Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Sri Zetli 1*
1
Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Putera Batam,
Jalan R.Soeprapto Tembesi, Batam-Kepulauan Riau
*Email: zetli.sri@gmail.com
Abstract
Fatigue is one of the problems of helath and safety than can become risk factors the occurrence of
an accident at work. The exhaustion of causal work and mental as a result of excessive use of the
physical or emotional can reduce almost all physical abilities including strength, reaction speed,
coordination and decision making or balance. Fatigue in the driver may result in decreased
alertness and attention, perceptions and barriers and reaction time during driving. In addition the
driver will be sleepy and will likely lose vigilance. In this research took 30 driver Bimbar as
sample research. Sources of data used in this study are primary data that is subjective complaints
data fatigue with questionnaire using 30 items of common fatigue phenomenon adopted from IFRC
(International Fatigue Research Committee of Japan Association of Industrial Health), and
interview to the driver to know the age, stats of worker nutrition. As for environmental conditions
such as temperature and noise measured directly by using a measuring device. Data analysis using
for uni relationship is chi square test and correlate bivariate. The chi square test was obtained for
age with p-value was 0.036 (α <0.05), nutritional status (IMT) with p-value was 0.398 (α> 0.05)
and the p-value was 0.020 (α < 0.05). While correlate bivariate test results obtained that the
environmental temperature with p-value is 0.004 (α <0.05) and for noise level with p-value is 0.010
(α <0.05). So from the test conducted relationship obtained age, working period, temperature and
noise there is a significant relationship to work fatigue. While the nutritional status (IMT) there is
no significant relationship with fatigue work of public transportation driver Bimbar in Batam City.
kecelakaan pada Bimbar dikarenakan sopir bimbar penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja,
yang ugal-ugalan, mengejar setoran, berhenti menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik
secara tiba-tiba, ataupun ketidak layakan pada serta mental yang pada akhirnya menyebabkan
mobil itu sendiri. Padahal sejatinya faktor terbesar kecelakan kerja dan terjadi penurunan
terjadinya human error adalah kelelahan pada produktivitas kerja (Silastuti, 2006) dalam (Faiz,
sopir itu sendiri. Dari latar belakang tersebut, 2014).
peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan 2.3. Pengukuran Kelelahan Kerja
kerja pada sopir Bimbar di Kota Batam. Beberapa cara yang saat ini dipakai
mengetahui kelelahan, yang sifatnya hanya
2. Landasan Teori mengukur manifestasi-manifestasi atau indicator-
2.1. Defenisi Kelelahan Kerja indikator kelelahan (Tarwaka, 2015) yaitu:
Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti 1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah adalah 2. Uji Psiko-Motor (Psychomotor Test)
aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi 3. Electroencephalogrsphy (EEG)
dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan 4. Uji Bourdon Wiersma
merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar 5. Persamaan kelelahan secara subyektif
tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, (Subyektive Feelings of Fatigue)
sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan
2.4. Faktor Yang Berhubungan Dengan
(Suma’mur, 1996).
Kelelahan menunjukkan kondisi yang Kelelahan Kerja
berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya Adapun faktor-faktor yang berhubungan
bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan dengan kelelahan adalah
kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 1. Shift kerja 6. Beban Kerja
2015). Kelelahan adalah aneka keadaan yang 2. Usia 7. Lingkungan Kerja
disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam 3. Status Gizi (Tekanan Panas
bekerja (Suma’mur, 1996). Kelelahan kerja akan 4. Masa Kerja dan Kebisingan)
menurunkan kinerja dan menambah tingkat 5. Status Kesehatan 8. Waktu Kerja
kesalahan kerja (Eko Nurmianto, 2005).
