dua jenis CRPS, tipe I
(distrofi reflek simpatis) dan tipe II (kausalgia), yang dibedakan dengan adanya suatu
cedera saraf mayor yang dapat diidentifikasi dalam CRPS II dan tidak adanya cedera
saraf mayor pada CRPS I. CRPS I lebih sering terjadi daripada CRPS II, dan populasi
penderita lebih sering adalah wanita dibandingkan dengan laki-laki (2:1 hingga 4:1).
Insiden kejadian CRPS I adalah sebesar 1% hingga 2% pada fraktur, 12% pada lesi
otak, dan 5% pada infark miokard, dan kejadian CRPS II pada cedera saraf perifer
bervariasi dari 2% hingga 14% pada kasus-kasus yang berbeda, dengan nilai rata-rata
sebesar 4%.
Kriteria klinis IASP berikut diterapkan untuk mendiagnosis CRPS. CRPS tipe
I: (a) tipe I adalah sindroma yang muncul setelah mengalami kejadian yang
berbahaya/noksius; (b) terjadi nyeri spontan atau alodinia/hiperalgesia, yang tidak
hanya terbatas pada satu area saraf perifer saja, dan sifatnya tidak proporsional dengan
peristiwa penyebab nyeri tersebut; (c) ditemukannya edema atau bekas edema,
abnormalitas pada aliran darah kulit, atau aktivitas sudomotor yang abnormal di area
nyeri sejak terjadinya peristiwa penyebab nyeri; dan (d) diagnosis ini dieksklusi
apabila kondisi/penyebab dari rasa nyeri dan disfungsi jaringan telah ditemukan. CRPS
tipe II: (a) tipe II adalah sindrom yang muncul setelah tejadinya cedera saraf; terjadi
nyeri spontan atau alodinia/hiperalgesia dan tidak hanya terbatas pada area saraf yang
cedera saja; (b) ditemukannya edema atau bekas edema, abnormalitas pada aliran darah
kulit, atau aktivitas sudomotor yang abnormal di area nyeri sejak terjadinya peristiwa
penyebab nyeri; dan (c) diagnosis ini dieksklusi apabila kondisi/penyebab dari rasa
nyeri dan disfungsi jaringan telah ditemukan. Mekanisme yang mendasari patogenesis
CRPS masih belum jelas, walaupun sudah diakui bahwa CRPS adalah penyakit
neurologis yang melibatkan sistem otonom, sensorik, dan motorik serta area kortikal
yang terlibat dalam pemrosesan informasi kognitif dan afektif, dan komponen
inflamasi nampaknya berperan penting dalam fase akut penyakit ini. Regimen
pengobatan yang efektif untuk CRPS sampai saat ini masih sangat sedikit.
4. Nyeri pada Neonatus dan Bayi
Banyaknya bukti yang ada saat ini telah dapat mengesampingkan pemikiran
usang bahwa anak kecil tidak merasakan sakit karena PNS dan SSP mereka masih
imatur. Respon terhadap rangsangan somatik dimulai pada hari ke 15 (E15, dimana
usia kehamilan adalah 21,5 hari) pada janin tikus, dan janin manusia mengembangkan
persepsi nyeri pada usia kehamilan 23 minggu. Maturitas perilaku terhadap nyeri saat
postnatal berkembang dengan cepat pasca kelahiran. Biasanya, bayi baru lahir dan
anak-anak memiliki ambang batas nyeri yang jauh lebih rendah daripada orang dewasa
dan respon mereka terhadap nyeri juga sangat berlebihan. Beberapa studi klinis
mengungkapkan tentang efek jangka panjang dari pengalaman nyeri saat neonatal,
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia kehamilan saat lahir, lamanya
dirawat di unit perawatan intensif, intensitas stimulus dan gaya mengasuh anak. Balita
dan remaja ternyata menunjukkan hipersensitivitas jangka panjang terhadap
rangsangan nyeri setelah mengalami pengalaman yang menyakitkan saat masih
neonatus. Temuan ini menekankan tentang pentingnya penanganan nyeri yang optimal
pada neonatus dan bayi.
E. Pengukuran Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang
yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.Namun, pengukuran
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut:
1. Skala intensitas nyerideskritif

