Sunteți pe pagina 1din 9

Jurnal Jurusan Keperawatan, Volume…., Nomor….

Tahun 2017, Halaman 1 – 10


Online di :http://ejournal-s1.undip.ac.id//

Gambaran Kualitas Hidup Orang Tua Anak dengan Sindrom


Down di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down
Syndrome (POTADS) Jakarta

Dita Citra Andini1), Artika Nurrahima2)


1) Mahasiswa Departemen Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
(email: ditacitraandini@gmail.com)
2) Staf Pengajar Divisi Jiwa dan Komunitas, Departemen Keperawatan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro (email: artikanurrahima@gmail.com)

ABSTRACT
Down Syndrome is a congenital disease that caused by abnormalities chromosome. The
abnormality effects children get developmental disorder, growth disorder and health
problems. This condition causes Down syndrome children have bigger dependence than
other normal children on their parents as the caregiver. The impact of this dependence
causes parents get stress, care burden and financial burden. The continuously condition
will cause parents face the change of life quality. The aim of this research is to find out
the parents’ life quality of down syndrome children Illustration in Yayasan POTADS
Jakarta. Descriptive method is used in this research with cross sectional approach.
Consecutive sampling is used as the sampling technique with the number of sample is
158 respondents. The criteria of the respondents is inclusion of Down syndrome
children’s parents, parents as the main caregiver by staying at the same house.
WHOQOL-BREF is used as the research instrument to measure life quality. The result of
this research shows the life quality average score physic domain (70,16), psychological
domain (70,09), social domain (66,45), environment domain (66,52). Parents can improve
social support by following POTADS activities such seminars and involve children to
informal school for explore their potential.

Keywords : Down syndrome, quality of life, parent


Bibliography : 80 (2000-2017)

ABSTRAK
Anak dengan sindrom down merupakan anak yang rentan mengalami masalah
kesehatan dan memiliki beberapa keterbatasan yang disebabkan karena kelainan
kromosom. Kondisi ini menyebabkan anak dengan sindrom down mempunyai
ketergantungan lebih besar dibandingkan anak normal lain khususnya pada orang tua
yang berperan sebagai caregiver. Dampak ketergantungan tersebut menyebabkan orang
tua mengalami stres, beban pengasuhan dan beban finansial. Kondisi yang terus
berkelanjutan akan menyebabkan orang tua mengalami perubahan kualitas hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup orang tua anak
dengan sindrom down di Yayasan POTADS Jakarta. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Teknik
sampling yang digunakan yaitu consecutive sampling dengan jumlah sampel 158
responden dengan kriteria inklusi orang tua anak dengan sindrom down, orang tua
sebagai caregiver utama dan tinggal serumah bersama anak serta aktif mengikuti
kegiatan POTADS. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup yaitu
WHOQOL-BREF. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata kualitas hidup domain
fisik (70,16) domain psikologis (70,09), domain sosial (66,45), domain lingkungan (66,52).
Agar dapat meningkatkan dukungan sosial yang diperoleh sebaiknya orang tua mengikuti
aktif mengikuti kegiatan POTADS seperti seminar dan pertemuan rutin dan mengikutkan
anaknya sekolah sehingga anak dapat menggali potensinya.
Kata kunci : sindrom down, kualitas hidup, orang tua
Daftar Pustaka : 80 (2000-2017)

