Sunteți pe pagina 1din 117

ASKEP HALUSINASI

Posted on April 16, 2008 by harnawatiaj Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Pengertian Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007). Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004). Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli: Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian

alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Etiologi Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah: Faktor predisposisi 1). Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut: a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalahmasalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). 2). Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3). Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. Faktor Presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: 1). Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. 2). Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. 3). Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. Gejala Halusinasi Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut: Bicara sendiri. Senyum sendiri. Ketawa sendiri. Menggerakkan bibir tanpa suara. Pergerakan mata yang cepat Respon verbal yang lambat Menarik diri dari orang lain. Berusaha untuk menghindari orang lain. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori. Sulit berhubungan dengan orang lain. Ekspresi muka tegang. Mudah tersinggung, jengkel dan marah. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat. Tampak tremor dan berkeringat. Perilaku panik. Agitasi dan kataton. Curiga dan bermusuhan. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan. Ketakutan. Tidak dapat mengurus diri. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang. Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu: Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. Gerakan mata abnormal. Respon verbal yang lambat. Diam. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,

pernafasan dan tekanan darah. Penyempitan kemampuan konsenstrasi. Dipenuhi dengan pengalaman sensori. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Berkeringat banyak. Tremor. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk. Perilaku menyerang teror seperti panik. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi. Menarik diri atau katatonik. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang. Jenis-Jenis Halusinasi Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi terdapat pada tabel 1. Jenis Halusinasi Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Cenestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine. Kinistetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. Tahapan halusinasi Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tandatanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan. Rentang respon halusinasi. Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar 2 di bawah ini. Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.

Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau budaya umum yang berlaku. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi. Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Konsep Dasar Keperawatan Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi. Pengkajian Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain: Identitas klien dan penanggung Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

Alasan masuk rumah sakit Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Faktor predisposisi 1). Faktor perkembangan terlambat a). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman. b). Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi. c ). Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan. 2). Faktor komunikasi dalam keluarga a). Komunikasi peran ganda. b). Tidak ada komunikasi. c). Tidak ada kehangatan. d). Komunikasi dengan emosi berlebihan. e) . Komunikasi tertutup. f). Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua. 3). Faktor sosial budaya Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. 4). Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif. 5). Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik. 6). Faktor genetik Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %. Faktor presipitasi Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi: 1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak. 2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal). 3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini: Tabel 2. Faktor pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007). Faktor pemicu Respon neurobiologis Kesehatan Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Lingkungan Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan. Sikap Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala. 3). Perilaku Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi: a). Isi halusinasi Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan. b). Waktu dan frekuensi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi. c). Situasi pencetus halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

d). Respon Klien Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya. a.Pemeriksaan fisik Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien. Status Mental Pengkajian pada status mental meliputi: 1).Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian. 2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit. 3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun. 4).Alam perasaan: suasana hati dan emosi. 5).Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen 6).Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal. 7).Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi. 8).Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir. 9).Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis. 10).Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang. 11). Memori a). Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu. b). Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji. 12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana. 13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat. 14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri. Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan. Mekanisme koping 1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari. 2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. 3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman. Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik. Masalah Keperawatan

Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah: Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan. Isolasi sosial : menarik diri. Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Intoleransi aktifitas. Defisit perawatan diri. Pohon masalah Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006). Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut: Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006). Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa: Problem (masalah): nama atau label diagnosa. Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian. Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan. Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu: Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas. Perencanaan Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Tujuan umum: Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Tujuan khusus: TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat. Intervensi: 1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati. Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. TUK 2: Klien dapat mengenal halusinasinya. 2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata. Intervensi: 2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat. Rasional: Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi. 2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi. Rasional: Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif 2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat. Rasional: Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien. 2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi. 2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi. Rasional: Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan. 2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi. Rasional : Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi. TUK 3:

Klien dapat mengontrol halusinasi. 3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul. Intervensi: Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul. Rasional: Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya. 3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi. 3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya. Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi. 3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi. Rasional: hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan. 3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasinya. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 4: Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya. 4.1Klien mau minum obat dengan teratur. Intervensi : 4.1.1Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya. Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur. TUK 5: Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya. 5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga. Intervensi: 5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila halusinasinya timbul. Rasional : Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien. 5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan. Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien. a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. 1).Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi. Tujuan khusus:

TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat. Intervensi: 1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati Rasional : Agar klien merasa diperhatikan. TUK 2: Klien dapat mengenal penyebab menarik diri. 2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya. Intervensi: 2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri. Rasional: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri. 2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri. Rasional: Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya. 2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 3: Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain. 3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain. Intervensi: Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional: Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan. 3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional:

Meningkatkan harga diri klien. TUK 4: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap. 4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Intervensi: 4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain. Rasional: Mencegah timbulnya halusinasi. 4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain. 4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain. 5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain. Intervensi : 5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain. Rasional: Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain. 5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional: Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 6: Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga. 6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri. Intervensi: 6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga. Rasional: Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat. 6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien. Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya. 6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu). Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

1) Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri. 2). Tujuan khusus: TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat. Intervensi: 1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati. Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. TUK 2 : Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki. 2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya. Intervensi: 2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya. Rasional: Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien. 2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya. Rasional: Membantu klien membentuk harapan yang realitas. TUK 3: Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya. 3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya. Intervensi: Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya. Rasional: Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal. 3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya 3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya. Rasional: Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien. 3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya. Rasional:

Meningkatkan harga diri klien. TUK 4: Klien dapat membuat rencana yang realistis. 4.1 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai. Intervensi: 4.1.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai. Rasional: Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya. 4.2 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan. 4.2.1 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih. Rasional: Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien. 4.2.2 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan. Rasional: Meningkatkan harga diri. TUK 5: Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga. 5.1 Keluarga memberi dukungan dan ujian. Intervensi: 5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri rendah. Rasional: Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah. 5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat. Rasional : Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien. 5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien. 5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah. 5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah. Rasional: Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah. 5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. c.Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas. 1). Tujuan umum: Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri. 2). Tujuan khusus: TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau

duduk dekat perawat. Intervensi: 1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati. Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. TUK 2 : Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri. 2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi, bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek. Intervensi: 2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih. Rasional: Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri. 2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri. Rasional: Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri. 2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. 2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman. 2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri. Rasional: Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri. 2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri. Rasional: Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan. 2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. 2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun , gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari. TUK 3: Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat. 3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.

Intervensi: 3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri. Rasional: Agar klien melaksanakan kebersihan diri. 3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju. Rasional: Memberikan kesegaran. TUK 4: Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. 4.1 Klien selalu rapi dan bersih. Intervensi: 4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri. Rasional: Meningkatkan harga diri sendiri. TUK 5: Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri 5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri. Intervensi: 5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri. Rasional: Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien. 5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan. Rasional: Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh klien. Implementasi Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Evaluasi Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut: S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?. O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan. A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa: a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah. b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan. c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan. Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah: a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan. b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya. c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga. d.Mampu berhubungan dengan orang lain. e.Menggunakan obat dengan benar. f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi. g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien. Sumber: 1.Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2.Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3.Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5.Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press. 6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company 7.Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.

LENSA ASKEP
Selamat Datang Para Mahasiswa Keperawatan dan Juga teman sejawat Salam Sukses

Logo LENSA Komunika

Kamis, 09 Juli 2009


KTI ISOLASI SOSIAL
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia sabagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar mampu beradaptasi (Sulistiawati, 2005). Umumnya manusia memiliki kemampuan untuk menyusaikan diri dengan baik, namun ada juga individu yang mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian dengan persoalan yang dihadapi.mereka bahkan gagal melakukan koping yang sesuai tekanan yang dialami, atau mereka menggunakan koping yang negatif, koping yang tidak menyelesaikan persoalan dan tekanan tapi lebih pada menghindari atau mengingkari persoalan yang ada.

Kegagalan dalam memeberikan koping yang sesuai dengan tekanan yang dialami dalam jangka panjang mengakibatkan individu mengalami berbagai macam gangguan mental. Gangguan mental tersebut sangat bervariatif, tergantung dari berat ringannya sumber tekanan, perbedaan antara individu, dan latar belakang individu yang bersangkutan (Siswanto, 2007). Sejalan dengan itu fungsi serta tanggung jawab perawat psikiatri dalam memberikan asuhan keperawatan dituntut untuk dapat menciptakan suasana yang dapat membantu proses penyembuhan dengan menggunakan hubungan terapeutik melalui usaha pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan yang dapat membantu proses penyembuhan dengan menggunakan hubungan terapeutik melalui usaha pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan secara komprehensif yang diajukan secara berkesinambungan karena penderita isolasi sosial dapat menjadi berat dan lebih sukar dalam penyembuhan bila tidak mendapatkan perawatan secara intensif. Berdasarkan hasil pencatatan jumlah penderita yang mengalami gangguan jiwa di BPRS. Dadi Makassar pada bulan Januari sampai Maret 2008 sebanyak 2294 orang, halusinasi 1162 orang (50.65 %), menarik diri 462 orang (20.13 %), waham 130 orang (5.66 %), harga diri rendah 374 orang (16.30 %), perilaku kekerasan 128 orang (5.58 %), kerusakan komunikasi verbal 16 orang ( 0.70 %), defisit perawatan diri 21 orang (0.91 %),percobaan bunuh diri 1 orang (0.04 %). Berdasarkan data tersebut diatas yang dimana dinyatakan bahwa isolasi sosial mengalami peningkatan tiap tahunnya dan menempati urutan kedua masalah kesehatan jiwa setelah Halusinasi maka penulis tertarik untuk mengangkat judul Asuhan keperawatan pada klien Tn M dengan masalah utama Isolasi Sosial di BPRS Dadi Makassar guna membantu klien dan keluarga dalam menangani masalah kesehatan yang dihadapi melalui penerapan asuhan keperawatan jiwa. B. TUJUAN PENULISAN Untuk lebih konkritnya apa yang ingin dicapai dalam karya tulis ini, penulis mengemukakan pokok tujuan penulisan sebagai berikut: 1. Tujuan umum Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan klien dengan masalah utama isolasi sosial. Melalui pendekatan proses keperawatan. 2. Tujuan Khusus a. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan pengkajian pada klien dengan masalah utama Isolasi sosial. b. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam membuat diagnosa keperawatan dan penetapan

rencana asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama Isolasi sosial. c. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama Isolasi sosial. d. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama Isolasi sosial. e. Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam pendokumentasian asuhan keperawatan klien dengan masalah utama Isolasi sosial. f. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis dapatkan. C. MANFAAT PENULISAN Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Institusi pendidikan keperawatan Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan pada keputakaan institusi dalam meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang di bidang keperawatan. 2. Institusi pelayanan kesehatan. Sebagai masukan bagi perawat pelaksana di Unit Pelayanan Keperawatan Jiwa dalam rangka mengambil kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada klien yang mengalami perubahan proses pikir : Isolasi sosial 3. Penulis. Sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan bagi penulis dalam penerapan ilmu yang telah didapatkan selama pendidikan. D. METODE PENULISAN Dalam penulisan karya tulis ini menggunakan metode penulisan sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan. Untuk mendapatkan data dasar penulis menggunakan atau membaca referensi-referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas yaitu : Isolasi sosial.

