Sunteți pe pagina 1din 9

BULETIN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

VOLUME 22, NO. 1, JUNI 2014: 36 – 44 ISSN: 0854-7108

Program Manajemen Stres Kerja di Perusahaan:


sebuah Petunjuk untuk Menerapkannya
Susy Purnawati1

Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali

Abstract

Job stress is an iceberg phenomen. A great number of unreported cases and there is no aplicative
program in Indonesia cause increase of job stress risk and its negative impact to productivity and
company image. More complex job demand without appropriate work capacity and inharmonic
relationship in the work place could be the main sources of job stress. This paper is focused on job
stress management program guidance that applicable at company and physiologic stress response
and also in depth theoretical point of job stress management within psycho-physiology aspect. The
aim of this written paper is to increase awareness and understanding of the application of stress
management programs among occupational physician, industrial community and industrial
practices. Stress management programs in company not only post about the improvement of
working conditions also focuses on an individual orientation. On aspects of working conditions, the
improvement should be referring to standard of occupational health and safety (OHS) -
management program, while aspect of individual coping skills can be done with the training of
problem focus technique. Several studies have shown that the program creates respond to the limbic
system of brain which is integrated with the function of cortex frontals. In addition, it could create
respond to changes body’s homeostasis due to changes in the response of the limbic system to the
HPA (hypothalamic - pituitary - adrenal) axis and SAM (symphato - Adreno - medullary) - axis.
The effectiveness of the program can be measured by the subjective and objective parameters.
Keywords: stress management programs, job performance, company image

Stres kerja (job stress) merupakan


1 dan industri. Akan tetapi, masih banyak
sebuah fenomena gunung es. Banyaknya program yang masih memiliki kelemahan
kasus-kasus yang tidak terlaporkan dan karena cakupan program tidak memuat
berisiko makin meluasnya masalah stres aspek perbaikan kondisi kerja. Selain itu,
kerja dengan segala dampak negatifnya di informasi-informasi mencakup mekanisme
masyarakat. Tuntutan beban tugas yang perubahan dalam tubuh yang diharapkan
semakin kompleks disertai relationship terjadi setelah diaplikasikannya program
yang tidak harmonis di tempat kerja ataupun dampak dari stres kerja secara
merupakan sumber utama timbulnya stres biologi belum disajikan secara mendalam.
pada pekerja. Stres kerja harus dikenali Kajian dampak stres kerja dari aspek
sedini mungkin untuk kemudian dikelola biologi akan memberi acuan untuk dapat
dengan benar. Sampai saat ini berbagai mengukur dampak stres kerja melalui
program manajemen stres telah diperke- pengukuran secara objektif serta berman-
nalkan oleh para pakar kesehatan kerja faat untuk dapat melakukan penanganan
secara lebih dini.
1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat mela-
lui: s_purnawati@yahoo.com

