Sunteți pe pagina 1din 6
ARTIKEL KASUS ALERGI KULIT DAN MASALAH PENATALAKSANAANNYA S.C. Kurniati Pendahuluan jenyakit alergi dan imunologik yang bermanifestasi pada kulit termasuk masalah yang paling sering dljumpai ‘leh para dokter khususnya spesialis kulit dan kelamin, Diantara berbagai bentuk kelainannya: dermatitis kontakaler- ik, dermatitis atopik dan urtikaria merupakan penyakit alergi kulit yang terbanyak dijumpai di dalam praktek sehari-hari”, Reaksi alergi terhiadap substansi asing terjadi mengikuti 4 bentuk reaksi Klasik tipe Geil dan Coombs (1963), yaitu’: Tipe: Reaksi anafitaktk atau hipersensitivitas tipe cepat, dengan contoh kiinis urtikaria, Tipe Il: Reaksi sitotoksik, antara lain bermanifestasi sebagai Purpura trombositopenik alergik Tipe ill : Pembentukan kompiets imun dan reaksi Arthus, dengan contoh klinis vaskulits alergik Tipe IV : Real rsensitivitas tipe tambat, dengan contoh Klasik dermatitis kontak alergik, sedangkan kom- ponen selular sistem imun kulit meliputi: sel dendrit, epidermal, limfosit, keratinosit dan sel mast®9. Penataizksanaan kasus alergikult seringkali memperofeh hasil yang kurang memuaskan olen karena perjalanan Penyakit ini sering menjadi kronik cesialf, dengan rekurensi tinggi”, Pengobatan secara medikamentosa saja tidak cukup untuk mengatasinya, melainkan sangat periu pendekatan sesuai proses-proses dasamnya" Tingkat | : Pada proses dasar sensitisasi imunologik, pen- dekatan terapeutiknya dengan cara menghindan alergen dan komponennya, metakukan desen- sitasi dan menginduksi toleransi S.C. Kurniati Kepala SMF Kulit Kelamin RSU Tangerang Tingkat It: Pada taraf interaksi sel alergen dan efektor, pendekatan ditujukan kepada pencegahan atau penguranigan alergen, mengurangi produksi dan blokade reseptor antibadi Pada taraf penglepasan mediator, terapi farmakologik diberikan antara lain berupa Kortikosteroid, siklosporin dan antihistamin. Pada taraf efek mediator di jaringan target, pemberian teraplfarmakologik antara lain berupa antagonis reseptor H, Di Rumah Sakit Umum Tangerang, jumtah kasus penyakit alergi kulit bersama dermatitis lainnya merdiuduki peringkat pertama dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini, diikuti oleh kelompok infeksi bakteri dan infeksi jamur di kul Pada kesempatan ini akan dilaporkan hasil penelitian mengenai insidens kasus penyakit alergi kulit Serta Penatalaksengannya secara garis besar di lingkungan SMF kKult-Kelamin RSU Tangerang selama 3 tahun terakhirdengan harapan agar para Ternan Sejawat Dokter Umum dapat lebih mengenal dan mengatasi kasus-kasus serupa di dalam praktek sehari-hari, juga melakukan Seleksi untuk melakukan rujukan bagi kasus yang memerlukannya, Tingkat tit Tingkat IV: Bahan an Cara Penel Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mem- elajari catatan medik penderita kelommpok .asus-kasus baru penyakit alergi kulit yang melakukan kunjungan di Polikinik dan Bangsal Rawat inap SMF Kulit-Kelamin RSU Tangerang, pada periode tanggal 2 Januari 1983 sampai dengan 31 DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli - September 1996 ARTIKEL Desember 1995. Diagnosis pada kasus dilegakkan atas dasar anamnesis, gambaran klinis. pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan spesifik lainnya bila dipandang peru. Pada penelitian ini dievaluasi mengenai perbandingan ‘antarajumlah kasus baru alergi kulit dengan kasus baru yang datang berobat, distribusi jenis keiamin kasus, distribusi kelompok umur pada setiap diagnosis penyakit, distibusijenis ppekerjaan aktivitas kasus dinubungkan dengan jenis penyakit, serta beberapa tindak lanjut khusus yang dilakukan lerhadap penyakit tertentu penatalaksanaan kasus secara garis besar akan dibahas pula di dalam hasil penelitian i Hasil Penelitian Dalam periode 3 penelitian yaitu 1993 