2. Studi Kasus. Untuk studi kasus penulis mempelajari kasuss klien dengan menggunakan metode pemecahan masalah melalui pendekatan atau proses keperawatan yang komprehensif yang meliputi pengkajian data, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan. 3. Teknik Pengumpulan Data. a. Teknik Wawancara. Penulis melakukan Tanya jawab secara langsung pada klien, keluarga, perawat, dan dokter yang merawat guna memperoleh data-data yang dibutuhkan di BPRS Dadi Makassar. b. Teknik Observasi. Penulis secara langsung melakukan pengamatan untuk dapat melihat secara langsung bagaimana pelaksanaan perawatan dan keadaan klien selama perawatan. c. Studi Dokumentasi. Penulis mengumpulkan data/informasi melalui catatan keperawatan dilembaran status klien serta mengadakan diskusi dengan tim kesehatan di BPRS Dadi Makassar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengertian Menurut beberapa ahli menguraikan tentang pengertian isolasi sosial yaitu: a. Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam (NANDA 2005-2006). b. Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,menghindari hubungan dengan orang lain. ( Rawlins, 1993 dikutip oleh budi anna keliat 1999 ). c. Kerusakan interaksi sosial adalah sesuatu keadaan dimana seseorang individu berpartisipasi dalam kuantitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kulitas interaksi sosial yang tidak efektif ( Mary

C.Townsend,1998 ). d. Menarik dii adalah sutu pola tingkah laku menghindari kontak dengan orang, situasi atau lingkungan yang penuh dengan stress yang dapat menyebabkan kecemasan fisik dan psikologi. ( FIK.UI 2007 ). e. Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dilingkungan sekitarnya secara wajar. ( Mahnum 2001 ). 2. Rentang respon sosial Berdasarkan buku keperawatan jiwa menurut Gail W. Stuart, 2006 menyatakan bahwa manusia makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan intrpersonal terjadi jika hubungan saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi tetap dipertahankan. Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. Gail W. Stuart menyatakan tentang respon rentang sosial individu berada dalam rentang respon maladaptif yaitu: Rentang respon sosial

Respon adaptif respon maladaptif

- Menyendiri - Kesepian - Manipulasi - Otonomi (Loneliness) - Impulasi - Bekerja sama - Menarik Diri - Narsisisme - (mutualisme) - Ketergantungan - Saling ketergantungan (dependen) (interdependen) d. Respon adaptif adalah suatu respon individu dalam menyesuaikan masalah yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku,respon ini meliputi: a) Menyendiri (solitude) Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk menentukan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.

b) Otonomi Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. c) Berkerja sama (mutualisme) suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling member dan menerima d) saling tergantung (interdependen) merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. e. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyesuaikan masalah menyimpang dari normanorma sosial dan budaya ini meliputi: a. Menarik diri keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. b. Tergantung (dependen) Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuanya untuk berfungsi secara sukses. f. Manipulasi Gangguan hubungan smosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang sebagai obyek. Individu tersebut mtidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam. g. Impulsif Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mamapu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan. h. Narsisisme Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian yang

egosentris dan pencemburu. (Stuard, Gaill W,2006) 3. Manifestasi klinik Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006, isolasi sosial memiliki batasan karakteristik meliputi: Obyektif a. Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok). b. Perilaku bermusuhan. c. Menarik diri. d. Tidak komunikatif. e. Menunjukkan perilaku tidak diterima oleh kelompok cultural dominant. f. Mencari kesendirian atau merasa diakui didalam sub kultur. g. Senang dengan pikirannya sendiri. h. Aktivitas berulang atau aktivitas kurang beraktif. i. Kontak mata tidak ada. j. Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan. k. Keterbatasan fisik, mental,atau perubahan keadaan sejahtera. l. Sedih, efek tumpul. Subyektif a. Mengepresikan perasaan kesendirian. b. Mengepresikan perasaan penolakan. c. Minat tudak sesuai dengan umur perkembangan. d. Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat.

e. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain. f. Ekspresi permintaan tidak sesuai dengan umur perkembangan. g. Perubahan penampilan fisik. h. Tidak meresa aman dimasyarakat. 4. Etiologi a. Faktor predisposisi Berbagai faktor biasa menimbulkan respon sosial yang maladaptif dan mungkin disebabkan oleh kombinasi dari berbagai faktor meliputi: 1) Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dapat mempengaruhi respon sosial maladaptif pada setiap individu. Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan dalam perkembangan respon sosial maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan dengan pihak diluar keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua pecandu alkohol dan penganiaya anak juga mempengaruhi respon sosial maladaptif pada individu. 2) Faktor biologis. Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Bukti terdahulu menunjukan keterlibatan neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap diperlukan penelitian lebih lanjut. 3) Faktor sosiokultural Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal ini akibat dari transiensi, norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak mengharhai anggota masyarakat yang kurang produktif, seperti lanjut usia ( lansia ), orang cacat dan penderita penyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitas terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini. b. Stressor pencetus Stressor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stress seperti

kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor pencetus dapat dikelompokan dalam dua kategori antara lain: 1) Stressor sosiokultural Stress dapat ditimbulkan oleh menurunya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit. 2) Stressor psikologis Ansietas berat yang berkepanjang terjadi bersama dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi. ( Stuart, Gail W, 2006 ) c. Sumber koping yang mengalami sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif meliputi: a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman b. Hubungan dengan hewan peliharaan. c. penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal (misalnya, kesenian, musik, dan tulisan). d. Mekanisme koping ndividu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik: 1) Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial a) Proyeksi b) Splitting c) merendahkan orang lain 2) Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang

a) Splitting b) Formasi reaksi c) Proyeksi d) Isolasi e) Idealisasi orang lain f) Merendahkan orang lain g) Identifikasi proyeksi 5. Gejala dan karakteristik Adapun tingkah laku klien isolasi sosial yaitu: a. Kurang spontan; b. Apatis (acuh terhadap lingkungan); c. Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi bersedih); d. Afek tumpul; e. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri; f. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat; g. Mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya,pada saat makan; h. Kurang sadar dengan lingkungan sekitar; i. Pemasukan makan dan minuman terganggu; j. Retensi urine dan feses; k. Aktifitas menurun;

l. Kurang energik (tenaga); m. Harga diri rendah; n. Menolak hubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakapcakap. (Tim Keperawatan Jiwa, 2002) 6. Penatalaksnaan Penataksanaan pada penderita gangguan jiwa dibagi dalam beberapa bentuk: a. Suasana terapi (Lingkungan terapiutuk) Yang dimaksud suasana terapi adalah suasana yang diciptakan oleh dokter atau perawat denga klien yang dapat membantu proses penyembuhan klien. Dalam teori keperawatan jiwa hal ini lebih dikenal dengan menciptakan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien. b. Farmakoterapi. Armakoterapi adalah bentuk penatalaksanaan penderita gangguan jiwa dengan pemberian obat-obatan Anti Psikotik. Pengobatan ini diharapkan mampu memperbaiki keadaan somatik atau biologis tubuh yang berhubungan dengan perubahan perilaku penggunaan obat-obatan anti psikotik dapat mempengaruhi keseimbangan Neurotransmitter pada sistem embolik otak sehingga efek gangguan perilaku seperti halusinasi dan Apatis dapat teratasi. c. Psikoterapi Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara sukarela, dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu, dan mengembangkan pertunbuhan kepribadian secara positif. Psikoterapi dilakukan dengan pemberian support kepada klien untuk meningkatkan aspek positif diri. Pada penderita gangguan jiwa dengan perilaku isolasi sosial, bentuk psikoterapi dalam keperawatan yang paling efektif digunakan adalah terapai aktifitas kelompok dengan sosialisasi.(W.F Maramis, 1998). B. PROSES KEPERAWATAN Proses keperawatan merupakan suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis, sosial, dan spiritual yang optimal. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang merupakan siklus dan saling

tergantung yang meliputi pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. 1. Pengkajian Menurut Budi Anna Keliat,2006 bahwa pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, social, dan spiritual. Hal-hal yang perlu dikaji pada klien menarik diri adalah biodata klien, alas an masuk, keluhan utama, faktor predisposisi, status mental, faktor-faktor psikososial serta mekanisme kopimg yang sering digunakan. 2. Pohon masalah Pohon masalah klien isolasi sosial menurut Budi Anna Keliat,2005 adalah sebagai berikut: Defisit perawatan diri; mandi dan berhias Akibat Akibat Ketidakefektifan koping keluarga; ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah Isolasi sosial Masalah utama Gangguan konsep diri; harga diri rendah kronis Penyebab Gangguan sensori persepsi Halusinasi Penyebab

3. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan pada klien dengan isolasi sosial berdasarkan NANDA 2005-2006 sesuai bagan diatas adalah sebagai berikut: a. Isolasi sosial

b. Gangguan konsep diri harga diri rendah kronis. c. Defisit perawatan diri d. Resiko terjadinya Halusinasi STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN Diagnosa I: Isolasi sosial A. Pasien SPIp 1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien. 2. Mendiskusikan dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain. 3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain. 4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain. 5. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian. SPIIp 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan orang lain. 3. Membantu pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. SPIIIp 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih.

3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian. B. Keluarga SPIk 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien. 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya. 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial. SPIIk 1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial. 2. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat lansung kepada pasien isolasi sosial. SPIIk 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning) 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang. Diagnosa II: Harga Diri Rendah A. Pasien SPIp 1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dialami pasien. 2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat di gunakan. 3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai kemampuan klien. 4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih. 5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien. 6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SPIIp 1. Mengevaluasi jadwal harian pasien. 2. Melatih kemampuan kedua. 3. Menganjurkan pasien memasukkandalam jadwal kegiatan harian. B. Keluarga SPIk 1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan kelurga dalam merawat pasien. 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala Harga Diri Rendah yang dialami pasien beserta proses terjadinya. 3. Menjelaskan cara merawat pasien Harga Diri Rendah. 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SPIIk 1. Melatih keluarga memprakktekan cara merawat pasien dengan Harga Diri Rendah. 2. Melatih keluarga memprakktekan cara merawat lansung kepada pasien Harga Diri Rendah. SPIIIk 1. Membantu keluarga membuat jadwa aktifitas dirumah termasuk minum obat (discharge plannig) 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang. Diagnosa III: Defisit perawatan diri A. Pasien SPIp 1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri. 2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan.

3. Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri. 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SPIIp 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2. Menjelaskan cara makan yang baik. 3. Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik. 4. Menganjurkan paien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SPIIIp 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik. 3. Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. B. Keluarga SPIk 1. .mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien. 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala Defisit Perawatan Diri serta jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya. 3. Menjelaskan cara merawat pasien defisit perawata diri. SPIIk 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri. 2. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri.