36 BULETIN PSIKOLOGI
MANAJEMEN STRES KERJA

Idealnya program manajemen stres terhadap tubuh ditinjau dari aspek phyco-
kerja mencakup pencegahan primer (bersi- physiology?
fat mencakup promosi kesehatan), sekun-
der (bersifat mencakup pengobatan secara Perkembangan Teori-Teori tentang Stres Kerja
klinis) dan tersier (bersifat mencakup pro- Perkembangan studi-studi tentang
gram rehabilitasi). Jenis program manaje- stres kerja dewasa ini tidak terlepas dari
men stres kerja yang dibahas dalam maka- konsep teori tentang stres kerja yang
lah ini merupakan pencegahan stres kerja pertama kali dipopulerkan oleh Karasek
yang bersifat pencegahan primer. Memuat pada tahun 1979. Konsep Karasek ini
hal-hal sebagai berikut: (1) Pendekatan dikenal sebagai the job demands-control (JD-
organisasi (improvement of psychosocial C) model atau deman-control-support (DCS)
environment); (2) Education/ training of model (Kawakami, 2010a; Inoue, 2010). Mo-
managers and supervisors; (3) Individual- del lainnya masing-masing adalah NIOSH
oriented stress management (Shimazu, 2006; job stress model (Hurrel & McLaney, 1988),
Kawakami, 2010). Pada prinsipnya, aspek Effort-reward imballance (ERI) model
pendekatan organisasi dilakukan dengan (Siegrist, 1996), dan sebuah konsep yang
melakukan perbaikan kondisi kerja de- dikenal sebagai Organizational Justice Con-
ngan mengacu pada standar occupational cept (Inoue, 2010), konsep ini melengkapi
health and safety (OHS) -management pro- JD-C model dan ERI model. Dalam NIOSH
gram, yang di dalamnya juga memuat model, teori tentang stres kerja mengacu
penerapan norma-norma kerja (yang pada konsep yang secara skematis dapat
dikenal sebagai penerapan bidang ilmu dilihat dalam pada Gambar 1.
ergonomi). Sedangkan dua fokus program
Gambar 1 menggambarkan bahwa
yang lain yaitu Aducation/training of mana-
stresor yang dihubungkan dengan peker-
gers and Individual-oriented dilakukan de-
jaan adalah kondisi-kondisi kerja yang
ngan pelatihan-pelatihan yang berorientasi
memicu reaksi-reaksi akut, atau strain-
untuk pemberdayaan coping skill individu
strain pada pekerja. Reaksi-reaksi tersebut
(pekerja).
menggambarkan dominan atau tidaknya
Studi pustaka ini bertujuan untuk respon-respon fisiologis maupun perilaku.
meningkatkan awarenes dan pemahaman Reaksi-reaksi tersebut menggambarkan
tentang pentingnya penerapan program dominan atau tidaknya respon-respon
manajemen stres kerja pada masyarakat fisiologis maupun perilaku. Berbagai jenis
industri baik industri formal maupun non job stressor dapat diubah oleh faktor
formal dalam menunjang produktivitas individu dan adanya dukungan baik dari
kerja. Beberapa pertanyaan penelitian supervisor, teman sekerja dan keluarga
yang ingin dijawab adalah: (1) Bagaima- (yang berperan sebagai buffering factors)
nakah perkembangan teori-teori tentang kemudian akan memengaruhi reaksi-
stres kerja yang relevan secara epidemio- reaksi stres yang timbul. Reaksi-reaksi
logi (ilmu perkembangan penyakit)? (2) tersebut dapat berupa reaksi psikologis,
Bagaimanakah acuannya jika ingin melak- fisik maupun perilaku yang berperan da-
sanakan program manajemen stres kerja di lam tendensi timbulnya penyakit ataupun
perusahaan? dan (3) Bagaimanakah gam- cedera.
baran efek program manajemen stres kerja

BULETIN PSIKOLOGI 37
PURNAWATI

3. Individual-
1. Work oriented stress
environment management
improvement
Stress
Personal factors reaction Illness
Job stressors Gender, age,

Disease/Injury
Role stress personality, Psychol-
Interpersonal marital status ogical
conflict
Lack of job control Physical
Job overload
Responsibility for 2. Supervisor Behavioral
people education/training
Work organization
Work and task Support from
supervisors, coworkers, From the US NIOSH Job
condition Stress Model (Hurrell &
and family/friends
etc. McLaney, 1988)
Buffering factors
Gambar 1. NIOSH Model, Teori tentang Stres Kerja

