Sunteți pe pagina 1din 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.

Minyak Goreng Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanyadigunakan untuk menggoreng bahan makanan (Wikipedia, 2009). Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. 2.1.2. Jenis-Jenis Minyak Goreng Minyak goreng dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren, 2005) yaitu : 2.1.2.1. Berdasarkan sifat fisiknya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Minyak tidak mengering (non drying oil) a. Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan minyak kacang. b. Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape, dan minyak biji mustard. c. Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi, minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak purpoise. 2. Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil), misalnya minyak biji kapas, minyak biji bunga matahari, kapok, gandum, croton, jagung, dan urgen.

Universitas Sumatera Utara

3. Minyak nabati mengering (drying oil), misalnya minyak kacang kedelai, biji karet, safflower, argemone, hemp, walnut, biji poppy, biji karet, perilla, tung, linseed dan candle nut. 2.1.2.2. Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut : a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari. b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit. c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume. 2.1.2.3. Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya, yakni : a. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids) Asam lemak jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan minyak kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam lemak jenis lain. b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids). Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut.

Universitas Sumatera Utara

c. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid) Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-bayi lahir premature. 2.1.3. Sifat-sifat Minyak Goreng Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren, 2005), yakni: 2.1.3.1. Sifat Fisik 1. Warna Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain dan karoten (berwarna kuning), xantofil,(berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna

kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh. 2. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.

Universitas Sumatera Utara

3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarutpelarut halogen. 4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal. 5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut. 6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. 7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponen-komponenya. 8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. 9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 250C , dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperature 400C. 10.Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng. 11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3.2. Sifat Kimia 1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. 2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. 3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak. 4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yan bersifat tidak menguap. 2.1.4. Penyaringan Minyak Goreng Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit ada dua fase yang berbeda, yaitu fase padat dan fase cair. Jenis yang padat disebut stearin dengan nama asam lemak yaitu stearat. Sementara, bagian dari minyak yang berbentuk cair disebut olein dan nama asam lemak yaitu asam oleat atau omega 9. (Kukuh, 2010) Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair tadi. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan dua kali. Jika hanya dilakukan satu kali penyaringan, terkadang minyak tersebut masih bisa membeku (biasanya disebut

Universitas Sumatera Utara

dengan minyak goreng curah). Sedangkan dengan dua kali penyaringan, minyak goreng 'tidur' tidak akan terjadi, meski disimpan di lemari es sekalipun. Minyak goreng yang membeku atau tidur tidaklah berbahaya dan sama sekali tidak berpengaruh pada kesehatan. Justru minyak goreng yang mengalami dua kali penyaring akan lebih mahal harganya karena biaya produksinya menjadi berlipat. (Kukuh, 2010) 2.1.5. Penggunaan dan Mutu Minyak Goreng Setiap minyak goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat. Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 1770C sampai 2010C. Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol. Titik asap suatu minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebasnya. Menurut winarno yang dikutip dari Jonarson (2004) makin tinggi kadar gliserol makin rendah titik asapnya, artinya minyak tersebut makin cepat berasap. Makin tinggi titik asapnya, makin baik mutu minyak goreng itu.

Universitas Sumatera Utara

Tabel. 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng KRITERIA UJI Keadaan bau, warna dan rasa Air Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) Bahan Makanan Tambahan Cemaran Logam : Besi (Fe) Tembaga (Cu) Raksa (Hg) Timbal (Pb) Timah (Sn) Seng (Zn) Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Arsen (As) Angka Peroksida % b/b % mg 02/gr Maks 1.5 Maks 0.1 Maks 0.1 Maks 40.0 Maks0.005 Maks 40.0/250.0)* Maks 0.1 Maks 1 SATUAN SYARAT Normal

% b/b % b/b

Maks 0.30 Maks 0.30

Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88

Sumber : Departemen Perindustrian (SNI 01-3741-1995) *) Dalam kemasan kaleng 2.1.5. Komposisi Minyak Goreng Semua minyak tersusun atas unit-unit asam lemak. Jumlah asam lemak alami yang telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang berbeda. Tidak ada satu pun minyak atau lemak tersusun atas satu jenis asam lemak, jadi selalu dalam bentuk

Universitas Sumatera Utara

campurandari banyak asam lemak. Proporsi campuran perbedaan asam-asam lemak tersebut menyebabkan lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau membahayakan kesehatan, tahan simpan, atau mudah tengik.