3. Metodologi Penelitian
2.2. Penyebab Kelelahan Kerja
3.1. Populasi dan Sampel
Berdasarkan penyebab kelelahan terbagi
Berdasarkan informasi yang didapat dari
menjadi dua yaitu kelelahan fisiologis dan kelehan
Dinas Perhubungan Kota Batam didapat bahwa
psikologis. Kelelahan fisiologis disebabkan oleh
jumlah seluruh mobil Bimbar yang masih
faktor fisik atau kimia yaitu suhu, penerangan,
beropersi pada tahun 2017 adalah sebanyak 150
mikro organisme, zak kimia, kebisingan, circadian
unit Bimbar. Sehingga populasi pada penelitian ini
rhythms dan lain-lain. Sedangkan kelelahan
adalah semua sopir Bimbar yang ada di kota
psikologis disebabkan oleh faktor psikologis baik
Batam sebanyak 150 orang sopir. Sample pada
tempat kerja maupun di rumah atau masyarakat
penelitian ini adalah 30 orang sopir Bimbar yang
sekeliling (Eko Nurmianto, 2005).
ada di kota Batam dengan menggunakan Simple
Random Sampling sebagai teknik pengumpulan
2.2 Dampak Kelelahan Kerja
sampel. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Kelelahan kerja dapat mengakibatkan Sugiyono (Sugiyono, 2012) yang menyatakan
penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan bahwa jumlah anggota sampel yang layak secara
ketelitian sehingga menyebabkan terjadinya statistic dalam penelitian minimal 30 sampel.
kecelakaan (Eko Nurmianto, 2005). Kelelahan
kerja dapat mengakibatkan penurunan 3.2. Teknik Pengumpulan Data
produktivitas. Jadi kelelahan kerja dapat berakibat
Pengumpulan data dilakukan dengan
menurunnya perhatian, perlambatan, dan
beberapa teknik untuk memperoleh informasi yang
hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir,
status gizi (IMT), usia, masa kerja, suhu dan Masa Kerja
4 7.00 5.52 1 - 21
kebisingan. Distribusi faktor-faktor tersebut (tahun)
29.9
terlihat pada tabel 3, sedangkan nilai statistik 5 Suhu (0C) 1.52 27.7 - 32
3
dari faktor-faktor yang mempengaruhi Kebisingan 88.6 84.94 -
6 1.97
kelelahan terlihat pada tabel 4. (dBA) 0 91.80
(40%), skor ini termasuk dalam kelelahan rendah hubungan antara status gizi dengan kelelahan
dari skor minimum 30. kerja, karena dari 30 sopir angkutan umum
Kelelahan kerja dipengaruhi oleh faktor Bimbar didapat 21 (70%) sopir berstatus gizi baik
individu seperti usia, status gizi, masa kerja dan dan 7 (30%) bersatatus gizi kurang normal
lingkungan kerja seperti suhu dan tingkat (gemuk). Selain itu sopir angkutan umum Bimbar
kebisingan. Kelelahan kerja dapat menimbulkan juga bukan merupakan pekerja angkat angkut yang
efek yang kurang baik bagi pekerja namun efek cenderung lebih membutuhkan kemampuan fisik
buruk tersebut bisa dicegah. Waktu kerja sopir yang lebih besar. Akan tetapi sopir angkutan
yang tidak menentu bahkan waktu kerja selalu umum Bimbar cenderung memiliki tipe pekerjaan
melewati normal waktu kerja dalam sehari yaitu 8 yang monoton dan dengan beban kerja ringan
jam kerja juga sangat berpengaruh terhadap sehingga masih bisa bekerja dengan maksimal dan
kelelahan kerja. Tetapi hal ini diperlukan adanya terhindar dari terjadinya kelelahan kerja.
kesadaran dari sopir itu sendiri. Contohnya sopir Hubungan Antara Masa Kerja Dengan
agar dibiasakan untuk melakukan peregangan otot Kelelahan Kerja
seperti menggerakkan kepala, tangan, dan kakinya
Masa kerja merupakan faktor yang
disela-sela pekerjaannya ataupun saat istirahat,
berpengaruh terhadap kemahiran seorang pekerja
tujuannya supaya tubuh tidak terlalu lama dalam
terhadap lingkungan kerja begitu juga dengan
keadaan statis yang terjadi berulang kali. Selain
sopir. Semakin lama sopir bekerja maka semakin
itu, sopir sebaiknya membiasakan diri untuk
mahir dalam mengoperasikan mobil dan semakin
menjadwalkan waktu istirahat dan mem-
beradaptasi dengan lingkungan kerjanya.