Pendahuluan
Di Indonesia angka kejadian sindrom juga terus meningkat setiap
tahunnya. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melakukan survei
mengenai angka disabilitas usia anak 24-69 bulan. Hasil survei menunjukkan
bahwa persentase anak sindrom down berada diurutan ketiga dengan
persentase tahun 2010 sebesar 0,12% dan mengalami peningkatan menjadi 0,13
pada tahun 2013 (1).
Anak dengan sindrom down memiliki risiko lebih tinggi akan masalah
kesehatan dibandingkan dengan anak-anak normal. Masalah kesehatan yang
sering terjadi pada anak sindrom down yaitu gangguan pendengaran sebanyak
60-80% dan mengalami penyakit jantung kongenital atau bawaan sebanyak 40-
45%. (2). Penambahan kromosom juga menyebabkan anak sindrom down
mengalami keterlambatan perkembangan motorik sehingga menyebabkan anak
tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Keadaan inilah yang
mempengaruhi anak sindrom tidak dapat mencapai aspek kemandirian dan
membutuhkan serta ketergantungan kepada orang lain (3). Ketergantungan yang
dialami berupa ketergantungan fisik diantaranya anak mengalami kesulitan untuk
melakukan perawatan diri seperti makan, toileting, berpakaian, dan personal
hygiene sehingga orang tua perlu merawat dan membantu kebutuhan sehari-hari
(4).
Orang tua yang merawat anak dengan sindrom down bukan suatu hal
yang mudah dan menimbulkan beberapa permasalahan. Masalah yang umum
dihadapi yaitu kecemasan mengenai keterbatasi anak seperti kekhawatiran masa
depan anak, penolakan serta perlakukan negatif dari lingkungan sekitar (5).
Selain itu, orang tua merasa waktunya terbatas untuk bersosialisasi dan
berekreasi. Beban finansial juga menjadi masalah untuk orang tua yang memiliki
anak sindrom down, karena anak membutuhkan pengobatan untuk penyakit
bawaan atau anak perlu melakukan terapi agar mengurangi keterlambatan
tumbuh kembang (6). Dampaknya orang tua merasa kepercayaan dirinya
berkurang karena malu dan menyesal memiliki anak sindrom down (7). Dampak
yang paling umum terjadi pada orang tua yaitu orang tua mengalami stres.
Penelitian membuktikan bahwa tingkat stress orang tua yang memiliki anak
sindrom down masuk dalam golongan stres tinggi sebanyak 27 orang tua
(42,2%) (8). Stres yang berkelanjutan pada orang tua dapat menyebabkan orang
tua mengalami perubahan kualitas hidup (9).
Penelitian mengenai kualitas hidup orang tua dengan anak sindrom down
yang dilakukan oleh Oliveira & Limongi tahun 2011 menunjukkan bahwa domain
kesehatan lingkungan menjadi paling rendah dalam skor kualitas hidup (10).
Penelitian lain menunjukkan kualitas hidup domain psikologis pada ibu dengan
anak sindrom down mempunyai nilai paling rendah dibandingkan domain fisik,
sosial dan lingkungan (11). Kualitas hidup orang tua anak dengan sindrom down
mengalami penurunan di domain tertentu.
Hasil studi pendahuluan kepada 5 orang tua mengatakan mengalami
kesulitan dalam merawat anaknya. Mereka mengatakan merasa kelelahan
karena anak mudah sakit sehingga harus melakukan pemeriksaan. 3 dari 5
orang tua anak dengan sindrom down masih belum menerima kondisi anaknya. 2
dari 5 orang tua mengatakan beban ekonomi bertambah untuk keperluan rumah
sakit anak. 2 dari 5 orang tua mengatakan lebih banyak menghabiskan waktu di
rumah sakit sehingga tidak dapat menjalankan perannya sebagai istri dan ibu
untuk anak yang lain. 5 orang tua mengatakan sangat terbantu oleh berbagai
kegiatan dari yayasan. Orang tua mengatakan banyak mendapatkan informasi
mengenai penanganan untuk anaknya dan mereka merasa dengan berkumpul
dengan orang tua lain dengan nasib serupa dapat memberikan sumber kekuatan
bagi keluarga.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif.
Populasi dalam penelitian ini yaitu orang tua yang tergabung di Yayasan
POTADS Jakarta, yang berjumlah 243 orang. Pengambilan sampel
menggunakan teknik consecutive sampling dengan kriteria inklusi subjek yaitu
orang tua anak sindrom down, orang tua sebagai caregiver utama dan orang tua
yang tinggal serumah. Pada penelitian ini tidak ada responden yang masuk
kriteria eksklusi. Total sampel pada penelitian ini sebanyak 158 responden. Data
diambil dengan menggunakan instrumen penelitian kuesioner WHOQOL-BREF.
Instrumen ini telah dilakukan dan uji validitas dan uji reliabilitas yang memiliki
koefisien alpha sebesar 0,922. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Juli-
Agustus 2017. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dengan uji
statistik deskriptif.