Tabel 2.2. Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati Jumlah Asam Lemak Atom C Minyak Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%) Minyak Kelapa (%)

Asam Lemak Jenuh Oktanoat Dekanoat Laurat Miristat Palmitat Stearat Asam Lemak Jenuh : Oleat Linoleat Linolenat Tidak 8 10 12 14 16 18 1 1-2 32-47 4-10 2-4 3-7 41-55 14-19 6-10 1-4 8 7 48 17 9 2

18 18 18

38-50 5-14 1

10-20 1-5 1-5

6 3 -

Sumber : Majalah Sasaran No.4, 1996

Universitas Sumatera Utara

2.1.6. Proses Menggoreng Menurut Ketaren (2005) menyebutkan bahwa sistem menggoreng bahan

pangan ada 2 macam, yaitu system: gangsa (pan frying) dan menggoreng biasa (deep frying). 1. Proses Gangsa (Pan Frying) Proses gangsa (pan frying) dapat menggunakan minyak dengan titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada system deep frying. Cirri khas dari proses gangsa ialah, bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak. 2. Menggoreng Biasa (Deep Frying) Pada proses penggorengan dengan system deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai 2002050C. Sistem menggoreng deep frying, yang umumnya digunakan masyarakat Indonesia, dan juga pemakaian berulang minyak goreng, akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak trans, yang dapat meningkatkan kolesterol jahat dan menurunkan kolesterol baik. 2.1.7. Faktor-faktor Pemanasan yang Dapat Menyebabkan kerusakan miyak 1. Lamanya minyak kontak dengan panas Berdasarkan penelitian terhadap minyak jagung, pada pemanasan 10-12 jam pertama, bilangan iod berkurang dengan kecepatan konstan, sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua berikutnya. Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam

Universitas Sumatera Utara

minyak selama prose pemanasan, kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen. 2. Suhu Pengaruh suhu terhadap keruskan minyak telah diselidiki dengan

menggunakan minyak jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu 1200, 1600 dan 2000c. Minyak dialiri udara pada 150ml/menit/kilo. Minyak yang dipanaskan pada suhu 1600 dan 2000c menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 1200C. Hal ini merupakan indikasi bahwa persenyawan peroksida bersifat tidak stabil terhadap panas. Kenaikan nilai kekentalan dan indek bias paling besar pada suhu 2000c, karena pada suhu tersebut jumlah senyawa polimer yang terbentuk relative cukup besar. 3. Akselerator Oksidasi Kecepatan aerasi juga memengang peranan penting dalam menentukan perubahan-perubahan selama oksidasi thermal. Nilai kekentalan naik secara proporsional dengan kecepatan aerasi, sedangkan bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Konsentrasi persenyawaan karbonil akan bertambahn dengan penurunan kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak-lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai pro-oksidan atau sebagai akselerator pada proses oksidasi.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Minyak Goreng Berulang Kali 2.2.1. Pengertian Minyak Goreng Berulang Kali Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat di gunakan kembali untuk keperluaran kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan.(Wikipedia, 2009) Dan bila dilihat dari segi bahaya penggunaanya, menurut penelitian yang dilakukan oleh Artika tahun 2009 menyebutkan bahwa minyak goreng berulang kali supaya tidak digunakan lebih dari 2 kali. Hal ini berkaitan dengan peningkatan kandungan asam lemak trans yang mulai mengalami peningkatan pada saat penggunaan yang kedua. 2.2.2 Akibat Penggunaan Minyak Goreng Berulang-kali Menurut Ketaren (2005), tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein pada minyak goreng. Akrolein ini menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng berulang kali. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein.

Universitas Sumatera Utara

Skema proses terbentuknya akrolein : H H

OH
PANAS

OH

+ H2O

OH

H Minyak Goreng (Gliserol)

H Akrolein

Air

Minyak goreng sangat mudah untuk mengalami oksidasi (Ketaren, 2005). Maka, minyak goreng berulang kali atau yang disebut minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak jenuh. Selain itu, minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati (Aprilio, 2010). Akibat dari penggunaan minyak goreng yang berulang kali dapat dijelaskan melalui penelitian yang dilakukan oleh Rukmini (2007) tentang regenerasi minyak goreng bekas dengan arang sekam menekan kerusakan organ tubuh. Hasil penelitian