sampaf dengan 1995, telah berhasil dikumpulkan data-data kasus baru penyakit alergi kul di lingkungan SMF Kult Kelamin RSU ‘Tangerang dengan rincian sebagai berikut Jumiah kasus baru penyakit alergi kul tercatat 5.691 asus, dengan umur termuda seorang bayi laki-laki 1 bulan penderita dermatitis atopik dan kasus tertua seorang laki-laki berusia 89 tahun penderita eritroderma. Ditinjau dari perban- dingan jumlah kasus bara penyakitalergi kul terhadap jumlah seluruh kunjungan, maka diperoleh angka 35,60% (tahun 1993), 36,62% (lahun 1994) dan 34,94% (tahun 1995) atau rata-rata 35,70% kasus baru alergi kult setiap (Tabel 1), Penderita penyakit alergi kul berjenis kelamin perempuan pada umumnya berjumlah lebih banyak dibandingkan kasus lakitaki, yaitu pada tahun 1993 dengan perbandingan $7,41%: 42.59%; tahun 1984 dengan perbandingan 59,96%: 40,04% dan tatiun 1995 dengan perbandingan 60,50%: 39,50%, atau rata-rata kasus perempuan dibandingkan lak-iaki mempunyai perbandingan 59,34%: 40,66% (Tabel 2) Ditinjau dari segi diagnosis dan kelompok umur kasus, maka penyyakit alergi Kull yang paling sering djumpai berturut- turut adalah dermatitis numularis sebanyak 1,783 (31,33%) orang dari seluruh kasus dengan perbandingan jumtah laki- laki: perempuan = 714: 1.069 kasus (40.04% : 59,98%), dan kelompok urnur yang terbanyak mempunyai kasusnya adatah di antara 15-24 tahun yaitu sebanyak 496 kasus (27,62%) ‘dengan perbandingan jumiah laki-laki: perempuan = 30,65% $69,35%, Jumiah kasus kedua paling banyak adalah dermatitis kontak atergik yaitu 1.477 (25,95%) dar seluruh kasus dengan perbandingan jurnlah laki-aki : perempuan = 537 : 940 kasus (85,88% : 64,12%) dan kelompok umur yang terbanyak ‘mempunyai kasus berada di antara 25-44 tahun yaitu 634 (42,92%) kasus dengan perbandingan kasus laki-laki Perempuan = 38,49% : 61.51%. Peringkat ketiga ditempati leh dermatitis atopik dengan jumlah 955 (16,78%) kasus, dengan perbandingan jurnlah Kasus laki-laki : perempuan = 413: 542 (43,25% : 56,75%), dan kelompok umur yang terbanyak mempunyai kasus ada di antara 25-44 tahun dengan jumlah kasus 218 (22,93%) orang dengan per- bandingan kasus laki-laki : perempuan = 40,18% : 59,82% juga kelompok umur 1 - 4 tahun yaitu 218 (22,83%) kasus perbandingan jumlah kasus laki-aki : perempuan = 97 : 121 (44,50% : 55,50%). Penyakit urtikaria menduduki tempat keempat dengan jumlah kasus 627 (11.02%). dengan perbandingan jumlah lak-lak’ : perempuan = 43,86% : 56,14%, dan kelompok umur yang terbanyak mempunyai kasus di antara 15-24 (184 orang = 29,35%) tahun dengan per bandingan laki-laki : perempuan = 105 ; 136 (43.57% 56.43%). Dermatitis venenata menduduki peringkat kelima dengan jumlah 201 (3,53%) kasus dan perbandingan kasus {aki-faki; perempuan = 79 : 122 (39,30% : 60.70%), kelompok ‘umur 15-24 tahun mempunyai jumiah kasus terbanyak yaitu sebanyak 86 orang (42,79%) dengan perbandingan laki-laki perempuan = 24 : 62 (27,90% : 72,10%). Insect bites yang ‘mempunyai kasus 144 (2,53%) orang berada ditempat keenam dengan perbandingan jumlah laki-laki perempuan 37 50% : 62,50%. Kelompok umur 15-24 tahun mempunyai jumlah kasus terbanyak yaitu 54 orang (37,50%) dengan perbandingan laki-aki : perempuan = 11,43% (20,37% 79.63%). Penyakit erupsi obat berada di temmpat kelujuh dengan jumlah kasus 125 orang (2.18%) dengan per- bandingan jumiah lakitaki : perempuan = 50 : 75 (83% : 67%). Kelompok umur 25-44 tahun mempunyai jumlah kasus terbanyak yaitu 52 orang (41 60%) dengan perbandingan Iaki- aki: perempuan = 21: 31 (40,38% ; 59,62%). Erupsi akneiformis berbagai sebab, eksantema fikstum dan dermatitis alimentosa berturut-turut mengisi peringkat ke delapan, sembilan dan sepuluh dengan jumlah kasus berturut-turut 86 ‘orang (1.51%), 85 orang (0,97%) dan $4 orang (0,95%). Selain 10 diagnosis