Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
ABSTRACT
This experiment was conducted to study the effect of organic fertilizer and plant spacing on organic-C, soil fungi
population, dried weight root and rice yield (Oryza sativa L.) grown on Inceptisols Jatinangor. This experiment was
arranged in split plot design, consisted of two factors with 12 treatments and three replications. The first factor as
main plot was organic fertilizer, which dosage of 0, 200, 400 and 600 kg ha-1 respectively. The second factor as sub
plot was plant spacing, which of 25 cm x 25 cm , 30 cm x 30 cm and 35 cm x 35 cm, respectively. The result of
experiment showed that there were no interaction effect between organic fertilizer and plant spacing on organic-C,
soil fungi population, root dry weight and rice yields. The main effect of plant spacing treatment gave significantly
effected on dried weight of root and rice yields per plot and per 10 stool. The highest rice yield per plot, 9.276 kg plot-
1 (4.638 t ha-1) was achieved from plants with spacing 25 cm x 25 cm and the highest rice yield per 10 stools was
(Deptan 2017). Upaya untuk meningkatkan produktivitas mikroorganisme dalam tanah untuk meningkatkan
tanaman padi dengan menitikberatkan penggunaan aktivitasnya. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu
input eksternal secara intensif memerlukan pupuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh pupuk organik
buatan yang relatif besar. Hasil berbagai kajian dan jarak tanam terhadap C-organik tanah, populasi
menunjukkan bahwa intensifikasi yang menitikberatkan jamur tanah dan bobot kering akar serta hasil padi sawah
pada penggunaan berbagai pupuk buatan dan pestisida (Oryza sativa L.) pada Inceptisols Jatinangor.
mampu meningkatkan produksi dengan signifikan, tetapi
METODE PENELITIAN
memberikan dampak negatif pula terhadap lingkungan,
Tempat dan Waktu Penelitian
seperti: degradasi tanah, pencemaran air dan tanah,
Percobaan dilakukan di lahan persawahan
residual pestisida, retensi hama dan penyakit, dan pada
Kelompok Tani Jatiroke di Jatinangor, Kecamatan
akhirnya dampak kesehatan dan keselamatan manusia
Jatiroke, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Lokasi
yang berada dalam ekosistem pertanian tersebut. (Diver
penelitian berada pada ketinggian sekitar 628 m dpl
2001).
pada ordo Inceptisols, dengan tipe curah hujan B
Penggunaan pupuk N secara intensif akan memacu
menurut Schmidt & Fergusson. Penelitian dilakukan
mineralisasi bahan organik tanah sehingga
pada bulan April sampai September 2017.
menyebabkan terjadinya penurunan kadar C-organik
dalam tanah. Menurut Kasno et al. (2003), sebagian Bahan dan Alat Penelitian
besar lahan sawah di Indonesia berstatus C-organik Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
<2%. Berdasarkan indikator kesehatan tanah, maka lahan Inceptisols dengan luas 1913.6 m 2, benih padi
lahan sawah dengan kadar C-organik <2% termasuk sawah (Oryza sativa L.) kultivar Ciherang berasal dari
kategori sakit. Akibatnya, walaupun dosis pupuk BBPTP (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi)
anorganik ditingkatkan, tetapi tidak memberikan Sukamandi dengan daya kecambah 98%, pupuk organik
kenaikan hasil yang signifikan. Bahkan indikasi kenaikan (ABG Bios), pupuk Urea (45% N), pupuk SP-36 (36%
produktivitas padi dengan pemupukan yang intensif P2O5), pupuk KCl (60% K2O), herbisida, pestisida dan
(bertumpu pada penggunaan pupuk buatan) sudah bahan kimia untuk analisis tanah. Alat- alat yang
mencapai titik jenuh (levelling off ) dan menyebabkan digunakan antara lain : cangkul, alat ukur, bambu, kored,
terjadinya penurunan kualitas dan kesehatan tanah spayer, sabit, plastik, kertas label, ember, plang nama,
sawah. timbangan, karung, tapi, rotary weeder, kaleng bekas
Upaya untuk revitalisasi kualitas dan kesehatan biskuit dan susu, tali rapia, obor, alat tulis, alat untuk
tanah (soil health and quality) serta meningkatkan pengambilan sampel tanah (analisis parameter) dan
produktivitas tanaman padi secara berkelanjutan dapat peralatan laboratorium untuk analisis tanah dan
dilakukan dengan Intensifikasi Padi Aerob Terkendali tanaman.