Universitas Sumatera Utara

pada tikus wistar yang diberi pakan mengandung minyak goreng bekas yang sudah tidak layak pakai terjadi kerusakan pada sel hepar (liver), jantung, pembuluh darah maupun ginjal. Penggunaan minyak goreng jelantah secara berulang-ulang dapat

membahayakan kesehatan tubuh. Hal tersebut dikarenakan pada saat pemanasan akan terjadi proses degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses tersebut dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. (Rukmini, 2007) Menurut Ketaren yang dikutip dari Ayu (2009) tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak Hal ini juga di perjelas melalui penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2009) tentang pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Asam lemak trans (elaidat) baru terbentuk setelah proses menggoreng (deep frying) setelah penggulangan ke-2, dan kadarnya akan semakin meningkat sejalan dengan penggunaan minyak. Menurut Ayu (2007) asam lemak trans dapat meningkatkan kolesterol low density lipoprotein (K-LDL) dan menurunkan kolesterol high density lipoprotein (KHDL), akibatnya akan menyebabkan dislipidemia dan arterosklerosis yang ditandai dengan adanya timbunan atau endapan lemak pada pembuluh darah. Timbunan lemak ini akan menyumbat aliran darah pada beberapa bagian tubuh seperti jantung dan

Universitas Sumatera Utara

otak. Bila penyumbatan terjadi di jantung akan menyebabkan jantung koroner dan bila penyumbatan terjadi di otak akan menyebabkan stroke. 2.3. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan Perilaku diartikan sebagai semua kegiatan atau aktivitas, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skiner bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respons. Perilaku mencakup tiga bidang yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan (practice) (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan batasan perilaku dari skinner, maka perilaku kseehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Notoatmodjo, 2003). 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek: a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilaman telah sembuh dari penyakit.

Universitas Sumatera Utara

b.

Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam kead an sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehat itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

c.

Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pda perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2.

Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan dan perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.

3.

Perilaku kesehatan lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Pengetahuan Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) yaitu hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Dalam kamus bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu adalah mengerti sesudah melihat/menyaksikan, mengalami atau diajar. Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yaitu suatu bentuk tahu dari manusia yang diperolehnya dari pengalaman, perasaan, akal pikiran, dan instuisinya setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau informan. Menurut Notoadmojo (2003), ada enam tingkat pengetahuan seseorang, yakni : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.

Universitas Sumatera Utara

3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (analysis) Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.3.2. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan informan terhadap

Universitas Sumatera Utara

suatu objek. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari beberapa tingkatan, yakni : 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding) Merespon diartikan bila seseorang memberikan jawaban/reaksi apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggungjawab (responsible) Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Ini merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi. 2.3.3. Tindakan Pengetahuan dan sikap masih terwujud dalam bentuk perilaku tertutup (concert behavior). Untuk mewujudkan perilaku tertutup menjadi perilaku terbuka (overt behavior) dalam hal ini menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia

Universitas Sumatera Utara

akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya. Tahap inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yakni : 1. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkatan pertama. 2. Praktik terpimpin (guided response) Apabila suatu objek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. 3. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan mekanis. 4. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.4. Karakteritik Ibu Rumah Tangga Menurut Soekidjo (2007), perilaku dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam suatu interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2 yaitu : faktor iternal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup : pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan gaktor eksternal meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Dalam penelitian ini yang menjadi faktor internal yang mempengaruhi pembentukan perilaku ibu rumah tangga adalah karakteristik ibu rumah tangga yang meliputi umur, pendidikan, pendapatan, pengeluaran dan jumlah anggota keluarga. Faktor eksternal yang mempengaruhi pembentukan perilaku ibu rumah tangga adalah sumber informasi yang diperoleh oleh ibu rumah tangga yang meliputi keluarga, media massa dan teman sesama ibu rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Konsep Karakteristik a. b. c. d. e. Umur Pendidikan Pendapatan Pengeluaran Jumlah Anggota Keluarga

Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Penggunaan Minyak berulang kali


Sikap Ibu Rumah Penggunaan berulang kali Tindakan Ibu Rumah Penggunaan berulang kali

tentang Goreng

Tangga Minyak

tentang Goreng

Sumber Informasi a. Keluarga b. Media Massa c. Sesama Ibu Rumah Tangga

Tangga Minyak

tentang Goreng

Universitas Sumatera Utara

S-ar putea să vă placă și