Sunteți pe pagina 1din 32

Askep Kanker

( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker )


Definisi Kanker 1. Kanker adalah penyakit yang menyerang proses dasar kehidupan sel, mengubah genom sel (komplemen genetik total sel) dan menyebabkan penyebaran liar dan pertumbuhan sel-sel. Penyebab mutasi genom berubah dari satu atau lebih gen atau mutasi dari segmen besar dari untai DNA yang mengandung banyak gen atau kehilangan segmen kromosom besar (Guyton, 1981). 2. Kanker bukanlah penyakit tunggal dengan satu penyebab, melainkan merupakan grup penyakit berbeda dengan penyebab yang berbeda, manifestasi, perawatan dan prognosis (Brunner). Epidemiologi Kanker

Jumlah pasien kanker meningkat di Amerika, Eropa, Asia Kulit hitam lebih banyak dari kulit putih Vegetarian lebih sedikit dari non vegetarian Faktor penyebab utama : Lingkungan, sosial

Fisik : radiasi, perlukaan/lecet Kimia : makanan, industri, farmasi, rokok Genetik : payudara, uterus Virus : umumnya pada binatang Jenis/Lokasi Kanker 1. 2. Payudara Kolon rektum

Kanker Paru 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Laring Paru Leukemia Pankreas Prostat Gaster Uterus

10. Serviks 11. Lain : Hodgkins, Thyroid dll Penamaan Kanker Dinamakan bedasarkan jaringan asalnya. Sarcoma berasal dari jaringan mesodermal yang terdiri dari jaringan ikat, tulang, kartilage, lemak, otot dan pembuluh darah. Osteosarcoma menunjukan kanker tulang. Carcinoma menunjukan tumor yang berasal dari jaringan epitel seperti membran mukosa dan kelenjar (termasuk didalamnya kanker payudara, ovarium, dan paru). Kanker sumsum tulang disebut dengan myeloma. Sementara kanker darah atau hemopoietik dikenal sebagai balstoma dan tumor dapat meliputi kanker lympe, eritrosit, dan sel mieloid. Leukemias menjelaskan tentang kanker yang berasal dari sel darah putih yang dapat di golongkan menjadi myeloid, lymphatik atau monositik Peran Perawat
2

Promotif sampai dengan rehabilitatif 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memberi dukungan klien terhadap prosedur diagnostik Mengenali kebutuhan psiko sosial dan spiritual Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi klien Memberi bantuan bagi klien yang mendapat pengobatan anti kanker/terhadap keganasan Membantu klien fase penyembuhan/rehabiltasi Membantu klien untuk tindak lanjut pengobatan Berpartisipasi dalam koleksi data penelitian/registrasi kanker

Diagnostik Kanker 1. 2. Riwayat keperawatan & penyakit, sosial, pemeriksaan fisik Biopsi patologis

3. Pemeriksaan darah, darah lengkap, thrombosit, kimia darah: elektrolit & LFT & BUN & chreatinin 4. Imaging : foto toraks, scan-nuklir, CT-scan, MRI.

Manajemen : Pendekatan Multi Disiplin Tindakan pengobatan : pembedahan, kemotherapi, radiasi, imunotherapi, atau kombinasi Jenis Pembedahan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Biopsi Rekontruksi Paliatif Adjuvant Pembedahan primer otak Reseksi metastasis Profilaksis : polip
3

8.

Kuratif

Kemotherapi Penggunaan obat anti kanker yang bertujuan mematikan sel kanker Indikasi dan prinsip : 1. 2. 3. 4. Sebanyak mungkin mematikan sel kanker seminimal mungkin mengganggu sel normal Dapat digunakan untuk : pengobatan, pengendalian, paliatif Jangan diberikan jika bahaya/komplikasinya lebih besar dari manfaatnya Obat kemotherapi umumnya sangat toksik teliti/cermat evaluasi kondisi pasien

Komplikasi Kemotherapi 1. Efek samping : nausea, vomiting alopecia rasa (pengecap) menurun mucositis

2. toksik hematologik : depresi sumsum tulang, anemia ginjal, hepar

Radiotherapy
1. Menggunakan X-ray atau radiopharmaceuticals (radionuclides) 2. Pada X-ray therapy, radiasi diberikan secara lokal untuk menghindari kerusakan jaringan sehat lainnya.

