Sunteți pe pagina 1din 18

Instrumen Efek di Pasar Modal

Rumi Danang Sufianto (1706047776), Ajeng Calista Putri Kinanthi (1706047795), Ni Luh Putu
Gita Iswara Hertika (1706047800)

Fakultas Hukum Universitas Indonesia


Jl. Prof. Mr. Djokosoetono Street, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat
E-mail: danangsufianto@gmail.com, calistajeng@gmail.com, gitaswr12@gmail.com

Abstract

The market is a meeting place for sellers and buyers to trade goods and services. While capital
can be divided into capital goods and funds in the form of financial assets. Capital in the second
sense is what becomes a commodity in the capital market, which is manifested in the form of
securities (vide Article 1 number 5 of Law No. 8 of 1995 Concerning Capital Markets).
Securities traded in the Indonesian capital market, as stipulated in Article 1 number 5 of the
Capital Market Law, can be in the form of Securities are promissory notes, commercial paper,
shares, bonds, evidence of indebtedness, Participation Units of Collective investment contracts,
future contracts related to the Securities, and all derivatives of Securities. These instruments can
be distinguished from debt securities and ownership securities, which are generally divided into
bonds, stocks, other securities instruments, and derivative instruments which will be discussed
further in this paper. At the same time, Sharia Capital Market in Indonesia has already achieved
a number of developments, whether in the form of regulations, fatwa, products and services.
Sharia Capital Market in Indonesia is not built separately from the state’s capital market system.
It is different from its conventional counterpart in the sense that the Sharia Capital Market is in
compliance with Islamic teachings. Securities instruments that exist in the Sharia Capital Market
can be divided into sharia stocks, sharia bonds, and sharia mutual funds.

Keywords : Capital Market, Sharia Capital Market, Instrument, Capital Market Law, Securities

1
I. INSTRUMEN UTANG (OBLIGASI)

Instrumen pasar modal terdiri atas semua surat-surat berharga (securities) yang
diperdagangkan di Bursa, salah satu jenis dari instrumen pasar modal adalah instrumen
utang atau obligasi.1 Obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas
pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-
kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat
pembayaranya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (badan pelaksana pasar
modal).2

Obligasi merupakan sertifikat yang berisi kontrak antara investor dan perusahaan,
yang menyatakan bahwa investor tersebut/pemegang obligasi telah meminjamkan
sejumlah uang kepada perusahaan. Perusahaan yang menerbitkan obligasi mempunyai
kewajiban untuk membayar bunga secara reguler sesuai dengan jangka waktu yang telah
ditetapkan serta pokok pinjaman pada saat jatuh tempo. Nilai suatu obligasi bergerak
berlawanan arah dengan perubahan suku bunga secara umum. Jika suku bunga secara
umum cenderung turun, maka nilai atau harga obligasi akan meningkat, karena para
investor cenderung untuk berinvestasi pada obligasi. Sementara jika suku bunga secara
umum cenderung meningkat, maka nilai atau harga obligasi akan turun, karena para
investor cenderung untuk menanamkan uangnya di Bank.

Keterkaitan antara nilai suatu obligasi dengan perubahan suku bunga secara
umum juga dapat dilihat dari keuntungan yang didapatkan investor jika membeli efek
yang bersifat utang atau obligasi. Berikut adalah keuntungan membeli Efek Bersifat
Utang, antara lain:

1. Mendapatkan kupon/fee/nisbah secara periodik dari efek bersifat utang yang


dibeli. Pada umumnya tingkat kupon/fee/nisbah berada di atas bunga Bank
Indonesia (BI rate).
2. Memperoleh capital gain dari penjualan efek bersifat utang di pasar sekunder.
3. Memiliki risiko yang relatif lebih rendah dibandingkan instrumen lain seperti
saham, dimana pergerakan harga saham lebih berfluktuatif dibandingkan harga
efek bersifat utang. Pada efek bersifat utang yang diterbitkan oleh pemerintah
dapat dikatakan sebagai instrumen yang bebas risiko.
4. Banyak pilihan seri efek bersifat utang yang dapat dipilih oleh investor di pasar
sekunder.

Dengan diperdagangkannya efek bersifat utang, maka akan terjadi pembentukan


harga efek bersifat utang, yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran efek bersifat

1
Pandji Anoraga dan Panji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008),
Cet. ke-3, hlm. 54.
2
Dadan Muttaqien, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Safiria Insana Press,
2009), hlm.14.

2
utang tersebut. Adapun dasar-dasar yang dapat mempengaruhi harga wajar efek bersifat
utang yang diperdagangkan di Bursa, sebagai berikut:3

1. Interest Rates

Besarnya suku bunga menjadi acuan bagi pembeli efek bersifat utang
sebagai perbandingan dasar tingkat pengembalian yang diharapkan. Tingkat suku
bunga pasar dalam hal ini dapat berupa BI rate. Ketika suku bunga pasar berubah,
maka akan mempengaruhi harga efek bersifat utang. Pada saat tingkat suku bunga
pasar mengalami kenaikan, sementara besarnya tingkat pengembalian atas efek
bersifat utang adalah tetap, maka return riil dari investor dianggap menjadi relatif
lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan terjadi aksi jual efek bersifat utang,
sehingga harga efek tersebut menjadi turun. Begitu pula sebaliknya.