Hasil Penelitian
A. Data Karateristik Responden
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Penghasilan
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)
Jakarta bulan Agustus 2017 (n=158)
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)
Pendidikan Terakhir
SMP 1 0,6 %
SMA 51 32,2 %
Perguruan Tinggi 106 67,1 %

Penghasilan
< UMP (Rp. 3.355.750,-) 39 24,7 %
> UMP (Rp. 3.355.750,-) 119 75,3 %
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 158 responden, orang tua yang lulus
perguruan tinggi sebanyak 106 responden (67,1%) sedangkan sebanyak 51
responden (32,3%) tingkat pendidikan SMA dan sebanyak 1 responden
(0,6%) memiliki tingkat pendidikan SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 158 responden, penghasilan keluarga selama sebulan > UMP (Rp.
3.355.750,-) yaitu akhir adalah perguruan tinggi sebanyak 119 orang
responden (75,3%) dan sebanyak 39 responden (24,7%) memiliki
penghasilan < UMP (Rp. 3.355.750,-).

B. Gambaran Kualitas Hidup orang tua anak dengan Sindrom Down di


Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)
Jakarta
Tabel 2. Distribusi Data Skor Kualitas Hidup Orang Tua Anak dengan
Sindrom Down Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down
Syndrome (POTADS) Jakarta Agustus (n=158)
Kualitas Hidup Mean SD Median Min-Max
Fisik 70,16 10,11 71,42 32-96
Psikologis 70,09 10,73 70,83 29-91
Sosial 66,45 13,06 66,67 33-100
Lingkungan 65,52 11,07 68,18 40-93
Tabel 2. Menunjukkan bahwa rata-rata skor kualitas hidup pada orang tua
anak sindrom down yang tertinggi yaitu pada domain fisik 70,16, standar
deviasi sebesar 10,11 dengan skor minimal 32 dan skor maksimal 96.
Sedangkan rata-rata skor terendah terdapat pada domain sosial 66,45,
standar deviasi 13,06 dengan skor minimal 40 dan skor maksimal 93.

C. Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Orang


Tua Anak dengan Sindrom Down di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak
dengan Down Syndrome (POTADS) Jakarta
Tabel 3. Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup
Orang Tua Anak dengan Sindrom Down Yayasan Persatuan Orang Tua Anak
dengan Down Syndrome (POTADS) Jakarta Agustus (n=158)
N Skor Rata-rata Domain N F Fisik Psikol Sosial Lingk
o Kualitas Hidup ogis unga
n
Karakteristik Responden
1 Tingkat Pendidikan
SMP 1 0,6 % 71,42 66,67 58,33 50,00
SMA 51 32,2 % 68,48 69,36 66,83 61,89
Perguruan Tinggi 106 67,1% 70,95 70,47 66,35 67,42
2 Penghasilan
< UMP (Rp. 3.355.750,-) 39 24,7 % 67,49 68,05 65,59 61,05
> UMP (Rp. 3.355.750,-) 119 75,3 % 71,03 70,76 66,73 66,99
Tabel 3 hasil tabulasi silang karakteristik rata-rata kualitas hidup orang tua
anak sindrom down didapatkan bahwa skor rata-rata kualitas hidup
berdasarkan tingkat pendidikan, orang tua yang lulus Perguruan Tinggi
mempunyai nilai rata-rata yang paling tinggi pada domain psikologis 70,95,
dan domain lingkungan 67,42. Orang tua yang lulus SMA mempunyai nilai
rata-rata yang paling rendah pada domain fisik 68,48 Kualitas hidup
menunjukkan orang tua dengan penghasilan > UMP (Rp.3.355.750,-)
mempunyai nilai rata-rata yang paling tinggi pada domain fisik 71,03, domain
psikologis 70,76, domain sosial 66,59 dan lingkungan 61,05. Sedangkan
orang tua yang memiliki penghasilan < UMP (Rp.3.355.750,-) mempunyai
nilai rata-rata domain fisik 67,49, psikologis 68,05, sosial 65,59 dan
lingkungan 61,05.
Pembahasan
Kualitas Hidup Domain Fisik Orang Tua Anak dengan Sindrom Down di
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)
Jakarta
Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor kualitas hidup domain
fisik mempunyai nilai tertinggi 70,16. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Abbasi pada tahun 2016 yang menunjukkan kualitas hidup ibu
yang memiliki anak down sindrom tertinggi pada domain fisik (69,50) (12).
Domain fisik orang tua anak sindrom down dipengaruhi oleh tingkat keterlibatan
orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari anak. Semakin rendah tingkat
ketergantungan anak maka semakin baik kondisi fisik orang tua (13). Orang tua
yang memiliki anak disabilitas memiliki waktu istirahat yang sedikit, karena waktu
orang tua di fokuskan untuk merawat dan memenuhi kebutuhan anak (10,13).
Selain itu, merawat anak dengan sindrom membutuhkan energi yang ekstra dan
menyebabkan orang tua mengalami kelelahan dan tidak memiliki waktu tidur
yang cukup. (14,15).
Penelitian ini menunjukkan bahwa orang memiliki kondisi fisik yang baik.
Hal tersebut dibuktikan dengan sebanyak 31,6% orang tua menjawab merasa
puas dengan dengan tidurnya. Orang tua menjawab “tidak sama sekali”
membutuhkan terapi atau bantuan medis sebanyak 48,1% dan sebagian orang
tua mampu melakukan mobilisasi dengan baik sebanyak 53,2% serta sebanyak
63,3% orang tua menjawab “sedikit” untuk rasa sakit fisik yang dialami.
Sebanyak orang tua menjawab “seringkali” memiliki energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Kondisi ini dipengaruhi oleh status kesehatan anak dan
masalah perilaku anak sindrom down lebih sedikit dibandingkan anak disabilitas
lain (13,14).
Faktor pendukung lain yang mempengaruhi kualitas hidup domain fisik
yaitu pendidikan dan pendapatan keluarga (15,16). Orang tua dengan tingkat
pendidikan Perguruan Tinggi memiliki nilai rata-rata lebih besar dibandingkan
dengan orang tua dengan tingkat pendidikan SMA. Orang tua yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi mengacu kepada kesempatan untuk mendapatkan
pekerjaan yang tidak memerlukan kemampuan fisik atau tenaga dan
membutuhkan waktu kerja yang penuh (17). Hal ini dapat mempengaruhi kondisi
