Sunteți pe pagina 1din 8

Shifa,M.dkk.

Hubungan Status Gizi dengan…

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KETAHANAN


TERHADAP ISPA NON-PNEUMONIA PADA BALITA DI
PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

Mutiara Shifa1, Syamsul Arifin2, Ida Yuliana3


1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas lambung Mangkurat Banjarmasin
2
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
3
Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin

Email korespondensi: bk.fkunlam@gmali.com

Abstract: Puskesmas Pekauman was public health care that had highest Acute Respiratory
Infection (ARI) score in Banjarmasin, it was 427 cases of pneumonia ARI and 3.531 cases
of non-pneumonia ARI, with many case happened in children under five years old (12-59
m.o). Nutrition status was one of many factor that affecting resistance of non-pneumonia ARI
in children under five years old. This study was aimed to determine the correlation between
nutritional status with resistance of non-pneumonia ARI in children under five years old (12-
59 m.o) at Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Design of this study was observational
analytic with cross sectional study. Samples obtained with systematic random sampling were
50 children under five years old. The result of this research were nutritional status of 36%
children under five years old were good, 64% were below standard, 32% children under five
years old had resistance of non-pneumonia ARI, and 68% had not resistancy. Among
variables was then analyzed using chi-square test. The conclusion was significant correlation
found between nutritional status with resistency of non-pneumonia ARI in children under five
years old (12-59 m.o) at Puskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0,007). Children under five
years old with good nutrional status had resistancy 5 times greater than children under five
years old with below standard nutritional status.

Keywords: Non-pneumonia ARI, nutritional status

Abstrak: Puskesmas Pekauman merupakan puskesmas dengan angka kejadian ISPA


tertinggi di Kota Banjarmasin, terdiri dari 427 kasus ISPA pneumonia dan 3531 kasus
ISPA non pneumonia, dengan jumlah penderita terbanyak berada pada kisaran umur
12-59 bulan. Status gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan balita
terhadap ISPA non-pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status
gizi dengan ketahanan terhadap ISPA non-pneumonia pada balita (12-59 bulan) di Puskesmas
Pekauman Banjarmasin. Rancangan penelitian yang digunakan adalah observasional analitik
dengan pendekatan cross-sectional. Sampel diperoleh melalui teknik systematic random
sampling dengan jumlah 50 orang. Hasil penelitian didapatkan 36% balita status gizi kurang,
64% balita status gizi baik, 32% balita tidak memiliki ketahanan, dan 68% balita memiliki
ketahanan terhadap ISPA non-pneumonia. Analisis data hasil penelitian menggunakan uji

263
Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 2016:263-270

statistik chi-square. Kesimpulan penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna antara
status gizi dengan ketahanan balita (12-59 bulan) terhadap ISPA non-pneumonia di
Puskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0,007). Balita (12-59 bulan) di Puskesmas Pekauman
Banjarmasin dengan gizi baik memiliki ketahanan terhadap ISPA non-pneumonia 5 kali
lebih besar dibandingkan balita (12-59 bulan) dengan gizi kurang.

