Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Abstract
Indonesia is a country that has a variety of tribes, culture, language, traditions,
arts, way of life and even the diversity of religions. Religion as an important
element that regulates, binding and control the society with values has the
distinction of the concept. Sense of responsibility in the religions to defend and
maintain the value of their respective religions, when met with the familiar
differences and opinions without grounded with good understanding, could trigger
disputes and conflicts between people of religion. The religion accused of being
the cause of splits that occur in Indonesia. Through with this article, the author
wants to describe about the conflicts that occur in Indonesia. To analyze the
factors that become the cause of conflict. From the results of the study showed
that the conflicts that occur in general due come from within and outside of the
religion itself, as a factor of social, economic, and even political. Truth claims and
the doctrine of jihad adding by wrong understood to indicate that a believer may
have been stuck in their dogma. Then grow a shallow interpretation without
backing up adequate intellectual attitude coupled with the excessive fanaticism.
The differences there are good feelings, dissent from the background, interests and
changes in value that occurs, when addressed with professional, rational and cool
head, it will not cause a troubling conflict and detrimental to many people. Then
in an attempt to help minimize the occurrence of conflicts, the Government plays
an important role in making the wisdom which is not leaning on one of the parties.
Thus, the harmony and peace in a plural society can be realized.
Keyword: Conflict, People of Religion, Sosiology of Religion, Problem, Religion
Abstrak
Indonesia merupakan negara yang memiliki kemajemukan suku, budaya, bahasa,
tradisi, kesenian, cara hidup dan bahkan agama yang beranekaragam. Agama
sebagai elemen penting yang mengatur, mengikat dan mengontrol masyarakat
dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya memiliki perbedaan konsep. Rasa
tanggung jawab para pemeluk agama untuk membela dan menjaga nilai agama
mereka masing-masing, apabila bertemu dengan perbedaan-perbedaan paham dan
pendapat tanpa dilandasi dengan pemahaman yang baik dapat memicu
perselisihan dan konflik antar umat beragama. Agamapun dituduh menjadi sebab
terjadinya perpecahan yang terjadi di Indonesia. Melalui dengan artikel ini,
penulis ingin mendeskripsikan mengenai konflik yang terjadi di Indonesia. Untuk
kemudian menganalisa faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Dari hasil
pengkajian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi pada umumnya dikarenakan
berasal dari dalam maupun luar agama itu sendiri, seperti faktor sosial, ekonomi,
1
dan bahkan politik. Klaim kebenaran dan doktrin jihad yang salah dipahami
menunjukkan bahwa suatu penganut telah terjebak dalam dogma. Kemudian
menumbuhkan intepretasi yang dangkal tanpa back up intelektual yang memadai
ditambah dengan sikap fanatisme yang berlebihan. Perbedaan-perbedaan yang ada
baik dari perbedaan pendapat perasaan, latar belakang, kepentingan dan
perubahan nilai yang terjadi, apabila disikapi dengan profesional, rasional dan
kepala dingin, maka tidak akan menimbulkan konflik yang meresahkan dan
merugikan banyak orang. Maka dalam upaya untuk membantu meminimalisir
terjadinya konflik, pemerintah berperan penting dalam pengambilan
kebijaksanaan yang tidak condong pada salah satu pihak. Dengan demikian,
keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat yang plural dapat terwujud.
Kata Kunci: Konflik, Umat Beragama, Sosiologi Agama, Problem, Agama
Pendahuluan
1
Abu Hapsin, dkk., 2014, “Urgensi Regulasi Penyelesaian Konflik Umat Beragama:
Perspektif Tokoh Lintas Agama”, dalam Wali Songo, Vol. 22, Nomor 2, Institut Agama Islam
Negreri Wali Songo, November, 325
2
berlebihan pada masing-masing penganut agama tersebut. 2 Maka kedua rasa yang
dimiliki penganut agama tersebut yang nantinya dapat memicu konflik yang
terjadi antar umat beragama khususnya di Indonesia. Mereka tidak ingin agama
yang mereka junjung tinggi dihina ataupun disakiti oleh pihak lain hingga pada
taraf berburuk sangka terhadap umat agama lain.
Konflik yang ada dalam umat beragama tak ayal menjadi sesuatu yang
amat pelik untuk diselesaikan karena beberapa hal. Pertama, menguatnya
fundamentalisme, radikalisme bahkan terorisme di tanah air. Kedua, kedewasaan
beragama belum optimal ditambah dengan rendahnya peran serta masyarakat
dalam menciptakan kerukunan intern dan antar umat beragama. Ketiga, belum
adanya undang-undang organik yang berfungsi sebagai pelaksanaan dari pasal 29
UUD Negara Republik Indonesia. Keempat, kegamangan pemerintah dalam
menegakkan hukum di masyarakat apabila terjadi konflik bernuansa agama.4
2
Taufiqurrahman, Kerukunan dalam Beragama, Makalah, Seminar Kerukunan Umat
Beragama di MUI Jawa Tengah, 8-9 November 2013, 3
3
Suwarsih Warnaen, Stereotip Etnik Suatu Bangsa Multi Etnik, (Jakarta: tp., 1979), hlm.
457
4
Abu Hapsin, dkk., ”Urgensi Regulasi Penyelesaian Konflik ...”, hlm. 325
3
di pihak lain, justru yang terjadi adalah sebaliknya yaitu munculnya ekskusivat
keberagaman dalam kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk.
Tinjauan Konflik
Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial,
sehingga konflik bersifat inheren. Ini artinya konflik akan senantiasa ada dalam
setiap ruang dan waktu, dimana dan kapan saja, tidak dapat dihindari
kemunculannya. Dalam pandangan ini, masyarkat merupakan arena konflik atau
arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu,
konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selaly mengisi setiap
kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah
adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidupan
sosial tidak ada satupun manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari
unsur jenis, etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan dan sebagainya. Dari
konflik yang ada beberapa diantaranya ada yang dapat diselesaikan, akan tetapi
ada pula yang tidak dapat terselesaikan sehingga menimbulkan beberapa aksi
kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik
sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang kecil hingga
peperangan. Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang
berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.5
4
perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian
kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisisr atau dilangsungkan atau
dieliminir saingannya.6
5
proses bertemunya dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang relatif
sama terhadap hal yang sifatnya terbatas. Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik
itu dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan
eksistensi. Akan tetapi juga bertujuan sampai ke taraf pembinasaan eksistensi
orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.
Dari konflik-konflik yang terjadi saat ini sebenarnya dapat terbagi menjadi
dalam dua tipe, yaitu konflik vertikal dan horizontal. Koflik vertikal merupakan
konflik yang didasarkan ide komunitas tertentu yang dihadapkan kepada
penguasa. Sedangkan konflik horizontal adalah konflik yang terjadi antar
komunitas dalam masyarakat akibat banyak aspek. Misalnya komunitas lain yang
11
Faisal Ismail, Islam Idealitas Ilahiyah dan Realitas Insaniyah, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yigya, 1999), 193
12
Muhammad Imarah, Islam dan Pluralitas (Perbedaan dan Kemajemukan dalam
Bingkai Persatuan), (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 11
13
Hamdan Daulay, Dakwah di Tengan Persoalan Budaya dan Politik, (Yogyakarta: Lesti,
2001), 137
6
dianggap mengancam kepentingan, nilai-nilai, cara hidup dan identitas
kelompok.14
Di dalam koflik antar agama itu sendiri, muncul tindakan yang justru
bertentangan dengan ajaran agama. Dikarenakan emosi yang tidak dapat
terkendali sehingga dengan mudahnya mereka bertindak anarki dan tidak rasional
diluar ajaran agama. Jika dikaitkan antara ajaran agama dan tingkah laku umat
yang membakar tempat ibadah dan membunuh sesama umat sungguh sangatlah
14
Stev Koresy Rumagit, 2013, “Kekerasan dan Diskriminasi Antar Umat Beragama di
Indonesia”, dalam Jurnal Lex Administratum, Vol. 1, No. 2, Januari-Maret, 57
15
Nawari Ismail dan Muhaimin AG, Konflik Umat Beragama dan Budaya Lokal, Lubuk
Agung, 2011
16
Marsudi Utoyo, 2016, “Akar Masalah Konflik Keagamaan di Indonesia”, dalam Jurnal
Lex Librum, Vol. 3, No. 1, Desember, 369
7
kontroversional. Padahal semua agama mengajarkan betapa penting dan urgen
suatu kedamaian dan kerukunan. Kalaupun terjadi konflik antar umat beragama,
maka bukanlah ajaran agamanya yang salah, tetapi umat beragamanya yang
sempit dalam memahami ajaran.
Juga konflik yang terjadi antara umat Islam dan Kristiani di Bogor,
kiranya sudah bukan murni lagi masuk dalam ranah agama. Ia kemudian
berkembang menjadi permasalahan politik. Konflik tersebut diawali dengan
17
Khotimah, 2011, “Dialog dan Kerukunan Antar Umat Beragama”, dalam Jurnal
Ushuluddin, Vol. 17, No. 2, Juli, 215
18
Konflikposo.blogspot diakses pada 22 April 2018
8
protes sebagian umat Islam dari forum ulama dan ormas Islam se-Bogor atas
dibangunnya GKI Yasmin yang telah berdiri sejak tahun 2000. Yang kemudian
izinnya dibekukan oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamana Bogor, Yusman
Yopi. Protes terjadi karena penggugat menyebut pihak Gereja telah memalsukan
tanda tangan dukungan warga soal bangunan pada tahun 2006.
19
Marzuki, “Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia dan Alternatif Pemecahannya,
hlm. 3
9
tersebut bukanlah faktor agama, tetapi merupakan faktor sikap yang ditunjukan
oleh umat atau penganut agama.20
10
Menurut Firdaus M. Yunus, ada 2 faktor yang menyebabkan konflik antar
umat beragama, yaitu: 1) Klaim Kebenaran (Truth Claim). Masing-masing agama
memiliki ajaran yang dianggap benar oleh para pengikut dan pemeluknya. Namun
masing-masing dari tiap individu memiliki penafsiran yang berbeda satu dengan
lainnya. Bahkan dalam intern agama itu sendiri terkadang memiliki beberapa beda
pendapat. Bagi pengikut suatu agama yang sangat fanatis, kekurang pahaman
dalam mengintepretasikan agama inilah yang kemudian melahirkan bentuk
paksaan untuk menerima kebenaran kepada orang yang bahkan berbeda agama.
Hal tersebut didukung dengan adanya kekurang pahaman dalam menolerir
keberadaan agama lain; 2) Doktrin Jihad. Dalam kasus ini, teks-teks dalam agama
disalah artikan menjadi suatu kewajiban yang harus diemban oleh tiap
pengikutnya dan bersifat wajib, bahkan sampai pada taraf kafir ataupun murtad.
Ajaran agama memang doktrin, dan agama memberikan kebebasan dalam
menafsirkannya. Namun yang kemudian terjadi adalah kekerasan yang mengatas
namakan Tuhan dan agama. Padahal, kekerasan tidak dibenarkan dalam ajaran
manapun.22 Maka sekali lagi, dogma dan ajaran agam dikambing hitamkan dengan
kesalahan dalam pemahaman dan intepretasi pemeluknya sendiri.
22
Firdaus M. Yunus, 2014, “Konflik Agama di Indonesia Problem dan Solusi
Pemecahannya”, dalam Jurnal Substansia Vol. 16, No. 2, Oktober, 220-221
23
Ahmad Riyadi dan Hendris, 2016, “Konflik Antar Agama dan Intra Agama di
Indonesia”, dalam Jurnal Sosiologi Reflektif, Vol. 10, No.2, April 2016, 201
11
Hal senada juga seperti yang dikemukakan oleh St. Aisyah BM, konflik
sosial dalam masyarakat menjadi keniscayaan yang bisa disebabkan karena
beberapa faktor seperti: 1) Perbedaan pendirian atau perasaan individu.
Globalisasi komunikasi informasi memberi pengaruh luar biasa kepada cara
pandang, perasaan bahkan keputusan-keputusan seseorang. Perbedaan ini akan
mampu menyulut konflik apabila tidak dinegosiasikan dengan baik. 2) Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Perbedaan nilai-nilai kebudayaan ini dapat memicu timbulnya konflik. 3)
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, baik menyangkut politik,
ekonomi, sosial, budaya atau agama, juga berpotensi konflik. 4) Perubahan-
perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.24
Penutup
24
St. Aisyah BM, 2014, “Konflik Sosial dalam Hubungan Antar Umat Beragama”, dalam
Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15, No. 2, Desember, 195-196
25
Rini Fidiyani, 2013, “Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Belajar Keharmonisan
dan Toleransi Umat Beragama di Desa Cikakak, Kec. Wangon, Kab. Banyumas)”, dalam Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 13, No. 3, September, 470
12
Setelah pembahasan panjang mengenai konflik yang terjadi di Indonesia,
penulis menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan potret konflik antar
umat beragama di Indonesia. Bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki
kemajemukan hampir disetiap lini kehidupan tidak lepas dari adanya konflik,
khususnya yang terjadi di kalangan umat beragama, baik bersifat intern maupun
antar mereka. Hal tersebut merupakan gejala sosial yang lumrah terjadi di
masyarakat yang plural. Namun, yang menjadi permasalahan adalah apabila
konflik-konflik tersebut tak kunjung menuai penyelesaian dan mufakat antar umat
beragama. Dimana dalam kondisi terburuknya dapat mengakibatkan terjadinya
perpecahan di Indonesia, dan bahkan peperangan yang mampu memakan banyak
korban jiwa.
Dalam hal ini, banyak sekali pendapat baik dari kalangan agamawan itu
sendiri maupun pengamat dan cendikiawan yang berusaha menyumbangkan
gagasan mengenai faktor-faktor yang menimbulkan ketegangan dan konflik.
Karena dengan memahammi faktor yang menjadi pemicu, dapat meminimalisir
terjadinya konflik dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan demi kemaslahatan banyak orang.
Adapun faktor penting yang dapat memicu konflik berasal dari dalam
maupun luar agama itu sendiri, seperti faktor sosial, ekonomi, dan bahkan politik.
Klaim kebenaran dan doktrin jihad yang salah dipahami menunjukkan bahwa
suatu penganut telah terjebak dalam dogma. Kemudian menumbuhkan intepretasi
yang dangkal tanpa back up intelektual yang memadai ditambah dengan sikap
fanatisme yang berlebihan. Karena seharusnya perbedaan-perbedaan yang ada
baik dari perbedaan pendapat perasaan, latar belakang, kepentingan dan
perubahan nilai yang terjadi, apabila disikapi dengan profesional, rasional dan
kepala dingin, maka tidak akan menimbulkan konflik yang meresahkan dan
merugikan banyak orang. Maka dalam upaya untuk membantu meminimalisir
terjadinya konflik, pemerintah berperan penting dalam pengambilan
kebijaksanaan yang tidak condong pada salah satu pihak. Dengan demikian,
keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat yang plural dapat terwujud.
Daftar Pustaka
13
Hapsin, Abu dkk. 2014. “Urgensi Regulasi Penyelesaian Konflik Umat
Beragama: Perspektif Tokoh Lintas Agama” dalam Wali Songo. Vol. 22
No. 2. Institut Agama Islam Negreri Wali Songo, November.
Riyadi, Ahmad dan Hendris. 2016. “Konflik Antar Agama dan Intra Agama di
Indonesia” dalam Jurnal Sosiologi Reflektif. Vol. 10 No.2, April
Balai Pustaka. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta
dan Gejala Permasalah Sosial Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Soekanto, Soejono. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Warnaen, Suwarsih.1979. Stereotip Etnik Suatu Bangsa Multi Etnik. Jakarta: tp.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005, hlm. 68
Ismail, Faisal. 1999. Islam Idealitas Ilahiyah dan Realitas Insaniyah, Yogyakarta:
Tiara Wacana Yigya.
Rumagit, Stev Koresy, 2013. “Kekerasan dan Diskriminasi Antar Umat Beragama
di Indonesi” dalam Jurnal Lex Administratum. Vol. 1 No. 2, Januari-Maret.
14
Ismail, Nawari dan Muhaimin AG. 2011. Konflik Umat Beragama dan Budaya
Lokal. Lubuk Agung
Khotimah. 2011. “Dialog dan Kerukunan Antar Umat Beragama” dalam Jurnal
Ushuluddin. Vol. 17 No. 2, Juli.
BM, St. Aisyah. 2014. “Konflik Sosial dalam Hubungan Antar Umat Beragama”
dalam Jurnal Dakwah Tabligh. Vol. 15 No. 2, Desember.
15