Sunteți pe pagina 1din 14

Asean Should Tackle Inequality, Increase Role of Private Sector:

James Riady
i

Jakarta. Lippo Group chief executive James Riady called on


member states of the Association of Southeast Asian Nations to
work together to close the income gap and reduce economic
disparity within the bloc if they want to harness the full
potential of its people.

James was speaking in Hanoi, Vietnam, on Monday (24/10),


during the first day of a two-day World Economic Forum event
in the Mekong region.

The forum brings together 180 participants, consisting business


leaders from multinational companies in Asean and the Asia-
Pacific region, academics as well as civil society.

The host "Mekong" nations, which are Vietnam, Cambodia,


Laos, Myanmar and Thailand, had their heads of state, heads of
government and senior ministerial delegations, participating in
the forum.
The following is an excerpt from James Riady's speech:

"If Asean were a single country, it would be the seventh largest


economy in the world with a combined gross domestic product
of $2.4 trillion. The other six are the United States, China,
Japan, Germany, France, and the United Kingdom. With a
youthful population of 600 million people, Asean has the third-
largest labor force in the world after China and India.

Asean is also a manufacturing powerhouse and a major global


hub for trade. It also has one of the fastest growing consumer
markets in the world. As the region seeks to deepen its ties
under the Asean Economic Community [AEC] it will capture an
even larger share of global trade and raise its economic profile.

There are some 67 million households in Asean countries that


are part of the consuming class with income levels that allows
them significant discretionary spending. That number could
almost double to 125 million households by 2025, making
Asean a pivotal consumer market of the future.
Asean is home to 227 of the world's largest companies, making
it the seventh largest host of such companies. As the largest
economy in Asean, Indonesia is the undisputed leader,
accounting for 40 percent of Asean's GDP. It is a member of the
G20. How Indonesia acts and behaves, impacts the rest of
Asean. It is thus imperative that Indonesia remains an open,
integrated and committed to free trade and investments. If
Indonesia closes its borders, there would be no Asean.

Key messages

1. Inequality.

We must close the income gap and reduce economic disparity


within Asean if we are to harness the full potential of its
peoples, maintain stability and enhance the sense of
community. Over the past 60 years, Asean has been a
remarkable region of peace and economic progress.

But economic inequality has been growing globally since the


2008 financial crisis. Societies across the globe, including in the
developed West, are rebelling against unequal access to goods
and services, education, financial services, health care and
decent housing.

Different Asean countries have had mixed success in lowering


income inequality. Indonesia has seen its Gini coefficient rise
from 1999 to 2015 while other countries have seen it fall.

A recent survey conducted by the Asean-Canada research


partnership revealed general perceptions on Asean and
inequality, although answers were based on respondents' own
definitions of each term. The overwhelming majority, 92
percent, of respondents considered Asean to be inequitable but
85 percent felt the region was stable. Most respondents
considered income inequality as a potential source of instability
and a threat to regional development.

It is likely that the fourth Industrial Revolution and the rise of


the digital economy will lead to severe disruptions and widen
income inequality. Singapore and Malaysia stand to benefit the
most from the rise of the digital economy given their highly
advanced economies and efforts to integrate their economies.
The recent announcement of the $17 billion high-speed train
linking Singapore to Kuala Lumpur will further integrate these
economies.

The other Asean countries must not be left behind, especially


the nations of the Mekong Delta.

2. Role of Private Sector

It is clear that there needs to be much closer partnership


between the public and private sectors. Although the
population of Asean in 2030 will be richer and largely
urbanized, the majority of the region's GDP will still be
produced by the 30 percent of the population that remain in
the countryside.

This means Asean as a whole will need to create more urban


jobs. Governments and private companies much harness
knowledge and skills. Access to technology, smartphones and
the internet will create new opportunities but will also widen
the income gap.
Asean is the world's fastest-growing internet region with an
existing Internet base of 260 million but that will double to 480
million by 2020. The region's internet economy is also expected
to exceed $200 billion by 2025.