Kata-kata kunci: ISPA non-pneumonia, status gizi

264
Shifa,M.dkk. Hubungan Status Gizi dengan…

PENDAHULUAN gizi merupakan faktor yang paling


Infeksi Saluran Pernafasan Akut berpengaruh dibandingkan faktor
(ISPA) merupakan salah satu penyebab lainnya. Balita merupakan kelompok
kematian utama pada anak usia bawah usia yang masih rentan dengan
lima tahun (balita) di dunia.1 World permasalahan kesehatan dan gizi. Status
Health Organization (WHO) gizi diyakini dapat mempengaruhi sistem
memperkirakan insidensi ISPA di negara imun seseorang, terutama balita. Status
maju berkisar 5 juta jiwa (0,05%), gizi buruk dapat menyebabkan
sedangkan di negara berkembang kerusakan mukosa yang bertugas sebagai
mencapai 151 juta jiwa (0,29%).2 Di sistem imunitas primer, sehingga
Indonesia, ISPA mencapai 13,8% kasus.1 meningkatkan resiko terjadinya
Kasus ISPA di Indonesia paling banyak penyakit.7,8
menyerang anak usia 12-59 bulan Penyakit ISPA dapat dinilai
dengan prevalensi 25,8%.3 menggunakan tiga variabel utama, yaitu
Prevalensi kejadian ISPA di episode, frekuensi, dan ketahanan
Kalimantan Selatan menurut data riset terhadap ISPA. Episode adalah jumlah
kesehatan dasar (riskesdas) 2013, tidak hari sakit sesuai dengan definisi sakit
banyak mengalami perubahan dari ISPA, diawali dengan munculnya
dibandingkan riskesdas 2007, yaitu gejala klinis sampai sembuh secara
sekitar 29-30%.3 Berdasarkan laporan subyektif maupun obyektif.9 Frekuensi
tahunan dinas kesehatan (dinkes) Kota adalah jumlah (seberapa sering) kejadian
Banjarmasin di peroleh cakupan balita seorang terserang ISPA.10 Sedangkan,
(12-59 bulan) penderita ISPA pada awal ketahanan adalah kemampuan sistem
tahun 2012–2014 mencapai 34.114 imun yang dimiliki tubuh seorang dalam
kasus, terbagi atas 3896 kasus mengatasi ISPA.11 Ketahanan sangat
pneumonia dan 30.218 kasus non- dipengaruhi oleh sistem imun tubuh.
pneumonia. Menurut data dinkes tahun Ketahanan tubuh yang rendah terhadap
2014 dari 26 puskesmas di wilayah Kota mikroorganisme, dapat meningkatkan
Banjarmasin, Puskesmas Pekauman morta-litas dan morbiditas balita
meru-pakan puskesmas dengan angka terhadap suatu penyakit, termasuk ISPA.
kejadian ISPA tertinggi di Kota Ketahanan juga mempengaruhi jenis
Banjarmasin. Frekuensi kejadian ISPA penanganan yang akan diberikan pada
di Puskesmas Pekauman adalah 3.958 penderita ISPA, apakah penderita
kasus, terdiri dari 427 kasus ISPA tersebut cukup diberikan obat
pneumonia dan 3531 kasus ISPA non simtomatik saja atau perlu penanganan
pneumonia. Penderita ISPA paling khusus.12-15
banyak di Banjarmasin pada kisaran Kondisi ketahanan balita (12-59
umur 12-59 bulan.4,5 bulan) terhadap ISPA non-pneumonia
Infeksi Saluran Pernafasan Akut perlu untuk dievaluasi, mengingat
(ISPA) adalah infeksi pada satu atau tingginya angka kejadian ISPA non-
lebih saluran pernafasan.6 Secara umum pneumonia pada balita (12-59 bulan) dan
terdapat tiga faktor resiko kejadian ISPA perlunya penanganan yang sesuai untuk
pada balita, yaitu: faktor lingkungan, mencapai kesembuhan. Maka dari itu
faktor balita, serta faktor perilaku penelitian mengenai “Hubungan status
orangtua. Faktor balita, khususnya status gizi dengan ketahanan terhadap ISPA