2. Faktor Risiko

Risiko kredit menggambarkan kemampuan penerbit efek bersifat utang


dalam melakukan pembayaran bunga atau pelunasan pokok secara tepat waktu
sesuai jatuh temponya. Pada umumnya, efek bersifat utang diperingkat secara
berkala oleh Lembaga Pemeringkatan Efek. Investor dapat memanfaatkan
informasi pemeringkatan efek bersifat utang dari Lembaga Pemeringkat Efek
untuk mengukur risiko investasi pada suatu efek bersifat utang dan menilai
tingkat kredibilitas suatu perusahaan, serta juga dapat memperlihatkan
kinerja/prospek perusahaan. Ketika peringkat efek bersifat utang mengalami
penurunan, mengindikasikan tingkat risiko Penerbit dalam memenuhi
kewajibannya menjadi lebih rendah yang pada akhirnya dapat berpotensi gagal
bayar. Kondisi tersebut akan menyebabkan harga efek bersifat utang tersebut
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan permintaan atas efek bersifat utang
juga mengalami penurunan karena efek bersifat utang tersebut dianggap tidak
menarik bagi investor.

3. Jatuh Tempo

Efek bersifat utang yang tercatat di Bursa memiliki periode jatuh tempo
yang berbeda-beda. Pada saat jatuh tempo, Penerbit memiliki kewajiban untuk
mengembalikan seluruh pokok efek bersifat utang kepada Investor. Pada
umumnya, harga efek bersifat utang berbanding terbalik dengan jangka waktu
obligasi. Semakin pendek jangka waktu efek bersifat utang, maka akan semakin
kecil tingkat ketidakpastian (risiko) atas efek bersifat utang tersebut. Disamping
itu, semakin efek bersifat utang tersebut mendekati tanggal jatuh temponya, maka
harga efek tersebut akan semakin mendekati nilai nominalnya (par).

3
Bursa Efek Indonesia, “Surat Utang (Obligasi)”, https://www.idx.co.id/produk/surat-utang-
obligasi/, diakses pada tanggal 1 April 2020.

3
II. INSTRUMEN PENYERTAAN (SAHAM)

Salah satu instrumen pasar modal yang paling populer adalah instrumen
penyertaan atau saham. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal
seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas
pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Pada dasarnya, terdapat dua keuntungan yang diperoleh
investor dengan memiliki atau membeli saham, yaitu:4

1. Dividen

Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan


berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah
mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal
ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham
tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham
tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang
berhak mendapatkan dividen.

Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada
setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah
tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga
jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya
pembagian dividen saham tersebut.

2. Capital Gain

Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital Gain
terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.
Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp3.000,00
(tiga ribu rupiah) kemudian menjualnya dengan harga Rp3.500,00 (tiga ribu lima
ratus rupiah) per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain
sebesar Rp500,00 (lima ratus rupiah) untuk setiap saham yang dijualnya.

Saham merupakan surat berharga sebagai bukti penyertaan atau kepemilikan


individu maupun institusi dalam suatu perusahaan.5 Pada umumnya saham dibedakan
menjadi dua macam, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred
stock). Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, maka saham ini
disebut sebagai saham biasa (common stock). Pemegang saham adalah pemilik dari
perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan.
Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham memiliki beberapa hak. Hak yang dimiliki

4
Bursa Efek Indonesia, “Saham”, https://www.idx.co.id/produk/saham/, diakses pada tanggal 29
Maret 2020.
5
Robert Ang, Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Mediasoft Indonesia, 1997), Cet. Ke-
1, hlm. 62.

4
oleh pemegang saham adalah hak kontrol, hak menerima pembagian keuntungan dan hak
klaim sisa.

Sebagai salah satu komoditas pasar modal yang paling populer adalah saham
biasa (common stock) yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:6

1. Berhak atas pendapatan perusahaan (claims on income)


2. Berhak atas harta perusahaan (claims on assets)
3. Berhak mengeluarkan suara (voting rights)
4. Tanggung jawab terbatas (limited liability)
5. Hak memesan efek terlebih dahulu (preemptive rights)

Sebagai alternatif daripada saham biasa (common stock), dikenal yang dinamakan
saham preferen (preferred stock). Disebut saham preferen karena pemegang saham
preferen mempunyai hak keistimewaan dibandingkan dengan pemegang saham biasa,
untuk hal-hal tertentu yang diperjanjikan saat emisi saham.7 Keistimewaan ini bervariasi
antara satu emiten dengan emiten yang lain. Keistimewaan tersebut adalah kesepakatan
antara pemodal dengan emiten. Saham preferen memiliki sifat gabungan antara obligasi
dan saham biasa. Seperti obligasi yang membayarkan bunga atas pinjaman, saham
preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa deviden preferen seperti saham biasa,
dalam hal likuidasi, klaim pemegang saham preferen dibawah klaim pemegang obligasi
(bond). Dibandingkan dengan saham biasa pemegang saham preferen mempunyai
beberapa hak, yaitu hak atas deviden tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika
terjadi likuidasi. Oleh karena itu, saham preferen dianggap memiliki karakteristik di
tengah-tengah antara obligasi dan saham biasa. Akan tetapi saham preferen umumnya
tidak mempunyai hak veto seperti yang dimiliki oleh saham biasa.