Pengkajian Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker A. 1. Sistem Integumen Perhatikan : nyeri, bengkak, flebitis, ulkus
4

2. 3. 4. B.

Inspeksi kemerahan & gatal, eritema Perhatikan pigmentasi kulit Kondisi gusi, gigi, mukosa & lidah Sistem Gastrointestinal

1. Kaji frekwensi, mulai, durasi, berat ringannya mual & muntah setelah pemberian kemotherapi 2. 3. 4. 5. C. 1. Observasi perubahan keseimbangan cairan & elektrolit Kaji diare & konstipasi Kaji anoreksia Kaji : jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan Sistem Hematopoetik Kaji Netropenia

a. Kaji tanda infeksi b. Auskultasi paru c. Perhatikan batuk produktif & nafas dispnoe d. Kaji suhu 2. 3. Kaji Trombositopenia : < 50.000/m3 menengah, < 20.000/m3 berat Kaji Anemia

a. Warna kulit, capilarry refill b. Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo D. Sistem Respiratorik & Kardiovaskular

1. Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering, batuk non produktif terutama bleomisin 2. Kaji tanda CHF
5

3. E. 1. 2. 3. 4. 5. 6. F. 1. 2. 3. 4.

Lakukan pemeriksaan EKG Sistem Neuromuskular Perhatikan adanya perubahan aktifitas motorik Perhatikan adanya parestesia Evaluasi refleks Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki Kaji gangguan pendengaran Diskusikan ADL Sistem Genitourinari Kaji frekwensi BAK Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine Kaji : hematuria, oliguria, anuria Monitor BUN, kreatinin

Diagnosa Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan netropenia Resiko perlukaan berhubungan dengan trombositopenia Resiko gangguan Perfusi Jaringan Resiko Gangguan Keseimbangan Cairan Resiko Gangguan Integritas Mukosa Mulut Resiko Gangguan Rasa Nyaman akibat Stomatitis Resiko Gangguan komunikasi verbal akibat nyeri di mulut Resiko Gangguan Integritas Kulit Perineum akibat diare Resiko Gangguan Citra Diri akibat Alopesia
6

10. Resiko Disfungsi Seksual akibat Kemoterapi Intervensi Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker Diagnosa 1. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan netropenia
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kaji resiko yang dapat terjadi akibat depresi sistem imun: Jenis, dosis, cara pemberian kemoterapi Stressor yang sedang dialami klien dan kemampuan koping yang dimiliki Kebiasaan kebersihan diri Pola tidur Pola makan Pola eliminasi Riwayat & pemeriksaan fisik Tanda-tanda infeksi: demam, adanya nyeri menelan, nyeri saat eliminasi, adanya exudat 10.Tanda perdarahan: pusing, adanya perdarahan 11.Tanda anemia: pucat, lemah, sesak nafas saat aktifitas 12.Fungsi pernafasan & suara nafas 13.Laboratorium: DPL 14.Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3 15.Lindungi klien dari terpaparnya bakteri 16.Tempatkan klien di ruang isolasi 17.Pasang papan pengumuman di pintu masuk ruang isolasi klien yang menginformasikan: pengunjung harus cuci tangan sebelum masuk, pengunjung yang FLU dilarang masuk dan DILARANG membawa buah, bunga atau sayuran segar ke ruangan klien 18.Pasang papan pengumuman yang menginformasikan TIDAK BOLEH menginjeksi per-IM dan mengukur suhu per-rektum 19.Rencanakan program kebersihan mulut, mandi sehari sekali, dan kebersihan area perineum dalam kegiatan perawatan klien 20.Kaji tempat penusukan infus, ganti balutan dengan teknik aseptik 2 hari sekali atau apabila ada tanda-tanda plebitis 21.Hindari tindakan invasif (jika memungkinkan) 22.Cuci tangan sebelum merawat klien, tidak menempatkan petugas kesehatan yang FLU (atau infeksi lain) atau yang merawat klien yang terinfeksi di ruang isolasi 23.Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3 24.Kaji terus menerus adanya infeksi pada klien 25.Monitor tanda vital terutama pada peningkatan temperatur 26.Monitor angka lab neutrofil 27.Kaji tanda infeksi seperti kemerahan, adanya peradangan di area tertentu (mukosa mulut, tempat bekas penusukan suntik/infus, dll) 28.Monitor perubahan warna urin, sputum & feses

