Sunteți pe pagina 1din 15

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
MAKALAH SEMINAR

NAMA : DINDA RANA ATHAYA


NIM : F24160072
DEPARTEMEN : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JUDUL : APLIKASI KITOSAN DAN SUHU DINGIN
UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN
BUAH ALPUKAT
DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Lilis Nuraida, Msc
Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.TP, DEA
HARI / TANGGAL : SENIN, 10 FEBRUARI 2020

TEMPAT : AUDITORIUM LSI IPB


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

APLIKASI KITOSAN DAN SUHU DINGIN UNTUK MEMPERPANJANG


UMUR SIMPAN BUAH ALPUKAT

MAKALAH SEMINAR

Oleh

DINDA RANA ATHAYA


F24160072

Bogor, 5 Februari 2020

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Lilis Nuraida, Msc Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.TP, DEA
NIP 19621009 198703 2 002 NIP 132 145 713
CHITOSAN AND COLD STORAGE APPLICATIONS TO
EXTEND SHELF LIFE OF AVOCADO FRUIT

Dinda Rana Athaya1*, Lilis Nuraida1, Nugraha Edhi Suyatma1


1
Department of Food Science and Technology, IPB University, Dramaga, Bogor
16002, Indonesia.

*
Corresponding author. Email: ranadindaath@gmail.com

ABSTRACT
Avocado is one of the most rapidly ripening fruits, often completing
ripening within 5 to 7 days following harvest. The fruit is highly nutritious, being
rich in vitamins A, B, C, minerals, potassium, phosphorus, magnesium, iron, and
antioxidants. Undesirable storage conditions lead to physical and chemical
quality loss in stored avocados, which affect its consumer acceptability. Edible
coatings are an ecologically friendly substitutes applied on fresh produce to
reduce water transfer, gaseous exchange and oxidation processes. The main
benefits of edible active coatings are to maintain the quality and extend shelf-life
of fresh fruits and prevent microbial spoilage. Chitosan has been proven one of the
best edible and biologically safe preservative coatings for different types of foods
because of its film-forming properties, antimicrobial actions, lack of toxicity,
biodegradability and biochemical properties. The fruit were then stored at 13 °C
and room temperature (28°C). At selected storage times, samples were removed
and evaluated for quality parameters (physical: weight loss, firmness and color;
chemical: total soluble solids; microbiological: total bacteria and total mold; and
sensory evaluation). This experiment was conducted to quantify the effect of
chitosan based coating and cold storage as postharvest treatments to enhance
shelf-life and improve the quality of avocado fruit.

Key words: avocado, chitosan, cold storage, shelf life.


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah alpukat merupakan salah satu buah yang banyak digemari dan telah
dikenal luas oleh masyarakat Indonesia maupun mancanegara. Buah alpukat
memiliki banyak manfaat di antaranya dimanfaatkan sebagai buah meja, bahan
baku industri kosmetik, obat-obatan, dan lain-lain. Banyaknya manfaat yang
terkandung pada buah alpukat menjadikan buah ini memiliki prospek yang baik
untuk investasi di bidang buah-buahan. Potensi pasar dan potensi alam di
Indonesia sangat mendukung dalam pemenuhan permintaan alpukat baik di dalam
negeri maupun luar negeri. Data statistik tahun 2014 menunjukkan bahwa
produksi buah alpukat Indonesia mencapai 307.326 ton dengan urutan daerah
produksi terbesar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Barat, dan Jawa Tengah
(BPS 2014). Selain untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, buah alpukat juga
menjadi komoditi ekspor yang cukup menjanjikan.
Alpukat termasuk ke dalam buah klimaterik. Ciri buah klimaterik yaitu
adanya peningkatan respirasi yang signifikan dan mendadak menyertai atau
mendahului pemasakan melalui peningkatan CO2 dan etilen. Masa simpan buah
klimakterik yang pendek menjadikan kerusakan pascapanen yang cepat (Widodo
et al. 2013). Alpukat mulai matang memiliki sifat yang mudah rusak, mudah
busuk dan cepat mengalami susut bobot karena kulit buahnya yang tipis dan
daging buah yang lunak. Oleh karena itu, diperlukan metode untuk memperlambat
kerusakan buah alpukat sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam
keadaan segar dan berkulitas. Salah satu metode yang digunakan untuk
memperlambat pematangan buah alpukat yaitu dengan metode edible coating
menggunakan kitosan serta penyimpanan suhu rendah.
Edible coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada
permukaan buah untuk menghambat keluarnya gas, uap air, dan kontak dengan
oksigen sehingga proses pemasakan dan pencokelatan buah dapat diperlambat.
Lapisan yang ditambahkan di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut
dikonsumsi bersama buah (Ali et al. 2015). Salah satu bahan yang sering
digunakan untuk edible coating yaitu kitosan. Kitosan adalah analog alami dari
2