fisik orang tua agar dapat tetap baik.
Sosio ekonomi berpengaruh pada status kesehatan orang tua. Penelitia
Xiong menemukan keluarga anak disabilitas memiliki beban finansial lebih besar
dibandingkan keluarga anak normal (18). Orang tua dengan anak disabilitas
memiliki beban finansial lebih tinggi karena harus menyediakan kebutuhan dasar
yang tergolong mahal (19). Pada responden penelitian ini, orang tua dengan
penghasilan > UMP (Rp.3.355.750,-) memiliki nilai rata-rata domain fisik lebih
tinggi dibandingkan responden yang memiliki penghasilan per bulan < UMP
(Rp.3.355.750,-). Mayoritas responden pada penelitian ini memiliki pengasilan
yang tergolong baik. Pendapatan yang baik akan mendukung orang tua untuk
mempertahankan kesehatan fisik (16).
Kualitas Hidup Domain Psikologis Orang Tua Anak dengan Sindrom Down
di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)
Jakarta
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata domain psikologis
memiliki nilai tertinggi kedua setelah domain fisik dengan mean 70,09. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Ivan tahun 2013 bahwa yang
menyebutkan bahwa nilai rata-rata domain psikologis kualitas hidup pada anak
disabilitas yaitu 74,20 (15). Domain psikologis dipengaruhi oleh strategi koping
yang digunakan orang tua. Strategi koping yang adaptif dapat menurunkan
tingkat stres pada orang tua anak dengan sindrom down (8). Orang tua anak
sindrom down biasanya menggunakan koping spiritual, mencari dukungan sosial
agar orang tua mendapatkan bantuan dan problem focused coping dengan cara
orang tua akan mencari infromasi mengenai kondisi anaknya dan berusaha
memberi pengobatan untuk anaknya seperti terapi rutin (20,21). Selain, itu orang
tua juga menggunakan strategi koping dalam bentuk emotional focused coping
dengan cara sabar, menerima serta menyesuaikan diri dengan kondisi anaknya
(22).
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 25,9% orang tua menjawab
tidak pernah memiliki perasaan negatif seperti kesepian, putus asa, cemas dan
depresi dan sebagian besar orang tua menjawab sangat sering dalam menikmati
hidup 60,1% dan sangat sering merasa hidupnya berarti 62,7%. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian Zahro tahun 2014 yang menyebutkan bahwa
sebanyak 57,8% orang tua memiliki tingkat stres yang rendah dikarenakan orang
tua menggunakan koping yang adaptif (8).
Faktor pendukung mempengaruhi kesehatan psikologis orang tua yaitu
tingkat pendidikan dan penghasilan (21,23). Responden dengan tingkat
pendidikan perguruan tinggi (70,52) memiliki nilai rata-rata lebih tinggi
dibandingkan tingkat pendidikan SMA (66,67). Hasil tersebut sesuai dengan
Kumar yang menyatakan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki
stres psikologis yang rendah dan kemampuan koping yang adaptif (23). Moawad
melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mencari bantuan
profesional sebagai kopingnya dan mencari informasi dengan mengikuti berbagai
pelatihan dan seminar terkait masalah anaknya sehingga orang tua sebagai
caregiver dapat memberikan perawatan dan fasilitas yang diperlukan untuk
mempertahankan kondisi anak (21). Hal ini dapat membantu orang tua
mempertahankan kualitas hidupnya. Orang tua dengan penghasilan > UMP
(Rp.3.355.750,-) memiliki nilai lebih tinggi dengan nilai rata-rata 70,12
dibandingkan < UMP (Rp.3.355.750,-) yang memiliki nilai rata-rata 66,12. Hasil
penelitian ini konsisten dengan Moawad yang menyatakan bahwa orang tua
dengan anak berkebutuhan khusus yang memiliki pendapatan yang tergolong
mencukupi, relatif menggunakan strategi koping yang adaptif dalam menghadapi
dan merawat anaknya (21). Hal tersebut dapat membantu orang tua untuk
mempertahankan kualitas hidup.