2. Skala identitas nyeri numerik

3. Skala analog visual

4. Skala nyeri menurut bourbanis


Keterangan :
0: Tidak nyeri
1-3: Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasidengan baik.
4-6: Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9: Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10: Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,
sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari
waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurut dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri
yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien
untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri.
Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka
direkomendasikan patokan 10 cm (Potter & Perry, 2005).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri
yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (PotterPotter & Perry, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca
dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif bermanfaat
bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga
mengevaluasiperubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat
gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan (Potter & Perry, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Dewanto. G. (2003). Patofisiologi Nyeri. Majalah Kedokteran Atmajaya,


Kozier dkk.( 2009 ). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis edisi 5. Jakarta : EGC.
Le Mone dan Burke. (2008). Education Consultant for the Oregon State Board of Nursing.
Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume
2. Jakarta: EGC.
Tamsuri. (2007). Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. EGC: Jakarta.

S-ar putea să vă placă și

  • LP Inc
    LP Inc
    Document31 pagini
    LP Inc
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • STEMI
    STEMI
    Document18 pagini
    STEMI
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Trauma Panggul
    Trauma Panggul
    Document9 pagini
    Trauma Panggul
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LAPORAN PENDAHULUAN Efusi Pleura Ic Benar
    LAPORAN PENDAHULUAN Efusi Pleura Ic Benar
    Document22 pagini
    LAPORAN PENDAHULUAN Efusi Pleura Ic Benar
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Nyeri
    LP Nyeri
    Document21 pagini
    LP Nyeri
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Ca Buli
    LP Ca Buli
    Document16 pagini
    LP Ca Buli
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Askep Ca Laring
    Askep Ca Laring
    Document22 pagini
    Askep Ca Laring
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Febris
    LP Febris
    Document5 pagini
    LP Febris
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Vericela
    LP Vericela
    Document17 pagini
    LP Vericela
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Manajemen Tugas Katim
    Manajemen Tugas Katim
    Document3 pagini
    Manajemen Tugas Katim
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Sop Tehnik Relaksasi Napas Dalam
    Sop Tehnik Relaksasi Napas Dalam
    Document3 pagini
    Sop Tehnik Relaksasi Napas Dalam
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • STEMI
    STEMI
    Document19 pagini
    STEMI
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Astk Ekg
    Astk Ekg
    Document3 pagini
    Astk Ekg
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Kebutuhan Nyeri Fatma
    LP Kebutuhan Nyeri Fatma
    Document12 pagini
    LP Kebutuhan Nyeri Fatma
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Pengkajian eliminasi urine
    Pengkajian eliminasi urine
    Document2 pagini
    Pengkajian eliminasi urine
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Sop Mengukur Tanda
    Sop Mengukur Tanda
    Document4 pagini
    Sop Mengukur Tanda
    uchy
    Încă nu există evaluări
  • LP Nyeri
    LP Nyeri
    Document21 pagini
    LP Nyeri
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Kebutuhan Nyeri Fatma
    LP Kebutuhan Nyeri Fatma
    Document12 pagini
    LP Kebutuhan Nyeri Fatma
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • BERKAS
    BERKAS
    Document6 pagini
    BERKAS
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Nyeri
    LP Nyeri
    Document21 pagini
    LP Nyeri
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Nyeri
    LP Nyeri
    Document21 pagini
    LP Nyeri
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Nyeri
    LP Nyeri
    Document21 pagini
    LP Nyeri
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Sejarah Panti Werdha
    Sejarah Panti Werdha
    Document2 pagini
    Sejarah Panti Werdha
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Kolegium Keperwatan
    Kolegium Keperwatan
    Document3 pagini
    Kolegium Keperwatan
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Pathway
    Pathway
    Document1 pagină
    Pathway
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Nutrisi
    LP Nutrisi
    Document26 pagini
    LP Nutrisi
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • BERKAS
    BERKAS
    Document6 pagini
    BERKAS
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • Askep CKR
    Askep CKR
    Document22 pagini
    Askep CKR
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • KDP SOP Attachment-1
    KDP SOP Attachment-1
    Document11 pagini
    KDP SOP Attachment-1
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări
  • LP Latihan
    LP Latihan
    Document12 pagini
    LP Latihan
    Anonymous mDv5QDcp
    Încă nu există evaluări