Sunteți pe pagina 1din 19

KANKER PARU (CA PARU)

I.

Definisi Kanker adalah penyakit yang berhubungan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang tidak normal. Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Kanker paru juga bisa dikatakan abnormalitas dari sel sel yang mengalami proliferasi dalam paru.

II.

Etiologi A. Merokok Faktor merokok agaknya memegang peranan paling penting yakni 85 % dari seluruh kasus. Banyak bukti statistik yang menunjukkan adanya hubungan antara perokok berat dengan timbulnya kanker paru paru. Angka kematian akibat kanker paru paru per 100.000 orang adalah 3,4 diantara pria yang tidak merokok, 59,3 diantara mereka yang merokok 10 20 batang perhari dan 217,3 diantara mereka yang merokok 40 batang atau lebih sehari (Sylvia and Lorraine, 2006). B. Radiasi Insiden karsinoma tinggi pada penambang kobalt dan radium (lebih dari 50% meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen atiologi operatif (Medicastore, 2007). C. Pengaruh Paparan Industri Asbeston paling banyak dihubungkan dengan karsinoma bronkogenik yang dinyatakan dengan meningkatkan resiko kanker 6 10 kali. Menyusul industri bahan bahan radioaktif. Penambang uranium mempunyai resiko 4 kali dibandingkan populasi pada umumnya. Paparan industri ini biasanya baru tampak pengaruhnya setelah 15 20 tahun. Lapangan pekerjaan lain yang dikaitkan dengan peningkatan resiko karsinoma bronkogenik adalah penambang nikel, industri ion exchange resins yang menggunakan chloromethyl ether dan bis chloromethyl ether, penambang biji chromite, industri pemakaian arsenikum, jelaga, tar dan hidrokarbon aromatik polisiklik. Jenis histologi karsinoma bronkogenik yang paling sering dijumpai adalah karsinoma epinermoid dan oat sel. D. Polusi udara Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok. Polusi udara bisa

ditimbulkan oleh asap rokok, tambang, pabrik (paparan industri), asap mobil. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak didaerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan dan penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas sosial ekonomi paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas sosial ekonomi yang tinggi. E. Genetik dan Status Imunologi Faktor yang cenderung lebih banyak terlibat adalah Aryl Hidrokarbon Hidroksilase (AHH) yang membuka pendapat bahwa karsinoma

bronkogenik dapat diturunkan. Karsinoma bronkogenik lebih banyak didapatkan pada orang dengan aktivitas AHH yang sedang atau tinggi. Hal ini memetabolisme benzopyrene serta hidrokarbon polisiklik lainnya menjadi karsinogen yang lebih reaktif (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2006). Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru beresiko lebih besar terkena penyakit melalui penelitian sitogenik dan genetik molekuler dimana didapatkan mutasi pada protoonkogen dan gen gen penekan tumor. Status imunologi penderita yang daipantau dari cellular mediated menunjukkan bahwa adanya korelasi antara derajat deferensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang alergi umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan dan lebih cepat meninggal (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2006).

F. Diet Rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru paru (Medicastore, 2007).

G. Pengaruh Penyakit Lain Tuberkulosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi karsinoma bronkogenik. Melalui mekanisme hiperplasia metaplasia karsinoma insitu karsinoma bronkogenik sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2006).

III.

Klasifikasi Kanker Paru Ada dua jenis utama kanker paru : A. Small cell carcinoma (SCLC) Karsinoma paru sel kecil disebut juga oat cell carcinoma karena intinya kecil mirip butiran gandum dan timbul pada hilus bronkus. SCLC cepat melakukan metastase sehingga dapat membentuk tumor sekunder yang menyebar luas diseluruh tubuh. SCLC merupakan tumor hiperseluler yang terdiri dari sel sel kecil dengan inti inti yang hiperkromatik dan nucleolus tidak jelas sehingga pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron menunjukkan beberapa inti sekretori granula yang padat dalam sitoplasma yang sugestif bahwa tumor berasal dari endokrin bronkial. Hal ini merupakan alasan bahwa SCLC dan karsinoid bronkus mewakili jenis karsinoma neuroendokrin bronkus, sangat agresif dan dengan derajat keganasan yang tinggi. B. Non small cell carcinoma (NSCLC) Dalam kelompok ini yaitu 1. AdenoCarsinoma (AC) Kanker ini erat hubungannya dengan fibrosis paru difus terutama disebabkan oleh asbesitosis. Dicurigai AC tumbuh dari jaringan parut seperti infark lama atau fokus tuberkulosis yang fibrotik. 2. Squamosa cell carcinoma (SqCC) Kanker ini erat hubungannya dengan merokok. Lokasi hampir selalu pada hilus dan diperkirakan berasal dari pertumbuhan displasia melalui perubahan metplasia skuamosa. Sering disertai dengan batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia dan pembentukan abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder dan dalam penyebarannya cenderung agak lama. 3. Large cell undifferentiated crcinoma (LCUC) Karsinoma sel besar adalah sel sel ganas yang besar dan berdiferesiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam macam. Kanker jenis ini cenderung pada paru bagian perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ektensive dan cepat ke tempat tempat yang jauh.

IV.

Manifestasi Klinik Secara garis besar gejala klinik paru dapat dibagi atas : A. Gejala Intrapulmonal Disebabkan oleh karena adanya tumor diparu yaitu melalui gangguan pada pergerakan silia serta ulserasi bronkus yang memudahkan terjadinya

radang berulang. Disamping dapat mengakibatkan obstruksi saluran napas atau atelektasis. Gejala tersebut dapat berupa : 1. Batuk lama dan berulang atau batuk lebih dari 2 minggu 2. Batuk darah yang terjadi akibat ulserasi 3. Nyeri dada yang biasanya unilateral, tidak berbatas tegas 4. Sesak napas yang disebabkan oleh tumor itu sendiri atau karena atelektasis

B. Gejala intratorakal Gejala dan tanda yang terjadi akibat penyebaran regional kanker paru melalui pembuluh limfe atau akibat penyebaran langsung kanker paru ke mediastinum akan menekan atau merusak struktur didalamnya. Dengan akibat antara lain : 1. Syndroma horner berupa enoftalmus, miosis, ptosis akibat penekanan pada saraf simpatis 2. Parese diafragma akibat dari penekanan nervus diafragma 3. Parese atau paralise chorda vokalis akibat penekanan pada trakes atau bronkus utama 4. Disfagia akibat penekanan pada esofagus 5. Syndroma vena cava superior berupa pembengkakan pada wajah, leher dan adanya kolateral pada dinding dada akibat penekanan vena cava superior 6. Gangguan fungsional jantung : tamponade, pericardial efusi 7. Efusi pleura akibat penyebaran pada kelenjar getah bening regional intra torakal

C. Gejala ekstratorakal non metastasik Gejala ini dibagi atas : 1. Manifestasi neuromuskuler Timbul neuropatia karsinopatoma berupa miopati, neuropatia perifer, encelopatimiopatia dan mielopati nekrotik. Bersifat progresif serta paling sering dihubungkan dengan karsinoma jenis sel kecil. 2. Manifestasi endokrin metabolik Manifestasi endokrin dapat berupa : a. Syndroma cushing b. Syndroma karsinoid c. Hiperparatiroid dengan hiperkalsemia

d. Hipoglikemia akibat sekresi insulin e. Ginekomastia akibat sekresi gonadotropin f. Hiperpigmentasi kulit akibat sekresi melanocyte stimulating hormon 3. Manifestasi jaringan ikat dan tulang Yang paling dikenal adalah Hypertrophic Pulmonary Osteoarthropathy akibat peningkatan kadar Human Growth Hormon yang immunoreaktif dalam plasma. Secara radiologik didapatkan pembentukan tulang baru subperiosteal. 4. Manifestasi vaskuler dan hematologik Manifestasi ini biasanya didapatkan gejala berupa : a. Purpura b. Anemia c. Trombhoplebitis

D. Gejala ekstratorakal metastasik Lebih dari 50 % penderita kanker paru mengalami metastase ekstra toraka, sering pada tempat berbeda dan sering ditemui kelainan neurologis fokal, yeri tulang dan nyeri perut akibat metastase pada hati atau pada kelenjar adrenal. Oleh karena penyebarannya yang melalui hematogen maupun limfogen, maka kanker tersebut dapat menyebar hampir pada semua organ terutama otak, hati dan tulang.

V.