Seperti halnya pemegang saham biasa, pemegang saham preferen juga


mempunyai beberapa hak tertentu sesuai dengan perjanjian saat emisi saham tersebut.
Adapun hak-hak bagi pemegang saham preferen adalah sebagai berikut:8

1. Masing-masing pemegang saham preferen mempunyai dividen yang ditentukan


dan disetujui oleh kedua belah pihak yaitu pemegang saham dan manajemen.
2. Dalam hal pembagian dividen, pemegang saham preferen mempunyai hak untuk
menerima dividen terlebih dahulu sebelum pemegang saham biasa dibayarkan
sepanjang hal itu dinyatakan dalam emisi saham.
3. Pada kasus likuidasi, pemegang saham preferen mempunyai hak klaim terlebih
dahulu sebelum pemegang saham biasa.
4. Pemegang saham preferen tidak mempunyai hak suara (voting) meskipun
diperbolehkan hadir dalam rapat umum pemegang saham.

6
Ibid, hlm. 65.
7
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, (Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 1997), hlm.
130.
8
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta:
Kencana, 2007), cet. ke-1, hlm. 131.

5
Meskipun saham dinilai sebagai instrumen pasar modal yang paling banyak
diminati, namun sebagai instrumen pasar modal, saham memiliki beberapa risiko yang di
antaranya adalah Capital Loss dan Risiko Likuidasi.9 Risiko pertama yaitu Capital Loss
merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual
saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang dibeli dengan harga
Rp2.000,00 (dua ribu rupiah) per saham, kemudian harga saham tersebut terus
mengalami penurunan hingga mencapai Rp1.400,00 (seribu empat ratus rupiah) per
saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga
Rp1.400,00 (seribu empat ratus rupiah) tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar
Rp600,00 (enam ratus rupiah) per saham.

Risiko yang kedua yaitu Risiko Likuidasi, di mana perusahaan yang sahamnya
dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan.
Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh
kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika
masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut
dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat
sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari
likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham.
Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti
perkembangan perusahaan. Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham
sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun
penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran
atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand
atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor,
baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana
perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku
bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan
politik, dan faktor lainnya.

III. INSTRUMEN EFEK DERIVATIF

Yang dimaksud dengan derivatif adalah kontrak atau perjanjian yang nilai atau
peluang keuntungannya terkait dengan kinerja aset lain, yaitu sebagai underlying assets.10
Ia merupakan suatu contractual agreement that obligate parties to exchange assets or
cashflows.11 Derivatif merupakan turunan dari efek, baik yang bersifat utang, maupun
yang bersifat ekuitas (vide Penjelasan Pasal 1 angka 5 UU Pasar Modal). Adapun macam-
macam dari derivatif adalah sebagai berikut:

9
Bursa Efek Indonesia, “Saham”, https://www.idx.co.id/produk/saham/, diakses pada tanggal 29
Maret 2020.
10
Bursa Efek Indonesia, Derivatif, https://www.idx.co.id/produk/derivatif/, diakses tanggal 1 April
2020.
11
Alan N. Rechstaffen, Capital Markets, Derivatives, and the Law, (New York:Oxford University
Press, 2009), hlm. 19

6
1. Right

Yang dimaksud dengan right adalah penerbitan surat hak kepada


pemegang saham lama perusahaan publik untuk membeli saham baru yang
hendak diterbitkan. Oleh karenanya, bagi yang memegang right tersebut, akan
mendapatkan hak untuk didahulukan dalam mendapatkan penawaran beli dari
perusahaan secara proporsional pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya
untuk jangka waktu pendek.12 Kebijakan yang demikian merupakan upaya emiten
untuk menambah saham yang beredar, guna menambah modal perusahaan.
Apabila pemodal memang bersedia, maka uang tersebut akan masuk ke modal
perusahaan

Mengingat bahwa right itu adalah hak, maka investor tidak terikat untuk
membelinya. Namun jika investor menggunakan haknya, otomatis pemodal telah
melakukan pembelian saham, sehingga imbalan yang akan diperoleh oleh pembeli
adalah sama dengan membeli saham, yakni dividen dan capital gain.13

2. Warrant

Waran merupakan suatu opsi untuk membeli sejumlah tertentu instrumen


keuangan pada waktu tertentu dengan harga tertentu. Pada dasarnya ia adalah
sama dengan right, namun ia dikeluarkan oleh issuer atau perusahaan yang
menerbitkan efek.14 Adapun pengertian warrant dapat kita temukan dalam
Penjelasan Pasal 1 angka 5 UU Pasar Modal, yaitu “efek yang diterbitkan oleh
suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang efek untuk memesan
saham dari perusahaan tersebut pada harga setelah 6 (enam) bulan atau lebih
sejak efek dimaksud diterbitkan. Adapun tujuan dari penerbitan waran adalah agar
pemodal tertarik membeli obligasi atau saham yang diterbitkan emiten

3. Option

Option merupakan instrumen derivatif yang memberikan hak kepada


pemegangnya untuk membeli atau menjual suatu aset pada harga yang telah
ditentukan dan pada/hingga tanggal yang telah ditentukan. Aset yang dijual
belikan dapat berupa berbagai macam aset, seperti saham, obligasi, komoditas
alam, maupun index future. Adapun definisi dalam UU Pasar Modal dapat kita
lihat pada Penjelasan Pasal 1 angka 5 UU Pasar Modal, yakni hak yang dimiliki
oleh pihak untuk membeli atau me15njual kepada pihak lain sejumlah efek pada
harga dan dalam waktu tertentu.