This will lead to a seismic shift in consumer spending and the


creation of new industries. Harnessing this vast market and in
the process improving the lives of millions of Asean citizens is
our biggest challenge but also an historic opportunity.

As a group, Lippo has been at the heart of contributing to the


growth of the digital economy in Asean. We have invested in
education, healthcare, media, broadband and providing high
quality homes to a rapidly expanding middle class in Indonesia.

We can share this knowledge and business heritage with the


other Asean members."
Translate :

James Riady: Indonesia Pemimpin Ekonomi ASEAN

CEO Lippo Group James Riady (kanan) berbicara dalam


pertemuan direktur pelaksana dan anggota dewan pelaksana
World Economic Forum di Hanoi, Vietnam, 25 Oktober 2016.
(Istimewa)

Hanoi, Vietnam - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara


(ASEAN) merupakan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di
dunia, dan Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan punya
peran sebagai pemimpin, kata CEO Lippo Group James Riady
dalam pertemuan dengan para anggota dewan pelaksana
World Economic Forum (WEF) di Hanoi, Vietnam, Selasa
(25/10).

Pertemuan ini digelar menjelang pertemuan puncak WEF di


Davos, Swiss, tahun depan yang sekaligus menandai golden
jubilee atau hari jadi ASEAN yang ke-50.
Menurut James, untuk bisa menjadi pemimpin ASEAN
Indonesia harus tetap berprinsip terbuka, terintegrasi dan
berkomitmen pada perdagangan dan investasi bebas.

"Jika Indonesia menutup perbatasannya, ASEAN tidak akan


ada," ujarnya.

Berikut pernyataan lengkap James dalam forum tersebut:

=======

Jika ASEAN adalah sebuah negara, maka dia akan menjadi


kekuatan ekonomi terbesar ketujuh di dunia dengan gabungan
Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$ 2,4 triliun. Enam
kekuatan lainnya adalah Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang,
Jerman, Prancis, dan Inggris Raya.

Dengan populasi generasi muda sebesar 600 juta jiwa, ASEAN


juga merupakan angkatan kerja terbesar ketiga di dunia setelah
Tiongkok dan India.
Selain itu, ASEAN adalah kekuatan penentu dan hub utama di
bidang perdagangan. Pasar konsumen ASEAN adalah salah satu
yang pertumbuhannya paling kencang di dunia. Ketika kawasan
ini mulai berusaha mempererat hubungan dalam kerangka
Masyarakat Ekonomi ASEAN, pangsa pasarnya di perdagangan
dunia akan makin besar, demikian juga profil ekonominya.

Terdapat sekitar 67 juta rumah tangga di negara-negara ASEAN


yang menjadi bagian dari kelas konsumen dan dengan level
pendapatan yang memungkinkan mereka untuk melakukan
belanja suka rela. Jumlah itu bisa meningkat hampir dua kali
lipat menjadi 125 juta rumah tangga pada 2025 nanti, sehingga
ASEAN akan menjadi pasar konsumen yang makin penting di
masa depan.

ASEAN menjadi rumah bagi 227 perusahaan terbesar di dunia,


atau tuan rumah terbesar ketujuh di dunia untuk perusahaan-
perusahaan skala tersebut.

Sebagai kekuatan ekonomi terbesar di ASEAN, Indonesia tak


pelak lagi adalah pemimpinnya, dengan menguasai 40% PDB
ASEAN. Indonesia adalah juga anggota G-20. Bagaimana
Indonesia bertindak dan bersikap, itu akan berdampak pada
seluruh anggota ASEAN yang lain.

Karena itu penting agar Indonesia tetap berprinsip terbuka,


terintegrasi dan berkomitmen pada perdagangan dan investasi
bebas. Jika Indonesia menutup perbatasannya, ASEAN tidak
akan ada.

Pesan-pesan utama:

1. Ketimpangan.
Kita harus menutup kesenjangan pendapatan dan mengurangi
disparitas ekonomi di dalam ASEAN jika ingin memaksimalkan
potensi rakyat kita, menjaga stabilitas, dan meningkatkan
semangat sebagai anggota komunitas ASEAN.