pergunakan waktu istirahat dengan baik. Waktu
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa
istirahat tersebut jangan hanya digunakan untuk
terdapat hubungan antara masa kerja dengan
mengobrol saja, namun digunakan dengan
kelelahan dengan hasil uji statistik Chi-Square
beristirahat yang baik pula. Untuk mengurangi
yaitu nilai Sig. 0.020 dengan demikian nilai p-
kelelahan kerja pada sopir angkutan umum
value < 0.05. Dari penelitian yang dilakukan
Bimbar selama bekerja dapat dilakukan dengan
masih banyak terdapat sopir yang bekerja dibawah
memodifikasi sikap kerja lebih diperhatikan
5 tahun yaitu 14 (46.7%), yang bekerja dengan
seperti waktu untuk istirahat atau jeda saat
masa kerja 5-10 tahun yaitu 8 orang (26.7%) dan
merasakan indikasi kelelahan fisik karena posisi
bekerja diatas 10 tahun yaitu 8 orang (26.7%).
bekerja yang berdiri terus-menerus.
Sopir adalah suatu profesi yang membutuhkan
Hubungan Antara Usia Dengan Kelelahan keahlian karna banyak tantangan yang dihadapi
dalam mengoperasikan mobil, sehingga masa
Kerja
kerja akan berpengaruh terhadap keahlian dalam
Dari 30 sopir yang dijadikan sampel didapat bekerja.
5 (16.7%) berumur < 20 tahun, 12 (40%) sopir Upaya yang dilakukan hendaknya
berumur antara 20-30 tahun, 7 (23.3%) sopir memberikan pelatihan khusus untuk sopir yang
berumur 30-40 tahun dan 6 (20%) berumur > 40 baru akan bekerja supaya lebih menyesuaikan diri
tahun. Dari tingkat hubungan yang diuji dengan dengan lingkungan kerja dan harus memiliki Surat
uji statistic chi square didapat bahwa seluruh sopir Izin Mengemudi (SIM) yang resmi dikeluarkan
yang berumur > 40 tahun mengalami kelelahan dari kantor kepolisian untuk memastikan bahwa
saat bekerja hal ini juga terlihat dari nilai Sig. yang sopir sudah terlatih dalam mengemudikan mobil.
didapat adalah 0.036 dengan demikian nilai p-
value < 0.05, berarti ada pengaruh antara usia Hubungan Antara Suhu Dengan Kelelahan
dengan kelelahan kerja. Kerja
Hubungan Antara Status Gizi (IMT) Dengan Batas kenyamanan lingkungan kerja untuk
suhu yaitu antara 22 0C – 28 0C. Dari penelitaian
Kelelahan Kerja
yang dilakukan didapat bahwa terdapat hubungan
Dalam penelitian ini diperoleh uji statistik antara suhu lingkungan dengan kelelahan kerja
Chi-Square dengan nilai Sig. 0.398 dengan dimana dari hasil uji statistik didapat nilai Sig.
demikian nilai p-value > 0.05 sehingga tidak ada 0.004 dengan demikian nilai p-value < 0.05. Dari
13 kali pengukuran yang dilakukan dalam satu No.51 tahun 1999 dimana semakin tinggi
hari mulai dari jam 07.00 – 20.00 WIB didapat kebisingan semakin sedikit waktu kerja pada
bahwa rata-rata suhu lingkungan adalah 29.93 0C tempat kerja tersebut. KEP/51/MEN/1999
dengan suhu tertinggi 32 0C dan suhu terendah menjelaskan bahwa NAB kebisingan adalah 85 dB
27.7 0C. Rata-rata suhu lingkungan dikatakan untuk 8 jam/hari dan 40 jam/minggu.