SPIIIk 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning) 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang. DIAGNOSA III : GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALISINASI BAB III TINJAUAN KASUS A. PENGKAJIAN DATA 1. BIODATA a. Identitas Klien Nama : Tn. M Umur : 28 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Suku Bangsa : Bugus Indonesia Status Perkawinan : Tidak Kawin Pendidikan : Tidak Sekolah Pekerjaan : Alamat : Bajoe Kab. Bone Tanggal Masuk : 22 Desember 2008 Tanggal Pengkajian : 29 Mei 2009 No. Register : 021041

Diagnosa Medik : Isolasi Sosial. b. Identitas Penanggung Nama : Tn. H Umur : 45 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Bajoe Kab. Bone Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung. II. Alasan Masuk Rumah Sakit Klien dibawa ke Rumah Sakit Dadi oleh Ayahnya pada tanggal 22 Desember 2006, awalnya klien sering menyendiri, melamun, dan suka berjalan keluar rumah tanpa tujuan. Keluhan Utama Keadaan klien saat dikaji : Klien tampak menyendiri bersandar ditembok dan kebanyakan tidur dibawah lantai dengan penampilan yang tidak sesuai dan tidak rapi, badan bau, rambut kusam, kuku hitam dan panjang. Masalah Keperawatan : Isolasi sosial Defisit perawatan diri ; mandi dan berhias III. Faktor Predisposisi 1. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan dirawat di rumah sakit Dadi Makassar dengan kasus yang sama. 2. Klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik, seksual, penolakan, kriminal, dan kekerasan dalam keluarga. 3. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. 4. Klien mengatakan mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu klien

ditinggalkan oleh Ibunya yang sudah meninggal sejak 3 tahun yang lalu. Saat ditanya tentang Almarhumah Ibunya, klien hanya terdiam menundukkan kepala dan tampak raut wajahnya sedih. IV. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda Vital : T :120/80 mm Hg N : 86x/mnt S : 36,5C P : 24x/mnt 2. Ukuran : TB dan BB tidak dilakukan pengukuran 3. Keluhan fisik : Gatal-gatal pada kulit dibadan Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri ; mandi V. Psikososial a. Genogram

45 ? ? ?

? ? ?

Ket : = laki-laki = perempuan X = Meninggal Dunia = Klien yang dirawat ....... = tinggal serumah = garis perkawinan = garis keturunan ? = Umur tidak diketahui Penjelasan gambar : GI : Kakek dan nenek dari pihak Ayah dan Ibu telah meninggal karena faktor usila. GII : Ibu Klien meninggal Karna Faktor Usila, Ayahnya dan saudaranya GIII: Klien dan saudaranya 1. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien 2. Klien anak ke 3 dari 4 bersaudara 3. Klien tinggal serumah dengan orang tuanya 4. Hubungan klien dengan keluarga kurang baik. Masalah keperawatan : Koping Keluarga tidak efektif ; Ketidakmampuan. b. Konsep Diri 1) Citra tubuh : Klien mengatakan tidak ada yang istimewa pada tubuhnya semuanya biasa-biasa saja.

2) Identitas diri : Klien menyadari dirinya seorang laki-laki, anak ke 3 dari 4 bersaudara, klien belum menikah. 3) Klien mengatakan sebelum Ibunya meninggal, klien dapat berperan sebagai anak yang penurut, tetapi saat Ibunya sudah meninggal, klien merasa tidak dapat menjalankan perannya lagi dengan baik, karena klien merasa Ibunya adalah satu-satunya orang yang sangat disayang dan dekat dengannya. 4) Ideal diri : Klien berharap ingin cepat sembuh dan dijemput oleh keluarganya untuk pulang dan berkumpul kembali dengan keluarganya. 5) Harga diri : Klien kecewa karena keluarganya tidak datang membesuknya dan klien juga merasa tidak berguna dan diharapkan lagi oleh keluarganya. Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri ; Harga diri rendah c. Hubungan sosial : 1) Orang yang berarti dalam hidupnya adalah Almarhumah Ibunya. 2) Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat : klien mengatakan kurang terlibat dalam kegiatan kelompok sosial masyarakat. 3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain adalah klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain dan lebih banyak diam. Masalah keperawatan : Isolasi sosial. d. Spiritual : 1) Nilai dan keyakinan : Klien menganut agama Islam dan yakin dengan agama yang dianutnya dan meyakini Allah yang Selalu memberikan Pertolongan. 2) Kegiatan ibadah : Klien mengatakan rajin pergi beribadah di Mesjid sebelum di rumah sakit, namun setelah dirawat di rumah sakit klien lebih tekun dan giat lagi untuk mengikuti terapi Agama. Masalah Keperawatan : -

VI. Status Mental a. Penampilan : Klien nampak kotor, kulit bardaki dan bau keringat, gigi kuning, cara berpakaian tidak sesuai, rambut kusam, kuku hitam dan panjang, gatal-gatal pada kulit badan. Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri. b. Pembicaraan : Klien bicara lambat dan hanya sesekali menjawab bila ditanya Masalah keperawatan : Isolasi sosial. c. Aktivitas motorik : Klien selalu duduk termenung di tempat tidurnya, klien lebih banyak diam dan menyendiri, klien tidak bergaul dengan klien lainnya. Klien hanya melakukan aktivitas bila disuruh. Masalah keperawatan : Kurang motivasi. d. Alam perasaan : Klien mengatakan merasa sedih jika ditanya tentang keluarganya, apalagi jika klien menceritakan tentang Ibunya yang sudah meninggal, ekspresi wajah klien tampak sedih. Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri ; harga diri rendah e. Afek : Afek klien tumpul, klien bisa berespon dengan stimulus yang kuat baru klien berespon Masalah keperawatan : Isolasi sosial f. Interaksi selama wawancara : Kontak mata Klien kurang dan sering menunduk saat berinteraksi Masalah keperawatan : Isolasi sosial

g. Persepsi : Saat Berinteraksi dengan Klien ditemukan adanya Perubahan Persepsi Sensori ; Halusinasi. Masalah keperawatan : gangguan persepsi sensori Halusinasi. h. Proses pikir : Klien menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan dengan respon lambat tetapi pembicaraan klien kadang tiba-tiba terhenti lalu dilanjutkan kembali ( blocking ). Masalah keperawatan : Perubahan proses pikir. i. Isi pikir : Saat berinteraksi dengan klien tidak ditemukan adanya waham, obsesi dan fobia Masalah keperawatan : Tidak ada masalah j. Tingkat kesadaran : Saat wawancara klien sadar, klien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat, dan orang. Klien mampu mengenal waktu ( hari ini ) saat pagi, siang, sore, dan malam hari, tempat dimana dia berada sekarang yaitu di rumah sakit Dadi Makassar dan klien mengenal yang merawat dia adalah mantri dan suster Masalah keperawatan : Tidak ada masalah. k. Memori : Klien dapat mengingat kejadian masa lalu dan hal yang baru-baru terjadi. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah l. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Saat berinteraksi klien tidak dapat berkonsentrasi dan klien tidak mampu berhitung sederhana yaitu misalnya menghitung dari angka 1 sampai 10 Masalah keperawatan : Ketidakmampuan berkonsentrasi dan berhitung m. Kemampuan penilaian :

Klien mampu menentukan pilihan dengan baik ketika diberikan pilihan seperti duluan mana mandi atau makan, klien menjawab mandi dulu karena kalau mandi akan terasa segar baru makan n. Daya tilik diri : Klien menyadari dirinya sakit dan dirawat di rumah sakit Dadi Makassar Masalah keperawatan : Tidak ada masalah VII. Mekanisme Koping Maladaptif : Klien mengatakan jika punya masalah klien memendamnya sendiri dan tidak mau mengungkapkannya kepada orang lain Masalah keperawatan : Koping individu tidak efektif Isolasi sosial VIII. Aspek Medis 1) Diagnosa medis : Skizofrenia 2) Terapi medis : Haloperidol 5 mg 3x1 Chlorpromazine 100 mg 1x1 Trihexypenidil 2 mg 3x1 IX. Daftar Masalah Keperawatan a. Kerusakan interaksi sosial ; isolasi sosial b. Defisit perawatan diri ; mandi dan berhias c. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah d. Berduka disfungsional e. Perubahan proses pikir f. Kurang motivasi

g. Koping individu tidak efektif h. Koping keluarga tidak efektif ; Ketidakmampuan X. KLASIFIKASI DATA Data Subyektif : - Klien mengatakan malas mandi, keramas dan berhias selama berada di rumah sakit. - Klien mengatakan tidak pernah sikat gigi, potong kuku, dan mengganti baju selama berada di rumah sakit. - Klien mengatakan tidak mempunyai pakaian untuk mengganti, dan terkadang. semua peralatan mandi hilang diambil orang. - Klien mengatakan malas dan tidak suka bergaul dengan orang lain. - Klien mengatakan kurang terlibat dalam kegiatan kelompok sosial masyarakat. - Klien mengatakan jika punya masalah klien memendamnya sendiri dan tidak mau mengungkapkannya kepada orang lain. Data Obyektif : - Klien nampak kotor, kulit bardaki dan bau keringat, rambut kusam, gatal-gatal pada kulit badan. - Klien nampak giginya kuning, kuku klien panjang dan hitam. - Penampilan klien tidak rapi, dan berpakaian tidak sesuai. - Klien nampak mandi tidak memakai sabun, dan tidak mengganti pakaian setelah mandi. - Klien selalu duduk termenung di tempat tidurnya , klien tidak bergaul dengan klien lainnya. - Klien hanya melakukan aktivitas bila disuruh. - Pembicaraan klien kadang tiba-tiba terhenti lalu dilanjutkan kembali ( blocking ). - Afek klien tumpul, klien bisa berespon dengan stimulus yang kuat baru klien berespon. - Klien bicara lambat dan hanya sesekali menjawab pertanyaan ketika ditanya.

- Klien tidak mampu memulai pembicaraan. - Kontak mata klien kurang dan selalu menunduk saat berinteraksi. B. ANALISA DATA

DATA

MASALAH 1

3 1

DS: Klien mengatakan malas dan tidak suka bergaul dengan orang lain. Klien mengatakan kurang terlibat dalam kegiatan kelompok sosial masyarakat. Klien mengatakan jika punya masalah klien memendamnya sendiri dan tidak mau mengungkapkannya kepada orang lain. DO: Klien selalu duduk termenung di tempat tidurnya , klien tidak bergaul dengan klien lainnya. Klien hanya melakukan aktivitas bila disuruh. Pembicaraan klien kadang tiba-tiba terhenti lalu dilanjutkan kembali (blocking).

Afek klien tumpul, klien bisa berespon dengan stimulus yang kuat baru klien berespon. Klien bicara lambat dan hanya sesekali menjawab pertanyaan ketika ditanya. Klien tidak mampu memulai pembicaraan. Kontak mata klien kurang dan selalu menunduk saat berinteraksi.

Isolasi sosial

DS: Klien mengatakan tidak pernah sikat gigi, potong kuku, dan mengganti baju selama berada di rumah sakit. Klien mengatakan tidak mempunyai pakaian untuk mengganti, dan terkadang semua peralatan mandi hilang diambil orang. Klien mengatakan malas mandi, keramas dan berhias selama berada di rumah sakit. DO: Penampilan klien tidak rapi, dan berpakaian tidak sesuai. Klien nampak mandi tidak memakai sabun, dan tidak mengganti pakaian setelah mandi. Klien nampak giginya kuning, kuku klien panjang dan hitam. Klien nampak kotor, kulit bardaki dan bau keringat, rambut kusam, gatal-gatal pada kulit badan. Penampilan klien tidak rapi, dan berpakaian tidak sesuai.