Dalam 60 tahun terakhir, ASEAN telah tumbuh menjadi


kawasan luar biasa dalam hal perdamaian dan kemajuan
ekonominya.
Namun kesenjangan ekonomi terus meningkat secara global
sejak krisis finansial 2008. Masyarakat di seluruh dunia,
termasuk negara-negara maju di Barat, memberontak melawan
ketidakadilan dalam akses terhadap barang, jasa, pendidikan,
jasa keuangan, layanan kesehatan, dan perumahan yang layak.

Negara-negara ASEAN punya tingkat keberhasilan yang


berbeda-beda dalam menurunkan kesenjangan pendapatan.
Koefisien Gini di Indonesia meningkat dari 1999 sampai 2015
sementara di negara-negara lain mengalami penurunan.

Riset oleh kemitraan ASEAN-Kanada belum lama ini


menunjukkan adanya persepsi umum tentang ASEAN dan
kesenjangan, meskipun jawaban-jawaban itu didapat dari
definisi masing-masing responden. Mayoritas besar responden
atau 92% menganggap ASEAN memang mengalami
kesenjangan, namun 85% meyakini kawasan ini stabil. Sebagian
besar responden mengatakan kesenjangan pendapatan
berpotensi menjadi sumber ketidakstabilan dan ancaman bagi
pembangunan di kawasan.

Ada kemungkinan bahwa Revolusi Industri ke-4 dan


kebangkitan ekonomi digital akan menciptakan gangguan besar
dan memperlebar kesenjangan pendapatan. Singapura dan
Malaysia sudah mengambil keuntungan terbesar dari
kebangkitan ekonomi digital, karena ekonomi mereka sudah
maju dan sudah ada upaya-upaya mengintegrasikan ekonomi.
Kabar terakhir tentang pembangunan jalur kereta api cepat
senilai US$ 17 miliar yang menghubungkan Singapura-Kuala
Lumpur akan makin mengintegrasikan ekonomi dua negara.

Negara-negara ASEAN lainnya tidak boleh ketinggalan,


khususnya negara-negara di Mekong Delta.

2. Peran Sektor Swasta.


Jelas bahwa perlu adanya kemitraan yang lebih erat antara
masyarakat dengan sektor swasta. Meskipun rakyat ASEAN
pada 2030 diperkirakan akan lebih kaya dan makin
terurbanisasi, mayoritas PDB di kawasan masih akan dihasilkan
oleh 30% populasi di wilayah pedesaan.

Artinya, ASEAN secara keseluruhan masih perlu menciptakan


lapangan kerja di perkotaan. Pemerintah dan perusahaan-
perusahaan swasta harus meningkatkan pengetahuan dan
keahlian angkatan kerja. Akses terhadap teknologi,
smartphone, dan internet akan menciptakan peluang-peluang
baru, namun juga akan meningkatkan kesenjangan pendapatan.

ASEAN adalah kawasan dengan pertumbuhan pemakaian


internet tertinggi di dunia dengan basis pemakaian sekarang
mencapai 260 juta orang, dan akan meningkat menjadi 480 juta
pada 2020.

Perekonomian dari sektor internet di kawasan ini diperkirakan


akan melampaui US$ 200 miliar pada 2025. Hal ini akan
membawa pergeseran besar dalam belanja konsumen dan
penciptaan industri-industri baru. Memanfaatkan pasar yang
besar ini dan juga proses meningkatkan taraf hidup jutaan
warga ASEAN merupakan tantangan terbesar kita, namun juga
bisa dikatakan sebagai peluang yang bersejarah.

Sebagai sebuah kelompok usaha, Lippo telah melakukan


kontribusi utama bagi pertumbuhan ekonomi digital di ASEAN.
Kami telah berinvestasi di sektor pendidikan, layanan
kesehatan, media, broadband internet dan menyediakan
perumahan kualitas tinggi bagi kelas menengah yang tumbuh
kencang di Indonesia.
Kami bisa berbagi pengetahuan dan akar bisnis ini bersama
negara-negara ASEAN lainnya.

S-ar putea să vă placă și