kitin yang dibentuk oleh deasetilasi dari kitin. Ini memiliki potensi yang besar
untuk digunakan sebagai kemasan aktif karena sifat antibakteri dan antijamur.
Kitosan merupakan polisakarida yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin.
Kitosan mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan seperti anti mikroba,
wound healing, tidak beracun, murah, biokompatibel, biodegradable, dan larut
dalam air. Dalam bentuk mikro/nanopartikel kitosan mempunyai banyak
keunggulan yakni tidak toksik dan stabil selama penggunaan (Summeisey 2019).
Metode lain yang dapat diterapkan bersamaan dengan aplikasi edible
coating untuk menghambat metabolisme buah pascapanen yaitu pengendalian
suhu penyimpanan. Penyimpanan buah pada suhu rendah adalah perlakuan yang
efektif menurunkan laju respirasi, laju transpirasi, maupun proses oksidasi kimia.
Pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan, perubahan
tekstur komoditi yang disimpan (Paramita 2010). Menurut Jeong et al. (2002),
suhu penyimpanan yang cocok untuk penyimpanan buah alpukat untuk
menghindari chilling injury yaitu pada suhu 13 oC.
Banyaknya produk komersial kitosan yang ada di Indonseia masih dalam
bentuk kitosan belum siap pakai. Kitosan yang diproduksi masih banyak diekspor
dan belum banyak dimanfatkan sebagai produk jadi yang siap untuk
dimanfaatkan. Salah satu produk kitosan yang siap digunakan sebagai yaitu
Chitasil. Perlu dilakukan pengujian terhadap parameter fisiologis dan biokimia
buah alpukat yang diberi perlakuan edible coating dengan variasi dua suhu
penyimpanan yaitu pada suhu 13±2oC dan suhu ruang (28±2oC) untuk mengatahui
kondisi yang paling optimal untuk memperpanjang umur simpan buah alpukat.

Rumusan Masalah

Umur simpan buah alpukat yang sangat singkat disebabkan karena sifatnya
yang mudah rusak dan termasuk buah klimaterik. Permintaan alpukat segar yang
terus meningkat membutuhkan penanganan pascapanen yang baik dan mampu
memperpanjang umur simpan buah alpukat. Umur simpan buah dilihat dari
parameter fisiologis buah yaitu susut bobot, tekstur, dan warna serta penerimaan
oleh konsumen. Salah satu solusi untuk memperpanjang umur simpan buah
3

alpukat yaitu penggunaan edible coating berbahan dasar kitosan dan pengendalian
suhu penyimpanan. Suhu dingin dapat menghambat aktifitas metabolisme buah
pascapanen sehingga diharapkan kombinasi aplikasi kitosan dan suhu dingin dapat
memperpanjang umur simpan buah alpukat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan suhu penyimpanan yang


optimum pada buah alpukat yang telah diberi lapisan edible coating berbahan
dasar kitosan serta mengetahui pengaruh aplikasi kitosan dan suhu rendah
terhadap umur simpan buah alpukat

Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini selesai, diharapkan didapatkan suhu penyimpanan yang
optimum untuk memperpanjang umur simpan buah alpukat serta mendapatkan
data kuantitatif pengaruh variasi suhu dan lama penyimpanan terhadap umur
simpan buah alpukat.
4

METODOLOGI

Buah alpukat
segar

Sortasi Buah
afkir

Pelapisan (Coating)
Kitosan t : 60 detik
cair
Chitasil

Penirisan

Penyimpanan
T : 13˚C dan 28˚C
t = 0,3, 7, 14, 21 hari

Analisis Mikrobiologi: Uji organoleptik rating Analisis Fisik dan kimia :


Analisis Total Bakteri hedonik terhadap Analisis susut bobot,
dan Total Kapang warna, tekstur, dan tekstur, warna, total padatan
(TPC) penampakan daging terlarut
buah alpukat

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengemasan Departemen Teknologi


Industri Pertanian, Laboratorium Evaluasi Sensori, dan Laboratorium
Mikrobiologi Pangan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama
empat bulan, mulai dari bulan Februari 2019 hingga Mei 2020.
5

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah keranjang buah,


ember, gelas piala 100 mL, Conditioner chamber, kipas angin, timer, neraca
analitik, penetrometer, chromameter CR – 400 (Konica Minolta Sensing, Japan),
refraktometer, cawan petri, tabung reaksi, labu erlenmeyer, gelas ukur, autoklav,
inkubator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alpukat, kitosan
cair siap pakai dari perusahaan BIKI (Berkah Inovasi Kreatif Indonesia),
styrofoam, tisu, kertas label, air, media plate count agar (PCA) dan akuades.

Metode Penelitian

1. Persiapan Bahan

Persiapan bahan meliputi sortasi, pencucian, dan pengeringan alpukat


sebelum dilapisi dengan edible coating. Sortasi dilakukan untuk mendapatkan
buah alpukat yang memiliki kriteria sama dalam hal tingkat kematangan dan
ukuran serta bebas dari penyakit buah. Pencucian dilakukan dengan
mengalirkan air pada buah alpukat sampai kotoran yang menempel pada kulit
buah hilang. Setelah pencucian, alpukat dikeringanginkan terlebih dahulu
sebelum dilapisi dengan kitosan.

2. Proses pelapisan pada buah

Kitosan cair siap pakai yang digunakan untuk pelapisan buah alpukat
merupakan produk edible coating siap pakai yang konsentrasinya telah
ditentukan oleh produsen. Metode pelapisan mengacu pada Sucharita et al.
(2018) dengan beberapa modifikasi. Kitosan akan diaplikasikan pada buah
alpukat dengan metode pencelupan selama 1 menit. Buah alpukat yang telah
dicelupkan ke dalam larutan kitosan kemudian dikeringanginkan selama 30
menit pada suhu ruang.

3. Penyimpanan buah

Buah alpukat yang telah diberi pelapisan kitosan disimpan pada suhu
6

ruang (28 oC) dan suhu dingin (13 oC) selama kurun waktu satu bulan dan
dilakukan pengujian terhadap parameter fisikokimianya setiap satu minggu.
Buah alpukat diletakkan pada wadah terbuka yang disusun pada rak yang
tersedia. Peletakkan buah alpukat dilakukan dengan menggunakan sterofoam
yang dilubangi sesuai dengan ukuran buah dengan tujuan meminimalisir
permukaan buah yang menempel pada permukaan wadah selama penyimpanan.