. Defisit perawatan diri ; mandi dan berhias. C. POHON MASALAH

Defisit perawatan diri; mandi dan berhias EFEK Isolasi sosial

MASALAH UTAMA Gangguan konsep diri; harga diri rendah kronis ETIOLOGI Gangguan konsep diri; harga diri rendah kronis

ETIOLOGI D. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Defisit perawatan diri; mandi dan berhias 2. Isolasi sosial 3. Gangguan persepsi sensori Halusinasi DAFTAR PRIORITAS MASALAH KESEHATAN Nama : Tn A Ruangan : Nyiur No. RM : 04 10 36 Diagnosa Keperawatan

Tanggal Ditamukan

Tanggal Teratasi Isolasi Sosial

Defisit Perawatan Diri Gangguan persepsi sensori

29 Mei 2009 29 Mei 2009 29 Mei 2009

CATATAN KEPERAWATAN Nama : Tn " M " Ruang : Nyiur No. RM : 04 10 17 Tgl/Jam

Dx. Kep SP Pasien

Implementasi

Evaluasi 29/05/2009 09.00 01/06/2009 09.00

02/06/2009 09.00 29/05/2009 11.00 01/06/2009 11.30 02/06/2009 12.00 02/06/2009 12.00

DX. I SPIP DX. I SPIIP DX. I SPIIIP DX. II SPIP DX.II SPIIP DX. II SPIIIP DX. II SPIIIP

Membimbing klien dalam hal berinteraksi 1. Apa yang menyebabkan bapak slalu menyendiri?

2. Apakah bapak bisa menyebutkan keuntungan bila berinteraksi dengan orang lain? 3. Apakah bapak bisa menyebutkan kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang lain? 4. Bagaimana kalau kita belajar cara berkenalan dengan satu orang? Caranya : mengucapkan salam, mengulurkan tangan lalu tanya nama dan nama panggilan. 5. Bagaimana kalau kegiatan ini dimasukkan dalam jadwal harian bapak? Membimbing klien dalam hal berinteraksi 1. Pak sudah tau cara berkenalan dengan satu orang? 2. Apakah bisa bapak memperagakan berkenalan dengan satu orang? Ulurkan tangan bapak kemudian sebutkan nama dan alamat bapak kemudian tanya nama alamat yang bapak temani berkenalan. 3. Bagaimana kalau latihan berkenalan ini kita masukkan dalam jadwal harian bapak ? Membimbing klien dalam hal berinteraksi dengan orang lain . Pak sudah bisa berkenalan dengan satu orang ? 1. Silahkan pak mempraktekkan lebih dari dua orang 2. Bagaimana kalau latiahan berkenalan dua orang atau lebih dimasukkan dalam jadwal harian bapak? a. Menjelaskan pentingnya kebersihan dri b. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri c. Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian a. Menjelaskan pentingnya kebersihan dri b. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

c. Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien b. Menjelaskan cara makan yang baik c. Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien b. Menjelaskan cara eliminasi yang baik c. Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik d. Mengajarkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

S: 1. Klien mengatakan selalu menyendiri karena malu dan punya banyak masalah 2. Klien mengatakan mau berkenalan dengan orang lain 3. Klien mau memasukkan ke dalam jadwal hariannya. O: 1. Klien nampak duduk menyendiri di tempat tidurnya 2. Kontak mata kurang dan terkadang menunduk 3. klien menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain. 4. Klien menyebutkan kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang lain. 5. Klien berkenalan dengan satu perawat. A:

1. Klien mampu mengidentifikasi penyebab menyendiri 2. Klien mampu menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain 3. Klien mampu menyebutkan kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang lain 4. klien mampu berkenalan dengan orang lain. P : Lanjutkan Intervensi 1. Evaluasi jadwal harian klien 2. Beri kesempatan pada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang. 3. Bantu klien memasukkan kegiatan latihan berbincang bincang dengan orang lain sebagai satu jadwal harian. S: Saya sudah tahu cara berkenalan dengan satu orang O: 1. Klien berkenalan dengan satu perawat 2. Kontak mata cukup A: Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang. P : Lanjutkan Intervensi SPIIIP 1. Evaluasi jadwal harian klien 2. Beri kesempatan pada klien mempraktekkan cara cara berkenalan dengan dua orang atau lebih 3. Anjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian klien. S:

Klien mengatakan sudah mempraktekkan cara berkenalan. O: 1. Klien masih tampak malu malu 2. Klien tampak berkenalan dengan satu orang A: Klien mampu mempraktekkan berkenalan lebih dua orang orang tapi belum percaya diri. P: Pertahankan intervensi SPIIIP 1. Evaluasi jadwal harian pasien 2. Beri kesempatan pad klien mempraktekkan cara berkenalan dua orang atau lebih 3. Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal harian klien S: - Klien mengatakan malas mandi, keramas dan berhias selama berada di rumah sakit - Klien mengatakan tidak pernah sikat gigi, potong kuku, dan mengganti baju selama berada di rumah sakit - Klien mengatakan tidak mempunyai pakaian untuk mengganti, dan terkadang semua peralatan mandi hilang diambil orang. O: Klien nampak kotor,kulit berdaki dan bau keringat, rambut klien panjang, kulit kepala kotor Klien nampak giginya kuning, kuku klien panjang dan hitam, Penampilan klien tidak rapi, dan berpakaian tidak sesuai. A:

- Klien mampu mengidentifikasi kebersihan diri mandi dan berhias - Klien mampu melaksanakan perawatan kebersihan diri P: Ajarkan cara melakukan perawatan kebersihan diri mandi dan berhias dengan baik. S: - Klien mengatakan malas mandi, keramas dan berhias selama berada di rumah sakit - Klien mengatakan tidak pernah sikat gigi, potong kuku, dan mengganti baju selama berada di rumah sakit - Klien mengatakan tidak mempunyai pakaian untuk mengganti, dan terkadang semua peralatan mandi hilang diambil orang. O: Klien nampak kotor,kulit berdaki dan bau keringat, rambut klien panjang, kulit kepala kotor Klien nampak giginya kuning, kuku klien panjang dan hitam, Penampilan klien tidak rapi, dan berpakaian tidak sesuai. A: - Klien mampu mengidentifikasi kebersihan diri mandi dan berhias - Klien mampu melaksanakan perawatan kebersihan diri P: Ajarkan cara melakukan perawatan kebersihan diri mandi dan berhias dengan baik. S: - Klien mengatakan bahwa dirinya tadi pagi sudah makan - Klien mengatakan makannya diatas meja dan mencuci tangannya sebelum makan O: - Klien memperlihatkan sendok yang dipakai makan

- Klien nampak mengingat semua yang diajarkan oleh perawat. A: Klien dapat mengikuti semua kegiatan makan dengan baik dan teratur P: Ajarkan cara makan dan teratur yang baik S: - Klien mengatakan bahwa dirinya tadi pagi sudah BAB dan BAK - Klien mengatakan BAB dan BAK di WC dan mencuci tangannya sesudah BAB dan BAK O: - Klien nampak mengingat semua yang diajarkan oleh perawat. A: Klien dapat melakukan BAB dan BAK dengan baik dan pada tempatnya P: Ajarkan cara eliminasi dan teratur yang baik. RENCANA KEPERAWATAN. Tn M DIRUANGAN NYIUR BPRS. DADI MAKASSAR PROP. SUL-SEL Nama Klien : Tn. M No. Register : 04 10 17 Ruangan : Nyiur TGL

NO DX

DIAGNOSA KEPERAWATAN

PERENCANAAN

INTERVENSI

RASIONAL TUJUAN

KRITERIA EVALUASI 1

7 29 Mei 2009 29 Mei 2009

I II

Isolasi sosial Defisit Perawatan diri

TUM : Perubahan persepsi sensori tidak terjadi TUK 1 : Bina hubungan saling percaya TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasannya setelah berhungan dengan orang lain. TUM: Defisit perawatan diri;mandi dan berhias

TUK : I Klien dapat membina hubungan saling percaya TUK 2 : Klien dapat mengenal tentang pentingnya kesehatan khususnya dalam kebersihan diri mandi dan berhias TUK 3 : Klien dapat melakukan kebersihan diri mandi dan berhias dengan bantuan perawat TUK 4 : Klien dapat melakukan perawatan diri mandi dan berhias secara mandiri TUK 5 : Klien dapat memertahankan kebersihan diri mandi dan berhias secara mandiri TUK 6 : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan pemeliharaan kebersihan diri mandi dan berhias

1.1 Ekspresi wajah bersahabat, menunjuk rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi 2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial yang berasal dari : 1) Diri sendiri 2) Orang lain 3) Lingkungan 3.1. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain 3.2 Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4.1.Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara : K. P K-P-K K-P-Kel K-P-Klp/Klp/Masy. 5.1 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain untuk : - Diri sendiri - Orang lain 1.1.Ekspresi wajah bersahabat, menunjuk rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi 2.1.Klien dapat menjelaskan tentang arti kebersihan diri ; 1) Mandi 2) Makan 3) Berpakaian yang sesuai 4) Berhias 3.1 Klien mau dan mampu melakukan kebersihan diri mandi dan berhias. 4.1 Klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri atas motivasi dan inisiatif sendiri 5.1 Klien dapat mengidentifikasi Kemampuan dan aspek positif yang dimiliki : 1) Kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien 2) Kemampuan memahami arti pentingnya menjaga kebersihan diri mandi dan berhias

6.1 Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga

Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik : a. Sapa klien dengan ramah dan baik verbal maupun non verbal. b. Perkenalkan diri dengan sopan c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Jujur dan menepati janji f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. 2.1.1. Kaji pengetahuan klien tentang isolasi sosial dan tanda tandanya 2.1.2 Beri kesempatan klien untuk mengunkapkan perasaan penyebab isolasi sosial dan tidak mau bergaul. 2.1.3 Diskusikan ada klien tentang perilaku isolasi sosial, tanda dan penyebab yang muncul. 2.1.4 Berikan pujian pada klien terhadap kemampuan mengungkapkan perasaannya. 3.1.1 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain. 3.1.2 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya tentang keuntungan berhubungan dengan oramg lain. 3.1.3 Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 3.1.4 Beri reinforcement positif terhadap kemanpuan mengungkapakan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain. 3.2.1 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.

3.2.2 Beri reinforcement positif terhadap kemanpuan mengungkapakan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. 4.1.1 Kaji kemampuan klien dalam membina hubungan dengan orang lain. 4.1.2 Dorong dan bantu klienuntuk berhubungan dengan orang lain. 4.1.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai. 4.1.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain. 4.1.5 Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu. 5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain. 5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfat berhubungan dengan orang lain. 5.1.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien meningkatkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik : 1. Sapa klien dengan ramah dan baik verbal maupun non verbal. 2. Perkenalkan diri dengan sopan 3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien 4. Jelaskan tujuan pertemuan 5. Jujur dan menepati janji 6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya 7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. 2.1.1. Kaji pengetahuan klien tentang arti kebersihan diri dan cara-cara mandi, makan, berpakaian yang sesuai, dan berhias. 2.1.2 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.