Kualitas Hidup Domain Sosial Orang Tua Anak dengan Sindrom Down di
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)
Jakarta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa domain sosial mempunyai rata-rata
terendah yaitu 66,45. Hasil penelitian ini sesuai dengan Oliveira yang
menyebutkan bahwa orang tua dengan anak disabilitas memiliki rata-rata rendah
pada domain sosial (10).
Faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas hidup domain sosial yaitu
masih besarnya stigma negatif yang ada di masyarakat terhadap anak sindrom
down (20,24). Hal tersebut menyebabkan orang tua merasa tertekan, terutama
ketika anak-anak mereka menunjukkan perilaku yang tidak terduga di depan
umum seperti berteriak. Untuk menghindari rasa malu tersebut, seringkali orang
tua menarik diri dari kegiatan sosial sehingga memiliki jaringan sosial yang
terbatas (25,26). Hal tersebut yang menjadi faktor orang tua memperoleh
dukungan sosial yang rendah (25).
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 37,3% orang tua merasa
biasa-biasa saja dengan dukungan yang diperoleh dari teman. Beberapa orang
tua menghindari untuk bersosialisasi dengan kerabat atau teman dekat
dikarenakan orang tua merasa takut akan respon dari kerabat atau temen dekat
yang tidak mengerti atau menerima dengan kondisi anaknya yang berbeda
dengan anak normal lain (25).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 41,8% orang tua
menjawab biasa-biasa saja dengan hubungan personal mereka. Orang tua anak
disabilitas menghabiskan lebih banyak waktunya untuk merawat dan
memberikan pengobatan atau terapi untuk anaknya sehingga orang tua memiliki
waktu yang terbatas untuk beraktivitas sosial (26,27). Hal ini berdampak
menurunnya domain sosial kualitas hidup pada orang tua.
Adapun penyebab kualitas hidup domain sosial pada orang tua anak
sindrom tergolong baik dikarenakan orang tua memperoleh dukungan sosial
yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 49,4% orang tua
merasa puas dengan hubungan sosialnya. Sebanyak 41,8% orang tua juga
merasa puas terhadap dukungan yang diperoleh dari teman. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Shabrina tahun 2014 yang menyebutkan dukungan
sosial yang diberikan yayasan POTADS sudah tergolong baik. (28). Ditambah
hasil studi pendahuluan kepada 5 orang tua yang mengatakan bahwa sangat
terbantu dengan tergabung di Yayasan POTADS.
Orang tua yang aktif mengikuti pertemuan akan mendapatkan informasi
karena dalam pertemuan akan terjadi pertukaran informasi antara orang tua.
Selain itu, orang tua juga akan merasakan bahwa mereka tidak sendiri karena
ada orang tua lain yang merasakan kondisi yang serupa sehingga hal ini akan
menjadi motivasi tersendiri bagi orang tua sekaligus orang tua memperoleh
dukungan sosial. Sebaliknya, orang tua yang tidak aktif mengikuti kegiatan di
yayasan tidak mendapatkan dukungan sosial dari sesama orang tua anak
dengan sindrom down (28).
Kualitas Hidup Domain Lingkungan Orang Tua Anak dengan Sindrom Down
di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)
Jakarta
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor kualitas hidup orang tua anak
dengan sindrom domain lingkungan tergolong rendah yaitu 65,51. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rata-
rata skor kualitas hidup domain lingkungan pada ibu anak sindrom down memiliki
skor rendah yaitu 65,09 (12). Kondisi tersebut disebabkan karena orang tua
memiliki keterbatasan waktu untuk bersantai sehingga kesempatan orang tua
untuk berekreasi berkurang (26). Ditambah beban ekonomi yang meningkat
dikarenakan orang tua harus mengeluarkan biaya untuk terapi medis serta biaya
transportasi ke layanan kesehatan.
Domain lingkungan rendah juga disebabkan oleh ketersediaan informasi