Beberapa model stres kerja yang diu- signifikan dapat meningkatkan kepuasan
raikan di atas kemudian menjadi acuan kerja karyawan (Purnawati, 2012).
penyusunan instrumen-instrumen penilai
beberapa parameter yang berhubungan Acuan-Acuan dalam Melaksanakan Program
dengan stres kerja, contohnya adalah Brief Manajemen Stres Kerja di Perusahaan
Job Stress Questionnaire (BJSQ) yang disu- Sehubungan dengan pelaksanaan pro-
sun mengacu pada NIOSH job stress model. gram manajemen stres kerja di perusahaan
Penulis telah melakukan uji coba perlu dirinci beberapa hal yang merupa-
penerapan Ergo-JSI (di sebuah bank swasta kan cakupan dari program. Secara garis
di Denpasar), yang merupakan sebuah besarnya, program manajemen stres kerja
contoh program manajemen stres kerja diharapkan memuat perbaikan kondisi
dengan pendekatan organisasi dan ber- kerja serta pelatihan-pelatihan yang
orientasi individu (Purnawati, 2011). bersifat individual oriented. Secara umum,
Program ini mencakup perbaikan kondisi perbaikan kondisi kerja dilakukan dengan
kerja secara umum dan peningkatan pendekatan ergonomi (yaitu sebuah disi-
kemampuan coping individu. Dalam pro- plin ilmu tentang norma-norma kerja),
gram, kondisi kerja karyawan diperbaiki yang juga dikenal sebagai pendekatan
dengan pengaturan istirahat aktif dengan organisasi. Sedangkan peningkatan ke-
melakukan peregangan di tempat kerja, mampuan coping individu dapat dilaku-
perbaikan sistem pengamanan data kom- kan dengan peningkatan beberapa kete-
puterisasi perbankan, serta diberikan rampilan dalam mengantisipasi job stress
training dalam kelas selama delapan secara internal. Kegiatan persiapan pelak-
minggu mencakup topik-topik dianta- sanaan program dimulai dari analisis
ranya: cognitive restructuring, assertive skill kondisi kerja dan evaluasi kondisi stres
dan time management skill. Salah satu hasil kerja individu (serta kondisi kesehatan,
dari intervensi tersebut adalah secara khususnya mental secara umum).

38 BULETIN PSIKOLOGI
MANAJEMEN STRES KERJA

Kegiatan analisis kondisi kerja dapat strategi pembelajaran dibuat ergonomis,


menggunakan mental health action check list dan dilengkapi dengan buku suplemen
(MHACL) (Yoshikawa, Kawakami, Kogi, pembelajaran. Topik-topik yang diajarkan
Tsutsumi, Shimazu, Nagami, & Shimazu, disesuaikan dengan stresor yang ada dan
2007) ataupun menggunakan acuan ergo- maturitas/status pendidikan individu
nomics check point (ILO, 2010), dan peni- (karyawan). Beberapa topik yang sesuai
laian individu dilakukan menggunakan untuk diajarkan diantaranya: mengenali
kuesioner serta pemeriksaan kesehatan dan menata emosi, pikiran dan perilaku,
umum. Kuesioner yang dapat digunakan keterampilan time management, problem
sangat beragam tergantung teori job stres focus technique dan assertive skill/ commu-
model yang diacu. Berdasarkan hasil ana- nication skill (Shimazu, 2010). Selain itu
lisis kondisi kerja dan individu kemudian juga diajarkan teknik relaksasi yang salah
disusun program manajemen stres yang satu contohnya dapat dalam bentuk pro-
sesuai yang dirancang secara partisipatori gressive muscle relaxation (Smith, 2002).
bersama pihak perusahaan/ industri. Hal Evaluasi keberhasilan program dapat
tersebut bertujuan agar program dapat dinilai dari peningkatan penampilan kerja
mencerminkan the workers and employer’s ataupun produktivitas kerja. Selain itu
need. Dalam program tersebut, perbaikan juga dapat dinilai menggunakan beberapa
kondisi kerja yang mengacu pada pen- paramater lain (misalnya self efficacy,
dekatan ergonomi mencakup aspek tugas, stresor dan distres psikologi dari kue-
organisasi maupun lingkungan kerja. sioner BJSQ, kuesioner Nordic Body Map
Misalnya, perbaikan kondisi kerja di dan keluhan muskulo-skeletal/fisik lain-
industri perbank-an dapat dilakukan nya, dan beberapa marker biologi dari
dengan menerapkan hal-hal berikut, yaitu: pemeriksaan darah/urin/saliva) (Theorell,
kenali kondisi dan lingkungan kerja yang Emdad, Arnetz, & Weingarten, 2001;
bisa mencetuskan stres lalu temukan Appels & Kop, 2007; Bellingrat, Weigl, &
solusi perbaikannya, pemberdayaan local Kudielka, 2009; Maina, Bovenzi, Palmas, &
good practice (Kogi, 2010), diskusikan de- Filon 2009; Den, Toda, Ohira, & Kanehisa,
ngan supervisor, kolega, dokter perusaha- 2011). Agar lebih akurat pengukuran-
an, maupun staf human resource develop- pengukuran efektivitas program sebaik-
ment (HRD), terapkan budaya perbaikan nya dilakukan sebelum dan sesudah
tiada henti (“Kaizen”), deskripsi kerja pelaksanaan program.
disusun secara jelas dan disosialisasikan,
Efektivitas program tentunya harus
menciptakan social support yang baik antar
dapat dipertanggungjawabkan biological
karyawan dan karyawan dan supervisor,
plausibility-nya agar lebih bisa diyakini
maksimalkan peran bagian electronic data
dan nantinya bisa diterapkan secara lebih
processing (EDP) untuk menjamin tidak
luas. Paparan berikut menjelaskan manfa-
ada stres teknologi dan aplikasi software
at nyata program manajemen stres kerja
perbank-an yang user friendly.
yang dihubungkan dengan mekanisme
Selain perbaikan kondisi kerja, dalam biologi dalam tubuh maupun sebagai
program manajemen stres kerja juga dila- tinjauan dalam bidang organisasi.
kukan pelatihan-pelatihan untuk pember-
Dari sisi tinjauan organisasi, program
dayaan mekanisme coping individu atau
manajemen stres kerja yang memuat aspek
pekerja. Dalam pelatihan tersebut diupa-
perbaikan kondisi kerja, secara tidak lang-
yakan ruang belajar dan pengaturan
sung dapat berefek pada image karyawan