(controlled of aerobic rice intensification) Berbasis
Rancangan Perlakuan
Organik (IPAT-BO), yaitu teknologi yang
Perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu pupuk organik dan
menitikberatkan pemanfaatan kekuatan biologis tanah,
jarak tanam yang masing- masing terdiri dari :
manajemen tanaman, pemupukan dan tata air secara
Faktor pertama sebagai petak utama (main plot) yaitu
terpadu dan terencana (by design) untuk mendukung
dosis pupuk organik (P) :
pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran padi
p0 = tanpa pupuk organik
dalam kondisi aerob (Simarmata 2007b). Penggunaan
p1 = 200 kg ha-1 (400 g petak-1)
pupuk organik dan pengendalian tata udara tanah agar
p2 = 400 kg ha-1 (800 g petak-1)
berada dalam kondisi aerob, ternyata mampu
p3 = 600 kg ha-1 (1200 g petak-1)
meningkatkan keanekaragaman hayati biota tanah dan
Faktor kedua sebagai anak petak (sub plot) yaitu jarak
memacu pertumbuhan sistem perakaran. Peningkatan
tanam (J) :
aktivitas biota tanah secara visual terlihat pada
j0 = 25 cm x 25 cm
banyaknya kotoran cacing dan lubang-lubang udara
j1 = 30 cm x 30 cm
(pori) pada permukaan lahan yang diberi pupuk organik
j2 = 35 cm x 35 cm
dan lahan tidak tergenang (Simarmata 2007b).
Dari faktor perlakuan tersebut diperoleh 12 kombinasi
Kunci keberhasilan budidaya padi dengan IPAT-BO
perlakuan (Tabel I) dan masing-masing kombinasi
sangat bertumpu pada keberadaan dan suplai bahan
perlakuan diulang tiga kali, sehingga seluruhnya
organik dalam tanah serta perluasan jarak tanam.
berjumlah 36 petak.
Dengan jarak tanam lebar dan pasokan nutrisi yang baik
didukung sistem tata air dan udara, padi mampu Tabel 1. Kombinasi perlakuan antara pupuk organik dan
menghasilkan sekitar 80-100 anakan per rumpun jarak tanam
(Simarmata 2007b). Jarak tanam yang biasa digunakan Pupuk organik (P) Jarak tanam (J)
petani yaitu 20 cm x 20 cm dan 25 cm x 25 cm. Hasil j1 j2 j3
penelitian menunjukkan bahwa hasil tertinggi dicapai p0 p0j1 p0j2 p0j3
pada IR64 dengan 3 benih er lubang sebesar 7.41 t ha-1
p1 p1j1 p1j2 p1b3
pada perlakuan jarak tanam 25 cm x 25 cm sedangkan
dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm menghasilkan 7.09 t p2 p2j1 p2j2 p2j3
ha-1 (BPPP 1989). Pengaturan jarak tanam (jarak tanam p3 p3j1 p3j2 p3j3
di perlebar) dapat meningkatkan populasi
Jumlah Anakan Produktif Tabel 2. Pengaruh mandiri pupuk organik dan jarak
Jumlah anakan produktif pada perlakuan pupuk tanam terhadap dan jamur tanah
organik dengan dosis yang berbeda tanpa perluasan Jamur(x104
jarak tanam lebih rendah jika dibandingkan dengan Perlakuan C-Organik(%)
CFU tanah-1)
kontrol yaitu perlakuan p2j1 sebesar 37 anakan. Hal ini Pupuk organik (kg
disebabkan karena pemberian pupuk dengan cara ha-1)
disebar menyebabkan pupuk yang digunakan hanya P0 : 0 kg ha-1 2,74a 12a
pada lapisan tanah bagian atas atau tidak tercampur P1 : 200 kg ha-1 2,90a 16a
merata ke dalam tanah sehingga akar tidak bisa P2 : 400 kg ha-1 2,82a 18a
menyerap pupuk yang diberikan dan mengakibatkan P3 : 600 kg ha-1 2,80a 23a
sebagian besar hilang karena menguap ke udara dalam Jarak tanam (cm)
bentuk N2O (nitro oksida) dan N2 (dinitrogen). Dengan J1 : 25 x 25 2,78a 17a
demikian pemberian pupuk tidak berpengaruh nyata J2 : 30 x 30 2,75a 19a
pada pertumbuhan anakan produktif dibandingkan J3 : 35 x 35 2,92a 16a
kontrol. Tanaman padi yang hanya diberi perlakuan Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama
perluasan jarak tanam yang berbeda tanpa pupuk berbeda tidak nyata menurut Uji BNT pada taraf 5%.