2.1.3 Diskusikan bersama klien tentang fungsi memelihara kesehatan diri dengan menggali pengetahuan klien tentang hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri mandi, makan, berpakaian yang sesuai, dan berhias. 2.1.4 Berikan pujian atas apa yang telah klien lakukan serta ingatkan klien memelihara kesehatan diri. 3.1.1 Kaji motivasi klien untuk mandi dan berhias, memotong kuku dan merapikan rambut 3.1.2 Bimbing klien untuk mandi dan berhias 3.1.3 Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari 3.1.4 Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk mengolah fasilitas perawatan kebersihan diri 4.1.1 Monitor klien dalam melaksanakan kebersihan diri mandi dan berhias secara teratur 4.1.2 Ingatkan klien untuk mencuci rambut, menyisir rambut, gosok gigi, ganti baju, dan pakai sandal 5.1.1 Berikan pujian jika klien berhasil melakukan kebersihan diri 6.1.1 Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri mandi dan berhias 6.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah dilakukan klien selama dirumah sakit dalam menjaga kebersihan diri mandi dan berhias 6.1.3 Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri mandi dan berhias klien 6.1.4 Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri mandi dan berhias

Saling percaya yang terbina merupakan dasar untuk interaksi selanjutnya 2.1.1 Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang isolasi sosial 2.1.2 untuk mengetahu alasan klien isolasi sosial

2.1.3 Meningkatkan pengetahuan klien serta bersama mencari pemecahan masalah kilen. 2.1.4 Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungannya. 3.1.1 Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang berhubungan dengan orang lain. 3.1.2 Mengidentifikasi perasaan klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain. 3.1.3 Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain. 3.1.4 Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien. 3.2.1 Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien untuk merencanakan tindakan selanjutnya. 3.2.2 Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan orang lain. 4.1.1 Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien 4.1.2 Klien mungkin dapat mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain. 4.1.3 Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien. 4.1.4 Klien dapat merasakan manfaat berhubungan dengan orang lain. 4.1.5 Membantu klien dalam menjalani hubungan yang kooperatif 5.1.1 untuk mengetahui sejauh mana hubungan interpersonal klien dengan orang lain. 5.1.2 Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan oleh klien 5.1.3 Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien. Saling percaya yang terbina merupakan dasar untuk interaksi selanjutnya 2.1.1. Pengetahuan klien dapat menjadi dasar dalam rencana tindakan berikutnya 2.1.2. Adanya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan klien tidak memelihara kebersihan diri. 2.1.3. Dengan dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, klien dapat mengetahui hal-hal yang dapat dilakukannya

2.1.4. Pemberian pujian dapat meningkatkan harga diri klien 3.1.1 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisinya 3.1.2. Klien merasa diperhatikan 3.1.3. Meningkatkan kebersihan diri klien dan memberikan rasa nyaman 3.1.4. Dengan fasilitas yang baik dapat memotivasi klien agar lebih meningkatkan kebersihan diri. 4.1.1. Dengan dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, klien dapat mengetahui hal-hal yang dapat dilakukannya. 4.1.1. Meningkatkan kesadaran klien tentang pentingnya menjaga dan memelihara kebersihan diri 5.1.1. Pemberian pujian dapat meningkatkan harga diri klien 6.1.1. Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk interaksi selanjutnya 6.1.2. Meningkatkan kesadaran klien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri mandi dan berhias 6.1.3 Sarana yang lengkap dapat membantu klien dalam memertahankan pemeliharaan kebersihan diri mandi dan berhias 6.1.4. Keluarga merupakan orang terdekat dengan klien dan merupakan sistem pendukung untuk menolong klien melakukan perawatan dirumah

DAFTAR PUSTAKA Budi Anna Keliat. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC Gail w. Stuart. 2007. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 5. EGC. Jakarta Gail w. Stuart. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta : EGC Iyus Yosep, SKp.,M.Si. 2007. Buku Keperawatan Jiwa. Suliswati, S.Kp, M.Kes, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Edisi I. Jakarta : EGC.

Mary c. townsend. 1998 Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC Sentosa Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. (defenisi dan klasifikasi). Prima Medika Siswanto. 2007. Kesehatan Mental (konsep cakupan dan pekembangannya). Yogyakarta : ANDI Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Diposkan oleh kippo' bloggers di 22:54 1 komentar:

Art07 Mimink mengatakan...

NAMA : RISNAWATI NIM ; 09105 KELAS : 1 B

BENARKAH FLURENCE NIGHTINGALE PERAWAT PERTAMA?

Tentu saja bukan, karna pada masa modern (1500-sekarang) perawat-perawat asing dari dunia barat mulai berkembang dan mulai masuk ke Negara Arab.Sedangkan Florence Nightingale lahir pada tanggal 12 mei 1820.Pada masa itu salah seorang perawat bidan muslim pada tahun 1960 yang bernama Lutfiah Al-Khateeb yang merupakan perawat bidan Arab Saudi pertama yang mendapatkan diploma keperawatan di Kairo,ia mendirikan institusi keperawatan Arab Saudi.Sampai sekarang pun kita belum tahu siapa perawat pertama di dunia . Perkembangan perawatan di dunia dapat kita amati : 1. Pertama, pada zaman manusia itu diciptakan (manusia itu ada) di mana pada dasarnya manusia diciptakan telah memiliki naluri merawat diri sendiri sebagaimana tercermin pada seorang ibu. Naluri yang sederhana adalah memelihara,dalam hal ini adalah menyusui anaknya sehingga pada awal perkembangan keperawatan,perawat harus memiliki naluri keibuan (Mother Instinct). Kemudian bergeser ke zaman purba, di mana pada zaman itu,orang masih percaya pada suatu tentang adanya kekuatan mistis,di mana seorang yang sakit disebabkan oleh kekuatan pengaruh kekuatan gaib sehingga menimbulkan kesakitan.Pada saat itu peran perawat sebagai ibu yang merawat keluarganya yang sakit dan memberikan perawatan pisik serta mengobati penyakit

dengan menghilangkan pengaruh jahat. 2. Ketiga, pada zaman masehi, keperawatan dimulai pada saat perkembangan orang sakit sedangkan laki-laki bertugas untuk memberikan keperawatan. Agama Nasrani,pada saat itu suatu organisasi wanita bertujuan mengunjungi orang sakit sedangkan laki-laki bertugas untuk memberikan keperawatan, dan pada saat itu berdirilah rumah sakit di Roma yaitu Monastic Hospital.Rumah sakit itu dijadikan tempat merawat orang sakit, orang cacat,miskin dan yatim piatu. Pada saat itu pula perkembangan keperawatan di Timur Tengah mulai maju seiring dengan perkembanagan agama Islam. Keberhasilan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Agama islam di ikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi seperti ilmu pasti kimia,kesehatan,dan obat-obatan.perkembangan tersebut melahirkan tokoh islam dalam keperawatan yaitu bisa dikenal rufaidah alasalmia lahir pada tahun 579 M dan wafat pada tahun 632 M 3. Keenam pada masa sebelum kemerdekaan pada masa itu Negara Indonesia masih dalam penjajahan belanda.perawat berasal dari Indonesia disebut sebagai verlpleger dengan dibantu oleh zieken oppaser sebagai penjaga orang sakit,perawat tersebut pertama kali bekerja dirumah sakit binnen hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799 pada tahun 1819 didirikan rumah sakit stads perband kemudian pada tahun 1919 rumah sakit tersebut pindah kesalemba dan dikenal dengan RSCM (Rumah sakit cipto mangunkusumo 4. Ketujuh pada masa sebelum peran dunia kedua ini tokoh keperawatan fonce ningthingale (1820-1910) menyadari adanya suatu sekolah untuk mendidik para perawat usaha floovence nightingale dalam meriatis proves keperwatan diawali dengan menbantu korban akibat perang krim (1854-1856) antara roma dan turki dan prorence mendirikan sebuah rumah sakit Thomas dilondong dan mendirikan sebuah keperawatan nightingale Nursing school Berarti Florence bukanlah perawat pertama dan sampai sekaran belum diketahui siapa perawat pertama
28 Oktober 2009 03:14

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Idte content

Komentar Anda

Time's

free counter

Flag Counter

Counter's Map
Recent Visitors

Feedjit Live Blog Stats

Area
Feedjit Live Blog Stats

Arsip Blog

2011 (2) o Maret (1) Draft RUU Keperawatan o Januari (1) Proses Keperawatan Keluarga* 2010 (4) o Desember (2) Konsep Keperawatan Keluarga MENYESUAIKAN DIRI DENGAN PERUBAHAN PSIKOLOGI DAN S... o Februari (2) ALAT KOTRASEPSI KESEHATAN IBU DAN ANAK : PERSEPSI BUDAYA DAN DAMPA... 2009 (18) o Desember (1) Untuk II C APM o Oktober (3) Sebutkan nama, NIM dan kelas

o o o o

Tugas Sejarah Keperawatan Indonesia Florence Nightingale Juli (1) KTI ISOLASI SOSIAL Mei (1) Sebuah kecelakaan Maret (1) Education Expo, dari Akper Muhammadiyah Makassar Januari (11) PERAN PERAWAT PADA FASE PRE-OPERATIF Konsep Dasar Operasi Askep Peritonitis TEORI DAN MODEL KONSEPTUAL DALAM KEPERAWATANTEORI ... ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN DENGAN UROLITHIASIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAHBENIGNA HI... Askep Marasmus Askep Gastroenteritis Konsep Keluarga Askep Ureterolithiasis Konsep Keperawatan Peofesional

2008 (43) o Desember (3) Mengenal Formalin Jumat, 30 Desember 2005 Mewaspadai Virus Hepatitis C Tugas Keperawatan Gerontik o November (12) halusinasi Penglihatan Trisnawati Berapa jumlah Gangguan Jiwa? Kelainan Jiwa Pada Masa Kanak-kanak Proses Keperawatan Askep Glaukoma SISTEM PENGINDERAAN Stres dan Adaptasi Organisasi Profesi Keperawatan Askep Marasmus Puncak HUT PPNI Digelar 17 Maret (Surat Kabar Faja... Ureterolithiasis GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN o Oktober (3) KONSEP KELUARGA Tahapan dari proses keperawatan keluarga JUDUL KTI MAHASISWA (Rencana) o September (7) Patogenesis Sindrom Obstruksi TUGAS FAAL MAHASISWA TUGAS FAAL MAHASISWA Struktur dan Pertumbuhan Tulang Sampai Defisiensi ...