4. Future

12
Irsan Nasaruddin, et. al., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenamedia Group,
2015), Cet-8, hlm. 203.
13
Vinie Vidia Ningrum, “Analisis Perkembangan Instrumen Syariah dalam Pasar Modal Indonesia
Tinjauan Kasus Indeks Syariah di BEJ” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2004), hlm. 44
14
Nasarudin, Aspek Hukum Pasar, hlm. 205.
15
Alan N. Rechstaffen, Capital Markets, hlm. 167

7
Future adalah suatu kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset
dengan jumlah tertentu, pada harga yang telah ditetapkan (exercise price) dan
tanggal tertentu (maturity date) di masa yang akan datang.16 Ia dibuat dengan
standarized terms, hal mana membedakannya dengan forward. Mengenai
penggunaan dari future, Alan N. Rechstaffen menjelaskan bahwa:

However, a futures contract’s “principal purpose is to transfer price risk


rather than ownership of the underlying commodity.”25 Thus, while a futures
contract will specify the terms of delivery pursuant to contract maturity, actual
delivery of the underlying commodity uncommon, as futures trading “generally
involves mechanisms that permit the parties to avoid delivery, either by cash
settlement or entering into an offsetting transaction.”

5. Forward

Forward adalah suatu kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset
dengan jumlah tertentu, pada harga yang telah ditetapkan (exercise price) dan
tanggal tertentu (maturity date) dimasa yang akan datang.17 Ia berbeda dengan
future dalam hal syarat dan ketentuannya tidak standardized serta tidak
diperdagangkan dalam bursa (organized exchange), melainkan merupakan suatu
privately negotiated bilateral contract.18 Transaksi forward dilakukan baik untuk
hedging maupun spekulasi.19

IV. INSTRUMEN EFEK LAIN

1. Indonesian Depository Receipt

Pada pembahasan ini, penulis akan terlebih dahulu membahas mengenai


beberapa definisi dari depository receipt. Abdourahmane Sarr menyatakan bahwa
depositary receipts adalah ”A negotiable certificates that certify ownership of a
company’s publicly traded equity or debt”. Selanjutnya Munir Fuady
mendefinisikan depository receipt sebagai salah satu jenis efek atau surat
berharga yang dapat diperjualbelikan di pasar modal. Kemudian Gunawan
Widjaja dan Todhi Pratama mendefinisikan depository receipt sebagai suatu
instrumen surat berharga dalam bentuk sertifikat yang mewakili efek-efek bersifat
ekuitas maupun utang yang diterbitkan oleh suatu perusahaan dan
diperdagangkan secara umum. Sehingga dari beberapa definisi tersebut, kita
dapat mengetahui karakteristik dari depository receipt:20

16
Vinie Vidia Ningrum, Analisis Perkembangan, hlm. 46
17
Ibid.
18
Alan N. Rechstaffen, Capital Markets, hlm. 166
19
Ibid.
20
Anita Lestari, “Peranan Notaris dalam Penerbitan Depository Receipt” (Tesis Magister
Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, 2012) hlm 14.

8
1. Depositary receipt merupakan suatu jenis efek, baik yang bersifat ekuitas
atau efek yang bersifat utang.
2. Depositary receipt dapat dipindahtangankan (transferable).
3. Depositary receipt diterbitkan oleh suatu bank yang dikenal sebagai
Depositary Bank atau Depositary Company
4. Depositary receipt dapat diterbitkan melalui penawaran umum, atau
private placement.
5. Saham terhadap mana depositary receipt diterbitkan tetap berada pada
kustodian di negara asal di mana perusahaan tersebut berkedudukan.
6. Depositary receipt terhadap saham tidak identik dengan saham yang
bersangkutan sebab pihak pemegang depositary receipt tidak mempunyai
hak vis a vis terhadap perusahaan yang bersangkutan, tetapi hak vis a vis
terhadap trust office dengan beberapa pengecualian. Di antara
pengecualian tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pemegang depositary receipt mempunyai hak untuk memperoleh
suatu financial statement dari perusahaan yang bersangkutan.
b. Mereka juga mempunyai hak untuk melakukan petisi dalam rapat
umum pemegang saham atau hak untuk dapat melakukan
penyelidikan terhadap manajemen atau bisnis perusahaan tersebut.
7. Sungguhpun depositary receipt tidak persis sama dengan saham,
pemegang depositary receipt memiliki hak untuk menikmati hasil yang
dianggap sama dengan pemilik yang sebenarnya dari saham yang
bersangkutan.
Adapun depository receipt Indonesia disebut sebagai Indonesian
depository receipt atau Sertifikat Penitipan Efek Indonesia yang mana
efek yang demikian diatur dalam Peraturan Bapepam No. IX.A.10., yang
mana mendefinisikan depository receipt sebagai berikut:

“Efek yang memberikan hak kepada pemegangnya atas efek utama


yang dititipkan secara kolektif pada bank kustodian yang telah
mendapatkan persetujuan dari Bapepam”

Pihak-pihak yang terlibat disini yaitu Emiten, Depository Bank,


yang mana berfungsi sebagai penghubung antara emiten dan pemegang
Sertifikat Penitipan Efek Indonesia, serta Kustodian.