organik jumlah anakan produktifnya lebih tinggi daripada
tanah meskipun nilainya berbeda tetapi secara statistik
kontrol yaitu p0j3 sebesar 55 anakan. Hal ini disebabkan
tidak nyata. Hal ini terlihat dari peningkatan C-organik
karena jarak tanam yang lebar akan mengurangi sebelum perlakuan 1,69 % menjadi 2,90 % (200 kg ha-1
persaingan O2, energi matahari dan nutrisi bagi tanaman pupuk organik). Hal ini disebabkan karena karbon
(Simarmata 2007b). Umumnya semakin lebar jarak merupakan penyusun utama dari bahan organik.
tanam, tanaman akan memperlihatkan pertumbuhan Semakin banyak pupuk organik yang ditambahkan ke
yang lebih leluasa (Madkar et al. 2004). dalam tanah, semakin banyak pula C-organik yang
Tanaman padi yang diberi kombinasi pupuk organik dilepaskan ke dalam tanah (Syukur dan Indah 2006).
dan jarak tanam, jumlah anakan produktifnya lebih tinggi Perluasan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap
jika dibandingkan dengan kontrol yaitu perlakuan p1j3 kandungan C-organik tanah. Hal ini disebabkan karena
(pupuk organik 200 kg dengan jarak tanam 35 cm x 35 pengambilan sampel tanah hanya di daerah rizosfer
cm) sebesar 68 anakan produktif. Hal ini disebabkan sehingga jarak antar tanaman tidak berpengaruh
karena jarak tanam yang lebar dengan didukung terhadap daerah rizosfer tanaman yang satu dengan
pasokan nutrisi yang baik akan memudahkan dalam tanaman yang lain karena tergantung dari kondisi
pengambilan air, unsur hara dan pemanfaatan cahaya tanaman masing-masing.
bagi tanaman. Dengan demikian dapat meningkatkan Populasi Jamur Tanah
jumlah anakan produktif. Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian pupuk
Kombinasi pupuk organik dan jarak tanam mencapai organik dan jarak tanam tidak memberikan pengaruh
jumlah anakan produktif tertinggi pada perlakuan p1j3 nyata terhadap populasi jamur tanah, akan tetapi
(pupuk organik 200 kg dengan jarak tanam 35 cm x 35 perlakuan pupuk organik dapat meningkatkan populasi
cm) dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik 400 jamur dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terlihat dari
kg dan 600 kg dengan jarak tanam yang berbeda. Hal ini populasi jamur awal sebesar 7. 104 CFU g tanah-1
disebabkan karena pemberian pupuk dengan cara menjadi 12 . 104 CFU g tanah-1 (200 kg ha-1 pupuk
disebar menyebabkan tidak meratanya penggunaan organik) dan terus meningkat seiring dengan
pupuk organik oleh tanaman karena pupuk tidak penambahan dosis pupuk organik. Hal ini disebabkan
tercampur merata ke dalam tanah yang akhirnya akar karena kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada
tidak dapat menyerap pupuk organik yang ditambahkan dalam tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap
dan mengakibatkan sebagian besar hilang karena populasi jamur dalam tanah karena kebanyakan jamur
menguap ke udara dalam bentuk N2O (nitro oksida) dan nutrisinya heterotrofik (Subba Rao 1982).
