Sunteți pe pagina 1din 9

TRAUMA MEDULA SPINALIS PENDAHULUAN Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang

yaitu terjadinya fraktur pada tuylang belakang pada tulang belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus . Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini yang banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan dibidang penatalaksanaannya.kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh jatuh dari ketionggian seperti pohon kelapa , pada masa kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti lkecelakaan lalu lintas,jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga. Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih gagalginjal,pneumoni/decubitus. II. PENYEBAB DAN BENTUK Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan. Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi. Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema. III. PATOFISIOLOGI Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma indirek. Whiplash

adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia. Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah perdarahan dlam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis. Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal. IV. GAMBARAN KLINIK Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi

motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal.shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat .peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi. Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu. Kerusaka tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa. V. PERAWATAN DAN PENGOBATAN Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder.untuk maksud tersebut dilakukan immobilisasi ditempat kejadian dengan memanfaatkan alas yang keras.pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu atau sarana papun yang beralas keras.selalu harus diperhatikan jalan nafas dan sirkulasi.bila dicurigai cedera didaerah servikal harus diusahakan agar kep[ala tidak menunduk dan tetap ditengah dengan menggunakan bantal kecil untuk menyanngga leher pada saat pengangkutan. Perawatan penderita memegang peranan penting untuk mencegah timbulnya penyakit.perawatn ditujukan pada pencegahan :
y y y y y

Kulit : agar tidak timbul dekubitus karena daerah yang anaestesi. Anggota gerak : agar tiadak timbul kontraktur. Traktus urinarius : menjamin pengeluaran air kemih. Traktus digestivus : menjamin kelancaran bab. Traktus respiratorius : apabila yang terkena daerah servikal sehingga terjadi pentaplegi.

KULIT

Perawatan posisi berganti dapat mencegah timbulnya decubitus yaitu dengan cara miring kanan kiri telentang dan telungkup. ANGGOTA GERAK Karena kelainan saraf maka timbul pula posisi sendi akibat inbalance kekuatan otot.pencegahan ditujukan terhadap timbulnya kontraktur sendi dengan melakukan fisioterapi, latihan dan pergerakan sendi serta meletakkan anggota dalam posisi netral. TRAKTUS URINARIUS Untuk ini perlu apakah ganggua saraf menimbulkan gejala UMN dan LMN terhadap buli-buli, karenanya maka kateterisasi perlu dikerjakan dengan baik , agar tidak menimbulkan infeksi. TRAKTUS DIGESTIVUS Menjamin kelancaran defekasi dapat dikerjkaka secara manual . TRAKTUS RESPIRATORIUS Apabila lesi cukup tinggi (daerah servikal dimana terdapat pula kelumpuhan pernapasan pentaplegia), maka resusitasi dan kontrol resprasion diperlukan. Sumber: 1. Kedaruratan dan Kegawatan Medik III FKUI 2. Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Sjamsuhidajat 3. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Pusdiknakes

1.

PENGKAJIAN

A. Riwayat penyakit sebelumnya Apakah klien pernah menderita : a. b. c. d. e. f. g. h. Penyakit stroke Infeksi otak DM Diare dan muntah yang berlebihan Tumor otak Intoksiaksi insektisida Trauma kepala Epilepsi dll.

B. Pemeriksaan Fisik a. Sistem pernafasan Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot pernafasan tambahan. b. Sistem kardiovaskuler Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi. c. Status neurologi Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala. d. Fungsi motorik Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia. e. Refleks Tendon Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan, post spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper motor neuron /UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/ LMN). f. Fungsi sensorik Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan. g. Fungsi otonom Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler. h. Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas) Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan penglihatan. i. Sistem gastrointestinal Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia. j. Sistem urinaria Retensi urine, inkontinensia k. Sistem Muskuloskletal

Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM) l. Kulit Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus m. Fungsi seksual. Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur. n. Psikososial Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan masyarakat. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak efektifnya refleks batuk, immobilisasi. Data Pendukung : a) Kemampuan batuk kurang atau tidak ada b) Slem banyak c) Suara nafas stridor d) Terpasang alat dimulut e) Pernafasan cepat lebih dari 20 x/menit f) Perubahan nilai AGD Kriteria Hasil a) Batuk Efektif b) Pasien mampu mengeluarkan sekret c) Bunyi nafas normal d) Jalan nafas bersih e) Respirasi normal : Irama dan jumlah pernafasan f) Pasien mampu melakuakan reposisi g) Nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 : 35-45 mmHg, pH : 7,35-7,45 Rencana Tindakan Rasional 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kaji kemampuan batuk dan produksi sekret. Auskultasi bunyi nafas. Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi lehe, bersihkan sekret). Berikan terapi nebulizer Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur. Lakukan suction jika perlu. Lakukan latihan nafas. Berikan minum hangat jika tidak ada kontraindikasi. Berikan oksigen dan monitor analisis gas darah. Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi. - Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh terhadap kemampuan Batuk.

b. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan paralisis otot pernafasan. Data Pendukung a. Taruma pada daerah servikal b. Pola nafas cepat lebih dari normal. c. Ekspansi paru tidak simetris/ normal d. Irama nafas tidak teratur. e. Perubahan nilai AGD Kriteria Hasil a. Pasien dapat menunjukan adanya peningkatan Tidal volume > 7-10 ml/kg. b. RR < 25 x/mnt c. Pasien mengatakan mudah bernafas . Rencana Tindakan Rasional Auskultasi bunyi nafas setiap jam. Suction jika perlu. Berikan oksigen 100% selam 1 menit sebelum dan sesudah suction. Pertahankan kepatenan jalan nafas. Monitor ventilator jika pasien dipasang ventilator. Monitor analisa gas darah. Monitor tanda-tanda vital setiap 2 jam. Lakukan posisi semifowler, jika tidak ada kontraindikasi. Hindari obat-obatan sedatif jika memungkinkan. - Mengetahui adanya keelainan paruparu. c. Menurunnya kardiac output berhubungan dengan hilangnya tonus vasomotor (shock neurologi). Data Pendukung a. Kesadaran menurun b. Tekanan darah turun, nadi cepat, irama tidak teratur. c. Adanya keringat dingin d. Produksi urine kurang. Kriteria Hasil a. Tanda vital dalam keadaan stabil. b. Tekanan darah 120/80 mmHg (sesuai usia), nadi 80-100 x/mnt, suhu 37,5oC c. Irama nadi reguler, outpun dan input cairan seimbang Rencana Tindakan Rasional 1. Lakukan perubahan posisi dengan pelan-pelan. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

2. Kaji fungsi kardiovaskuler dan cegah spinal shock. (tekanan darah, nadi, suhu, temperatur kulit, status hidrasi). 3. Monitor secara berkala postural hipotensi, bradikardia, disritmia, menurunnya output urine, monitor tekanan darah. 4. Laksanakan program terapi misalnya atropin. 5. Lakukan ROM setiap 2 jam. - Menurunnya postural hipotensi. d. Gangguan perfusi jaringan medula spinalis berhubungan dengan kompresi, kontusio, dan edema. Data Penunjang a. Nyeri pada daerah trauma. b. Gangguan fungsi sensorik dan motorik. c. Gangguan fungsi bladder dan bowel Kriteria hasil : a. Meningkatnya fungsi sensorik dan motorik b. Fungsi bladder dan bowel optimal. Rencana Tindakan Rasional 1. 2. 3. 4. 5. Lakukan Pengkajian neurologik setiap 4 jam Pertahankan traksi skletal. Jaga posisi tubuh dengan kepala dan tubuh lurus, hindari maneuver Berikan pengobatan sesuai program seperti steroid, vitamin K, antasid. Ukur intake dan output stiap jam, catat output urine kurang dari 30 ml/ jam. Memonitor perubahan status neurologi dengan mendeteksi perkembangan trauma spinal.

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal, defisit, sensasi/ motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi. Data Pendukung a. Ketidakmampuan melakukan aktivitas b. Adanya paraplegia c. Kekkuayan otot berkurang tonus otot kurang d. Adanya trauma/ kerusakan medula spinalis e. Kontraktur / atropi Kriteria Hasil a. Pasien mempertahankan fleksibilitas seluruh sendi b. Bebas dari fotdrop, kontaktur, rotasi panggul c. Pasien dapat melakukan mobilitas secara bertahap.

Rencana tindakan Rasional 1. Lakukan pengkajian neurologik setiap 4 jam. 2. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan pasien. 3. Beri papan penahan pada kaki 4. Gunakan alat ortopedi, colar, handsplit. 5. Lakukan ROM pasif setelah cedera 4-5 kali / hari. 6. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien. 7. Konsultasikan kepada fisioterapi untuk latiahan dan penggunaan alat seperti splints. Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien dalam pergerakan. f. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, defisit sensasi / motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi. Data pendukung a. Ketidak mampuan melakukan aktivitas. b. Kemerahan atau tanda-tanda dekubitus pada kulit yang tertekan. c. Terdapat dekubitus d. Immobilisasi. e. Terapi bedrest f. Kelemahan otot Kriteria Hasil a. Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan. b. Bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.

S-ar putea să vă placă și