panas karena melebihi dari batas kenyamanan Dari hasil penelitian dan hasil pengukuran
yaitu > 28 0C sehingga kondisi lingkungan kebisingan diatas, paparan kebisingan yang
dengan suhu diatas normal sangat berpengaruh diterima sopir angkutan umum Bimbar dan lama
terhadap kelelahan kerja pada sopir angkutan jam kerja tidak sesuai dengan waktu kerja yang
Bimbar. Banyak hal yang mempengaruhi suhu telah ditetapkan oleh Kepmenaker. Dimana waktu
lingkungan pada angkutan umum Bimbar yaitu kerja untuk sopir angkutan umum Bimabar tidak
hampir semua mobil angkutan umum Bimbar menentu dan bahkan hampir seluruh sopir Bimbar
tidak mempunyai pendingin ruangan (air bekerja melebihi batas normal jam kerja yaitu 8
conditioner), sehingga suhu lingkungan mengikuti jam dalam satu hari.
suhu luar ruangan. Dimana semakin panas suhu Sumber kebisingan dari lingkungan kerja
luar ruangan maka akan semakin panas juga yang sopir adalah dari kebisingan jalan raya karna
dirasakan oleh sopir angkutan umum Bimbar di hampir seluruh sopir angkutan umum Bimbar
Kota Batam. membuka kaca mobil dalam mengoperasikan
Lingkungan kerja yang panas hendaknya mobil. Hal yang harus diperhatikan oleh sopir
dilakukan upaya pengendalian dengan melakukan angkutan umum Bimbar adalah menutup kaca
pemeriksaan medis secara berkala, perbanyak mobil saat mengoperasikan mobil supaya tingkat
waktu istirahat dengan tempat istirahat yang sejuk, kebisingan berkurang.
menyediakan air minum yang banyak dan bersih
sesuai anjuran yaitu 150-200 cc setiap 15-20 5. Kesimpulan dan Saran
menit, minum susu dua kali dalam satu hari, 5.1. Kesimpulan
minum suplemen, menggunakan pakaian tipis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
berbahan kain katun untuk memudahkan sirkulasi
dilakukan pada sopir angkutan umum Bimbar di
udara dan mengurangi bahaya dehitrasi. Selain itu
Kota Batam diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
hal yang mesti diupayakan oleh sopir angkutan
1. Kelelahan kerja pada sopir angkutan umum
umum Bimbar adalah dengan memperbaiki dan
Bimbar di Kota Batam cukup tinggi yaitu
menggunakan pendingin ruangan (air conditioner)
66.7%.
mobil dalam upaya mengurangi panas pada
2. Dengan menggunakan uji statistik anvariat
lingkungan kerja.
diketahui bahwa dari 30 pekerja yang diteliti:
a. Usia pekerja paling muda berusia 17
Hubungan Antara Kebisiangan Dengan
tahun dan paling tua 56 tahun dengan
Kelelahan Kerja rata-rata umur pekerja adalah 31.86
Dari hasil pengukuran yang dilakukan tahun.
sebanyak 13 kali dalam satu hari mulai dari pukul b. Rata-rata sopir angutan umum Bimbar
07.00-20.00 WIB didapat bahwa rata-rata tingkat memiliki status gizi (IMT) baik yaitu 21
kebisingan tidak normal yaitu 88.6 dBA yang (70%) sopir berstatus gizi baik dan 7
melebihi ambang batas kebisingan yaitu 85 dBA. (30%) sopir bersatatus gizi kurang baik
Dan berdasarkan uji statistik di hasilkan bahwa (gemuk) dengan rata-rata adalah 23.4
terdapat hubungan yang signifikan antara kg/m2.
kebisingan dengan kelelahan kerja dimana nilai c. Untuk masa kerja masih banyak terdapat
Sig. 0.010 dengan demikian nilai p-value < 0.05. sopir yang bekerja dibawah 5 tahun yaitu
Dari data tersebut diketahui bahwa nilai 14 (46.7%) dengan masa kerja paling
kebisingan lingkungan kerja sopir angkutan umum rendah 1 tahun dan paling lama 21 tahun.