yang tergolong kurang untuk anak sindrom down sehingga orang tua sulit untuk
mendapatkan informasi mengenai kondisi anaknya (29). Selain itu, keamanan
lingkungan juga mempengaruhi karena orang tua seringkali merasa khawatir
apabila anaknya mendapatkan perilaku yang kurang baik dari orang lain dan
lingkungan sekitar (27). Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebanyak 19,6 %
orang tua memiliki waktu yang sedikit untuk berekreasi. Orang tua juga
merasakan beban ekonomi, sesuai dengan jawaban kuesioner yang didapat
bahwa orang tua memiliki cukup uang untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari
sebanyak 40,5%. Selain itu, sebanyak 37,3% orang tua menjawab cukup aman
dengan lingkungan kehidupannya sehari-hari. Hal juga disebabkan karena di
Indonesia aksesibilitas anak berkebutuhan khusus dalam segi pendidikan dan
fasilitas umum yang tersedia masih relatif terbatas (30,31).
Faktor karakteristik responden seperti tingkat pendidikan dan penghasilan
juga berpengaruh pada domain lingkungan (10). Responden berdasarkan tingkat
pendidikan, orang tua yang lulus perguruan tinggi memiliki nilai rata-rata lebih
tinggi yaitu 68,37 dibandingkan dengan orang tua yang lulus SMA. Tingkat
pendidikan merujuk kepada jenis pekerjaan dan besar penghasilan (32). Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang tua dengan penghasilan > UMP
(Rp.3.355.750,-) mempunyai nilai rata-rata domain lingkungan lebih tinggi yaitu
67,83 dibandingkan orang tua dengan penghasilan < UMP (Rp.3.355.750,-) yang
memiliki nilai rata-rata 67,83. Apabila dikaji lebih dalam, orang tua yang memiliki
pendidikan yang tinggi dengan penghasilan yang tinggi mempunyai koping yang
adaptif dan memiliki kesempatan untuk berekreasi lebih besar sehingga dapat
berdampak positif pada kualitas hidup domain lingkungan (21,23).
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kualitas hidup orang tua anak dengan sindrom down di
Yayasan POTADS Jakarta memiliki skor rata-rata terendah pada domain sosial.
Orang tua diharapkan lebih aktif mengikuti kegiatan POTADS untuk memperoleh
dukungan sosial dari sesama orang tua dan mendapatkan informasi dari tenaga
profesional melalui seminar yang diadakan yayasan sehingga orang tua
mengetahui cara merawat anak sindrom yang baik dan diharapkan dengan
meningkatnya pengetahuan orang tua dapat menggali potensi dan bakat yang
dimiliki anak dengan sindrom down.
Daftar Pustaka
1. Mujjadid. Situasi Penyandang Disabilitas. Buletin Jendela Data Informasi
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta; 2014.
2. World Health Organization (WHO). Genes and Human Disease. World Health
Organization. World Health Organization; 2010.
3. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. 1st ed. Jakarta: EGC; 1995. 211-220 p.
4. Aryanti FD. Gambaran Tingkat Kemandirian dalam Pemenuhan Aktivitas Sehari-
hari pada Anak dengan Sindrom Down Usia Sekolah dan Remaja di Kota Depok.
Univesitas Indonesia; 2013.
5. Ghoniyah Z, Savira SI. Gambaran Psychological Well Being pada Perempuan
yang Memiliki Anak Down Syndrome. Character J Penelit Psikol. 2015;3(2):2015.
6. Lin J-D, Hu J, Yen C-F, Hsu S-W, Lin L-P, Loh C-H, et al. Quality of life in
caregivers of children and adolescents with intellectual disabilities: Use of
WHOQOL-BREF survey. Res Dev Disabil. 2009;30(6):1448–58.
7. Skotko BG, Levine SP, Goldstein R. Having a Son or Daughter with Down
Syndrome: Perspectives from Mothers and Fathers. Am J Med Genet A.
2011;155A(10):2335–47.
8. Saadah A, Zahro A. Stres Orang Tua yang Memiliki Anak Down Syndrome. J
Keperawatan Univ Indones. 2014;2:1–5.
9. Wayne DO, Krishnagiri S. Parents’ Leisure: The Impact of Raising a Child with
Down Syndrome. Occup Ther Int. 2005;12(3):180–94.