Diagnosa 2. Resiko perlukaan berhubungan dengan trombositopenia


1. Lakukan tindakan khusus jika trombosit menurun / meningkat 2. Cegah klien dari trauma dan resiko perdarahan 7

3. Pasang tanda Dilarang injeksi per IM dan pemberian obat aspirin 4. Minimalkan penusukan vena atau tekan bekas penusukan minimal 5 menit 5. Ajarkan cara sikat gigi dengan sikat gigi lembut, hindari penggunaan dental floss 6. Pasang pembatas tempat tidur 7. Cegah konstipasi dengan pemberian cairan minimal 3 L/hari

Monitor terjadinya perdarahan


1. Kaji tanda infeksi dini: petekie, ekimosis, epistaksis, darah di feses, urin, dan muntahan 2. Perubahan tekanan darah ortostatik >10 mmHg atau nadi >100/mnt 3. Monitor hematokrit & trombosit

Lapor dokter jika ada tanda perdarahan Diskusikan tanda & gejala infeksi yang terjadi ke dokter yang bertanggung jawab, kolaborasi perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan kultur, pemberian antipiretik & antibiotik Diagnosa 3. Resiko gangguan Perfusi Jaringan
1. Kaji tanda dan gejala anemia 2. Hematokrit: 31-37% (anemia ringan), 25-30% (anemia sedang), <25%> 3. Tanda anemia ringan: pucat, lemah, sesak ringan, palpitasi, berkeringat dingin; anemia sedang: meningkat tingkat keparahan tanda dari anemia ringan; tanda anemia berat: sakit kepala, pusing, nyeri dada, sesak saat istirahat, dan takikardi) 4. Anjurkan klien untuk merubah posisi secara bertahap, dari tidur ke duduk, dari duduk ke berdiri. 5. Anjurkan latihan nafas dalam selama perubahan posisi. 6. Kaji respon pemberian transfusi, menjadi lebih baik atau tetap. 7. Kaji pula perubahan hematokrit setelah transfusi 8. Kaji adanya ketidak mampuan melakukan aktifitas, dan kebutuhan klien akan Oksigen 9. Kolaborasikan ke gizi & anjurkan klien untuk mendapatkan diet tinggi Fe (zat besi) 10.Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Ketidakmampuan melakukan aktifitas akibat anemia 11.Anjurkan klien untuk meningkatkan frekuensi & kualitas istirahat & buatkan daftar aktifitas-istirahat 12.Anjurkan klien untuk mengkonsumsi diet tinggi zat besi seperti hati, telur, daging, wortel dan kismis

Diagnosa 4. Resiko Gangguan Keseimbangan Cairan


1. 2. 3. 4. Anjurkan klien untuk minum 3L/hari Monitor intake-output tiap 4 jam Kaji frekuensi, konsistensi & volume diare/muntah Kaji turgor kulit, kelembaban mukosa 8