BULETIN PSIKOLOGI 39
PURNAWATI

terhadap organisasinya. Atau dengan kata atau fungsi intelegensi karyawan. Penu-
lain berefek pada terbentuknya citizenshif runan fungsi kognitif merupakan ancaman
behavior organization yang lebih positif. terhadap penampilan kerja. Selain itu,
Kobayashi, Kaneyoshi, Yokota, & Kawa- buruknya konsentrasi, ketidakmampuan
kami (2008) menemukan adanya perubah- dalam pengambilan keputusan, mental
an aspek intrinsik rewards pada karyawan, block, dan penurunan rentang perhatian
setelah dilakukan perbaikan kondisi kerja. muncul akibat stres kerja. Program mana-
Dalam penelitiannya Kobayashi dan ka- jemen stres kerja memberi media bagi
wan kawan menerapkan perbaikan kondi- usulan perbaikan, dan pelatihan menata
si kerja yang didahului dengan workshop emosi dan pikiran mempunyai efek
dan diikuti perubahan kondisi kerja peningkatan penampilan kerja yang
selama setahun. mencakup juga pengambilan keputusan-
Dalam program manajemen stres keputusan yang kompleks (Guyton & Hall
kerja, diharapkan materi-materi pelatihan 2006). Rangsangan pada pusat emosi yang
untuk meningkatkan coping skill dapat berlokasi pada sistem limbik di midbasal
memberi efek sampai kepada core belief otak dapat memengaruhi area Wernicke,
individu. Menurut Borrins (2011), inter- yaitu area pikiran kompleks termasuk
vensi informasi-informasi yang sampai ingatan yang rumit dan memengaruhi
mampu menyentuh kepada core belief indi- fungsi kognitif yang juga berperan dalam
vidu melalui cogtitive restructuring dapat pengambilan keputusan/performance. Seca-
mengarahkan individu untuk mengubah ra detil, optimalisasi fungsi intelektual di
mood yang negatif dan cara berpikir yang area tersebut mencakup: kemampuan
salah (distorsi) menjadi individu yang memecahkan masalah kompleks, mengan-
selalu berpikir dan berperasaan (memiliki tisipasi beberapa aktivitas kompleks secara
mood) yang lebih positif, sehingga pada simultan, perasaan yang mampu bersaing,
akhirnya berperilaku yang lebih positif mampu berpikir yang lama, emosi stabil,
terhadap pencetus stres yang berhubung- aktivitas-aktivitas fisik lebih bertujuan,
an dengan efek tuntutan beban pekerjaan. respon sosial yang lebih sesuai, tingkah
Individu akan mampu berkomunikasi, laku lebih terkendali (karena area otak
mengekspresikan apa yang dirasakannya tersebut berhubungan dengan korteks
dengan tetap menghargai hak-hak dan asosiasi limbik), performance kemampuan
perasaan orang lain (Silverman, Kurtz, & kognitif sangat cemerlang (berpikir, meng-
Draper, 1998). Individu yang lebih me- analisis tingkat tinggi, proses berpikir
ngerti tentang situasi emosi dan pikiran dengan urutan yang logis dengan cepat,
yang dialaminya tentunya akan memiliki lebih cepat menyelesaikan tugas atau
keterampilan coping yang lebih baik. Hal tujuan tanpa rasa bingung, berperan
tersebut terjadi karena dirasakan persepsi dalam ingatan aktif, yaitu kemampuan
yang berbeda pada sistem limbik otak untuk memperkirakan masa depan, mem-
yang terintegrasi dengan pusat kognitif di buat rencana untuk masa yang akan
area korteks otak bagian depan. Respon- datang, perlambatan kerja sebagai respon
nya akan menurunkan respon stres yang terhadap sinyal sensorik yang masuk
negatif dan akhirnya muncul respon yang sehingga informasi sensorik ini dapat
lebih positif (Lloyd & Bor, 1996). Respon dipertimbangkan sampai bentuk respon
stres yang negatif tentunya sangat yang terbaik diputuskan, mempertim-
merugikan dalam hal performance kognitif bangkan akibat kerja motorik bahkan
sebelum kerja tersebut dilakukan, menye-