4. Pengukuran fisiologis dan biokimia buah

a. Susut bobot
Susut bobot diukur berdasarkan metode Gonzales et al. (2011),
bobot buah yang dilapisi dan tidak diberi pelapis diukur pada waktu
penyimpanan yang berbeda. Penurunan berat badan kumulatif adalah
dinyatakan sebagai persentase kehilangan berat awal (penyimpanan waktu
= 0) sesuai dengan rumus perhitungan :

% susut bobot buah = Bobot buah awal – bobot buah akhir x 100%
Bobot buah awal
b. Kekerasan buah
Metode pengukuran kekerasan buah mengikuti metode (Fauzia et al.
2013) menggunakan alat Penetrometer PCE-PTR 200 dengan jarum spindle
ukuran 6 mm (luasan jarum 0.28 cm2). Nilai kuat tekan dinyatakan dalam
satuan kg/cm2. Analisa kekerasan alpukat dilakukan dengan menggunakan
penetrometer. Prinsip pengukuran kekerasan dengan menggunakan
penetrometer adalah semakin dalam jarak penembusan jarum penetro
(mm/sec/50 gr) maka nilai kekerasan buah semakin kecil hal ini disebabkan
karena semakin lunak buah, jarum penetro akan semakin mudah menembus
buah. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya kemampuan probe
cone (jarum penetro) menembus bahan.
c. Pengukuran warna
Nilai warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta
tipe CR-200 yang menghasilkan nilai Hunter Lab. Nilai L* menunjukkan
pengukuran tingkat kecerahan, yang dinyatakan sebagai cahaya pantul yang
menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L* berkisar
dari 0 (hitam) hingga 100 (putih).Nilai a* menentukan warna kromatik
7

campuran merah-hijau di dalam sampel. Nilai a+ (positif) dari 0 sampai


+80 untuk warna merah dan a- (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna
hijau.Nilai b* menentukan warna kromatik gradasi kuning-biru. Nilai b+
(positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan b- (negatif) dari 0
sampai -70 untuk warna biru (Hastarini et al. 2014). Pengukuran warna
dilakukan dengan meletakkan alat di atas permukaan buah alpukat yang
sudah ditandai dan diposisikan agar cahaya Chromameter mengenai bagian
kulit buah alpukat. Pengujian ini dilakukan pada tiga titik yang berbeda
yaitu pangkal, tengah dan ujung.
d. Total padatan terlarut
Total Padatan Terlarut diukur menggunakan refractometer digital
dengan range 0-32°Brix. Sampel yang akan dianalisa diperas dan cairan
yang diperoleh diteteskan pada prisma pengukur refraktometer.
Kandungan TPT dibaca dengan satuan °Brix (Nasution 2012).
e. Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat
subyektif dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk
mengukur daya penerimaan. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji
hedonik dengan 30 panelis dan kriteria penilaian dikonversikan dalam
angka yaitu 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = cukup suka, 2 = kurang suka, 1 =
tidak suka. Uji ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan panelis ini
dilakukan terhadap warna, penampakan, serta tekstur buah alpukat
berdasarkan tingkat kesukaan panelis (Alexandra dan Nurlina 2014).

f. Pengujian Total Bakteri


Pengujian total bakteri dilakukan dengan metode uji angka
lempeng total. Pengenceran sampel dilakukan dengan melarutkan 50 g
sampel yang akan diperiksa dalam 450 ml larutan pengencer yaitu berupa
larutan fisiologis steril (NaCl 0,85%). Selanjutnya larutan tersebut dibuat
seri pengenceran hingga 10-4. Sebanyak 1 ml suspensi hasil pengenceran
sampel dituang ke dalam cawan petri. Ke dalam setiap cawan petri tersebut
dituangkan 15 ml media PCA steril yang telah dicairkan dengan
temperatur media berkisar pada 40 ºC. Cawan petri selanjutnya diinkubasi
8

pada temperatur 35-37 ºC selama 24-48 jam dalam posisi terbalik. Setelah
inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan
metode Bacteriological Analytical Manual (BAM), yaitu:

Keterangan:
N = jumlah koloni per ml/g produk
ΣN = jumlah seluruh koloni yang dihitung
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua
D = pengenceran pertama yang dihitung

g. Pengujian Total Kapang


Pengujian total kapang dari sampel buah alpukat dengan metode uji
angka kapang total. Pengenceran sampel dilakukan dengan melarutkan 50 g
sampel yang akan diperiksa dalam 450 ml larutan pengencer yaitu berupa
larutan fisiologis steril (NaCl 0,85%). Selanjutnya larutan tersebut dibuat
seri pengenceran hingga 10-4. Sebanyak 1 ml suspensi hasil pengenceran
sampel dituang ke dalam cawan petri. Ke dalam setiap cawan petri tersebut
dituangkan 15 ml media PDA steril yang telah ditambahkan kloramfenikol
sebesar 1 ml/L dengan temperatur media berkisar pada 40 ºC. Cawan petri
selanjutnya diinkubasi terbalik pada temperatur 20-25 ºC selama 3-5 hari.
Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung
berdasarkan metode bacteriological analytical manual (BAM), yaitu :

Keterangan :
N = jumlah koloni per ml/g produk
ΣN = jumlah seluruh koloni yang dihitung
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua
D = pengenceran pertama yang dihitung
9

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan merupakan Rancangan Acak


Lengkap Pola Faktorial dengan dua faktor percobaan, yaitu suhu penyimpanan
buah yang telah diberi pelapisan kitosan terdiri yaitu suhu dingin (13oC) dan suhu
ruang (28 oC) dan lama penyimpanan (0 hari, 3 hari, 7 hari, 14 hari, 28 hari).
Analisis dilakukan secara triplo. Analisis data menggunakan software IBM SPSS
statistics 24. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan One Way ANOVA
pada tingkat kepercayaan 95 % atau α= 0.05 untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan atau pengaruh pada tiap sampel. Jika terdapat perbedaan nyata, maka
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat α=
0.05.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Produksi Buah-buahan di Indonesia
Ali A. Muhammad MTM, Sijam K, Siddiqui Y. 2011. Effect of chitosan coatings
on the physicochemical characteristics of Eksotika II papaya (Carica
papaya L.) fruit during cold storage. Food Chemistry. 124(2011): 620-626
Alexandra Y, Nurlina. 2014. Aplikasi edible coating dari pektin jeruk songhi
pontianak (Citrus nobilis var microcarpa) pada penyimpanan buah tomat.
Jurnal Kimia dan Kemasan. 3(4): 11-20
Almatsier. 2010. Kandungaan Buah Alpukat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Aminah NS dan Supraptini. 2013. Jamur pada buah-buahan, sayuran, kaki lalat
dan lingkungan di pasar tradisional dan swalayan. Jurnal Ekologi
Kesehatan. 2(3): 299-305
Anova IT, Kamsina. 2018. Efek perbedaan jenis alpukat dan gula teradap mutu
selai buah. Jurnal Litbang Industri. 3(2): 91-99
Anggarini D, Hidayat A, Mulyadi AF. 2016. Pemanfaatan Pati Ganyong Sebagai
Bahan Baku Edible coating dan Aplikasinya pada Penyimpanan Buah Apel
Anna (Malus sylvestris) (Kajian Konsentrasi Pati Ganyong dan Gliserol).
Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 5(1): 1-8
Aprilliani F. 2017. Kinerja corrugated cardboard ethylene absorber berbahan kalium
permangat dan arang aktif [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Arpaia ML, Collin S, Sievert J, Obenland D. 2015. Influence of cold storage prior
to and after ripening on quality factors and sensory attributes of ‘Hass’
avocados. Postharvest Biology and Technology.110 (2015): 149–157
Ashari S. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-buahan Komersial. Malang
(ID): Bayumedia Publishingashari
Azzumar R, Mahendra MS, Sugiarta AAG. 2018. Pengaruh perlakuan konsentrasi
kalsium klorida (cacl2) dan suhu penyimpanan terhadap fisikokimia buah
salak bali (Salacca zalacca). Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 7(4): 542-
555.
Blakey R, Tesfay S, Mathaba N, Bertling I, Bower J. 2012. Some initial changes
in ‘Hass’ avocado (Persea americana Mill.) physiology due to ethephon.
International Journal of Postharvest Technology and Innovation. 2: 334-
10