Pupuk organik ABG Bios mempunyai C/N 20
N2 (dinitrogen).
merupakan pupuk yang menunjukkan proses
Pengamatan Utama mineralisasi dan immobilisasi terjadi seimbang. Adanya
C-organik Tanah dan Jamur Tanah. Hasil analisis penurunan C/N menunjukkan adanya penggunaan C
sebagai sumber energi dan N yang diinkorporasikan
statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh
sebagian digunakan untuk pembentukan sel jamur.
interaksi antara pupuk organik dan jarak tanam terhadap
Menurut Buckman dan Brady (1982), penambahan
kandungan C-organik tanah dan jamur tanah. Pengaruh setiap jenis bahan organik yang dapat dirombak ke
mandiri perlakuan pupuk organik dan jarak tanam dalam tanah terutama pupuk kandang merupakan efek
terhadap C-organik populasi jamur tanah disajikan pada yang luar biasa terhadap perkembangan miselia. Akan
Tabel 2. tetapi jika kondisi tidak baik, jaringan vegetatif
C-organik. Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian berkurang. Pertumbuhan jamur sangat didukung oleh
faktor lingkungan tumbuh selain dari C-organik sebagai
pupuk organik dan jarak tanam dapat meningkatkan
sumber energinya, jamur juga sangat membutuhkan
kandungan C-organik tanah. Pupuk organik yang kondisi ekologis lain seperti kandungan oksigen (aerasi),
diberikan dapat meningkatkan kandungan C-organik pH, dan kelembapan tanah. Curah hujan yang rendah
mengakibatkan kelembapan tanah menjadi rendah. pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan akar kebanyakan
Pertumbuhan jamur didukung oleh kelembapan tanah tanaman menurun apabila KDO turun sampai kira-kira
optimum karena apabila kelembapan tanah terlalu tinggi 20 g x 10-8cm -2menit -1. Pertumbuhan tertinggi pada
maupun rendah mengakibatkan populasi jamur menurun umumnya selama KDO masih di atas 30-34 g x 10-8cm -
karena jamur bersifat aerobik (Subba Rao 1982). 2menit -1.
Perluasan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap Perluasan jarak tanam dapat meningkatkan bobot
populasi jamur. Hal ini disebabkan karena pengambilan kering akar. Hal ini disebabkan karena semakin lebar
sampel hanya di daerah rizosfer. Efek rizosfer sangat jarak tanam semakin luas daerah perakaran.
dipengaruhi oleh kondisi tanaman (Subba Rao 1982). Berdasarkan kajian lapang jarak tanam minimal adalah
Hal ini didukung oleh BPPP (1988), pertumbuhan dan 30 cm x 30 cm dan maksimal 50 cm x 50 cm (Simarmata,
perkembangan akar hanya akan terjadi secara aktif 2007b). Jarak tanam yang lebar akan meningkatkan
apabila kadar N pada batang lebih dari 1%. Dengan penyerapan unsur hara dan pemanfaatan cahaya bagi
demikian rizosfer tanaman yang satu tidak berhubungan tanaman, umumnya makin lebar jarak tanam tanaman
dengan tanaman yang lain. Oleh karena itu perluasan akan memperlihatkan pertumbuhan yang lebih leluasa
jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap efek (Madkar et al. 2004).
rizosfer dalam meningkatkan populasi jamur tanah.
Hubungan Antara Hasil Padi Sawah dan Parameter
Bobot Kering Akar Utama (C-Organik, Populasi Jamur Tanah dan Bobot
Tidak adanya interaksi antara pupuk organik dan jarak Kering Akar)
tanam terhadap bobot kering akar. Pengaruh mandiri Hubungan antara bobot padi sawah per petak
perlakuan pupuk organik dan jarak tanam terhadap dengan C-organik ditunjukkan pada populasi jamur
Bobot kering akar disajikan pada Tabel 3 berikut ini: tanah dan bobot kering akar. Hasil uji statistik terlihat
bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara bobot
Tabel 3. Pengaruh mandiri pupuk organik dan jarak
padi sawah per petak dengan parameter utama yang
tanam terhadap bobot kering akar
dinyatakan dengan nilai keeratannya hanya 0,193 atau
Bobot kering akar (g 19,3 % sedangkan hubungan antara bobot padi sawah
Perlakuan
rumpun-1) per 10 rumpun dengan C-organik ditunjukkan pada
Pupuk organik (kg ha-1) hubungan populasi jamur tanah dan bobot kering akar.