40 BULETIN PSIKOLOGI
MANAJEMEN STRES KERJA

lesaikan masalah yang kompleks, menga- tambahan, juga ada umpan balik langsung
nalisis fenomena dan mengendalikan dari kortisol terhadap hipotalamus dan
aktivitas dalam kaitannya dengan hukum kelenjar hipofisis anterior untuk menurun-
dan moral (Guyton & Hall, 2006). kan konsentrasi kortisol dalam plasma
sewaktu tubuh tidak mengalami stres.
Efek Program Manajemen Stres Kerja Ditinjau Akan tetapi, rangsangan stres itu sebe-
dari Aspek Phsyco-Physiology narnya merupakan salah satu rangsangan
Manfaat dari penerapan manajemen terkuat. Rangsangan ini selalu dapat
stres kerja secara phsycho-physiology mematahkan umpan balik penghambat
selain dapat diukur secara subjektif meng- langsung dari kortisol, sehingga akan
gunakan kuesioner-kuesioner terbukti menyebabkan timbulnya eksaserbasi pe-
menurunkan kortisol darah. Kortisol yang riodik dari sekresi kortisol pada berbagai
tinggi dalam darah akibat stres kerja dapat waktu selama satu hari atau pemanjangan
berakibat timbulnya berbagai masalah sekresi kortisol dalam keadaan stres
kesehatan dan penampilan kerja, di anta- kronik (Guyton & Hall, 2006).
ranya: (a) meningkatkan lemak abdomen; Ternyata sebagian besar stresor dalam
(b) gangguan penampilan kognitif; (c) kehidupan sehari-hari bersifat psikososial.
meningkatkan kadar gula darah; (d) me- Walaupun mobilisasi cepat sumber-
nurunkan densitas tulang; (e) meningkat- sumber daya tubuh memang tepat untuk
kan tekanan darah; dan (f) menurunkan menghadapi cedera fisik baik yang masih
imunitas tubuh dan respon terhadap infla- bersifat sebagai ancaman atau yang sudah
masi dengan berbagai konsekuensinya terjadi. Secara umum hal tersebut kurang
(Hansson, Vingard, Arnetz, & Anderzen, sesuai untuk respon terhadap stres non
2008). Seperti telah diuraikan dalam fisik. Apabila tidak diperlukan energi
paparan sebelumnya, peningkatan kadar tambahan, tidak ada kerusakan jaringan,
kortisol dalam tubuh diatur oleh meka- tidak ada pengeluaran darah maka pengu-
nisme kontrol yang melibatkan pusat- raian cadangan energi tubuh dan retensi
pusat kontrol di otak maupun oleh kadar cairan merupakan tindakan yang sia-sia,
kortisol sendiri di dalam darah. Stres bahkan merugikan bagi individu yang
mental dapat juga segera menyebabkan mengalami stres. Pada kenyataannya,
peningkatan sekresi ACTH. Keadaan ini terdapat bukti-bukti tidak langsung yang
dianggap sebagai akibat dari naiknya kuat, yang menghubungkan antara papar-
aktivitas dalam sistem limbik, khususnya an stresor psikososial kronik dan berkem-
dalam regio amigdala dan hipokampus, bangnya keadaan patologis, misalnya
yang keduanya kemudian menjalankan aterosklerosis dan tekanan darah tinggi,
sinyal ke bagian posterior medial hipotala- walaupun hubungan sebab dan akibatnya
mus (Guyton & Hall, 2006). masih perlu dibuktikan lebih lanjut.
Berbagai stres dapat mengaktifkan Akibat respon stres yang tidak digunakan
seluruh sistem yang menyebabkan timbul- akan dapat dijelaskan secara logis dampak
nya pelepasan kortisol dengan cepat, dan yang dapat ditimbulkannya sehubungan
jika masih dalam rentang kondisi terkon- dengan kondisi patologis yang muncul
trol kortisol ini selanjutnya akan mengin- akibat stres tersebut (Guyton & Hall,
duksi suatu rangkaian efek metabolisme 2006). Penyimpangan sekresi kortisol dari
yang akan langsung mengurangi sifat pola siklus diurnal menjadi dasar informa-
perusakan dari keadaan stres itu. Sebagai si sehubungan dengan pengaruh ling-