Bimbar dikatakan tidak normal karena diatas d. Suhu lingkungan yang diterima oleh sopir
ambanga batas kebisingan sehingga paparan yang angkutan umum Bimbar terbilang panas
diterima oleh pekerja relatif tidak normal. karena suhu lingkungan rata-rata adalah
Sebagaimana disebutkan dalam Kepmenaker 29.93 0C diatas suhu normal kerja yaitu
28 0C. Suhu tertinggi mencapai 32 0C dan mobil dan begitu juga dengan tingkat
suhu terendah 27.7 0C. kebisingan, untuk mengurangi tingkat
e. Tingkat kebisingan yang terjadi kebisingan yang tinggi disarankan untuk
dilingkungan kerja sopir angkutan umum sopir angkutan umum Bimbar untuk menutup
Bimbar melewati Nilai Ambang Batas kaca mobil saat mengoperasikan mobil.
(NAB) bising yaitu rata-rata 88.6 dBA 2. Untuk penelitian lanjutan
dimana NAB bising adalah 85 dBA. a. Untuk kondisi lingkungan bisa dilakukan
Tingkat bising tertinggi adalah 91.8 dBA pengujian dengan kondisi lingkungan lain
dan tingkat bising terendah adalah 84.94 selain suhu dan kebisingan seperti kecepatan
dBA. angin, kelembaban dan tingkat radiasi.
3. Berdasarkan analisis bivariate dapat Karena kondisi lingkungan tersebut juga
diketahui bahwa: sangat berpengaruh terhadap kenyaman
a. Terdapat hubungan yang signifikan seseorang dalam bekerja.
antara usia dengan kelelahan kerja pada b. Untuk pengujian bisa dilakukan dengan
sopir angkutan umum Bimbar di Kota metode lain dalam mengukur kelelahan kerja,
Batam dengan nilai p-value adalah 0.036. diharapkan menggunakan uji kekuatan yang
b. Tidak terdapat hubungan yang signifikan lebih besar dan jumlah sampel yang lebih
antara status gizi (IMT) dengan kelelahan besar juga.
kerja pada sopir Bimbar di Kota Batam
dengan nilai p-value adalah 0.398. Daftar Referensi
c. Terdapat hubungan yang signifikan Eko Nurmianto. (2005). Ergonomi, Konsep Dasar
antara masa kerja dengan kelelahan kerja dan Aplikasi (II). Surabaya: Guna Widya.
pada sopir angkutan umum Bimbar di Faiz, N. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Kota Batam dengan nilai p-value adalah Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
0.020. Bagian Operator SPBU Di Kecamatan
d. Terdapat hubungan yang signifikan Ciputat, 2(2).
antara suhu lingkungan dengan kelelahan Hidayati, A., & Hendrati, L. Y. (2015). Analisis
kerja pada sopir angkutan umum Bimbar Risiko Kecelakaan Lalu Lintas Berdasar
di Kota Batam dengan nilai p-value Pengetahuan, Penggunaan Jalur, Dan
adalah 0.004. Kecepatan Berkendara, (October 2016),
e. Terdapat hubungan yang signifikan 275–287.
antara tingkat kebisingan dengan Oktoviona, D., & Ulin, I. (2016). Hubungan
kelelahan kerja pada sopir angkutan Antara Indikator Pengukuran Kelelahan
umum Bimbar di Kota Batam dengan Kerja Dan Metode Cepat Penilaian Risiko
nilai p-value adalah 0.010. Ergonomi, 1(1).
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif
5.2. Saran Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Berdasarkan hasil penelitian, maka didapat Suma’mur, P. K. (1996). Higiene Perusahaan dan
beberapa rekomendasi terkait keelahan kerja pada Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
sopir angkutan umum Bimbar di Kota Batam: Gunung Agung.
1. Untuk sopir angkutan umum Bimbar di Kota Tarwaka. (2015). Dasar-Dasar Pengetahuan
Batam Ergonomi Dan Aplikasi Di Tempat Kerja
a. Untuk mengurangi kelelahan kerja maka (II). Surakarta: Harapan Press.
sopir angkutan umum Bimbar Kota Batam
mengurangi waktu kerja, mengurangi beban
kerja yang berat bagi sopir yang berumur
lebih dari 40 tahun, dan mengatur waktu
istirahat yang cukup bagi sopir Bimbar.
b. Untuk mengurangi suhu lingkungan kerja
yang panas disarankan untuk sopir angkutan
umum Bimbar memperbaiki air conditioner