P0 : 0 kg ha-1 27,739a Hasil uji statistik terlihat bahwa tidak terdapat hubungan
P1 : 200 kg ha-1 yang nyata antara bobot padi sawah per 10 rumpun
24,917a
dengan parameter utama yang dinyatakan dengan nilai
P2 : 400 kg ha-1 26,861a keeratannya hanya 0,239 atau 23,9 % sedangkan nilai
P3 : 600 kg ha-1 26,912a keeratan yang menunjukkan adanya hubungan antara
Jarak tanam (cm) dua variabel yaitu > 50%. Hal ini terlihat dari hasil statistik
J1 : 25 x 25 20,567a menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan pupuk organik
J2 : 30 x 30 28,288b dan jarak tanam terhadap parameter utama tidak nyata
J3 : 35 x 35 30,967b meskipun nilainya berbeda (Tabel 3), tetapi hanya bobot
kering akar yang peningkatannya berbeda nyata akibat
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama perlakuan jarak tanam. Dengan demikian banyak faktor
berbeda tidak nyata menurut Uji BNT pada taraf 5%. yang mempengaruhi hasil padi sawah. Salah satu
Tabel 3 menunjukkan bahwa pupuk organik tidak faktornya yaitu lingkungan yang mengakibatkan
berpengaruh terhadap bobot kering akar padi sawah. pemadatan tanah sehingga menurunkan sifat fisik tanah
Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk dengan dan menghambat perkembangan perakaran tanaman
cara disebar ke permukaan tanah mengakibatkan pupuk yang akhirnya hasil padipun menurun.
hanya terdapat di lapisan bagian atas atau tidak Pada parameter utama (C-organik dan bobot kering
tercampur merata ke dalam tanah sehingga tidak akar) berpotensi menurunkan bobot padi sawah per
terserap oleh perakaran tanaman yang akhirnya banyak petak sedangkan populasi jamur tanah cenderung
yang menguap dalam bentuk gas yaitu N yang menguap meningkatkan hasil padi sawah per petak. Bobot padi
ke udara dalam bentuk N2O (nitro oksida) dan N2 sawah per 10 rumpun dapat meningkat hasilnya dengan
(dinitrogen). Menurut BPPP (1988), perkembangan keberadaan parameter utama (C-organik, populasi
akar-akar sangat dipengaruhi oleh ketersediaan N. jamur tanah dan bobot kering akar). Hal ini disebabkan
Pertumbuhan akar hanya terjadi secara aktif bila kadar karena perbedaan populasi tanaman tiap jarak tanam,
N pada batang lebih dari 1 %. Dengan demikian terlihat dengan adanya peningkatan komponen hasil
perakaran yang dihasilkan lebih dangkal karena padi sawah yaitu anakan produktif seiring dengan
penyebarannya tidak baik (Vergara 1995). perluasan jarak tanam.
Curah hujan yang rendah selama percobaan Hasil Padi Sawah dalam Bentuk Gabah Kering Panen
mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah. Dalam (GKP)
keadaan memadat tanah menjadi keras, pori-pori Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya
menyempit. Dengan demikian akar akan mengalami interaksi antara pupuk organik dan jarak tanam terhadap
kesukaran dalam menembus tanah (Saifuddin Sarief, hasil padi sawah baik bobot gabah kering panen per
1989). Menurut Russel (1977), akar tidak bisa petak maupun per 10 rumpun. Pengaruh mandiri
menembus pori-pori kurang dari diameter ujung akar itu perlakuan pupuk organik dan jarak tanam terhadap
sendiri. Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa bobot gabah kering panen per petak terdapat pada Tabel
kecepatan difusi oksigen (KDO) sangatlah menentukan
3 dan bobot gabah kering panen per 10 rumpun terdapat dengan mengurangi ukuran baik pada seluruh tanaman
pada Tabel 4. maupun bagian-bagian tanaman (Harjadi 2002).
Tabel 4. Pengaruh mandiri pupuk organik dan jarak Secara kuantitas hasil padi sawah dalam bobot
tanam terhadap bobot gabah kering panen per petak kering panen per petak lebih tinggi pada jarak tanam
yang sempit (25 cm x 25 cm) dibandingkan dengan jarak
Bobot gabah kering tanam yang lebar (35 cm x 35 cm) karena populasinya
Perlakuan
panen (GKP)(t ha-1) lebih tinggi. Akan tetapi apabila kualitas hasil padi sawah
Pupuk organik (kg ha-1) merupakan faktor penentu hasil optimum hanya terjadi
P0 : 0 kg ha-1 4,141a pada suatu populasi tertentu (Harjadi 2002).