penyakit alergi kulit di atas, kami memperoleh 411 penyakit lainnya yang dapat dikategorikan sebagai kasus penyakit alergi-imunologi kulit dengan frekuensi kurang dari 4% Selama 3 tahun periode penelitian ini (Tabel 3). ‘Aktivitas rutin maupun jenis pekerjaan kasus alergi kult sangat perlu diketahui oleh karena eral kaitannya dengan substansi alergen, walaupun harus diingat bahwa sebagian peryakit mempunyai kelainan dasar endogen. Penyakit der- matitis numularis diderita terutama oleh kelompok pelajar! ‘mahasiswa, dengan jumlah 579 (32,47%) kasus, dan laki- Jaki jumlahnya lebin secikit dibandingkan perempuan dengan perbandingan angka 32,12: 67,88%, Dermatitis Kontak alergik terutama diderita olen pekerja pabrik yailu sebanyak 672 (45,50%) kasus dan jumlah kasus laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan dengan angka 40,18% : 59,83%. Kelompok baiita paling sering menderita dermatitis atopik dibandingkan aktivitas lainnya, dengan jumlah kasus 218 o7- aang (22,82%), dan kasus laki-laki lebih sedilit ibandingkan perempuan dengan angka 44, 49% : 55,51%, Kelainan urtikaria terutama diderita oteh para pelajar! DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli - September 1996 ARTIKEL mahasiswa, dengan jumlah kasus 155 orang (24,72%), jumlah laki-laki tidak begitu berbeda jumiahnya dengan perempuan ditunjukkan dengan perbandingan angka 48,39% : 51,61%. Dermatitis venenata sebagian besardiderita oleh pelajat/ mahasiswa, yaitu Sejumiah 61 kasus (30.35%) dan jumian kasus laki-aki dibandingkan perempuan = 29,51% : 70,09% Pelajar/mahasiswa juga paling sering menderita insect bites yaitu sebanyak 43 kasus (29,86%), dan kasus laki-laki dibandingkan perempuan = 18,50% : 81,40%, Erupsi obat lebih banyak diderita oleh pekerja pabrik dengan angka 48 kasus (38,40%) dengan sebagian besar kasusnya perempuan; erupsi akneoformis oleh berbagai sebab juga paling banyak diderita oteh pekerja pabrik dengan angka 50%, sebagian besar kasus berjenis kelamin laki-laki, sedangkan aksantema fikstum yang terbanyak dijumpai di kalangan pelaiarmahasiswa lebih banyak diderita oleh erempuan. Selain penyakit erupsi aknaiformis, kelainan yang lebin banyak diderita oleh laki-laki adalah eriroderma den eritemma multiforme, sedangkan jenis kelamin penderita dermatitis stasis tampaknya berimbang. Pada penyakit alergi kulitlainnya tampak bahwa sebagian besar kasusnya berjenis kelamin perempuan (Tabel 4). Penatalaksanaan kasus alergikulit pada umumnya dapat dilakukan secata rawat jalan dengan pemberian medikamen- tosa secara oral dan topikal, serta menganjurkan kasus Untuk ‘menjatani kontrol ulang. Tetapi kami menjumpai 127 kasus (2.23%) yang memertukan penatalaksanaan khusus yaitu se- cara terpadu bersama dokter spesials bidang lain, pertakuan rawat inap untuk penataiaksanaan lebih intensif (semasangan infus dan terapi parenteral, eksplorasi fokus infeksi dan penyakit lain yang terkait, dan pemeriksaan penunjang lainnya), Sampai dengan merujuk kasus ke Rumah Sakit tipe ‘A untuk memperoleh penatalaksanaan yang lebin adekual, Kasus-kasus sindrom Steven Johnson (45%), eritroderma (83.33%) dan erupsi obat tipe eksantematosa (25.61%), eritema nodosum (25%) dan vaskulitis (11%) pada umumnya lebih banyak memeriukan penatalaksanaan lebin spesifik dilingkungan SMF kami. Kasus lupus eritematosus kutan dan penyakit bertepuh (pemfigusdan pemfigoid bulosa) karnirujuk ke pusat pelayanan yang febih tinggi (Tabel §) Pembahasan Insidens penyakit alergi kult di RSU Tangerang yang men- ‘capai angka rata-rata 35,70 per tahun merupakan angka yang ‘cukup tinggi, dan menjadi kelompok penyakit kul yang pa- ling banyak dijumpai. Tampaknya masyarakat di wilayah ‘Tangerang menpunyai banyak kemungkinan untuk terkena bahan alergen dari lingkungan fisiknya maupun berasal dart sumber potensi faktor endogennya, Sebagai perbandingan, jumiah kasus alergi kult pada tahun 1994 mencapai angka 36,62%, sedangkan dermatitis seboreik yang pada saat itu berada di peringkat kedua mempunyai angka 7, 93% dan angka yang diperingkat ketiga hanya mencapai 6,45%. ‘Jumlah asus alergi Kult dengan jenis kelamin perempuan febin banyak dibandingkan kasus laki-aki yaity dengan perbandingan rata-rata 59,34% : 40,66%. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan alasan bahwa aktivitas perempuan rata- rata lebih majemuk, baik di dalam dapur maupun ¢i luartempat tinggainya, secara formal maupun non formal Di antara bentuk-bentuk alergi kul. penyakit dermatitis merupakan gambaran klinis yang paling sering dijumpai, walaupun pertu diingat batwa tidak semua dermatitis didasari ‘oleh mekanisme alergi. Dermalitis adalah proses peradangan superfisial pada kulit dengan gejala subyektif pruritus dan efloresensi lesi yang polimorfik, dengan perjalanan kilinis ‘cenderung menjadi kronik. Dokter spesialis kulit paling sering ‘menjumpai kasus dermatitis dibandingkan dengan penyakt kulitfainnya®®- Dermatitis numularis mempunyai gambaran lesi berupa plakat eritematosa berukuran gatal, dengan perjalanan kronik resid. Pada usia anak, keadaan ini dapat merupakan mani- festasidari dermatitis atopik™, sehingga besac kemungkinan bahwa kasus kami yang berusia anak (39,82%) sebenamya merupakan penderita dermatitis atopik. Selain pengaruh faktor ‘endogen, penyebabnya sering dikaitkan dengan infeksi fokal, alergi makanan dan kekeringan kulit. Lesi sering terdapat dianggota gerak, dan kasus laki-laki lebih banyak dibanding- kan perempuan, dengan onset puncak antara 55-65 tanun®”. Tetapi hasil penelitian kami menunjukkan bahwa puncak uur ‘onset ciantara 15-24 tahun (27,82% kasus). Kelompok pelajar! mahasiswa sebagian besar perempuan, paling banyak terkena (32,47%) dengan eksaserbasi yang erat kaitannya dengan jenis makanan tertentu. Pada tindak lanjutnya sejumiah 0, 22% kasus mengalami komplikasi infeksi dan autosensitasi sehingga harus dilakukan rawat inap dan penatalaksariaan terpadu bersama dokter spesialislainnya. Dermatitis kontak alergik mesupakan manisfestasi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, dan terjadi akibat pajanan individu ‘yang tersensitasi dengan bahan alergen kontak. Bahan yang paling sering menjadi penyebab antigen potensiat adalah rhus, arafenilendiamin,nikel, karet dan dikromat. Kasus terbanyak aijumpai pada golongan pekerja , mencapai angka 90% #, Dermatitis venenata merupakan gambaran spesifiknya yang khusus, disebabkan oleh sekret/debris serangga serta getah tumbun-tumbuhan dengan bentuk esi finiar'* Dermatitis, fotokontak alergik terjadi akibat kontak bahan kimia di kulit yang diaktivitasi oleh pajanan sinar matahari®®. Usia pekerja (25 - 44 tahun) memang paling banyak dijumpai pada Nini (42,92%) terutama jenis kelamin perempuan dan dermatitis kontak alergik ini mengenai pekerja pabrik sebagai ‘asus lecbanyak, dengan angka 45,50%. Sejumlah 1,62 kasus, mengalami komplikasi sehingga harus di dan penatalaksanaan terpadu dengan termasuk merujuk kasus ke fumiah sakittipe A guna menjalani DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli- September 1996 ARTIKEL ui tempel (patch-test) banan alergen tersangka, Dermatitis venenata yang diderita terutama oleh kelompok umur 15 - 24 tahun (42,79%) tampaknya sesuai dengan kelompok usia yang masih aktif berkontak dengan alam. Para pelajar/ mahasiswa yang banyak beraktivtas di luar ruangan memung- kinkan lebih sering dengan sekretidebres serangga ataupun getah tumbun-tumbuhan. Kami menjumpai kasus dermatitis fotokontak alergik yang jumlahnya berimbang pada keloripok umur 15-24 dan 25-44 tahun (masing-masing 35,85%). Pekerja pabrik yang lebih mungkin terkena bahan alergen fotosensitif