2. Efek Beragun Aset

Efek beragun aset adalah efek yang disekuritisasi, yaitu suatu proses
menjadi suatu piutang atau tagihan yang kemudian ditransformasikan ke dalam
efek yang dijamin dengan aset tersebut.21 Efek beragun aset diatur dalam
Peraturan Bapepam Nomor IX.K.1 yang mana mendefinisikannya sebagai
berikut:

21
Nasarudin, Aspek Hukum Pasar, hlm. 196.

9
“Efek Beragun Aset (EBA) adalah efek yang diterbitkan oleh
Kontrak Investasi Kolektif Efektif Beragun Aset yang portofolionya terdiri
dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga
komersial, tagihan kartu kredit, tagihan yang timbul di kemudian hari
(future receivables), pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah
atau apartemen, efek bersifat utang yang dijamin pemerintah, Sarana
Peningkatan Kredit (credit enhancement)/Arus Kas (cash flow), serta aset
keuangan setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset
keuangan tersebut”

Efek beragun aset terdiri dari dua macam, yakni Efek Beragun Aset Arus
Kas Tetap dan Efek Beragun Aset Arus Kas Tidak Tetap.22

V. INSTRUMEN PASAR MODAL SYARIAH

Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia,


maka wajar apabila tumbuh kecenderungan untuk menciptakan sistem sosial ekonomi
yang berlandaskan nilai-nilai ajaran Islam. Untuk itu pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003,
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
memperkenalkan pasar modal syariah dengan membuat Nota Kesepahaman bersama
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) berkaitan dengan
pembentukan pasar modal yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.23

Sebagai tindak lanjut pembentukan pasar modal syariah, DSN-MUI membuat


Nota Kesepahaman dengan Self Regulatory Organization (SRO). DSN-MUI juga
mengeluarkan fatwa DSN No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Investasi untuk
Reksa Dana Syariah. Fatwa ini menjelaskan pedoman tentang jenis saham yang tidak
boleh menjadi wahana investasi bagi reksa dana syariah.24 Pada tahun 2004, DSN-MUI
akan mengeluarkan fatwa mengenai pasar modal syariah yang akan menjadi dasar bagi
pembuatan peraturan-peraturan-mengenai pasar modal syariah.

Pasar modal syariah merupakan bagian dari industri pasar modal Indonesia,
kegiatannya pun sejalan dengan pasar modal pada umumnya. Namun terdapat beberapa
karakteristik khusus pasar modal syariah, yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi
tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. 25 Pasar modal syariah
memiliki 2 (dua) peran penting, yaitu sebagai sumber pendanaan bagi perusahaan untuk
pengembangan usahanya melalui penerbitan efek syariah dan sebagai sarana investasi
efek syariah bagi investor.26

22
Ibid.
23
Ibid., hlm. 205.
24
Ibid.
25
Otoritas Jasa Keuangan, “Pasar Modal Syariah”, https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-
syariah/pages/pasar-modal-syariah.aspx, diakses pada 28 Maret 2020.
26
Ibid.

10
Pasar modal syariah bersifat universal, jadi dapat dimanfaatkan oleh siapapun
tanpa melihat latar belakang suku, agama, dan ras tertentu. Instrumen pasar modal
syariah adalah efek syariah, yaitu yang merupakan efek yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah di pasar modal.27 Instrumen pasar modal syariah adalah sebagai berikut:

1. Instrumen Utang (Obligasi Syariah)

Obligasi syariah hadir dalam institusi pasar modal berdasarkan prinsip


syariah Indonesia setelah dikeluarkannya Fatwa DSN-MUI No. 32/DSN-
MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.28 Obligasi syariah berdasarkan fatwa
DSN-MUI tersebut adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi
syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada
saat jatuh tempo.

Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten (mudharib) kepada


pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.29 Obligasi syariah dapat diterbitkan
oleh emiten dengan pembatasan tidak boleh dipergunakan untuk refinancing
utang emiten, akan tetapi hanya diperbolehkan sebagai modal kerja emiten saja.
Dalam hal ini emiten juga harus menjamin bahwa pendapatan yang dibagihasilkan
dengan para pemegang obligasi harus bersih dari unsur non-halal, yang
definisinya dapat dilihat dalam Fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001.30

Selain harus bersih dari unsur non-halal, pendapatan investasi yang


nantinya akan dibagi hasilkan juga harus diperuntukkan sesuai dengan akad yang
digunakan. Adapun akad yang dapat digunakan dalam obligasi syariah
berdasarkan Fatwa DSN-MUI antara lain adalah mudharabah, musyarakah,
murabahah, salam, istishna, dan ijarah. Berbeda dengan konsep obligasi pada
umumnya, obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih
merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Yang
menjadi landasan transaksinya bukan akad utang piutang melainkan penyertaan.
Obligasi dalam hal demikian dinamakan dengan muqaradah bond, muqaradhah
sendiri merupakan nama lain dari mudharabah.31

Obligasi mudharabah merupakan instrumen investasi yang


memungkinkan pengembangan dana dalam bentuk penyertaan dana dalam

27
Ibid.
28
Muthia Muffida, “Keberadaan Obligasi Syariah Dalam Pasar Modal Indonesia (Suatu Tinjauan
Yuridis Obligasi Syariah Subordinasi PT Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk.),” Tesis Magister
Universitas Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 92.
29
Fadlan, “Obligasi Syariah: Antara Konsep dan Implementasinya” Jurnal Iqtishadia 2 (Desember
2014), hlm. 164.
30
Muffida, “Keberadaan Obligasi Syariah”, hlm. 137.
31
Fadlan, “Obligasi Syariah: Antara Konsep dan Implementasinya”, hlm. 164.