P1 : 200 kg ha-1 4,047a Berdasarkan data pada Tabel 6 terdapat pengaruh jarak
P2 : 400 kg ha-1 4,419a tanam dalam meningkatkan hasil padi sawah bobot
P3 : 600 kg ha-1 4,121a gabah kering panen per 10 rumpun sangat nyata. Hal ini
Jarak tanam (cm) disebabkan karena semakin lebar jarak tanam, maka
semakin baik pertumbuhan dan perkembangan akar
J1 : 25 x 25 4,638c
serta anakan produktif yang akhirnya dapat
J2 : 30 x 30 4,257b
meningkatkan hasil padi sawah. Pada jarak tanam 35 cm
J3 : 35 x 35 3,652a
x 35 cm memberikan hasil tertinggi sebesar 679 g 10
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama rumpun-1 dibandingkan jarak tanam yang sempit (25 cm
berbeda tidak nyata menurut Uji BNT pada taraf 5%. x 25 cm) sebesar 417 g 10 rumpun-1. Hal ini disebabkan
karena jarak tanam yang lebar dapat mengurangi
Tabel 5. Pengaruh pupuk organik dan jarak tanam
persaingan dalam penggunaan cahaya, unsur hara dan
terhadap bobot gabah kering panen per 10 rumpun
air sehingga dapat meningkatkan hasil padi sawah yang
Gabah kering panen per 10 lebih tinggi (Simarmata 2007b).
Perlakuan
rumpun (g 10 rumpun-1) Pengamatan utama (C-organik, populasi jamur tanah
dan bobot kering akar) tidak berhubungan dengan hasil
Pupuk organik (kg ha-1)
padi sawah bobot gabah kering panen per petak maupun
P0 : 0 kg ha-1 516a
per 10 rumpun sehingga tidak dapat meningkatkan hasil
P1 : 200 kg ha-1 558a
padi sawah secara nyata. Akan tetapi secara statistik
P2 : 400 kg ha-1 550a
hanya bobot kering akar yang meningkat secara nyata
P3 : 600 kg ha-1 564a
seiring dengan perluasan jarak tanam. Jarak tanam 35
Jarak tanam (cm) cm x 35 cm menghasilkan 30,967 g rumpun-1
J1 : 25 x 25 417a dibandingkan kontrol (jarak tanam 25 cm x 25 cm ) hanya
J2 : 30 x 30 545b 20,567 g rumpun-1 atau mengalami peningkatan sebesar
J3 : 35 x 35 679c 66.416 %. Oleh karena itu semakin lebar jarak tanam
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama akan meningkatkan sistem perakaran dan anakan
berbeda tidak nyata menurut Uji BNT pada taraf 5%. produktif dibandingkan dengan kontrol serta
penggunaan benih yang lebih ekonomis dibandingkan
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terjadi
dengan jarak tanam yang sempit (Rabenandrasana
interaksi antara pupuk organik dengan jarak tanam
2002).
terhadap hasil padi sawah, baik bobot gabah kering
Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata
panen per petak (Tabel 3) maupun per 10 rumpun (Tabel
terhadap hasil padi sawah baik hasil bobot gabah kering
4). Secara mandiri jarak tanam berpengaruh nyata
panen per petak maupun per 10 rumpun. Hal ini
terhadap hasil padi sawah, baik bobot gabah kering
disebabkan karena pemberian pupuk organik dengan
panen per petak maupun per 10 rumpun. Secara
cara disebar ke permukaan tanah mengakibatkan pupuk
kuantitas jarak tanam yang sempit dapat meningkatkan
hanya terdapat di lapisan bagian atas atau tidak
bobot gabah kering panen per petak (Tabel 3). Hal ini
tercampur merata ke dalam tanah sehingga tidak
disebabkan karena jarak tanam 25 cm x 25 cm memiliki
terserap oleh perakaran tanaman yang akhirnya banyak
populasi tanaman yang lebih banyak yaitu 160000
yang menguap dalam bentuk gas yaitu N yang menguap
tanaman dengan hasil padi sawah sebesar 4,638 t ha-1
ke udara dalam bentuk N2O (nitro oksida) dan N2
dibandingkan dengan jarak tanam 35 cm x 35 cm
(dinitrogen) yang akhirnya ketersediaan bagi tanaman
dengan populasi 81633 tanaman dan hasil padi sawah
menjadi berkurang.