memang lebih banyak kasusnya (32,08%). Satu kasus (1.89%) sempal kami rawat inapkan berhubung keadaan penyakitnya cukup serius. Dermatitis atopik merupakan penyakit akibat reaksi hipersensivitastipe cepat, bersama rhinokonjungtivitis alergika dan asma. Kelainan yang mempunyai gejala subyektif sangat galal ini terutama diderita oleh anak-anak, dan pada 90% anak ™anifestasi dermatitis atopik terjadi pada umur sekita 5 tahun, Gambaran Klinisnya sesuai dengan fase infantil (2 bulan - tahun), fase anak (4- 10 tahun) serta fase remaja dan dewasa (10- 20 tahun) dan terdapat pula gambaran spesifik iainnya, seperti xerosis cutis" *.. Kami menjumpai 150 bayi (67.87%) yang menderita dermatitis atopik dibandingkan hanya 83 kasus bayi yang menderita penyakit alergi Kult fainnya, Sehingga sesuai dengan pemyataan Arndt, dkk (1995) bahwa dermatitis atopik merupakan penyakit alergi kulit yang tersering pada bayi. Kasus terbanyak dijumpai pada fase anak dan fase infantil (1-4 tahun) dan antara 25-44 tahun. Dua (0.21%) kasus dilakukan sawat inap ofeh karena komplikasi infeksi cukup berat. Staphylococcus aureus, ‘demikian pula infeksi jamur, lebih mudah mengenai penderita atopik dibandingkan orang normal". Urtikaria dan angiodema terjadi akibat vasoditatasi pembuluh darah yang menyebabkan permeabilitas vaskular ‘meningkal, dan ektravasasi protein juga cairan yang terutama disebabkan oleh pelepasan histamin dan terbentuklah wheal Pembengkakan sebatas dermis disebut urtikaria, sedangkan angiodema mengenai pembuluh yang terletak lebih dalam, yaitu di submukosa, dermis dan subkutis. Urtkaria akut yang ‘mempunyai periode kurang dari 6 minggu, mengenai 20% ‘populasi dalam hidupnya, biasanya disebabkan oleh makanan atau infeksi. Urtikaria kronik yang mengenai 80-90% populasi, selain disebabkan oleh obat dan makanan, dapat juga akibat engaruh faktor luar sepertfisik, suhu udara, tekanan ataupun, idiopatik®-*). Kelompok umur 25-44 tahun merupakan kasus terbanyak kami (38,44%) dengan dominasi perempuan. Pelajar/mahasiswa paling banyak terkena (24,72%). Pada keadaan lesiluas atau kasus kronik-residif, kami retakukan aktivitas kttusus berupa eksplorasi fokus infeksi maupun uji lusuk (prick test) Hipersensitivitas terhadap sengat serangga (Insect bites) disebabkan oleh alergen atau toksin yang “disuntikkan” oleh Arthropoda kedalam tubuh. Mekanisme toksik dapat terjadi ‘secara langsung (antara lain racun, saliva) atau tidak langsung (misalnya inhalasi atau ingesti debrisnya). Reaksi yang terjadi dapat bersifatiokal disekitargigitan, reaksitoksik antara lain gejala gastrointestinal, sampai anafilaksis yang berakibat kematian'"?. Kasus kami berada terutama pada kelomnpok umur 15-24 tahun (37,5%), perempuan lebin banyak dibandingkan kasus laki-laki. Tampaknya kegiatan pelajar/ mahasiswa memungkinkan mereka mudah berkontak dengan serangga, sehingga terkontaminasi toksinnya, dibandingkan dengan aktivitas kasus lainnya (29,86%). Erupsi alergi obat dapat terjadi melalui mekanisme imunologik (ipe I I atau Il) alau non imunologik. Bentuknya dapat berupa reaksi alergitipe cepat (1 jam), reaksi akselerasi (1-72 jam), reaksi lambat (iebih dari 2 hari) dan gambaran klinis yang lersering adalah "erupsi obal eksantematosa’. Bentuk lainnya adalah reaksi anafilaktik. entroderma, sindrom Steven-Johnson, vaskulitis, eksantema fikstum, eritema ‘nodosum, eritema multiforme dan nekrosis epidermal toksik. Golongan obat yang bereaksi lebin dari 1% berturut-turut adalah amoksisilin, rimetoprim-sulfametoksazol, ampisilin, preparat darah dan sefalosporin, penisilin semisintetik, eritromisin, penisilin G dan sebagainya. Kasus erupsi obat ceksantematosa yang kami jumpaiterutama di kelompok umur 25-44 tahun (41,60%) teruama perempuan dan aktvitas kasus terutama sebagai pekerja pabrik (38,40%). Sejumlah 25,60% asus terpaksa harus dirawat inapkan berhubung luas lesi dan intensitas penyakit tidak memungkinkan terapi hanya secara konvensional. Enupsi aknelformis merupakan reaksi alergi oleh berbagai sebab dengan bentuk lesi menyerupai akne. Perbedaannya dari akne sejati adalah dengan tidak menjumpai komedo, timbut mendadak dan kadang-kadang disertai demam. Penyebabnya antara lain bahan kimia, ingesti obat, makanan ‘ertentu maupun pengaruh lingkungan'™. Kasus kami paling banyak berumur antara 15-24 tahun (56,98%), sebagian besar laki-laki, dan profesi utamanya sebagai pekerta pabrik (50%), Eksantema fikstum ditandai olen adanya esi kemerahan, berbatas tegas berbentuk bulal atau lonjong dengan ukuran bervariasi, muiai dari edema kemuugian berubah menjadi ungu kehitaman atau coklat. Lesi dapat timbul berkali-kall ditempat yang sama, mengenai kui atau mukosa, terutama disebabkan ingesto obat golongan sulfonamid *"*), Kami menjumpai 55 asus (0,96%) dengan umur 25-44 tahun (30.91%) sebagai penderita terbanyak, terutama perempuan (52,73%) dan aktivitas pelajar/mahasiswa paling sering menderita kelainan ini (25,45%), Reaksi hipersensitivitas terhadap makanan yang berma- nifestasi antara lain dalam bentuk dermatitis alimentosa mem- punyai spektrum alergen sesuai dengan umur kasus, yaitu bayi dan anak pada umumnya dari protein hewani dan orang ‘dewasa berasal dari sayur, buah dan bumbu®, Kami men- DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli - September 1996 ARTIKEL jumpai 54 kasus (0,97%) dengan jumlah terbesar pada ke~ fompok umur 25-44 tahun (44%) dan wanita lebih banyak (70.34%), aktivitas karyawan paling sering terkena kelainan (85.19%), satu kasus (1,85%) memertukan penatalak- ssanaan yang lebih khusus. Penatalaksanaan asus alergi kul lebih bersifat individual, dengan dasar-dasar prinsip uum pencegahan alegen, terapi farmakologik dan pemberian imunoterapi bila diperlukan'™, Pencegahan/kontrol lingkungan meliputi penerapan standard metode kontrol ingkungan yang ditujukan untuk mengurangi ajanan bahan-bahan yang bersifat alergen dan irtan, serta peralatan mekaniknya antara lain berupa unit penyaring udara, kontrol Khusus terhadap serangga sampai dengan menya- rankan penderita supaya pindan ke daerah yang iklim dan lingkungannya yang lebih sesuai. Terapi farmakologik meliputi Pemberian obat-obatan anti alergi. Maddin (1995) menyatakan bahwa antihistamin merupakan obat yang terpenting olen karena histamin dianggap sebagai mediator utama penyebab reaksi alergi. Dahulu, hidroksizin merupakan obat pilihannya, tetapi sekarang lebih dikembangkan antihistamin H, non sedasi oleh karena tidak mengandung efek sedasi dan antikolinergik yang memberatkan kasus, walaupun Klot- feniramin dan feniramin hidrogen maleat dan siproheptadin tetap dipertukan untuk mengatasi pruritus dan bagikasus yang memerlukan efek sedasinya. Di antara antihistamin 4, yang populer di indonesia adatah loratadin, terfenadin, astemizol dan setirzin. Karena astemizol dan terfenadin mempunyai efek samping berinteraksi obat dengan preparat azol dan ‘makrolid serta menginduksi aritmia jantung, dan setiizin tidak dapat dianjurkan untuk anak-antak dan menimbulkan rasa gantuk, maka loratadin merupakan obat pilitan dengan alasan dapat diberikan kepada semua umur, bekerja cepat dan dosis tunggal untuk kasus urtikaria, dan menguntungkan bagi kasus dermatitis atopik oleh karena mempunyai efek anti alergik yang terpisah dari antinistamin, secara efek antipruritus yang jelas Preparal antihistamin H, yang dikombinasikan dengan H, ‘akan mempercepat penyembuhan urtikaria kronik. Preparat famotidin ataupun ranitidin menjadi pilinan yang lebih aman dibandingkan simetidin yang mempunyai efek samping ‘menurunkan kadar doksepin dalam darah dan mempengaruhi ‘enim mikrosom hepar®-".