11
berbagai unit dengan nilai yang sama dalam bentuk obligasi tercatat yang
mencerminkan kepemilikan atas aset. Dapat dikatakan bahwa obligasi
mudharabah adalah kontrak pembiayaan pemodal dengan pemilik
proyek/perusahaan dapat menggunakan dana tersebut dengan memberikan
keuntungan yang telah disetujui pada saat emisi obligasi.32

Obligasi mudharabah harus menunjukkan kepemilikan pemodal sebagai


ikatan untuk membiayai proyek atau pengembangan usaha pada perusahaan
secara spesifik, pemegang obligasi berhak atas kepemilikan yang berhubungan
dengan proyek/perusahaan meliputi penjualan, hadiah, hipotek, dan semacamnya.
Setelah masa obligasi tersebut habis, pemilik obligasi akan menerima pokok
modalnya atau mengkonversikan kepada surat berharga lainnya.33

2. Instrumen Penyertaan (Saham)

Saham syariah merupakan efek yang berbentuk saham yang mana tidak
bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Definisi dari saham dalam
konteks saham syariah, merujuk kepada definisi saham pada umumnya yang
diatur dalam undang-undang maupun peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
lainnya.34 Terbentuknya saham syariah diawali dengan adanya pertukaran
(exchange), yaitu 2 (dua) pihak yang saling bertukar obyek namun kedua pihak
tersebut tetap berdiri sendiri, tidak membentuk entitas baru atau dengan
percampuran (venture), yaitu 2 (dua) pihak yang menggabungkan diri menjadi
satu entitas baru untuk suatu kegiatan bisnis.35

Dalam hukum Islam, percampuran dikenal dengan istilah Syirkah atau


Musyarakah, lalu pihak yang melakukan percampuran atau penggabungan diri
disebut dengan Syarik yang mana dalam pasar modal dikenal dengan istilah
shareholders.36 Terdapat 2 (dua) jenis saham syariah yang diakui dalam pasar
modal Indonesia. Jenis yang pertama adalah saham yang dinyatakan memenuhi
kriteria seleksi saham syariah berdasarkan peraturan OJK No. 35/POJK.04/2017
tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Lalu jenis saham syariah
yang kedua adalah saham yang dicatatkan sebagai saham syariah oleh emiten atau
perusahaan publik syariah berdasarkan peraturan OJK No. 17/POJK.04/2015.37

Semua saham syariah yang terdapat dalam pasar modal syariah di


Indonesia, baik yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) maupun yang
tidak, akan dimasukkan ke dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan

32
Muhammad Fadlillah, “Konsep, Teori, dan Praktik Obligasi Syariah” Jurnal Al-Iqtishad 2 (Juli
2013), hlm. 323.
33
Ibid.
34
Bursa Efek Indonesia, “Produk Syariah”, https://www.idx.co.id/idx-syariah/produk-syariah/,
diakses pada 28 Maret 2020.
35
Ningrum, “Analisis Yuridis Perkembangan”, hlm 119.
36
Ibid.
37
Bursa Efek Indonesia, “Produk Syariah”.

12
oleh OJK secara berkala, setiap bulan Mei dan November. 38 Beberapa
karakteristik saham syariah adalah tidak ada transaksi berbasis bunga; tidak ada
transaksi yang meragukan; saham harus dari perusahaan yang halal aktivitasnya;
tidak ada transaksi yang tidak sesuai etika dan tidak bermoral seperti manipulasi
pasar, insider trading; dan etika dalam saham syariah adalah yang dilarang
dilakukan dalam transaksi yaitu ghara (uncertainty) dan maisir (gambling,
manipulasi).39

Syarat suatu saham dikatakan sebagai saham syariah adalah sebagai


40
berikut :

A. Kegiatan usaha yang dilakukan tidak bertentangan dengan syariah seperti:


1. Kegiatan usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi;
2. Kegiatan usaha perdagangan yang dilarang menurut syariah seperti
perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa atau
perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
3. Jasa keuangan ribawi seperti bank berbasis bunga atau perusahaan
pembiayaan berbasis bunga;
4. Jual beli risiko yang mengandung unsur gharar (ketidakjelasan) dan
maysir (berjudi) seperti asuransi konvensional;
5. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan menyediakan:
a. Barang dan jasa yang haram karena zatnya;
b. Barang dan jasa yang haram bukan karena dzatnya yang ditetapkan
oleh DSN-MUI;
c. Barang dan atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat;
d. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (rishwah);
B. Memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut:
1. Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak
lebih dari 45%;
2. Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak
lebih dari 10%.