PENGARUH REBUSAN BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava ... MENGELOLA STRES KERJA BIOETIKA KELAHIRAN NON BARAT Juli (18) Askep Meningitis

Networking

My Yahoo Master Blog google Andika punya Blog puisi

Google
Apple Google Microsoft Nokia Kembali Gugat Apple Liputan 6 - 30 Mar 2011 - 4 jam lalu Liputan6.com, Helsinki: Nokia kembali melayangkan gugatan terhadap Apple di Amerika Serikat untuk yang kedua kalinya, setelah Apple diduga melanggar hak patennya dalam telepon genggam, pemutar musik portabel, tablet, dan komputer [baca: Nokia Gugat ... Artikel Terkait dicuplik dari Google - 3/2011 Saingi Apple dan Google, Amazon Pamer Musik Awan Inilah.com - 30 Mar 2011 - 6 jam lalu

COM, Jakarta- Ikut bermain di ranah musik, Amazon berambisi saingi Apple dan Google dengan meluncurkan layanan musik awan, Cloud Player. Pengguna bisa menyimpan seluruh koleksi musik via online. Selain menyimpan koleksi musik di sistem komputasi awan ... Artikel Terkait dicuplik dari Google - 3/2011 Microsoft Bawa Nama Amazon Soal 'App Store' Apple Detikcom - 30 Mar 2011 - 6 jam lalu Jakarta - Sementara Nokia bersikeras hak patennya telah dilanggar Apple, lain lagi dengan Microsoft. Upayanya dalam menghadang laju Apple mematenkan merek dagang 'App Store' masih berlanjut. Dalam keberatannya kali ini, Microsoft membawa-bawa nama ... dicuplik dari Google - 3/2011 Inilah Bocoran Tablet Dell Streak 7 di Indonesia Inilah.com - 30 Mar 2011 - 12 jam lalu COM, Jakarta- Setelah tablet iPad dari Apple diterima pasar dengan baik, berbagai produsen IT berambisi pamer tablet di Indonesia. Terbaru, Dell berencana meluncurkan Streak 7. Kami belum bisa memastikan waktu spesifik peluncuran Streak 7. ... dicuplik dari Google - 3/2011

Scribd Upload a Document Search Documents Explore

Documents

Books - Fiction Books - Non-fiction Health & Medicine Brochures/Catalogs Government Docs How-To Guides/Manuals Magazines/Newspapers Recipes/Menus School Work + all categories Featured Recent

People

Authors Students Researchers Publishers Government & Nonprofits Businesses Musicians Artists & Designers Teachers + all categories

Most Followed Popular

Kuntum Khaira Kimku...

We're using Facebook to personalize your experience. Learn MoreDisable

Account
o o o o o o o o o o

Home My Documents My Collections My Shelf View Public Profile Messages Notifications Settings Help Log Out

Welcome to Scribd - Where the world comes to read, discover, and share...
Were using Facebook to give you reading recommendations based on what your friends are sharing and the things you like. We've also made it easy to connect with your friends: you are now following your Facebook friends who are on Scribd, and they are following you! In the future you can access your account using your Facebook login and password. Learn moreNo thanks

Some of your friends are already on Scribd:

/ 26

Download this Document for Free

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN YG MENGALAMI TINGKAH LAKU

BUNUH DIRI/MERUSAK DIRI

By. Desty Emilyani

Istilah - istilah
Perilaku Destruktif diri Pencederaan diri

Aniaya diri Agresi terhadap diri sendiri Membahayakan diri Mutilasi diri dll

Pengertian :

Setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian ( Gail w.Stuart,Keperawatan Jiwa,2007) Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri, 2004) Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif sering terjadi pada remaja ( Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri,1997)

Scribd Upload a Document Search Documents Explore

Documents

Books - Fiction Books - Non-fiction Health & Medicine Brochures/Catalogs Government Docs How-To Guides/Manuals Magazines/Newspapers Recipes/Menus School Work + all categories Featured Recent

People

Authors Students Researchers Publishers Government & Nonprofits Businesses Musicians Artists & Designers Teachers + all categories Most Followed Popular

Kuntum Khaira Kimku...

We're using Facebook to personalize your experience. Learn MoreDisable

Account
o o o o o o o o o o

Home My Documents My Collections My Shelf View Public Profile Messages Notifications Settings Help Log Out

Welcome to Scribd - Where the world comes to read, discover, and share...
Were using Facebook to give you reading recommendations based on what your friends are sharing and the things you like. We've also made it easy to connect with your friends: you are now following your Facebook friends who are on Scribd, and they are following you! In the future you can access your account using your Facebook login and password. Learn moreNo thanks

Some of your friends are already on Scribd:

/ 14

Download this Document for Free

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN GANGGUAN WAHAM


Dosen Pengampu : Suyamto SSIT MPH

Disusun Oleh : HERI SUTANTO 1920081497

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2010


Jl. Masjid PA No. 5 Telp (0274) 512667, Yogyakarta ASKEP GANGGUAN KESEHATAN JIWA WAHAM
A.Masalah Utama.

Perubahan isi pikir : waham B. Pengertian.

Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (1). Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya ) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung (2). C. Proses terjadinya masalah 1. Penyebab

Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.(3)

2. Akibat

Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. D. Pohon masalah

E. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji 1. Masalah keperawatan :


a.

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan


b.

Kerusakan komunikasi : verbal


c.

Perubahan isi pikir : waham


d.

Gangguan konsep diri : harga diri rendah. 2.

Data yang perlu dikaji : a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan 1). Data subjektif

Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri 2). Data objektif Kerusakan Kerusakan komunikasi komunikasi verbal verbal
Resiko tinggi Resiko tinggi mencederai diri, mencederai diri, orang lain dan orang lain dan lingkungan lingkungan Perubahan isi Perubahan isi pikir: waham pikir: waham Gangguan konsep diri: harga diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah rendah

ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRI


at blog.ilmukeperawatan.com

Ads Powered by:KumpulBlogger.com

Prosedur keperawatan :POSISI TREDELEMBURG Diagnosa keperawatan Perfusi jaringan tidak efektif

ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRI

DEFISIT PERAWATAN DIRI A. Pengertian Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004). Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ). B. JenisJenis Perawatan Diri 1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri. 2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias. Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri. 3. Kurang perawatan diri : Makan Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan. 4. Kurang perawatan diri : Toileting Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ). C. Etiologi Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut : 1. Kelelahan fisik 2. Penurunan kesadaran Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah : 1. Faktor prediposisi a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. 2. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,

kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah: 1. Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 2. Praktik Sosial Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. 3. Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. 4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. 6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain lain. 7. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene. 1. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. 2. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. D. Tanda dan Gejala Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah: a) Fisik Badan bau, pakaian kotor. Rambut dan kulit kotor. Kuku panjang dan kotor Gigi kotor disertai mulut bau penampilan tidak rapi b) Psikologis Malas, tidak ada inisiatif. Menarik diri, isolasi diri. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c) Sosial Interaksi kurang. Kegiatan kurang Tidak mampu berperilaku sesuai norma. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri. Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah : 1. Data subyektif a. Pasien merasa lemah b. Malas untuk beraktivitas c. Merasa tidak berdaya. 2. Data obyektif a. Rambut kotor, acak acakan b. Badan dan pakaian kotor dan bau c. Mulut dan gigi bau. d. Kulit kusam dan kotor e. Kuku panjang dan tidak terawat E. Mekanisme Koping a. Regresi b. Penyangkalan c. Isolasi diri, menarik diri d. Intelektualisasi F. Rentang Respon Kognitif Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah : 1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri a) Bina hubungan saling percaya. b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan. c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri. 2. Membimbing dan menolong klien merawat diri. a) Bantu klien merawat diri b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari 3. Ciptakan lingkungan yang mendukung a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi. b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien. c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup. G. Pohon Masalah Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri Isolasi sosial Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias. H. Diagnosa Keperawatan Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu: 1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

2. Defisit perawatan diri. 3. Isolasi Sosial. I. Fokus Intervensi Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri. Tujuan Umum Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri. Tujuan Khusus TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Kriteria evaluasi Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat: a. Wajah cerah, tersenyum b. Mau berkenalan c. Ada kontak mata d. Menerima kehadiran perawat e. Bersedia menceritakan perasaannya Intervensi a. Berikan salam setiap berinteraksi. b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan. c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien. d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien. f. Buat kontrak interaksi yang jelas. g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati. h. Penuhi kebutuhan dasar klien. TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri. Kriteria evaluasi Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri. Intervensi a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik. b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih. c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri. d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri. e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri. f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri. g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang. TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat. Kriteria evaluasi

Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih seharihari, dan merapikan penampilan. Intervensi a. Motivasi klien untuk mandi. b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar. c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari. d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut. e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi. f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal. TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri. Kriteria evaluasi Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi. Intervensi Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal. TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. Kriteria evaluasi Klien selalu tampak bersih dan rapi. Intervensi Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri. TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri. Kriteria evaluasi Keluarga selalu mengingatkan halhal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri. Intervensi a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri. b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS. c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS. d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien. e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri. f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri. g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.

Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 2006. Jakarta : Prima Medika. Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC. Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRI


at blog.ilmukeperawatan.com

Ads Powered by:KumpulBlogger.com

Prosedur keperawatan :POSISI TREDELEMBURG Diagnosa keperawatan Perfusi jaringan tidak efektif

ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRI

DEFISIT PERAWATAN DIRI A. Pengertian Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004). Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ). B. JenisJenis Perawatan Diri 1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri. 2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias. Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri. 3. Kurang perawatan diri : Makan Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan. 4. Kurang perawatan diri : Toileting Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ). C. Etiologi Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut : 1. Kelelahan fisik 2. Penurunan kesadaran Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah : 1. Faktor prediposisi a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. 2. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,

kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah: 1. Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 2. Praktik Sosial Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. 3. Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. 4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. 6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain lain. 7. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene. 1. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. 2. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. D. Tanda dan Gejala Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah: a) Fisik Badan bau, pakaian kotor. Rambut dan kulit kotor. Kuku panjang dan kotor Gigi kotor disertai mulut bau penampilan tidak rapi b) Psikologis Malas, tidak ada inisiatif. Menarik diri, isolasi diri. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c) Sosial Interaksi kurang. Kegiatan kurang Tidak mampu berperilaku sesuai norma. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri. Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah : 1. Data subyektif a. Pasien merasa lemah b. Malas untuk beraktivitas c. Merasa tidak berdaya. 2. Data obyektif a. Rambut kotor, acak acakan b. Badan dan pakaian kotor dan bau c. Mulut dan gigi bau. d. Kulit kusam dan kotor e. Kuku panjang dan tidak terawat E. Mekanisme Koping a. Regresi b. Penyangkalan c. Isolasi diri, menarik diri d. Intelektualisasi F. Rentang Respon Kognitif Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah : 1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri a) Bina hubungan saling percaya. b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan. c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri. 2. Membimbing dan menolong klien merawat diri. a) Bantu klien merawat diri b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari 3. Ciptakan lingkungan yang mendukung a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi. b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien. c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup. G. Pohon Masalah Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri Isolasi sosial Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias. H. Diagnosa Keperawatan Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu: 1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

2. Defisit perawatan diri. 3. Isolasi Sosial. I. Fokus Intervensi Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri. Tujuan Umum Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri. Tujuan Khusus TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Kriteria evaluasi Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat: a. Wajah cerah, tersenyum b. Mau berkenalan c. Ada kontak mata d. Menerima kehadiran perawat e. Bersedia menceritakan perasaannya Intervensi a. Berikan salam setiap berinteraksi. b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan. c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien. d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien. f. Buat kontrak interaksi yang jelas. g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati. h. Penuhi kebutuhan dasar klien. TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri. Kriteria evaluasi Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri. Intervensi a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik. b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih. c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri. d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri. e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri. f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri. g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang. TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat. Kriteria evaluasi

Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih seharihari, dan merapikan penampilan. Intervensi a. Motivasi klien untuk mandi. b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar. c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari. d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut. e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi. f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal. TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri. Kriteria evaluasi Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi. Intervensi Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal. TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. Kriteria evaluasi Klien selalu tampak bersih dan rapi. Intervensi Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri. TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri. Kriteria evaluasi Keluarga selalu mengingatkan halhal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri. Intervensi a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri. b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS. c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS. d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien. e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri. f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri. g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.

Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 2006. Jakarta : Prima Medika. Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC. Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

HARGA DIRI RENDAH DEFINISI Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau cita cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana Keliat, 1998). Aktualisasi diri Pengungkapan pertanyaan atau kepuasan dari konsep diri positif. Konsep diri positif Dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan sesuai dengan kenyataan. Harga diri rendah Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai keinginan. Kerancunan identitas Ketidakmampuan individu mengidentifikasi aspek psikologi pada masa dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan perasaan hampa dan lain lain. Dipersonalisasi Merasa asing terhadap diri sendiri, kehilangan identitas misalnya malu dan sedih karena orang lain. Kepribadian yang sehat mempunyai konsep diri sebagai berikut : Konsep diri posistif Gambaran diri yang tepat dan positif Ideal diri yang realistis Harga diri yang tinggi Penampilan diri yang memuaskan Identitas yang jelas FAKTOR PENYEBAB Teori penyebab Situasional Yang terjadi trauma secara tiba tiba misalnya pasca operasi, kecelakaan cerai, putus sekolah, Phk, perasaan malu karena terjadi (korban perkosaan, dipenjara, dituduh KKN). HDR pada pasien yang dirawat disebabkan oleh : Privacy yang kurang diperhatikan, misal pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak spontan (mencukur pubis pemasangan kateter). Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tecapai karena dirawat atau sakit atau penyakitnya. Kelakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misal berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan berbagai tindakan tanpa pemeriksaan. Kronik Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit yang dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Menurut Ericson, masa balita adalah kemandirian yang ragu dan malu anak belajar mengendalikan diri dan kepercayaan diri, sebabnya bila banyak dikendalikan dari luar maka akan timbul bibit keraguan dan rasa malu yang berlebihan.

Faktor Predisposisi Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak realistic. Misalnya ; orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah Faktor Presipitasi Ketegangan peran Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau posisi Konflik peran Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan Peran yang tidak jelas Kurangnya pengetahuan individu tentang peran Peran yang berlebihan Menampilkan seperangkat peran yang konpleks Perkembangn transisi Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri Situasi transisi peran Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu Transisi peran sehat-sakit Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan dan perawatan. Tanda dan Gejala Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker. Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak ke RS menyalahkan dan mengejek diri sendiri. Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang bodoh dan tidak tahu apa apa. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain, lebih suka menyendiri. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih alternatif tindakan. Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin klien ingin mengakhiri kehidupan. Menurut Struart & Sundden (1998) perilaku klien HDR ditunjukkan tanda tanda sebagai berikut : Produktivitas menurun. Mengukur diri sendiri dan orang lain. Destructif pada orang lain. Gangguan dalam berhubungan. Perasaan tidak mampu. Rasa bersalah. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan. Perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri. Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan. Pandangan hidup yang pesimis.

Keluhan fisik. Pandangan hidup yang bertentangan. Penolakan terhadap kemampuan personal. Destruktif terhadap diri sendiri. Menolak diri secara sosial. Penyalahgunaan obat. Menarik diri dan realitas. Khawatir. Akibat harga diri rendah berkepanjangan (kronis). Klien akan mengisolasi diri dari lingkungan dan akan menghindar dengan orang lain. HDR kronis berlangsung lama tanpa adanya intervensi yang terapeutik dapat menyebabkan terjadinya kekacauan identitas dan akhirnya terjadi di personalisasi. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrogasikan aspek aspek. Identitas masa kanak kanak ke dalam kematangan aspek psikologi psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis. Depersonalisasi adalah perasaan tidak realita dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan, serta tidak dapat meredakan dirinya dengan orang lain. Mekanisme koping individu tidak efektif. Masalah Keperawatan Gangguan konsep diri : HDR DS : - Adanya ungkapan yang menegatifkan diri. - Mengeluh tidak mampu dilakukan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. - Ungkapan mengkritik diri sendiri, mengejek dan menyalahgunakan diri sendiri. DO : - Kontak mata kurang, sering menunduk. - Mudah marah dan tersinggung. - Menarik diri. - Menghindar dari orang lain. 2. Perubahan penampilan peran DS : - Ungkapan peranannya saat ini yang tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. DO : - Adanya keluhan fisik. - Perubahan dalam tanggung jawab. 3. Kerusakan interaksi sosial sama dengan menarik diri. DS : - Ungkapan yang terbatas pada ya atau tidak tahu. DO : - Tidak adanya kontak mata, selalu menundukkan kepala. - Berdiam diri di kamar, afek tumpul, menyendiri. - Menolak diajak berbincang bincang. - Posisi tidur janin. 4. Keputusasaan DS : - Mengungkapkan ketidakmampuan mengontrol dan mempengaruhi pikiran. - Enggan mengekspresikan perasaan yang sebelumnya. - Mengungkapkan keputusan. - Mengatakan kata kata pesimis. - Menyatakan secara tidak ada cara untuk memproleh hubungan dengan orang lain. DO : - Respon terhadap stimulasi terlambat / melambat.

- Kurang berenergi. - Pasif tampak apatis. - Lebih banyak tidur menarik diri. - Marah. Kerusakan komunikasi DS : - Sukar dimengerti, bila klien tidak mau berkomunikasi. - Mengungkapkan hal hal yang tidak sesuai dengan non verbalnya. DO :- Menolak berkomunikasi - Berbicara dengan nada yang tidak jelas. - Tampak mimik wajah tidak sesuai dengan verbal Resiko tinggi intoleran aktivitas DS : - Klien mengungkapkan menolak aktivitas DO :- Pasif - Tampak menyendiri / menghindar dari kegiatan yang ada orang lain. - Tidak peduli dengan aktifitas hidup sehari hari. Resiko tinggi perubahan persepsi sensori : halusinasi DS : - Klien mengatakan mendengar suara, melihat sesuatu, mengucap rasa, sesuatu, mencium bau yang nyata. DO : - Klien berbicara, senyum senyum, tertawa sendiri. - Bersikap curiga dengan orang lain atau sekitar dan bermusuhan. - Berbicara kacau, kadang kadang tidak masuk akal. - Tidak dapat membedakan hal hal yang nyata dan tidak nyata. Defisit perawatan diri DS : - Klien mengatakan malas untuk beraktifitas mandi, makan ganti pakaian dll. DO : - Pakaian kotor, penampilan tidak rapi. - Rambut kusut, kotor, bau tidak sedap. - Personal hygiene yang kurang. - Makan tak mau / menolak. - BAB / BAK tidak terkontrol. Resiko perilaku pada diri sendiri, orang lain / lingkungan DS : - Mengatakan mendengar suara yang negatif tentang orang lain, ancaman, ejekan. DO : - Mudah tersinggung, jengkel, marah. - Ekspresi wajah tegang. - Memukul atau menyakiti orang lain. Merusak lingkungan sekitar. Diagnosa Keperawatan Perubahan penampilan peran berhubungan dengan HDR. HDR berhubungan dengan mekanisme koping individu tidak efektif. HDR berhubungan dengan gangguan citra tubuh. HDR berhubungan dengan ideal diri tidak realistis. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan HDR. Keputusan berhubungan dengan hdr. Kerusakan komunikasi berhubungan dengan HDR. Resiko tinggi isolasi sosial berhubugan dengan HDR. Intoleran aktivitas berhubungan dengan menarik diri. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleran aktifitas.

Resiko tinggi perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan menarik diri. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi. Resiko tinggi mencederai diri sendiri orang lain akan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. Rencana Keperawatan Diagnosa : Perubahan penampilan peran berhubungan dengan HDR. Tujuan umum : Klien dapat melanjutkan peran berhubungan dengan tanggung jawab. Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dapat digunakan. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. Klien dapat menerapkan (merencanakan) kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya. Klien dapat meciptakan sistem pendukung yang ada. Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan cara selain terapoutik. Bicara dengan jujur, singkat, jelas, mudah di mengerti. Dengarkan pernyataan klien yang empati tentang halusinasi tanpa menentang atau menyetujui. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang diderita. Sediakan waktu untuk mendengarkan. Katakan pada klien bahwa klien adalah orang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dapat dimuat dan bagian tubuh mana yang masih berfungsi dengan baik. Kemampuan yang dimiliki oleh klien, aspek positif yang dialami oleh klien. Jika klien tidak mampu mengungkapkan maka dimulai dengan perawat memberikan rein forcement terhadap aspek positif klien. Setiap bertemu klien tindakan memberi penilaian negatif, utamakan memberi pujian yang realistic. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit. Misalnya penampilan klien dalam self care latihan fisik dan ambulasi serta aspek aspek. Diskusikan dalam kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya setelah pulang sesuai dengan kondisi sakit pasien. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari, sesuai dengan kemampuan kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagai bantuan total. Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan kondisi klien. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang lebih dilakukan klien. Berikan kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan. Beri pujian atas kebersihan klien. Diskusikan kemungkinan penatalaksanaan rumah. 6.1 Berikan pendidikan kesehatan pada klien tentang cara merawat klien dengan HDR. 6.2 Bantu dengan keluarga memberi dukungan selama klien dirawat. 6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah. Rasional Membina hubungan perawat klien setiap akan melakukan tindakan merupakan langkah awal yang penting sehingga klien mempercayai perawat sehingga berinteraksi dengan perawat. Sikap

jujur bersahabat akan menimbulkan kepercayaan kepada klien sehingga memudahkan untuk berkomunikasi. Mengetahui persepsi klien terhadap kondisinya. Klien merasa dihargai karena ada orang yang mau mendengarkannya bicara. Dengan memberikan rewards, maka harga diri klien akan meningkat sehingga timbul perasaan berharga dan meningkatkan percaya diri. Menggali kemampuan positif klien kemudian ditonjolkan sehingga klien merasa hidupnya berarti. Dengan memberikan reinforemen klien akan menyadari bahwa dirinya mempunyai kelebihan seperti orang lain. Penilaian negatif akan menambah klien merasa rendah diri / HDR dengan menunjukkan kemampuan klien / membuat klien beraktifitas akan menambah perasaan berguna bagi klien sehingga akan meningkatkan harga diri. Dapat di ketahui kegiatan kegiatan yang bisa dilakukan sendiri dan mulai dilatih aktivitas yang dibantu sehingga klien dapat melakukannya secara mandiri, memberikan contoh kegiatan yang di dapat dilakukan klien kelak takut melakukan aktivitas tersebut. Membuat kesempatan pada klien untuk menunjukkan kemampuan dan memberikan pujiannya akan meningkatkan harga diri klien. Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawancara keluarga tentang cara merawat klien, keluarga merupakan faktor penting dalam penanggulangan masalah, keluarga juga merupakan lingkungan pertama sebelum ke masyarakat. Hasil yang diharapkan. Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita. Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya (fisik , internal, sistem pendukung). Klien berperan serta dalam perawatan di derita. Percaya diri klien meningkat dengan menerapkan keinginan atau tujuan yang realistis. Strategi pelaksanaan Masalah : Harga Diri Rendah Pertemuan : Ke - 1 (pertama) Proses Keperawatan Kondisi Klien Mengkritik diri sendiri, merasa tidak mampu, malu bertemu orang lain, melamun. Diagnosa Keperawatan Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan HDR. Tujuan Khusus Klien dapat membina hubungan saling percaya. Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan & aspek positif yang dimiliki. Tindakan Keperawatan Bina hubungan saling percaya. Diskusikan kemampuan & aspek positif yang dimiliki klien. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negatif. Utamakan memberi nilai yang realitas. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Orientasi Salam terapeutik. - Selamat pagi mas ? 4 minggu.- Perkenalkan nama saya Jepi dari AKPER Ngudi Waluyo Ungaran, saya dinas disini