265
Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 2016:263-270

non-pneumonia pada balita (12-59 59 bulan) dengan jenis kelamin


bulan) di Puskesmas Pekauman perempuan dan memiliki riwayat
Banjarmasin” perlu untuk dilakukan. imunisasi dasar lengkap (Hepatitis B,
Penelitian ini bertujuan untuk BCG, DPT, TT, Camapak). Sampel
mengidentifikasi status gizi balita dalam penelitian ini diperoleh melalui
penderita ISPA non-pneumonia di teknik systematic random sampling.
Puskesmas Pekauman Banjarmasin, Penelitian ini bersifat korelasional,
mengidentifikasi ketahanan ISPA non- dengan besar sampel adalah 50 orang
pneumonia pada balita (12-59 bulan) di mengacu pada teori Frankel dan
Puskesmas Pekauman Banjarmasin, serta Wallen.16,17 Pengambilan sampel
menganalisa hubungan status gizi didasarkan atas urutan dari populasi
dengan ketahanan terhadap ISPA non- yang telah diberi nomor unit dan dipilih
pneumonia pada balita (12-59 bulan) di 50 orang dengan jarak interval yang
Puskesmas Pekauman Banjarmasin. seragam.16
Hasil penelitian ini diharapkan dapat Data yang diperoleh ditampilkan
memberikan informasi memberikan dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis
kemudahan dalam mengolah dan data pada penelitian ini dilakukan secara
mengumpulkan data tentang hubungan analitik dengan uji chi-square, dengan
antara status gizi dengan ketahanan program komputerisasi, batas
terhadap ISPA non-pneumonia pada kemaknaan α = 0,05 dengan Confidence
balita (12-59 bulan), sehingga petugas Interval (CI) = 95%.18,19
kesehatan dapat memberikan pengarahan
kepada orangtua di Puskesmas
Pekauman Banjarmasin mengenai HASIL DAN PEMBAHASAN
pentingnya status gizi yang baik, dalam Penelitian yang berjudul hubungan
rangka meningkatkan ketahanan status gizi dengan ketahanan terhadap
terhadap ISPA non-pneumonia pada ISPA non-pneumonia pada balita (12-59
balita (12-59 bulan). bulan) di Puskesmas Pekauman
Banjarmasin, dilak-sanakan pada bulan
METODE PENELITIAN Juni-September 2015. Responden
Rancangan yang digunakan dalam penelitian yang memenuhi kriteria
penelitian ini adalah observasional inklusi berjumlah 100 orang, yang
analitik dengan metode cross-sectional. kemudian dipilih 50 orang sebagai
Untuk mengetahui tingkat ketahanan sampel penelitian menggunakan teknik
balita terhadap ISPA non-pneumonia systematic random sampling. Hasil
dilakukan metode recall riwayat penelitian disajikan dalam dua tingkatan
penyakit ISPA non-pneumonia terakhir analisis, yaitu analisis univariat dan
dalam tiga bulan ke belakang. analisis bivariat. Hasil analisis univariat
Populasi dalam penelitian ini pada penelitian ini, menggambarkan
adalah seluruh balita yang berkunjung ke distribusi dari variabel status gizi balita
Puskesmas Pekauman Banjarmasin (12-59 bulan) dan ketahanan terhadap
dalam keadaan tidak sedang menderita ISPA non-pneumonia.
ISPA non-pneumonia dan memenuhi Berdasarkan data pemelitian, dapat
kriteria yang telah ditetapkan. Adapun dilihat bahwa status gizi balita (12-59
kriteria yang dimaksud yaitu: balita (12- bulan) di Puskesmas Pekauman

266
Shifa,M.dkk. Hubungan Status Gizi dengan…

Banjarmasin lebih banyak balita yang tidak tahan terhadap ISPA non-
memiliki status gizi baik, yaitu pneumonia kurang berjumlah 16 orang
berjumlah 32 orang (64%). Sedangkan (32%). Hal ini dikarenakan karakteristik
balita yang memiliki status gizi kurang responden yang seluruhnya memiliki
berjumlah 18 orang (36%). riwayat imunisasi lengkap (sesuai
Kemungkinan, hal ini disebabkan oleh kriteria inklusi) dan sebagian besar
jenis kelamin responden yang memiliki status gizi yang baik. Menurut
seluruhnya adalah perempuan, sesuai Layuk RR (2012), ISPA merupakan
dengan kriteria inklusi. Menurut penyakit yang dapat dicegah melalui
Wahyudi I, et.al (2009) balita pemberian imunisasi, terutama imunisasi
perempuan cenderung memiliki status campak dan DPT.21 Pemberian vaksin
gizi lebih baik dibandingkan balita laki- merupakan langkah yang dipercaya
laki. Hal ini berkaitan pula dengan dapat memberikan proteksi terhadap
kebutuhan nutrisi balita laki-laki yang kuman ISPA. Anak dengan status gizi
lebih banyak dibandingkan dengan baik memiliki sistem ketahanan tubuh
perempuan. Kebutuhan yang tinggi ini, yang adekuat dalam melawan kuman
disebabkan aktivitas balita laki-laki yang penyebab penyakit, khususnya penyakit
cenderung lebih tinggi dibandingkan infeksi.22
dengan perempuan. Sehingga balita Analisis bivariat pada penelitian
perempuan lebih berpotensi memiliki ini, menggambarkan ada atau tidaknya
status gizi baik, dibandingkan balita laki- hubungan status gizi dengan ketahanan
laki.20 terhadap ISPA non-pneumonia pada
Berdasarkan data penelitian, balita (12-59 bulan) di Puskesmas
didapatkan bahwa tingkat ketahanan Pekauman Banjarmasin. Analisis ini
terhadap ISPA non-pneumonia di menggunakan tabulasi silang antara
Puskesmas Pekauman Banjarmasin lebih status gizi dengan ketahanan terhadap
banyak balita yang tahan terhadap ISPA ISPA non-pneumonia, yaitu sebagai
non-pneumonia, yaitu berjumlah 34 berikut:
orang (68%). Sedangkan balita yang