10. Oliveira EDF, Limongi SCO. Quality of Life of Parents/Caregivers of Children and
Adolescents with Down Syndrome. J Soc Bras Fonoaudiol. 2011;23(4):321–7.
11. Buzatto L, Beresin L. Quality of Life of Parents with Down Syndrome Children.
Einstein. 2008;6(2):175–81.
12. Abbasi S, F S, T HSNF, J AM, Poursadoghi. Evaluation of Quality of Life in
Mothers of Children with Down Syndrome. J Pract Clin Psychol. 2016;4(2):81–8.
13. Bourke J, Ricciardo B, Bebbington A, Aiberti K, Jacoby P, Dyke P, et al. Physical
and Mental Health in Mothers of Children with Down Syndrome. J Pediatr.
2008;153(3):320–6.
14. Majd MA, Sareskanrud MK. A comparative Study of Quality of Life between
Parents of Children with Down syndrome and Parents of Normal Children. Tech J
Eng Appl Sci. 2012;2:74–8.
15. Gomez INB, Gomez MGA. Quality of Life of Parents of Filipino Children with
Special Needs. Educ Q. 2013;71(2):42–58.
16. Nilkambar S, Raithatha S, Panchal D. A Qualitative Study of Psychosocial
Problems among Parents of Children with Cerebral Palsy Attending Two Tertiary
Care Hospitals in Western India. ISRN Fam Med. 2014;2014(1):1–6.
17. Edgerton JD, Below LWRS Von. Education and Quality of LIfe. New York:
Springer Science; 2011. 265-296 p.
18. Xiong N, Yang L, Hou J. Investigation of Raising Burden of Children with Autism,
Physical Disability and Mental Disability in China. Dev Disabil. 2011;32(1):306–11.
19. Davis E, Shelly A, Waters E, Boyd R. The Impact of Caring for a Child with
Cerebral Palsy: Quality of Life for Mothers and Fathers. Child Care, Heal Dev.
2010;36(1):63–73.
20. Magnawiyah MS. Strategi Koping Orang Tua Pada Anak yang Menderita Sindrom
Down di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta Lebak Bulus. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2014.
21. Moawad A. Coping Strategies of Mothers having Children with Special Needs. J
Biol Agric Healthc. 2012;2(12):77–84.
22. Triana N. Stres dan Koping Keluarga dengan Anak Tunagrahita di SLB C dan SLB
C1 Widya Bhakti Semarang. Universitas Diponegoro; 2010.
23. Kumar GV. Psychological Stress and Coping Strategies of the Parents of
Menatally Challenged Children. J Indian Acad Appl Psychol. 2008;34(2):227–31.
24. Mangunsong F. Psikologi & Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ( Jilid 1 ).
Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan; 2009.
25. Yuen Shan Leung C, Wai Ping Li-Tsang C. Quality of Life of Parents who have
Children with Disabilities. Hong Kong J Occup Ther. Elsevier; 2003;13(1):19–24.
26. Ayrault E. Beyond a Physical Dissability: A Person Withing: A Practical Guide.
New York: The Continuum International Publishing Group; 2001.
27. Keller D, Honig AS. Maternal dan Paternal Stress in Families with School-Aged
Children with Disabilities. Am J Orthopsychiatry. 2004;74(3):227–348.
28. Putri SDP. Dukungan Sosial Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down
Syndrome (POTADS) Kepada Para Orang Tua Anak Down Syndromen.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2014.
29. Sari HY, Baser G, Turan JM. Experiences of Mothers of Children with Down
Syndrome. Pediatr Nurs. 2006;18(4):30–4.
30. Tamba J. A Juridical Study Toward Indonesia Disabilities Right for Public Service
Accessibility According to Law No. 8 Year 2016. Indones J Disabil Stud.
2017;4(1):63–8.
31. Khakim A Al, Prakosha D, Himawanto D. Aksesibilitas Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus dalam Lingkup Pendidikan Sekolah Inklusi di Karisidenan Surakarta.
Indones J Disabil Stud. 2017;4(1):16–8.
32. Patti F, Pozzilli C, Montanari E, Pappalardo A, Piazza L, Levi A, et al. Effects of
Education Level and Employment Status on HRQOL in Early Relapsing-Remitting
Multiple Sclerosis. Mult Scler. 2007;13(6):783–91.

S-ar putea să vă placă și