*, Untuk kasus insect bites harus diperhatikan bahwa sisa sengat tercabut selurunnya‘, Pemakaian antihistamin topikal, juga anestesi lokal tidak populer oleh karena merupakan bahan sensitasi kuat™. Obat farmakologik lainnya adalah obat adrenergik, metil-santin dan bat anti kolinergik, dan sebagainya. Pemakaian kortikosteroid sister diindikasikan untuk reaksi alergi akut berat, reaksi alergi setf-imited, reaksi alergi kronik berat atau alergijangka lama yang mempunyai riwayat pemakaian kortikosteroid, dapal diberikan pada anak dan dewasa dengan cara ‘pemberian yang bervariasi"”-. Pilihan antibiotiktopikal antara lain atrium fusidat yang rendah daya sensitasinya, juga smupirocin 2% yang belum pemah dilaporkan resistensinya ternadap Staphylococcus serta sangat kurang daya sensitasinyal"®!. Preparat suportif antara lain vitamin kami berikan pula secara selektif sesusai kondisi kasus. Kasus penyakit alergi kult temyata bermanifestasi Klinis dengan sangat bervariasi. Kami pun perlu bekerja sama dengan bidang spesialisasi lainnya bila ternyata keadaan kasus menjadi terkompiikasi dan perlu penatalaksanaan khusus seperti yang terjadi pada 127 kasus (2,23%) dari seluruh kasus alergi kult pada penelitian ii. Kesimpulan Hasil penelitian ini selama 3 tahun terakhic memberikan kesimpulan, bahwa ~ Penyakitalergi kulit mempunyai angka morbiditas tertinggi yaitu 5. 691 kasus baru dengan angka rata-rata 35,70% ddibandingkan dengan kasus baru penyakit kul lainnya - Kasus penyakit alergi kulit dengan jenis kelamin perempuan jumtahnya lebih banyak dibandingkan dengan kasus laki-aki yaitu $9,4% : 40,66%, dengan puncak usia penderita 25-44 tahun (32,5%). + Lima penyakit alergi kulit dengan jumtah terbanyak, ‘melipati: 1. Dermatitis numularis sebanyak 31,43% kasus, kasus perempuan lebih sering (59,96%), onset puncak pada kelompok umur 15-24 tahun (27,82%), dengan aktvitas terutama sebagai pelajar (32,5%). 2. Dermatitis kontak alergik dengan jumlah 24,26% kasus, lebin banyak pada perempuan (64,12%), onset puncak pada kelompok umur 25-44 tahun (42,92%), dengan aktivitas terutama sebagai pekerja pabrik (45,50%). Sebagai varian dermatitis kontak alergik, kami men- jumpai: a, Dermatitis veneneta yang berjumlah 3,53% kasus, lebih banyak diderita oleh perempuan (60,70%), onset puncak pada kelompok umur 15-24 tahun (42,79%) dan aktivitas utamanya sebagai pelajar/ mahasiswa (30.95%). . Dermatitis fotokontak aleraik yang berjumlah 0,93% kasus, lebih banyak diderita olen perempuan (62,26%), onset puncak pada kelompok umur 15- 24 tahun dan 25-44 tahun (masing-masing 35.85%) dan pekerja pabrik paling sering menderitanya (32,08%). 3. Dermatitis atopik yang mengenai 16,78% kasus, lebih banyak pada perempuan (56,75%), onset puncak berada di kelompok umur 25-44 tahun (22,93%) dan 1-4 tahun (22,83%) dan usia aktivitas balita paling banyak menderita ketainan ini (22,82%). 4, Untikaria (dan angiodema) diderita oleh 11.02% kasus, kasus perempuan lebih sering (66,14%), onset puncak DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli- September 1996 ARTIKEL pada kelompok umur 15-24 tahun (28,35%), dan aktivitas kasus terutama sebagai pelajar/mahasiswa (24.72%). 5. Insect bites dengan jumlah 2,53% kasus, lebih banyak pada perempuan (59,03%), onset puncak pada kelompok umur 15-24 tahun (37,50%) dan aktivitas kasus terutama sebagai pelajar/mahasiswa (29,86%). Daftar Pustaka 1 Gislomani G, Basle mechanisms A alergc skin condtons. In Gude ines fr teatrnent of alerge skin dsorders London, 1995 : 19:23 2. Krebs A Drug erupon : pathogenesis, diagnesis and cic! mani festatons, In Champion RH ed. Recent advances p Dermatlogy No. 7. Eainbugh | Chutcit Lingstne, 1988: 185-75. 