sebesar 3,652 t ha-1. Pada umumnya, produksi tiap luas
yang tinggi tercapai dengan populasi tinggi karena KESIMPULAN
tercapainya penggunaan cahaya secara maksimal 1. Tidak terjadi interaksi antara pupuk organik dengan
diawal pertumbuhan akan tetapi pada akhirnya, jarak tanam terhadap C-organik, populasi jamur
penampilan masing-masing tanaman setiap individu tanah dan bobot kering akar serta bobot gabah kering
menurun karena persaingan untuk cahaya dan faktor- panen per petak maupun bobot gabah kering panen
faktor tumbuh lainnya. Tanaman memberikan respon per 10 rumpun.
2. Secara mandiri pengaruh jarak tanam berbeda nyata Rusdi M. 1985. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemupukan
terhadap bobot kering akar, bobot gabah kering Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung
panen per petak dan bobot gabah kering panen per yang Ditanam Bersama dengan Centrosema
10 rumpun sedangkan pupuk organik tidak nyata pubescens. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian
pengaruhnya. Universitas Hasanudin (tidak dipublikasikan).
Harjowigeno S. 1985. Genesa dan Klasifikasi Tanah. Simarmata, T. 2007a. Pemberdayaan Kekuatan Biologis
Pasca Sarjana IPB. Bogor. Tanah (Soil Biological Power) dalam Teknologi
Peningkatan Produksi Padi Berbasis Organik Berpola
Harjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan SRI. Makalah Seminar Pro dan Kontra SRI. Tanggal
Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. 19 Februari 2007. UNPAD.
Illmer PA, Schimer F. 1992. Solubilization Of Inorganic Simarmata T. 2007b. Berswasembada dan Menjadi
Phosphate By Microorganism Isolated From Forest Eksportir Beras-Intensifikasi padi Aerob Terkendali
Soils. Soil Biol. Biochem. 24(4) : 389-395. Berbasis Organik (IPAT) Melipatgandakan Produksi
Illmer PA, Abarto, Schimer F. 1995. Solubilizing Of Padi. Makalah Seminar Dan Lokakarya Nasional
Hardly Soluble AlPO4 With P-Solubilizing Teknologi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali (IPAT).
Microorganism. Soil Biol. Biochem. 27 (3) : 265-270. Tanggal 17 Juli 2007. SPLPP Fakultas Pertanian
Universitas Pajdajdaran.
Ingham ER. 2004. Soil Fungi. Soil Biology Primer.
http://soils.usda.gov/sql/concepts/soil_Biology/fungi. Sitompul SM. , Guritno B. 1995. Analisa Pertumbuhan
html.[diakses tanggal 2 Februari 2007]. Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Kasno A, Setyorini D, Nurjaya. 2003. Status C-organik Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy USDA. Second
Lahan Sawah di Indonesia. Pros. HITI, Padang. Edition. Agr. Handbook 436. USDA-Natural
Resources Conservation Service. Washington DC.
Ma’shum M, Soedarsono J, Susilawati LE. 2003. Biologi
Tanah. CPIU Pasca IAEUP. Jakarta.
Harjadi SS. 2002. Pengantar Agronomi . PT. Gramedia Hasil Tanaman Jahe di Inceptisol, Karanganyar. Ilmu
Utama. Jakarta. Hal 110-136. Tanah dan Lingkungan. 6 (2) p: 124-131.
Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2000. Sumberdaya Syafei. MS. 2006. Pengelolaan Sawah Bukaan
Lahan Indonesia dan Pengeloaannya. Pusat Baru.http://sumbar.litbang.deptan.go.id/sing200206s
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian y.pdf (diakses tanggal 22 Januari 2017).
dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Utami SNH, Handayani S. 2003. Sifat Kimia Entisol pada
Pertanian.
Sistem Pertanian Organik. Ilmu Pertanian. 10(2) : 63-
Rao S. 1982. Biofertilizers in Agriculture. Oxford & IBH 69.
Publishing Co. New Delhi.
Vergara BS. 2005. Bercocok Tanam Padi. Departemen
Syukur A, Indah NM. 2006. Kajian Pengaruh Pemberian Pertanian. Jakarta.
Macam Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan