Sunteți pe pagina 1din 11

JURNAL AWAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI NON STERIL


PRAKTIKUM I
( EMULSI )

Hari, Tanggal Praktikum: Selasa, 8 Oktober 2019


Kelompok IV/ A2B
Ni Luh Gede Fiska Aristianti (171200181)

Dosen Pengampu: I Gusti Ngurah Agung Windra W.P, S.Farm., M.Sc., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2019
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui dan menguasai pembuatan sediaan emulsi
II. DASAR TEORI
2.1 Pengertian Emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat terdispersi dengan
pendispersinya tidak akan pecah atau keduanya tidak akan terpisah.
(Sumardjo,Damin.2009). Emulsi adalah suatu sistem dispersi dimana fase terdispersi
terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawah yang
tidak tercampur (Ansel,H.C.1989).
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan
larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air.
Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau
bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam
minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan peambahan bahan pengemulsi yang mencegah
koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu
fase tunggal yang memisah (Depkes RI, 1995).
2.2 Komponen Emulsi
Adapun komponen dalam pembuatan sediaan emulsi meliputi 2 komponen yaitu:
1. Komponn Dasar
Komponen dasar adalah dalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam
emulsi. Terdiri atas:
a. Fase dispers/fase internal/ fase discontinue yaitu zat cair yang terbagi-bagi atau
butiran kecil kedalam zat cair lain.
b. Fase continue / fase exsternal/fase luar yaitu zat yang dalam emulsi yang berfungsi
sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
c. Emulgator adalah bahan dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
Syarat emulgator adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua
cairan yang membentuk emulsi. Daya afinitasnya harus parsial atau tidak sama
terhadap kedua cairan tersebut. Salah satu ujung emulgator larutd alam cairan yang
satu, sedangkan ujung yang lain hanya membentuk lapisan tipis(selapis molekul) di
sekeliling atau di atas permukaan cairan yang lain (Sumardjo,Damin.2009).
Beberapa zat pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin,gom akasia,
tragakan, sabun, senyawa amonium kwartener, senyawa kolesterol,surfaktan, atau
emulgator lain yang cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat
pengental, misalnya tragakan, tilosa, natrium karboksi metil selulosa.
2. Komponen Tambahan
Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahakan kedalam
emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris,
colouris, pengawet (preservative), dan antioksidan (Syamsuni,2007)
2.3 Tipe Emulsi
1. Emulsi jenis minyak dalam air (m/a)
Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air,
sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (m/a)(Martin,et al.,
1993).
2. Emulsi jenis air dalam minyak (a/m)
Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai
produk air dalam minyak (a/m) (Martin, et al., 1993).
3. Emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m)
Emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m), juga dikenal sebagai emulsi
ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan suatu pengemulsi m/a dengan suatu fase air
dalam suatu mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase minyak untuk membentuk
suatu emulsi minyak dalam air (Martin, et al., 1993).
4. Emulsi jenis air dalam minyak dalam air(a/m/a)
Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan
mencampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu fase minyak dalam suatu mikser
dan perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk suatu emulsi air dalam
minyak. Emulsi a/m tersebut kemudian didispersikan dalam suatu larutan air dari suatu
zat pengemulsi m/a, seperti polisorbat 80 (Tween 80), sehingga membentuk emulsi air
dalam minyak dalam air. Pembuatan emulsi a/m/a ini untuk obat yang ditempatkan
dalam tubuh serta untuk memperpanjang kerja obat, untuk makanan-makanan serta
untuk kosmetik (Martin, et al., 1993).
2.4 Penggunaan Emulsi
Penggunaan emulsi dibagi menjadi dua golongan, yaitu emulsi pemakaian dalam
dan emulsi pemakaian luar.
a. Emulsi untuk pemakaian dalam
Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi pemakaian per oral. Emulsi untuk
penggunaan oral biasanya mempunyai tipe m/a. Emulgator merupakan film penutup
dari minyak obat agar menutupi rasa tidak enak. Flavor ditambahkan pada fase ekstern
agar rasanya lebih enak. Emulsi juga berguna untuk menaikkan absorpsi lemak melalui
dinding usus (Anief, 2010).
b. Emulsi untuk pemakaian luar
Emulsi untuk pemakaian luar meliputi pemakaian pada injeksi intravena yang
digunakan pada kulit atau membran mukosa yaitu lotion, krim dan salep. Produk ini
secara luas digunakan dalam farmasi dan kosmetik untuk penggunaan luar.Emulsi
parenteral banyak digunakan pada makanan dan minyak obat untuk hewan dan manusia
(Anief, 2010) Misalnya, vitamin A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksikan
dalam bentuk emulsi. Terutama untuk lotion dermatologi dan lotion kosmetik serta krim
karena dikehendaki produk yang dapat menyebar dengan mudah dan dan sempurna
pada daerah dimana produk ini digunakan(Martin, et al., 1993).
2.5 Metode Pembuatan Emulsi
Adapun beberapa metode pembuatan sediaan emulsi (Volgt, 1995):
a. Metode Gom Kering
Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah
komposisi minyak dengan jumlah volume air dan jumlah emulgator. Sehingga
diperoleh perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian emulgator.
Pertama-tama gom didispersikan kedalam minyak, lalu ditambahkan air sekaligus dan
diaduk /digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk korpus emulsi.
b. Metode Gom Basah
Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsi dengan
musilago atau melarutkan gum sebagai emulgator, dan menggunakan perbandingan
4;2;1 sama seperti metode gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang
digunakan harus dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulu kedalam air misalnya
metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk, dan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan cepat.
c. Metode Botol
Disebut pula metode Forbes. Metode inii digunakan untuk emulsi dari bahan-
bahan menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah.Metode ini
merrupakan variasi dari metode gom kering atau metode gom basah.Emulsi terutama
dibuat dengan pengocokan kuat dan kemudian diencerkan dengan fase luar. Dalam
botol kering, emulgator yang digunakan dari jumlah minyak. Ditambahkan dua bagian
air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama banyak dengan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus dikocok, setelah emulsi utama
terbentuk, dapat diencerkan dengan air sampai volume yang tepat
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah
pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawet sangat penting dalam emulsi minyak
dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih
sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik dan
bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahan pengemulsi non ionik dan
anionik, gliserin, dan sejumlah bahan penstabil alam seperti tragakan dan gom guar
(Depkes RI, 1995).
Masing masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai
nama yang berbeda,yaitu sebagai berikut (Volgt, 1995):
a. Emulsi gas (aerosol cair)
Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan
medium pendispersinnya berupa gas. Salah satu contohnya hairspray, dimana dapat
membentuk emulsi gas yang diingikan karena adannya bantuan bahan pendorong atau
propelan aerosol.
b. Emulsi cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun
pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua fase
bersifat polar dan non polar. Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu
emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi
dalam air jadi butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam minyak contoh
margarine terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam minyak.
c. Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase
pendispersinnya berupa fase padat. Contoh: gel yang dibedakan menjadi gel elastic
dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat sedangkan non
elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang kuat.