BULETIN PSIKOLOGI 41
PURNAWATI

kungan, termasuk stres kerja, terhadap longitudinalnya menemukan bahwa pe-


HPA-axis dan peran HPA-axis tersebut ningkatan awareness tentang kondisi psiko-
terhadap proses-proses penyakit (Stone, sosial di tempat kerja, peningkatan du-
Schwartz, Smyth, Kirschbaum, Cohen, kungan sosial dan pengaturan kembali
Hellhammer, & Grossman, 2001). tuntutan kerja yang tinggi dapat menu-
Efek manajemen stres kerja berdam- runkan kortisol darah.
pak kepada optimalnya fungsi kognitif Paparan di atas menggambarkan
area korteks frontalis serebri dan memberi bagaimana pentingnya sebuah perusahaan
respon lanjutan terhadap sistem hipo- atau organisasi melakukan upaya mana-
talamo-pituitary-adrenal (HPA)-axis dan jemen stres kerja sehingga stres kerja
simpato-adreno-medullary (SAM)-axis. menurun dan penampilan kerja karyawan
Kedua axis ini menjadi terkontrol menuju terutama kemampuan kognitif mereka
kondisi homeostasis sehingga kadar kor- menjadi optimal.
tisol darah menurun. Kondisi kortisol
darah menuju keadaan homeostasis ini
Penutup
sangat dibutuhkan oleh karyawan yang
memiliki kemungkinan-kemungkinan Berdasarkan uraian di atas dapat
mengalami stres akut selama waktu kerja disimpulkan bahwa: (1) Program mana-
akibat tuntutan beban pekerjaan yang jemen stres kerja idealnya mencakup
sifatnya kuantitatif maupun kualitatif. pencegahan primer, sekunder dan tersier
Lonjakan kadar kortisol darah karyawan yang aplikasinya disesuaikan dengan
yang telah mendapatkan program manaje- kondisi perusahaan; (2) Program manaje-
men stres pada saat mengalami stres akut men stres harus mencerminkan the workers
akibat faktor pekerjaan tentunya tidak and employer’s need agar dapat diaplikasi-
sampai kepada kondisi yang patologis kan secara berkesinambungan. Ergo-JSI
yang terutama berdampak kepada sistem merupakan sebuah program manajemen
metabolisme energi dan sistem imunitas stres kerja yang mencakup perbaikan
tubuh. kondisi kerja dan berorientasi individu; (3)
Selain itu, program manajemen stres Penerapan ergonomi merupakan aspek
kerja secara biologi bermanfaat mening- yang sangat penting dalam program
katkan sistem imunitas tubuh (Hansson manajemen stres kerja, karena dapat
dkk., 2008) dan mencegah kerusakan menangani stres kerja secara lebih holistik.
endotel pembuluh darah serta meregulasi
pengeluaran hormon stres yang berperan Daftar Pustaka
menimbulkan kekakuan pembuluh darah
pada penyakit jantung koroner Appels, A., & Kop, W. J. (2007). Fatigue &
(Vlachopoulos, Kosmopoulou, Alexopou- Stress. In: Encyclopedia of Stress. 2nd Ed.
los, Ioakeimidis, Siasos, & Stefanadis, Vol 2. USA: Elsevier Inc. 11-14.
2006). Theorel dkk. (2001) pada penelitian Bellingrath, S., Weigl, T., & Kudielka, G.
eksperimennya dengan intervensi berupa M. (2009). Chronic work stress and
pemberian pelatihan manajemen stres dua exhaustion is associated with higher
kali seminggu masing-masing dua jam allostastic load in female school
dalam tiap sesi selama setahun kepada teachers. Stress. USA: Informa Health
supervisor perusahaan asuransi. Evolahti, Care, 12(1), 37 – 48.
Hultcrantz, dan Collins (2006) dalam studi