Tabel Tabel Silang antara Status Gizi dengan Ketahanan terhadap ISPA Non-
pneumonia pada Balita (12-59 Bulan) di Puskesmas Pekauman Banjarmasin
Ketahanan terhadap ISPA Non-pneumonia
Status Gizi Total
Balita Tidak Tahan Tahan
N % N % N %
Gizi 10 55,56 8 44,44 18 100
Kurang
Gizi Baik 6 18,75 26 81,25 32 100

Berdasarkan tabel di atas, balita orang balita (44,44%) memiliki


dengan status gizi kurang berjumlah 18 ketahanan terhadap ISPA non-
orang, terdiri dari 10 orang balita pneumonia. Sedangkan, balita dengan
(55,56%) tidak memiliki ketahanan status gizi baik berjumlah 32 orang,
terhadap ISPA non-pneumonia dan 8 terdiri dari 6 orang balita (18,75%) tidak

267
Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 2016:263-270

memiliki ketahanan terhadap ISPA non- dengan gizi baik memiliki ketahanan
pneumonia dan 26 orang balita (81,25%) terhadap ISPA non-pneumonia 5 kali
yang memiliki ketahanan terhadap ISPA lebih besar daripada balita (12-59 bulan)
non-pneumonia. Hasil analisis statistik, di Puskesmas Pekauman Banjarmasin
dengan menggunakan uji chi-square dengan gizi kurang. Nilai common odds
menunjukan nilai korelasi p = 0,007 ratio menunjukan batas atas dan batas
dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. bawah odds ratio. Artinya, balita balita
Dengan demikian, hipotesis diterima, (12-59 bulan) dengan gizi baik di
yaitu terdapat hubungan yang bermakna Puskesmas Pekauman Banjarmasin,
antara status gizi dengan ketahanan sekurang-kurangnya memiliki ketahanan
balita (12-59 bulan) terhadap ISPA non- 1,498 kali lebih besar dibandingkan
pneumonia di Puskesmas Pekauman balita (12-59 bulan) di Puskesmas
Banjarmasin. Pekauman Banjarmasin yang memiliki
Kekurangan gizi dapat gizi kurang, dan maksimal memiliki
mengakibatkan menurunnya berat badan, ketahanan 19,588 kali lebih besar
gangguan pertumbuhan, menurunnya dibandingkan balita (12-59 bulan) di
imunitas dan kerusakan mukosa, Puskesmas Pekauman Banjarmasin yang
termasuk mukosa saluran nafas. memiliki gizi kurang. Nilai signifikansi
Menurunnya imunitas dan kerusakan odds ratio (p value) = 0,01 dengan
mukosa memegang peranan utama derajat kemaknaan p value < 0,05. Maka,
dalam proses patogenesis penyakit ISPA pada taraf kepercayaan 95% nilai odds
non-pneumonia. Hal tersebut akan ratio hasil penelitian ini dinyatakan
signifikan, yang berarti dapat mewakili
mempermudah agen-agen infeksius keseluruhan populasi penelitian.
memasuki sistem pertahanan tubuh.9,23 Informasi yang diperoleh pada
Penelitian ini berhasil membuktikan penelitian ini, kiranya dapat bermanfaat
teori The Immune System is Bridge of sebagai dasar peneilitian mengenai ISPA
Life dalam Chandra (1997), yang sudah non-pneumonia berikutnya, serta
dimodifikasi, yang menyatakan status memberikan kemudahan dalam
gizi yang merupakan intermediate factor mengolah dan mengumpulkan data
dapat mempengaruhi ketahanan tubuh tentang hubungan antara status gizi
seseorang. Hasil penelitian ini juga dengan ketahanan terhadap ISPA non-
sejalan dengan penelitian yang dilakukan pneumonia pada balita (12-59 bulan) di
Wati E. (2005) dan Hidayati M. Noor Puskesmas Pekauman Banjarmasin,
(2009) bahwa keadaan gizi yang baik sehingga petugas kesehatan dapat
akan meningkatkan ketahanan tubuh memberikan pengarahan kepada
terhadap penyakit infeksi saluran nafas, orangtua di Puskesmas Pekauman
salah satunya ISPA non-pneumonia.9,24 Banjarmasin mengenai pentingnya status
Besarnya faktor resiko variabel gizi yang baik, dalam rangka
bebas terhadap variabel terikat, dapat meningkatkan ketahanan terhadap ISPA
dilihat dari nilai oddss ratio. Nilai odds non-pneumonia pada balita (12-59
ratio pada penelitian ini ditunjukan bulan).
dengan nilai estimates, yaitu 5,417.
Artinya, balita (12-59 bulan) di
Puskesmas Pekauman Banjarmasin