5. Beri obat antidiare/antimuntah sesuai program 6. Rawat area kulit perineum dengan salep betametasone atau Zinc 7. Beri cairan rehidrasi (cairan fisiologis) per-infus sesuai program

Diagnosa 5. Resiko Gangguan Integritas Mukosa Mulut


1. Kaji & catat kondisi mukosa mulut (lidah, bibir, dinding & langit-langit mulut) & kaji adanya stomatitis tiap shift. Ajarkan pada klien cara mendeteksi dini adanya stomatitis 2. Kaji kenyamanan & kemampuan untuk makan & minum 3. Kaji status nutrisi klien 4. Anjurkan & ajarkan klien membersihkan mulut (kumur-kumur) tiap 2 jam 5. Gunakan cairan fisiologis, atau campuran cairan fisiologis dan BicNat (1 sdt dicampur 800 cc air) tiap 4 jam atau, 6. Gunakan larutan H2O2 dg perbandingan 1 : 4, atau 7. Obat kumur Listerine 8. Anjurkan & ajarkan sikat gigi dan menggunakan dental floss, & tidak dilakukan jika leukosit <1500/mm3> 9. Anjurkan & jelaskan klien untuk melepas gigi palsu saat kumur-kumur & saat sedang iritasi mukosa 10.Anjurkan & ajarkan klien untuk melembabkan mulut dengan cara banyak minum dan menggunakan pelembab bibir 11.Hindarkan makanan yang merangsang (pedas, panas & asam) & jelaskan pada klien

Diagnosa 6. Resiko Gangguan Rasa Nyaman akibat Stomatitis


1. Berikan (kolaborasi) obat kumur yang mengandung xylocain 2% 10-15 cc per kumur dilakukan tiap 3 jam 2. Kolaborasikan perlunya pemberian analgesic sedang-kuat per parenteral (mis. Morphin)

Diagnosa 7. Resiko Gangguan komunikasi verbal akibat nyeri di mulut


1. Kaji kemampuan komunikasi klien 2. Kaji adanya sekret yang kental yang sulit untuk dikeluarkan, anjurkan minum hangat 3. Sediakan alat komunikasi yang lain seperti papan tulis atau buku jika klien tidak dapat berkomunikasi verbal 4. Responsif terhadap bel panggilan dari klien

Diagnosa 8. Resiko Gangguan Integritas Kulit Perineum akibat diare


1. Kaji area kulit perineum 2. Anjurkan untuk membersihkan menggunakan sabun lembut saat membilas sesudah bab 3. Oleskan anastetik topikal K/P 4. Gunakan pampers untuk menjaga keringnya area perineum 9

5. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Terjadi Nefrotoksik akibat Kemoterapi 6. Hidrasi dengan cairan fisiologis 100-150cc/jam atau sampai cairan urin bening 7. Diuresis dengan furosemid sesuai dg program 8. Ukur pH urin (pH > 7) 9. Cegah dehidrasi dan muntah yang masif 10.Hidrasi pasca kemoterapi minimal 3L/hari 11.Monitor hasil lab ureum, creatinin

Diagnosa 9. Resiko Gangguan Citra Diri akibat Alopesia


1. Kaji resiko terjadi alopesia, obat kemoterapi yang digunakan 2. Jelaskan penyebab dari alopesia dan dampak yang terjadi, yaitu alopesia terjadi sejenak, dapat tumbuh rambut yang baru 3. Anjurkan klien menceritakan perasaannya 4. Anjurakan klien mencukur rambutnya yang panjang 5. Anjurkan klien mencoba memakai kerudung, wig, topi atau selendang 6. Ikutkan klien pada kegiatan pasien alopesia di RS 7. Ajarkan cara perawatan kulit kepala dengan menggunakan sampoo baby, sun cream, dll 8. Jika terjadi kerontokan alis & bulu mata, gunakan kacamata hitam & topi jika bepergian

Diagnosa 10. Resiko Disfungsi Seksual akibat Kemoterapi


1. Bina rasa saling percaya 2. Kaji pengetahuan klien tentang efek penyakit dan pengobatannya pa da fungsi seksual 3. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendiskusikan masalah klien 4. Mendiskusikan strategi menghadapi disfungsi seksual 5. Alternatif pengekspresian seksual 6. Alternatif posisi yang meminimalkan nyeri 7. Melakukan aktifitas seksual saat kondisi tubuh fit 8. Membantu mengetahui perasaan seksual dirinya dan pasangannya 9. Penjelasan dampak kemoterapi pada fungsi seksual 10.Mendiskusikan alternatif pola dalam keluarga 11.Mengajak orangtua klien untuk merawat anaknya 12.Menganjurkan klien yang sulit punya anak untuk adopsi

http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-kanker/

10

ASKEP KANKER PARU A. PENGERTIAN. Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

B. ETIOLOGI. Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru : 1. Merokok. Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor. 2. Iradiasi. Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.

3. Kanker paru akibat kerja. Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru paru hematite) dan orang orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. 4. Polusi udara.

11

Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. ( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).

5. Genetik. Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni : a. Proton oncogen. b. Tumor suppressor gene. c. Gene encoding enzyme.

Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

6. Diet. Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

C. KLASIFIKASI. Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru paru (1977) : 1. Karsinoma Bronkogenik.
12

a. Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum. b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat). Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ organ distal. c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar). Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh. d. Karsinoma sel besar. Merupakan sel sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam macam. Sel sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang jauh. e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid. f. Lain lain. 1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus). 2). Tumor kelenjar bronchial. 3). Tumor papilaris dari epitel permukaan. 4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma 5). Sarkoma 6). Tak terklasifikasi.
13

7). Mesotelioma. 8). Melanoma. (Price, Patofisiologi, 1995).

D. MANIFESTASI KLINIS. 1. Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus. 2. Gejala umum. a. Batuk Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder. b. Hemoptisis Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi. c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

E. STADIUM. Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru paru: 1986 American Joint Committee on Cancer. Gambarn TNM Defenisi Tumor primer (T) Stadium IV Setiap T, setiap N,M1 Tidak terbukti adanya tumor primer Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi Karsinoma in situ Tumor dengan diameter 3 cm dikelilingi paru paru atau pleura viseralis yang normal.
14

Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina. Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina. Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.

Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional. Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar kelenjar hilus ipsilateral. Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe subkarina. Metastasis pada mediastinal atau kelenjar kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Tidak diketahui adanya metastasis jauh Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak).

Sputum mengandung sel sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis. Karsinoma in situ. Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh. Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral. Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh. Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.
15

Setiap tumor dengan metastsis jauh.

Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).

F. PATOFISIOLOGI. Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK. 1. Radiologi. a. Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada. Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus. 2. Laboratorium. a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
16

b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi. c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru). 3. Histopatologi. a. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui). b. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %. c. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi. d. Mediastinosopi. Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat. e. Torakotomi. Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor. 4. Pencitraan. a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura. b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

H. PENATALAKSANAAN. Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

17

a. Kuratif Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien. b. Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup. c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga. d. Supotif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

1. Pembedahan. Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker. 1. Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy. 2. Pneumonektomi pengangkatan paru). Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat. 3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois. 4. Resesi segmental. Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

5. Resesi baji.
18

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru paru berbentuk baji (potongan es). 6. Dekortikasi. Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris) 2. Radiasi Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus. 3. Kemoterafi. Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU. 1. PENGKAJIAN. a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).

1). Aktivitas/ istirahat. Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas. Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut). 2). Sirkulasi. Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi). Takikardi/ disritmia. Jari tabuh. 3). Integritas ego.
19

Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan. Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang ulang. 4). Eliminasi. Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil). Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid) 5). Makanan/ cairan. Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan. Kesulitan menelan Haus/ peningkatan masukan cairan. Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut) Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil) Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid). 6). Nyeri/ kenyamanan. Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul.