3. Instrumen Lain (Reksa Dana Syariah)

Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana


dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek
oleh manajer investasi. Berdasarkan POJK No. 19/POJK.04/2015, reksa dana
syariah adalah reksa dana yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya yang
pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Dari
38
Ibid.
39
Ningrum, “Analisis Yuridis Perkembangan”, hlm. 121.
40
Herni Ruliatul Kasanah dan Saparila Worokinasih, “Analisis Perbandingan Return dan Risk
Saham Syariah Dengan Saham Konvensional,” Jurnal Administrasi Bisnis 2 (Mei 2018), hlm. 48.

13
definisi ini maka dapat disimpulkan bahwa setiap jenis reksa dana dapat
diterbitkan sebagai reksa dana syariah sepanjang memenuhi prinsip-prinsip
syariah, termasuk aset yang mendasari penerbitannya.41

Reksa dana syariah dianggap memenuhi prinsip syariah di pasar modal


apabila akad, cara pengelolaan, dan portofolionya tidak bertentangan dengan
prinsip syariah di pasar modal sebagaimana diatur dalam peraturan OJK tentang
Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal. Emiten dinyatakan tidak layak
diinvestasikan dalam reksa dana syariah apabila struktur utang terhadap modal
sangat bergantung pada pembiayaan dari utang. Mekanisme operasional reksa
dana syariah terdiri dari wakalah antara manajer investasi dengan pemodal dan
mudharabah antara manajer investasi dengan pengguna investasi.42

Terdapat beberapa jenis reksa dana syariah, yaitu sebagai berikut43:

A. Reksa dana syariah saham, yaitu reksa dana yang menginvestasikan dananya
ke efek syariah bersifat ekuitas. Jenis reksa dana ini menawarkan imbal hasil
yang tertinggi dibandingkan dengan reksa dana lainnya, yang tentunya juga
diikuti dengan risiko yang cukup tinggi juga.
B. Reksa dana syariah campuran, yaitu reksa dana yang menempatkan investasi
dalam efek syariah bersifat ekuitas dan utang. Reksa dana jenis ini lebih
aman pada kondisi pasar di mana terjadi volatilitas yang cukup tinggi
dikarenakan investasi ditempatkan di berbagai instrument, baik itu saham,
obligasi, maupun pasar uang.
C. Reksa dana syariah pendapatan tetap, yaitu reksa dana yang menawarkan
imbal hasil terendah jika dibandingkan beberapa reksa dana lainnya dengan
risiko yang didapatkan juga rendah.
D. Reksa dana syariah terproteksi, yaitu reksa dana yang memberikan proteksi
sebesar 100% dari nilai investasi awal dengan syarat dan ketentuan khusus
yang berlaku. Reksa dana ini cenderung diinvestasikan pada instrumen pasar
modal dan pasar uang yang lebih aman.

VI. Contoh Kasus Saham

Berkaitan dengan instrumen pasar modal, kelompok kami mengambil kasus gagal
bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero), di mana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dituntut
untuk dapat meningkatkan kinerjanya dalam pengawasan terutama di Industri Asuransi
dan juga Pasar Modal.

Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo, menurutnya,


pengawasan OJK saat ini kurang optimal. Oleh karena itu, pengwasan produk Saving
Plan industri asuransi harus ditingkatkan guna menghindari permainan saham „gorengan‟.

41
Bursa Efek Indonesia, “Produk Syariah”.
42
Muffida, “Keberadaan Obligasi Syariah”, hlm. 142.
43
Bintang Pratama Buana Putra dan Imron Mawardi, “Perbandingan Kinerja Reksadana Syariah
di Indonesia Menggunakan Metode Sharpe” Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan 9 (September
2016), hlm. 686.

14
Rahardjo menilai apa yang dilakukan manajemen lama (Jiwasraya) adalah salah, saham
di posisi atas dengan harga tinggi dan dilepas ke pasar harganya menjadi turun terjun
bebas, itulah yang dimaksud dengan permainan saham gorengan. OJK seharusnya
memberhentikan produk saving plan (yang bermasalah) itu, dengan melakukan
pembubaran misalnya.

Sebelumnya, produk JS Saving Plan milik Jiwasraya yang diterbitkan pada 2012
tersebut ditawarkan melalui kemitraan bank dengan imbal hasil dijamin (guaranteed
return) sebesar 9 persen hingga 13 persen per tahun dan pencairan setiap tahun, di mana
keuntungan yang ditawarkan kepada pemegang polis itu tak masuk akal dan lebih tinggi
ketimbang bunga deposito.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya kerugian yang


diakibatkan dari permainan jual beli saham „gorengan‟ atau penginvestasian produk JS
Saving Plan ke saham-saham berkualitas rendah. Ketua BPK Agung Firman mengatakan,
pihak Jiwasraya juga ikut dalam permainan jual beli saham „gorengan‟. Saham-saham
„gorengan‟ tersebut antara lain SMBR, BJBR dan PPPRO. Agung menuturkan, indikasi
kerugian sementara atas permainan saham tersebut sekitar Rp4 triliun.

Jual beli saham-saham „gorengan‟ tersebut dilakukan dengan pihak tertentu secara
negosiasi agar bisa memperoleh harga tertentu yang diinginkan. Kepemilikan saham
tertentu melebihi batas maksimal, yaitu di atas 2,5 persen. BPK juga mengindikasikan
kerugian sementara terkait saham reksa dana diperkirakan sekitar Rp6,4 triliun. Jika
diakumulasikan dengan kerugian pada saham gorengan, total indikasi kerugian Jiwasraya
mencapai Rp10,4 triliun.