Pemeriksaan Diagnostik A. Rontgen (X foto dada) Walaupun banyak kemajuan metode pemeriksaan tetapi X foto dada masih merupakan metode yang informatif pada pemeriksaan paru dan struktur thorak. Standar pemeriksaan adalah posisi postero anterior dan lateral. B. Sitologi Berhasil tidaknya diagnosa dari pemeriksaan sitologi tergantung pada : 1. Cara memperoleh spesimen 2. Jenis tumor 3. Lokalisasi tumor Pada pemeriksaan sitologi sputum dapat dengan batuk spontan atau dengan bantuan aerosol. Bila tumor terletak disentral, dengan sekali

pemeriksaan sitologi didapatkan ketepatan 40,3 % dan bila dilakukan pemeriksaan sitologi sputum 5 kali didapatkan ketepatan 79,9%. C. Tomografi dan Computed Tomografi Denan ditemukannya teknik pemeriksaan ini staging kanker dapat dilakukan dengan baik sehingga terapi yang direncanakan memberi hasil yang memuaskan. Dengan tomografi dapat dideteksi kelenjar hilus, trakea, aorta dan para aorta. Sedangkan Computed Tomografi adalah alat yang dapat memberi gambaran irisan tubuh dengan bantuan komputer. Alat ini dapat menentukan nodul mulai sebesar 5 6 mm atau lebih. Dalam menentukan besarnya tumor, CT Scan lebih peka daripada X foto dada biasa, dalam gambar akan tampak jelas batas dan besarnya tumor. D. Magnetic Resonance Imaging Keunggulan MRI dibandingkan CT Scan yaitu dapat membedakan struktur vaskular atau padat tanpa perlu bahan kontras. Namun untuk mendeteksi adanya kanker maupun adanya pembesaran kelenjar diparu, antara MRI dan CT Scan hasilnya sama. E. Tindakan Pemeriksaan Invasif : 1. Bronkografi Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menentukan diagnosa kanker paru dengan gambarannya yaitu obstruksi dari bronkus pada daerah dekat masa, penyempitan bronkus yang ireguler, stenosis pada trakea dan bronkus utama. Keberhasilan bronkografi mencapai 72 94 %. 2. Bronkoskopi Dengan tindakan ini kita dapat : a. Menentukan perubahan bronkus b. Mengetahui perubahan permukaan mukosa atau tumor c. Mengetahui perubahan carina, untuk menentukan staging dari tumor d. Mendapatkan material untuk pemeriksaan histologi dan sitologi yang diperoleh dengan biopsi. Akurasi bronkoskopi tergantung dari lokasi tumor, dengan akurasi keseluruhan antara 60 80 %. 3. Torakosintesis dan torakoskopi Pada penderita ini untuk mendapatkan diagnosa histologi dapat dilakukan tindakan : a. Torakosintesis cairan pleura b. Biopsi pleura

Bila dengan tindakan torakosintesis dan biopsi pleura diagnosa belum bisa ditegakan, maka tindakan torakoskopi perlu dipertimbangkan untuk dikerjakan. Dengan torakoskopi memungkinkan untuk dapat dilakukan : a. Pengambilan cairan pleura untuk pemeriksaan sitologi b. Biopsi pleura yang lebih terarah pada tempat yang dicurigai ada metastase tumor ke pleura c. Biopsi pada kelenjar kelenjar di hilus

4. Biopsi Tindakan ini dapat dilakukan melalui : a. Biopsi kelenjar scaleneus atau kelenjar supra clavicula b. Biopsi trans kutaneus atau trans torakal c. Biopsi trans bronchial Bahan yang didapat berupa jaringan paru, jaringan pleura dan jaringan regional.

VI.

Stadium Kanker Paru Penderajatan tumor (staging) klinik sangat penting dalam : A. Menentukan rencana terapi yang akan diberikan. Apakah tindakan bedah atau terapi yang lain B. Meramalkan prognosa C. Mengevaluasi hasil teapi yang diberikan baik dari segi kankernya maupun dari segi obat yang diberikan. Dalam penderajatan kanker paru yang sering digunakan adalah sistem TNM yang merupakan hasil diskusi dari The American Joint Comitte on Cancer (AJCC), The Union International Contre Cancer dan The Japanesse Cancer Comitte. Sistem ini digunakan untuk satndar penderajatan kanker jenis Non Small Cell Lung Cancer, dimana T adalah Tumor Primer, N adalah kelenjar regional, dan M adalah Metastase.