7). Pernafasan. Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi sputum. Nafas pendek
20

Pekerja yang terpajan polutan, debu industri Serak, paralysis pita suara. Riwayat merokok Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi) Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi). Hemoptisis. 8). Keamanan. Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma) Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil) 9). Seksualitas. Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar) Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil) 10). Penyuluhan. Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis Kegagalan untuk membaik.

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999). - Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien. - Frekuensi dan irama jantung. - Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht). - Pemantauan tekanan vena sentral. - Status nutrisi.
21

- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi. - Kondisi dan karakteristik water seal drainase.

1). Aktivitas atau istirahat. Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang. 2). Sirkulasi. Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi. 3). Eliminasi. Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine Bisng usus, samara atau jelas. 4). Makanan dan cairan. Gejala : Mual atau muntah 5). Neurosensori. Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi. 6). Nyeri dan ketidaknyamanan. Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi Atau efek efek anastesi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN. a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).

22

1). Kerusakan pertukaran gas Dapat dihubungkan : Hipoventilasi. Kriteria hasil : - Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. - Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi. Intervensi : a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas. Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas. b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi. Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor. c) Kaji adanmya sianosis Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari "organ" hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif. d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.

e) Awasi atau gambarkan seri GDA. Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.

23

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif. Dapat dihubungkan : - Kehilangan fungsi silia jalan nafas - Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru. - Meningkatnya tahanan jalan nafas Kriteria hasil : - Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea. - Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih - Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan. - Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas. Intervensi : a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas. Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas. b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya. Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus. c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum. Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.

d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan. Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi. e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.

24

Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.

3). Ketakutan/Anxietas. Dapat dihubungkan : - Krisis situasi - Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati. - Faktor psikologis. Kriteria hasil : - Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya. - Mengakui dan mendiskusikan takut. - Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani. - Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif. Intervensi : a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil. Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan. Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi. c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi. Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol. d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi. Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu. e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
25

Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis. Dapat dihubungkan : - Kurang informasi. - Kesalahan interpretasi informasi. - Kurang mengingat. Kriteria hasil : - Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi. - Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas. - Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik. - Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut. Intervensi : a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas. Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru. b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan. c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi. Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan. d) Berikan pedoman untuk aktivitas. Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
26

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999). 1). Kerusakan pertukaran gas. Dapat dihubungkan : - Pengangkatan jaringan paru - Gangguan suplai oksigen - Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah). Kriteria hasil : - Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. - Bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi : a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa. Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru. b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal. Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada. c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas. d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring. Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret. e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
27

Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif Dapat dihubungkan : - Peningkatan jumlah/ viskositas sekret - Keterbatasan gerakan dada/ nyeri. - Kelemahan/ kelelahan.

Kriteria hasil : Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.

Intervensi : a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret. Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas. b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi. Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat. c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret. Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan. d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung. Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran. e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
28

Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret. 3). Nyeri (akut). Dapat dihubungkan : - Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal. - Adanya selang dada. - Invasi kanker ke pleura, dinding dada Kriteria hasil : - Melaporkan neyri hilang/ terkontrol. - Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik. - Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan. Intervensi : a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 10. Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri. b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien. Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi. c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi. Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya. d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri. Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri. e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
29

Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian. 4). Anxietas. Dapat dihubungkan: - Krisis situasi - Ancaman/ perubahan status kesehatan - Adanya ancman kematian. Kriteria hasil : - Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah - Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat - Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi. Intervensi : a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa. Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat. b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya. c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan. Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya. d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama. Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi.. e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
30

Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa. f) Berikan kenyamanan fiik pasien. Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap. 5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis. Dapat dihubungkan : - Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber - Salah interperatasi informasi. - Kurang mengingat Kriteria hasil : - Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan. - Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut. - Berpartisipasi dalam proses belajar. - Melakukan perubahan pola hidup. Intervensi : a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan. Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi. b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan. Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi. c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.

31

Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.

DAFTAR PUSTAKA Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung. Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.

32

S-ar putea să vă placă și