2.6 Uji Evaluasi


Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan
emulsi pada penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui pengamatan secara
organoleptis (rasa, bau, warna, konsistensi). Pengamatan secara fisika dapat dilakukan
dengan menguji rasio pemisahan fase, viskositas, redispersibilitas, uji tipe emulsi, ukuran
globul fase dalam, sifat aliran. Pengamatan secara kimia bisa dilakukan dengan
pengukuran pH, secara biologi yaitu angka cemaran mikroba (Febrina, 2007). Penentuan
tipe emulsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan uji kelarutan zat warna dan uji
pengenceran. Uji kelarutan zat warna dapat dilakukan dengn menambahkan sudan III, bila
terlarut maka tipe emulsi w/o. sedangkan bila ditambahkan metilen blue, bila terlarut
maka sediaan tersebut merupakan tipe emulsi o/w (Voight,1995). Uji evaluasi dapat dibagi
menjadi empat, yaitu:
1. Uji kestabilan
Tujuan dari penstabilan adalah untuk mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase
terdispersi dengan pendispersinnya (Ansel, 2005). Namun kesetabilan emulsi juga
dipengaruhi beberapa faktor lain yaitu, ditentukan gaya gaya (Ansel, 2005):
a. Gaya tarik menarik yang dikenal gaya Van der walss. Gaya ini menyebabkan
partikel partikel koloid membentuk gumpalan lalu mengendap.
b. Gaya tolak menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik yang
muatannya sama saling bertumpukan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut:
a. Tegangan antarmuka rendah.
b. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka.
c. Tolakkan listrik double layer.
d. Relatifitas phase pendispersi kecil.
e. Viskositas tinggi
Sedangkan bentuk bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam yaitu
sebagai berikut:

a. Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi oleh
lapisan pelindung sehingga terbentuklah flok flok atau sebuah agregat.
b. Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga terjadi
pencampuran.
c. Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah permukaan
dan dasar.
d. Inversi massa (pembalikan massa) yang terjadi karena adannya perubahan viskositas.
e. Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang karena
pengaruh suhu.
2. Uji Organoleptis
Sifat organoleptis dari suatu emulsi dapat dievaluasi dari keseragaman
bau,warna,kontaminasi oleh benda asing (seperti rambut,tetesan minyak,dan kotoran),
serta penampilan dievaluasi secara visual
3. Uji viskosita
Uji viskositas menggunakan alat viscometer brokfield
4. Uji Ph
Uji Ph menggunakan alat pH meter

2.7 Kekurangan dan Kerugian Sediaan Emulsi


1. Keuntungan Emulsi
a. Onset lebih cepat
b. mudah diberikan pada anak-anak
c. Dapat mengontrol penampilan fisikositas derajat kekasaran dari emulsi.
d. Dapat menutupi rasa obat yang kurang enak
2. Kerugian Emulsi
a. Sulit diformulakan karena harus bercampur dua fase yang tidak tercampur
b. Mudah ditumbuhi oleh mikroba karena adanya air

III. ALAT DAN BAHAN

Alat
1. Cawan porselen
2. Blender
3. Sudip
4. Mortir dan Stamper
5. Gelas ukur
6. Beaker glass
7. Batang pengaduk
8. Labu ukur 500ml
Bahan
1. Minyak ikan
2. Air
3. Sirup simplex
4. Aquadest
IV. PEMERIAN BAHAN
1. Minyak ikan ( Oleum Iecoris Aselli )
Pemerian : Cairan, kuning pucat, bau khas, agak manis, tidak tengik, rasa
khas.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform,
dalam eter, dan dalam eter minyak tanah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh, terlindung dari cahaya
Khasiat : Sumber Vitamin A dan vitamin D
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 457)
2. Air
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa.
Khasiat : Pelarut
Pnyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 96)

3. PGA
Pemerian : Hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lendir
Kelarutan : Mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan
tembus cahaya. Praktis tidak larut dalam etanol ( 95% )P
Khasiat : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 279-280)
4. Sirup simplex
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
Khasiat : Sebagai pemanis
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 567)
5. Aquadest
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
RM / BM : H 2 O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai
rasa
Kelarutan : Larut dalam etahol gliser
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan : Sebagai pelarut
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 96)

V. CARA KERJA

Siapkan alat dan bahan yang digunakan

Timbang bahan sesuai kebutuhan

Dimasukan PGA dan air untuk PGA ke dalam mortir lalu gerus
sampai terbentuk mucilago

Ditambahkan oleum iecoris sedikit demi sedikit sampai terbentuk


corpus emulsi lalu tambahkan sirupus simplex kedalam mortir ad
homogen dan tambahkan sisa air lalu gerus ad homogen

Campuran kemudian dimasukan kedalam botol dan ditambahkan air


sampai batas labu ukur 500ml

VI. PERHITUNGAN BAHAN


Formulasi

R/ Minyak ikan 100 ml

Air 50 ml

PGA 25 ml

Sirup simplex 100%

Aqua Ad 500 ml

S-ar putea să vă placă și