42 BULETIN PSIKOLOGI
MANAJEMEN STRES KERJA

Borrins, M. (2011). Work related stress. Inoue, A. Kawakami, N., Masao, I.,
Dalam materi guest lecture 22 Juli. Shimazu, A., Tsuchiya, M., Tabata, M.,
Pusat Kajian Ergonomi, Laboratorium Akiyama, M., Kitazume, A., &
Ilmu Faal FK.UNUD. Denpasar. Kuroda, M. (2010). Organizational
Cooper, C. L., & Payne, R. (1990). Causes, justice, psychological distress, and
Coping and Consequences of Stress at work angagement in japanese
Work. New York: John Wiley & Sons. workers. Int Arch Occup Environ
Health, 83, 29-38.
Cox, T., & Griffiths, A. (2005). The nature
and measurement of work-related Karasek, R. (1992). Stress Prevention
stress: theory and practice. In through work reorganization: a
Evaluation of Human Work 3rd Ed. summary of 19 international case
Wilson, J.R. and Corlett, N. Ed. USA: studies. Condition of Work Digest 11, 2.
Taylor & Francis. Kawakami, N. (2010). Job stress and
Den, R., Toda, M., Ohira, M., & Kanehisa, mental health among workers in Asia
M. (2011). Levels of awakening and the world. J Occup Health, 52, 1-3.
salivary CgA in response to stress in Kobayashi, Y., Kaneyoshi, A., Yokota, A.,
healthy subjects. Environ Health Prev & Kawakami, N. (2008). Effects of
Med, 16, 155-157. worker participatory program for
Evolahti, A., Hultcrantz, M., & Collins, A. improving work environments on job
(2006). Women’s work stress and stressors and mental health among
cortisol levels: a longitudinal study of workers: a controlled trial. Journal of
the association between the psycho- Occupational Health, 50(6), 455-70
social work environment and serum Kogi, K. (2008). Facilitating participatory
cortisol. Journal of Psychosomatic steps for planning and implementing
Research, 61, 645 – 652 low-cost improvements in small work-
Guyton & Hall. (2006). Adrenocortical hor- places. Elsevier. Applied Ergonomics,
mones. In Textbook of Medical Phy- 39, 475-481.
siology 7th ed. Philadelphia, Pensyl- Kompier, M., & Cooper, C. (2008).
vania: Elsevier Inc. Preventing Stress, Improving Produc-
Hansson, A. S., Vingard, E., Arnetz, B. B., tivity. NY: Taylor and Francis
& Anderzen, I. (2008). Organizational Kroemer, K. H. E. (2009). Workload and
change, health, and sick leave among stress. In Fitting the Human, Intro-
health care employees: a longitudinal duction to Ergonomics. USA: Taylor &
study measuring stress markers, Francis. p. 235 – 245.
individual, and work site factors. Work Li, C. R., & Sinha, R. (2008). Inhibitory
& Stress, A Journal of Work, Health and control and emotional stress regu-
Organization, 22(1), January-March. lation. Neurosci Biobehav Rev, 32(3),
Hurrell, J. J., & McLaney, M. A. (19880. 581-597.
Exposure to job stress – a new Lloyd, M., & Bor, R. (1996). Communication
psychometric instrument. Scand J Work skills for medicine. NY: Pearson Profes-
Environ Health, 14 (suppl. 1): 27-28. sional Limited.
ILO. (2010). Ergonomics Checkpoints 2nd Ed. Maina, G., Bovenzi, M., Palmas, A., &
Geneva:ILO. Filon, F. L. (2009). Associations