15
KESIMPULAN

Pasar modal adalah pasar yang memperdagangkan efek dalam bentuk instrumen
keuangan jangka panjang baik dalam bentuk modal (equity) dan utang. Pasar modal merupakan
tempat orang membeli atau menjual surat efek yang baru dikeluarkan. Pengertian efek
berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU Penanaman Modal merupakan surat berharga, yaitu surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan
kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.

Instrumen pasar modal dapat dibedakan atas surat berharga yang bersifat utang (bonds
atau obligasi) dan surat berharga yang bersifat kepemilikan (saham atau equity). Dalam
prakteknya, saham dan obligasi dapat diperbanyak ragamnya, jadi dapat diderivasikan dalam
beberapa jenis yang penggolongannya dapat ditentukan menurut kriteria yang melekat pada
masing-masing saham dan obligasi itu sendiri. Secara umum instrumen di pasar modal dapat
dibedakan atas beberapa kategori, yaitu instrumen utang (obligasi), instrumen penyertaan
(saham), instrumen efek lainnya, dan instrumen derivatif.

Selain itu sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah sewajarnya
Indonesia memiliki sistem sosial ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai ajaran Islam. Bapepam
meluncurkan pasar modal syariah pada tanggal 14-15 Maret 2003 sekaligus melakukan
penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Terdapat beberapa macam instrumen pasar
modal syariah, yaitu instrumen utang (obligasi syariah mudharabah), instrumen penyertaan
(saham syariah), dan instrumen lainnya (reksa dana syariah).

SARAN

Sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2020, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal masih belum berubah mengikuti kebutuhan dan perubahan industri pasar modal
yang terus berkembang di Indonesia. Padahal saat ini sudah marak teknologi finansial (tekfin)
sebagai marketplace alternative untuk berinvestasi, seperti transaksi reksa dana yang bisa
diperdagangkan secara digital, sehingga para investor membutuhkan kepastian settlement
transaksi. Oleh karena itu, kelompok kami ingin memberikan saran kepada Pemerintah dan DPR
agar melakukan pembaharuan, harmonisasi, dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan di
bidang hukum pasar modal, khususnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal yang digunakan sebagai pedoman utama agar dapat mengikuti kebutuhan dan perubahan
industri pasar modal yang terus berkembang di Indonesia.

16
Daftar Pustaka

BUKU

Rechstaffen, Alan .N, Capital Markets, Derivatives, and the Law, New York:Oxford University
Press, 2009,

Ang, Robert. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Mediasoft Indonesia, 1997.
Anoraga, Pandji dan Panji Pakarti. Pengantar Pasar Modal. Cet. 3. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2008.
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Cet. 1. Jakarta:
Kencana, 2007.
Muttaqien, Dadan. Aspek Legal Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Safiria Insana Press,
2009.
Nasaruddin, Irsan. et. al. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Cet. 8. Jakarta: Prenamedia
Group, 2015.
Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 1997.

JURNAL
Fadlillah, Muhammad. “Konsep, Teori, dan Praktik Obligasi Syariah”. Jurnal Al-Iqtishad 2. Juli
2013.
Fadlan. “Obligasi Syariah: Antara Konsep dan Implementasinya”. Jurnal Iqtishadia 2. Desember
2014.
Kasanah, Herni Ruliatul dan Saparila Worokinasih. “Analisis Perbandingan Return dan Risk
Saham Syariah Dengan Saham Konvensional”. Jurnal Administrasi Bisnis 2. Mei
2018.
Putra, Bintang Pratama Buana dan Imron Mawardi. “Perbandingan Kinerja Reksadana Syariah di
Indonesia Menggunakan Metode Sharpe”. Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan
Terapan 9. September 2016.

SKRIPSI / TESIS

Lestari, Anita. “Peranan Notaris dalam Penerbitan Depository Receipt”. Tesis Magister
Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, 2012.

17
Muffida, Muthia. “Keberadaan Obligasi Syariah Dalam Pasar Modal Indonesia (Suatu Tinjauan
Yuridis Obligasi Syariah Subordinasi PT Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk.)”
Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2007.
Ningrum, Vinie Vidia. “Analisis Perkembangan Instrumen Syariah dalam Pasar Modal Indonesia
Tinjauan Kasus Indeks Syariah di BEJ.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia,
Depok, 2004.

INTERNET

Bursa Efek Indonesia. “Derivatif”. https://www.idx.co.id/produk/derivatif/. Diakses 1 April


2020.

Bursa Efek Indonesia. “Produk Syariah”. https://www.idx.co.id/idx-syariah/produk-syariah/.


Diakses 28 Maret 2020.

Bursa Efek Indonesia. “Saham”. https://www.idx.co.id/produk/saham/. Diakses 29 Maret 2020.


Bursa Efek Indonesia. “Surat Utang (Obligasi)”. https://www.idx.co.id/produk/surat-utang-
obligasi/. Diakses 1 April 2020.

Otoritas Jasa Keuangan. “Pasar Modal Syariah”. https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-


syariah/pages/pasar-modal-syariah.aspx. Diakses 28 Maret 2020.

18

S-ar putea să vă placă și