344
Budiana NbudianaS (2013). Buah Ajaib. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Campos CA, Greshcenson LN, and S.K. Flores. 2011. Development of edible
films and coatings with antimicrobial activity. Food Bioprocess Technol. 4:
849–875
Dhall, R., 2013. Advances in edible coatings for fresh fruits and vegetables: a
Review. Crit. Revs. Food Sci. Nutr. 53, 435–450.
Dutta P, Tripathi S, Mehrotra G, & Dutta J. 2009. Review: perspectives for
chitosan based antimicrobial films in food applications. Food Chemistry.
114: 1173-1182.
Fauzia K, Lutfi M, Hawa LC. 2013. Penentuan tingkat kerusakan buah alpukat pada
posisi pengangkutan dengan simulasi getaran yang berbeda. Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1(1): 50-54.
Febrianti N, Zulfikar M. 2016. Aktivitas antioksidan buah alpukat (Persea
americana Mill.) dan buah stroberi (Fragaria vesca L.). (Prosiding) Symbion
Symposium on Biology Education, 613-620.
Hastarini E, Rosulva I, Haryadi Y. 2014. Karakteristik udang kupas vannamei dengan
penambahan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lindur (Bruguiera
gymnorrhiza) selama penyimpanan. JPB Perikanan. 9(2): 175–184.
Hernandez AN, Miguel GVV, Maria GG. 2011. Current statu of action mode and
effect of chotisan againts pyhtophatogens fungi. African Journal of
Microbiology Research. 5(25): 4243-4247.
Huse MA. 2011. Aplikasi edible coating dari karagenan dan gliserol untuk
mengurangi penurunan kerusakan Apel Romebeauty. Jurnal Jurusan
Teknologi Industri Pertanian. 2(3): 1-10
Gol NB, Patel PR, Rao R. 2013. Improvement of quality and shelf-life of
strawberries with edible coatings enriched with chitosan. Postharvest
Biology and Technology. 85 (2013): 185–195.
Marpaung DA, Susilo B, Argo BD. 2015. pengaruh penambahan konsentrasi
CMC dan lama pencelupan pada proses edible coating terhadap sifat fisik
anggur merah (Vitis vinifera l.). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem. 3(1): 67-73.
Miskiyah, Widaningrum dan C Winarti. 2011. Aplikasi Edible Film Berbasis Pati
Sagu dengan Penambahan Vitamin C pada Paprika.. Jurnal Hortikultura.
21(1): 68-76.
Moreira MR, Roura SI, Ponce A. 2011. Effectiveness of chitosan edible coatings
to improve microbiological and sensory quality of fresh cut broccoli. J.
Food Science and Technology. 44(2011): 2335-2341.
Mudyantini W, Anggarwulan E, Rahayu P. 2015. Penghambatan pemasakan buah
srikaya (Annona squamosa L.) dengan suhu rendah dan pelapisan kitosan.
Jurnal Ilmu Pertanian. 27(1): 23-29.
Nasution IS, Yusmanizar, Melianda K. 2012. pengaruh penggunaan lapisan edibel
(edible coating), kalsium klorida, dan kemasan plastik terhadap mutu nanas
(Ananas comosus merr.) terolah minimal. Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia. 4(2): 21-26
Nawab AA. 2017. Mango kernel starch as a novel edible coating for enhancing
shelf- life of tomato (Solanum lycopersicum) fruit. . International Journal of
Biological Macromolecules. 103(2): 581-598
11