BULETIN PSIKOLOGI 43
PURNAWATI

between two job stress models and Smith, J. C. (2002). Stress Management, A
measures of salivary cortisol. Int Arch Comprehensive Handbook of Techniques
Occup Environ Health, 82, 1141 – 1150. and Strategies. New York: Springer
Montgomery, B. (2008). CBT. International Publishing Company, Inc.
Workshop on Clinical Skill for Cog- Stone, A. A., Scchwartz, J. E., Smyth, J.,
nitive Behavioral Therapy. Denpasar. Kirschbaum, C., Cohen, S., Hellham-
April 22-24th mer, D., & Grossman, S. (2001).
NIOSH. (2008). Generic job stress ques- Individual differences in diurnal cycle
tionnaire. Cincinnati: Institute for of salivary free cortisol: a replication
Occupational Safety and Health, of flattened cycles for some indivi-
Devision of Behavioral and Biome- duals. Psychoneuroendocrinolgy, 26, 295
dical Sciences, Motivation and Stress - 306.
Research Section. Theorell, T., Emdad, R., Arnetz, B., &
Purnawati, S. (2011). Ergo-JSI sebuah pro- Weingarten, A. (2001). Employee
gram manajemen stres kerja berbasis effects of an educational program for
ergonomi. Prosiding Seminar Nasio- managers at an insurance company.
nal Ergonomi, PEI-UI, 14-15 Septem- Psychosomatic Medicine, 63, 724–733.
ber. Jakarta. Vlachopoulos, C., Kosmopoulou, F.,
Purnawati, S. (2012). Ergonomics-Job Alexopoulos, N., Ioakeimidis, N.,
Stress Intervension (Ergo-JSI) reduces Siasos, G., & Stefanadis, C. (2006).
stress of employees at National Bank Acute mental stress has prolonged
in Denpasar. IJBS, 6(2), 59-65 unfavorable effect on arterial stiffness
and wave reflections. Psychosomatic
Richardson, K. M., & Rothstein, H. R.
Medicine, 68, 231-237.
(2008). Effects of occupational stress
management intervention programs: a Wada, K., Arimatsu, M., Higashi, T.,
meta-analysis. Journal of Occupational Yoshikawa, T., Oda, S., Taniguchi, H.,
Health Psychology, 13(1), 69–93. Kawashima, M., & Aizawa, Y. (2009).
Physician job satisfaction and working
Shimazu, A. (2010). Lecture Material.
condition in Japan. Journal Occupa-
Oktober. University of Tokyo, Japan.
tional Health, 51, 261-266.
Shimomitsu. (2000). The brief job stress
WHO. (2007). Raising awareness of stress
questionnaire (BJSQ) for self-stress
at work in developing countries. In:
monitoring. In Kawakami, N. 2010.
Protecting Workers’Health Series, 6.
Assessment of job stress, lecture
Geneva.
material. October. Tokyo University.
Japan. Yoshikawa, T., Kawakami, N., Kogi, K.,
Tsutsumi, A., Shimazu, M., Nagami,
Siegrist, J. (1996). Adverse health effect of
M., & Shimazu, A. (2007). Develop-
high-effort/low reward conditions.
ment of a mental health action check-
Journal of Occupational Health Psycho-
list for improving workplace environ-
logy, 1, 27-41.
ment as means of job stress preven-
Silverman, J., Kurtz, S., & Draper, J. (1998). tion. Sangyo Eiseigaku Zasshi, 49(4),
Skill for communicating with patients. 127-142.
UK: Radcliffe Medical Press.

44 BULETIN PSIKOLOGI

S-ar putea să vă placă și