- Nama mas siapa ? mas suka dipanggil siapa ? Evaluasi / validasi - Bagaimana perasaan mas kali ini ? - Apa yang menyebabkan mas masuk / dirawat di RSJ Magelang ini ! Kontrak - Topik : Bagimana kalau kita bincang bincang sebentar tentang hal hal positif yang bisa mas lakukan sehari hari ? - Waktu : jam berapa kita akan berbincang bincang ?gimana kalu waktunya 10 menit saja ? - Tempat : mas mau bincang bincang dimana ? Kerja Apa yang menyebabkan mas dari tadi kelihatan melamun dan terus menyendiri, memandang ke bawah terus ? Kegiatan apa yang masa lakukan sehari hari ? Bagus ternyata mas mempunyai suatu keahlian yang tidak semua orang bisa ? Terminasi Evaluasi subjektif Bagaimana perasaan mas setelah kita bincang bincang saat ini ? Evaluasi obyektif Coba mas sebutkan kembali yang menyebabkan mas selalu merendahkan diri & tidak mau bicara ? Rencana tindak lanjut Baiklah, sekarang mas coba ingat kembali hal lain yang dapat menyebabkan mas tidak mau bicara dengan orang lain, kok mas selalu merendah & sebutkan kegiatan positif yang mas miliki. Kontrak Topik : mas ingin tahu tidak, bagaimana cara menilai kemampuan yang mas miliki yang dapat digunakan untuk kegiatan selanjutnya. Bagaimana kalu nanti kita bicara ? Tempat : mas nanti minta kita bincang bincang dimana ? Bagaimana kalau kita di ruang makan mas ? Waktu : jam berapa kita akan berbincang bincang ? Bagaimana kalau jam 13.00 setelah makan siang aja mas? Strategi pelaksanaan Masalah : Harga Diri Rendah Pertemuan : Ke 2 (Kedua) Proses Keperawatan Kondisi klien Pasien murung, sering tiduran di kamar, jarang bicara sama orang lain. Diagnosa keperawatan Isolasi sosial : MD berhubungan dengan HDR Tujuan khusus Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan. Tindakan keperawatan Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif. Utamakan memberi pujian yang realistis. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Orientasi

Salam terapeutik Selamat pagi mas ? mas masih ingat dengan saya ? Evaluasi / validasi Bagaimana perasaan mas hari ini Mas masih ingat dengan apa yang kita bicarakan kemasin ? Kontrak Kita kemarin sudah kontrak, bahwa hari ini kita akan berbincang bincang tentang bagaimana mas dapat menilai kemampuan yang mas miliki ? Mas ingin kita bincang bincang berapa lama ? Mau dimana mas tempatnya ? Oh ya kemarin kita sudah sepakat kita bincang bincang di ruang makan selama 10 menit ya mas ? mas mau kan ? Kerja Selama mas disini kegiatan apa saja yang mas lakukan. Sebelum mas disini, mas pernah punya ketrampilan ? bisa mas sebutkan ketrampilan yang pernah mas miliki tersebut ? Mas pernah mendapatkan penghargaan tentang ketrampilan yang mas miliki ini ? Mas bisa memanfaatkannya kembali ? Terminasi Evaluasi subyektif Bagaimana perasaan mas saat ini setelah kita bincang bincang banyak tentang kegiatan yang mas miliki tadi ? Evaluasi obyektif Coba mas sebutkan lagi kegiatan apa saja tadi yang mas miliki ? Rencana tindak lanjut Mas masih ingat dengan topik yang kita bicarakan tadi ? untuk pertemuan selanjutnya kita akan membicarakan tentang bagaimana merencanakan kagiatan sesuai dengan kemampuan yang mas miliki, mas mau kan ? Kontrak Untuk pertemuan besok kita akan berbincang bincang tentang merencanakan kegiatan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang mas miliki, mas mau kita berbincang bincang dimana ? Gimana kalau waktunya pagi jam 09.00 aja masnya setuju kan ? Strategi pelaksanaan Masalah : Harga Diri Rendah Pertemuan : Ke 3 (Ketiga) Proses Keperawatan Kondisi klien Klien sudah mau berkumpul sama teman temannya. Diagnosa keperawatan Isolasi sosial : MD berhubungan dengan HDR Tujuan khusus Pasien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Tindakan keperawatan Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan. Kegiatan mandiri. Kegiatan dengan bantuan sebagian. Kegiatan yang membutuhkan bantuan total.

Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Orientasi Salam terapeutik Selamat pagi mas, mas masih ingat nama saya mas ? Evaluasi / validasi Bagaimana mas apa masih ingat tentang pembicaraan kita kemarin mas? Kontrak Topik : seperti janji kita kemarin, kita akan membicarakan & membahas tentang rencana yang akan kita lakukan mas ? Waktu : jam berapa mas, kita akan berbincang bincang lagi mas ? berapa lama mas ? Tempat : mau di tempat ini atu mau bincang bincang dimana mas? Kerja Pada pertemuan pertama mas menyatakan bisa memotong rambut, lalu kemampuan tersebut dapat mas lakukan disini maupun setelah mas pulang dari sini, mas bisa mengekspresikan perasaan mas dengan momotong rambut temannya. Dengan memotong rambut perasaan mas agak terhibur. Dan nanti kalau mas sudah pulang mas bisa membuka salon dan mas bisa mempunyai penghasilan sendiri dari hasil memotong rambut. Terminasi Evaluasi subyektif Bagaimana perasaan mas setelah kita bincang bincang selama ini ? Evaluasi obyektif Coba mas sebutkan kemampuan apa yang bisa dilakukan mas ? Rencana tindak lanjut Bagaimana perasaan mas setelah kita membicarakan topik ini sekarang bandingkan perasaan mas sebelum dan sesudah berbincang bincang. Kontrak yang akan datang Topik : untuk pertemuan selanjutnya kita membicarakan tentang kegiatan yang dapat dilakukan selama mas sakit, mas setuju tidak ? Waktu : jam berapa mas kita nanti bisa berbincang bincang lagi ? mau berapa lama ? Tempat : dimana mas kita nanti mau berbincang bincang ? mas mau ditempat mana ? Strategi pelaksanaan Masalah : Harga Diri Rendah Pertemuan : Ke 4 (Keempat) Proses Keperawatan Kondisi klien Tampak tenang, sudah mengobrol sama temannya, walau kadang masih suka menyendiri. Diagnosa keperawatan Isolasi : MD berhubungan dengan HDR Tujuan khusus Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya. Tindakan keperawatan Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan. Beri pujian atas keberhasilan klien. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Orientasi Salam terapeutik Selamat pagi mas ? mas masih ingat dengan nama saya ? Evaluasi / validasi Bagaimana perasaan mas saat ini, apakah lebih baik dari hari kemarin. Kontrak Topik : bagaimana kalau kita kali ini membicarakan tentang kegiatan yang sesuai dengan kondisi & kemampuan mas yang dapat dilakukan saat ini ? Tempat : mas mau dimana, apakah mau ditempat ini lagi? Waktu : jam berapa mas bisa bincang bincang lagi ? mas mau berapa lama ? Kerja Coba sekarang mas melakukan kegiatan yang telah kita bicarakan kemarin. Bagus kali ini mas dapat melaksanakannya kalau mas bisa berhasil. Mas bisa melaksanakannya dirumah, bagaimana mas setuju ? Terminasi Evaluasi subyektif Coba mas ungkapkan perasaan mas saat ini bagaimana setelah kita bincang bincang ? Evaluasi obyektif Coba mas sebutkan lagi kegiatan kegiatan apa yang telah kita rencanakan tadi ? Rencana tindak lanjut Bagaimana perasaan mas setelah kita bincang bincang kali ini coba nanti mas ingat ingat lagi, tentang apa yang telah kita bicarakan tadi . Kontrak Topik : mas mau tahu tidak, bagaimana cara memanfaatkan sistem pendukung yang ada, kalau mau nanti kita bisa bincang bincang. Waktu : jam berapa mas mau bincang bincang dengan saya ? mau berapa lama ? Tempat : mas mau mau ditempat ini atau ruang tamu saja ? Strategi pelaksanaan Masalah : Harga Diri Rendah Pertemuan : Ke 5 (Kelima) Proses Keperawatan Kondisi klien Klien sudah bersosialisasi dengan teman yang lain, tampak ceria, jika ketemu orang klien memberi senyum. Diagnosa keperawatan Isolasi sosial : MD berhubungan dengan HDR Tujuan khusus Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. Tindakan keperawatan Beri tahu pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Orientasi Salam terapeutik

Selamat pagi mas ? masih ingat dengan saya mas ? Evaluasi / validasi Bagaimana perasaan mas pagi ini ? Apakah saran saran yang saya berikan sudah mas kerjakan ? Kontrak Topik : seperti janji kita kemarin, kita akan berbincang bincang tentang sistem pendukung yang ada dalam keluarga mas ? Waktu : jam berapa mas kita akan bincang bincang ? Tempat : mas mau bincang bincang dimana ? Kerja Coba ceritakan pada saya tentang saran saran saya yang sudah mas lakukan. Apakah keluarga mas sering menjenguk mas disini ? Apa yang sering dibicarakan mas dengan keluarga mas ? Terminasi Evaluasi subyektif Setelah berbincang bincang beberapa pertemuan, bagaimana perasaan mas pagi ini ? Evaluasi obyektif Coba ceritakan pada saya bagaimana dengan saran yang mas lakukan ? Rencana tindak lanjut Coba mas ceritakan perasaan mas setelah sering dijenguk keluarga. Kontrak yang akan datang Topik : Bagus, mas sudah bisa melaksanakan saran saya sekarang sudah dapat berkumpul dengan keluarga, mas sudah bagus dan berhasil.

S-ar putea să vă placă și