268
Shifa,M.dkk. Hubungan Status Gizi dengan…

PENUTUP 2. WHO. World health statistic 2013.


Berdasarkan hasil analisis dan WHO Press. 2014: 73-80.
pembahasan mengenai penelitian yang 3. Kementrian Kesehatan Republik
berjudul hubungan status gizi dengan Indonesia. Riskesdas 2013.
ketahanan terhadap ISPA non- Kementrian Kesehatan RI. 2014: 9,
pneumonia pada balita (12-59 bulan) di 99.
Puskesmas Pekauman Banjarmasin, 4. Dinas Kesehatan Kalimantan
dapat diambil simpulan bahwa: Status Selatan. Riskesdas Kal-Sel 2014.
gizi balita (12-59 bulan) di Puskesmas Dinkes Kal-Sel. 2015: 14, 90.
Pekauman Banjarmasin, sebagian besar
balita yang memiliki status gizi baik, 5. Laporan bulanan program P2
yaitu berjumlah 32 orang, dengan ISPA. Dinkes Kota Banjarmasin.
persentasi 64%. Ketahanan balita 2015: Lampiran.
terhadap ISPA non-pneumonia di 6. Nelson WE. Nelson ilmu
Puskesmas Pekauman Banjarmasin, kesehatan anak. Volume 2. Jakarta:
sebagian besar tahan terhadap ISPA non- EGC; 2000.
pneumonia, yaitu berjumlah 34 orang, 7. Bipin P, Niti T, Lala MK, Sonalia
dengan persentasi 68%. Terdapat NK. A study of risk factors of
hubungan yang bermakna antara status acute respiratory tract infection
gizi dengan ketahanan balita (12-59 (ARI) of under five age group in
bulan) terhadap ISPA non-pneumonia di uban and rural communities of
Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Ahmedabad district, Gujarat.
Balita (12-59 bulan) di Puskesmas Healthline. 2012; 3(1):1.
Pekauman Banjarmasin dengan gizi 8. Maitatorum E, Zulaekah S. Status
baik memiliki ketahanan terhadap ISPA gizi, asupan protein, asupan seng
non-pneumonia 5 kali lebih besar dan kejadian ISPA anak balita di
daripada balita (12-59 bulan) di perkampungan kumuh kota
Puskesmas Pekauman Banjarmasin Surakarta. Jurnal Kesehatan. 2011;
dengan gizi kurang. 4(1): 21.
Petugas kesehatan, khususnya 9. Wati E K. Hubungan episode
yang bertugas di Puskesmas Pekauman infeksi saluran pernapasan akut
Banjarmasin diharapkan dapat (ISPA) dengan pertumbuhan bayi
memberikan pengetahuan dan bimbingan umur 3 sampai 6 bulan di
kepada orangtua balita di Puskesmas Kecamatan Suruh Kabupaten
Pekauman Banjarmasin mengenai Semarang [tesis]. Semarang:
pentingnya status gizi yang baik, dalam Program Pasca Sarjana Undip;
rangka meningkatkan ketahanan 2005.
terhadap ISPA non-pneumonia pada 10. Elyana M, Aryu C. Hubungan
balita (12-59 bulan). frekuensi ISPA dengan status gizi
balita [tesis]. Semarang: Program
DAFTAR PUSTAKA Pasca Sarjana Undip; 2009.
1. Kementrian Kesehatan RI. Profil 11. Wulandari M. Hubungan konsumsi
kesehatan Indonesia 2013. susu formula dengan ketahanan
Kementrian Kesehatan RI. 2014: penyakit infeksi pernafasan akut
Lampiran 6.12. (ispa) pada bayi usia 6-12 bulan di