Nisah K, Barat YM. 2019. Efek edible coating pada kualitas alpukat (Persea
americana Mill.) selama penyimpanan. Jurnal AMINA. 1(1): 11-17
Novita D D. 2016. Pengaruh konsentrasi karagenan dan gliserol terhadap
perubahan fisik dan kandungan kimia buah jambu biji varietas “Kristal”
selama penyimpanan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 5(1): 49–56.
Paramita, Octavianti. 2010. Pengaruh memar terhadap perubahan pola respirasi,
produksi etilen dan jaringan buah mangga (Mangifera indica l) var gedong
gincu pada berbagai suhu penyimpanan. Jurnal Kompetensi Teknik. 2(1):
29-38
Perez J, Mercado H, Soto V.2014. Effect of storage temperature on the shelf life
of hass avocado (Persea americana). Food Sci. Technol. Inter. 2(10): 73-77.
Rachmawati M. 2010. Kajian sifat kimia salak pondoh (Salacca edulis) dengan
pelapisan khitosan selama penyimpanan untuk memprediksi masa
simpannya. Jurnal Teknologi Pertanian. 6(1): 20-24.
Rahayu WP, dan Nurwitri. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): IPB Press.
Rahayu R, Eris FR. 2017. Konsentrasi lilin dan kemasan polietilen terhadap umur
simpan buah sawo (Achras zapota l.). Jurnal Agroekotek. 9(1): 28-38.
Rihayat T, Fitriyani CN. 2018. Modifikasi Pla/Kitosan dengan Essensial Oil untuk
Aplikasi Antibakterial. Jurnal Reaksi (Journal of Science and
Technology). 16(1): 1-9.
Rojas-Grau MA, R. Soliva-Fortuny, dan O. Martin-Belloso. 2009. Edible coating
as corrier to active ingredients for fresh cut fruit .Food Hydrocolloids 21:
118−127.
Salvador L, Miranda SP, Aragon N, dan Lara V. 1999. Chitosan coating on avocado fruit.
The Revista de la Sociedad Quimica de Mexico. 43(1): 18–23.
Sari M, Manik FG. 2018. Pengaruh campuran pati jagung dan gliserol sebagai
edible coating sifat fisik dan kimia alpukat (Persea gratissima gaertn )
selama penyimpanan. Jurnal Agroteknosains. 2(1): 140-149
Summeisey GN, Umboh SD, Tallei TE. 2019. Penyalutan bakteri asam laktat
menggunakan nanopartikel kitosan. Jurnal Ilmiah Farmasi. 8(4): 115-122
Sukmawaty, Azani M, Putra GMD. 2019/ Karakteristik buah manggis, alpukat,
dan jambu biji pada penyimpanan suhu rendah. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. 8(4): 280-292.
Tesfaya SZ, Magwazaa LS. 2017. Evaluating the efficacy of moringa leaf extract,
chitosan and carboxymethyl cellulose as edible coatings for enhancing
quality and extending postharvest life of avocado (Persea americana Mill.)
fruit. Food Packaging and Shelf Life. 11 (2017) 40–48.
Vásconez MB, SK Flores, Campos CA, Alvarado J, dan Gerschenson LN. 2009.
Antimicrobial activity and physical properties of chitosan-tapioca starch
based edible films and coatings. Food Res. Intl. 42: 762−769.
Widodo, S.E., Zulferiyenni dan D.W. Kusuma. 2013. Pengaruh Penambahan
Benzila denin Pada Pelapis Kitosan Terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah
Jambu Biji “Crystal”. Jurnal Agrotek Tropika. 1: 55-60.
Winiarti C, Miskiyah, Widaningrum. 2012. Teknologi Produksi dan Aplikasi
Pengemas Edible Antimikroba Berbasis Pati. Jurnal Litbang Pert. 31(3):
12

85-93
Wogu MD, Ighile NE. 2014. Microorganisms associated with the spoilage of
avocado pear, Persea americana fruits. AFRREV STECH. 3(2). 224-258

S-ar putea să vă placă și