3. Bos 40, Basic immunology of the dermatologist. Dalam: Penvaki Kai san Kelamin ot Indonesia akhc abad 20 ed, Etnawali K chi umputa maiaiah Konas Vil Pedoski, Perdosk Yogyakarta, 1895 +8 4. Herz BM, Lipper U, Zuberbler Tefal, Mechanistic approach tothe treatment of allergic disorders. i guidelines for treatment of alerge skin disorders. London, 1996 : 19-23, 5. Arndt KA, Gowers KE, Chuttar’ AR. Dermatitis (Eezer). In Arak KA ed, Mancal of Dermatologic therapeutics 5 ed. Boston : Lite Brown avd Company, 1905 » «258 6. Djuanda 8. Dermatitis: Dalam llmu Penyakit Kut dan Kamin ed I Ed Ojmnde A, dik, Jakarta - Baal Penerbt FKUL, 1994 : 12-25. 7. Sder NA Fepaiek TB. Nummulareczomatous dermal. In Fizpatrck Te, Een AZ, Wo K, Freecberg IM, Auslen KF eds. Dermaoiogy in general medicine 3+ ed, New Yerk MeGrawia Book Co, 1987: 1408- An 8. Lucky AW, Toby Mamias CG. Alergle diseases ofthe Ksin | Lanar JG IR, Fischer TJ, Adeinan DC. eds, Manual of Alergy and immurolegy 3 ed. Boston: Lite Grown anc Company, 1985. 205-27. 9. ‘Amdt KA, Boress KE, Chuta AR. Uricara. n Amdt KA Ed, Manual of Dermaicloge therapeutics §* ed. Bosion : Lite Brown and Com pay, 1996; 197-201 10. Goldstein SM. Urticaria ans angiodema. In Lawlor IG J, Fischer TS ‘Adelman OC eds Manual of Alergy and immunology 3 ed. Boston Lite Brown and Company, 1996 : 206-27. 114 Arndt KA, Bowers KE, Chittani AR. Urticaria In Arndt KA Ed. Manual of Dermatologic therapeutics 5® ed Boston: Lite Brown and Com- pany, 1995: 197-201 42. Amdt KA, Bowers KE, Chutlani AR. Urticaria. in Art KA Ed, Manuat of Dermatoiogic therapeutics 6% ed. Boston : Lite Brown and Com- pany, 1995: 60, 13, Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrews Diseases of the skin, Clini cal Dermatology 8° ed, Philadelphia - WB Sunders Company, 1990 252-7. 114. Sieagar R, Rosyanto-Manadi ID, Muls K. Eksantema fkstum at Rumsh Sait Or. Pkngadi, Medan, Dalam Penyakt Kult dan Kelamin ot Indo- ‘esi akhi abad 20 ed. Einavati K dkk. Kumpulan Makalan Konas Vil Perdoski, Perdoski Yogyakarta. 1995 : 85-8 15. Hamzah M. Erupsi Alergi Obat. Dalam iu Penyakt Kult dan Kelemin ‘ed. Il Ed, Djuanda A, dk, Jakarta. Bala Penerbt FKUI, 1963: 112-21, 16, Young E, Management of fod alley. Dalam Penyakt Kult dan Kelarin «Indonesia akhir abad 20, ec. Etnawall dik. Kumpulan Makalah Konas Vil Perdosk, Perdoshi Yogyakarta, 1995: 748 17, Fischer TJ, OfBien KP, Enis GN. Basle principles of therapy fr aller- ‘de disease In Lowor JG jr, Fischer TJ, Adelman DC eds. Manual of ale and immunelogy 3*. Boston : Litle Brown and Company, 1995 51-93, 18. Madcin S, Anthistamin inthe treatment of allergic skin disorders : Aut ‘and pedatic efficacy. In Guldaines for treatment of alerge skin disor. ders, London, 1995 : 33-8 18. Verbov JL. Systemic therapy - a Review. In Vickers CFH ed. Modern management of Common skin diseases. Edinbrugh: churchill Livingstone, 1986 = 211-5 20. Wikinson JD, Me Kenzie AW, Wilkinson OS, Treatmant. In champion RH ed. Recent advances in Dermalclogy no. 7. Edinburgh : Churchil LUvingstone, 1986 : 177-00, 21. Degreet b, Topical steroids in the treatment of alergic skin doserders ‘cult and pediatic efficacy In Guldelnes for Treaiment of allergic skin disorders. London, 19985 : 47-50. 2. Giana 8. PimpinallN. Topica! Corticosteroids, Which dug and when? ‘Medical Progress; 3 92-6. Tabel | Tabel 2 JUMLAH KASUS BARU ALERG! KULIT DAN JUMLAH KASUS BARU ALERGI KULIT DAN KASUS BARU YANG DATANG BEROBAT KASUS BARU YANG DATANG BEROBAT TAHUN 1999 1995 TAHUN 1993. 1995 aun] wasusaaru | KASUS BARU ] Tan es EL To fr envawor nuuT_ | ALERGL KUL eeepc 7983 5080 ter | 60 = - oe 1 S| ewe ver [ease | same | orm [rn = seus Varo fanze | fame [ree | oan] 150 | seae | ss ‘te mm | mm] two | com | um JUMLAH 15,940 S601 ee UMA 2314 “one | 3377 sa34 | 5.601 RATARATA ATARATA L DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli - September 1996,

S-ar putea să vă placă și