269
Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 2016:263-270

puskesmas alalak selatan ISPA pada balita di Lembang Batu


Banjarmasin [skripsi]. Suwu [skripsi]. Makasar: FKM
Banjarmasin: STIKES Sari Mulia; Univeritas Hasanudin; 2012.
2013. 22. Direktorat Jenderal Pengendalian
12. Novianti RD, Sarbini D. Hubungan Penyakit dan Penyehatan
status gizi dengan status imunitas Lingkungan. Modul tatalaksana
anak balita di RW VII Kelurahan pneumonia. Kemenkes RI. 2012:
Sewu, Kecamatan Jebres Kota 12-18.
Surakarta. Jurnal Kesehatan. 2010; 23. Rudianto. Faktor-faktor yang
3(1): 58-59. berhubungan dengan gejala ISPA
13. Supariasa. Penilaian status gizi. di Posyandu Desa Tamansari
Jakarta: EGC; 2002. Kecamatan Pangkalan Karawang
14. Yunita R, Wiyono S. Perbedaan z- [skripsi]. Jakarta: PSKM UIN
score (BB/U) anak balita penderita Syarif Hidayatullah; 2013.
infeksi saluran pernafasan akut 24. Nur HM. Faktor-faktor yang
(ISPA) non-pneumonia dan tidak berhubungan dengan kejadian
ISPA di RW 06 Kelurahan penyakit ISPA pada balita di
Cempaka Putih, Ciputat KelurahanPasie Nan Tigo
Timur,Tangerang Selatan. Jurnal Kecamatan Koto Tengah Kota
sanitasi. 2013; 4(3):64. Padang tahun 2004 [skripsi].
15. Wahab S, Madarina J. Sistem Medan: Fakultas Kesehatan
imun, imunisasi, dan penyakit Masyaraka USU; 2009.
imun. Jakarta: Widya Medika;
2002.
16. Budiarto E. Pengantar
epidemiologi. Jakarta: EGC; 2003.
17. Fraenkel J, Wallen N. How to
design and evaluate research in
education. New York: McGraw-
Hill; 1993.
18. Sudibyo. Metode penelitian
aplikasi penelitian bidang
kesehatan. Surabaya: Unesa
University Press; 2009.
19. Dahlan MS. Statistik untuk
kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
Salemba Media; 2008.
20. Istiono W, Heni S, Muhammad
H, Irnizarifka, Andre D, Tahitoe1
M, et. al. Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi
balita. Berita Kedokteran
Masyarakat. 2009; 25(3): 152-153.
21. Layuk RR. Faktor yang
berhubungan dengan kejadian

270

S-ar putea să vă placă și