Untuk T :

TO TX

Tidak tampa adanya tumor Tumor tidak tampak pada foto toraks maupun bronkoskopi tetapi pada pemeriksaan sitologi positif

Tis T1 T2

Karsinoma in situ Diameter tumor 3 cm atau kurang, tanpa invasi ke bronkus Ukuran tumor lebih dari 3 cm, atau tumor ukuran berapa saja tetapi terdapat penyebaran ke pleura visceralis atu disertai atelektasis, atau terdapat pneumonitis obstruktif. Pada bronkoskopi bagian proksimal dari tumor jarak 2 cm atau lebih dari distal carina

T3

Tumor ukuran berapa saja dengan penyebaran ke dinding dada (termasuk tumor pada sulkus superior), diafragma atau leura mediastinal atau perikardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, oesofagus, vertebrae, atau tumor pada bronkus utama sejak 2 cm atau kurang dari carina

T4

Tumor ukuran berapa saja, dengan penyebaran ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, oesofagus, vertebrae, carina atau didapatkan adanya pleural efusion karena keganasan

Untuk N : N0 N1 N2 N3 Tidak ada metastase ke kelenjar regional Metastase ke kelenjar periobronkial dan atau kelenjar hilus ipsilateral Metastase ke kelenjar mediastinal ipsilateral dan kelenjar sub carina Metastase ke kelenjar mediastinal kontralateal. Kelenjar hilus kontralateral, kelenjar scaleneus atau kelenjar supra clavicula ispsilateral atau kntralateral

Untuk M : M0 M1 Tidak ada atau tidak diketahui adanya metastase jauh Ada metastase jauh

Stadium Kanker Paru Berdasarkan TNM 1985 : Stadium Occult Carcinoma Stadium 0 Stadium I T TX Tis T1 T2 Stadium II T1 T2 Stadium III a T1 3 T3 Stadium III b T4 T1 4 Stadium IV T14 N N0 N0 N0 N1 N1 N2 N0 1 N0 1 N0 2 N0 3 M M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1

TNM ini tidak untuk Small Cell Lung Cancer, karena hampir semua Small Cell Lung Cancer pada saat ditemukan TNM sistem masuk stadium III. Sehingga para ahli banyak menggunakan pembagian dari Veteran Administration Lung Cancer Group 1973 menjadi 2 group : A. Limitted Disease Tumor masih terbatas pada hemithorak dan kelenjar supra clavicula, baik pada ipsilateral maupun ventralateral B. Extensive Disease Luasnya lebih dari limitted disease, termasuk penderita dengan pleural efusi.

WOC KARSINOMA PARU


Perokok Paparan Industri Aktivasi AHH Polusi

Genetik

Karsinogenik

Benzopyrene & Hidrokarbon Polisiklik

Sel Paru

Keganasan

B4 : Bladder Metastase

Pe difusi cairan

Retensi cairan

B1 : Breathing

Kanker

Destruksi silia

Penetrasi sel ke alveoli

Penetrasi sel ke dinding pleura

Mediastinum N. Frenikus B2 : Blood

MK : Gangguan keseimbangan cairan

Pe sekresi mukus

Lapang alveoli

Perpindanan cairan pleura terganggu

Paralisis Diafragma

B6 : Bone B3 : Brain B5 : Bowel Obstruksi vena cava Esofagus Gangguan difusi & prekordial Pe asupan protein

MK : Bersihan jalan napas

Difusi O2

Cairan pleura

Penetrasi sel saraf

MK : Gangguan Pertukaran gas Penetrasi sel ke organ saluran pernapasan

Efusi Pleura

Disfagia Suplai O2 sel saraf MK : Resti gangguan nutrisi kurang

Masa otot

Ventilasi Penyempitan saluran pernapasan MK : Ketidakefektifan pola napas MK : Gangguan perfusi cerebral

MK : Resti Pe curah jantung

MK : Gangguan perawatan diri

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KANKER PARU

I.

PENGKAJIAN

A. Aktivitas / Istirahat

Gejala

: Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat tidur dan jam kebiasaan tidur pada malam hari ; adanya faktorfaktor yang mempengaruhi tidur misalnya: nyeri, ansietas, berkeringat malam ketidakmampuan mempertahankan

kebiasaan rutin, dispnea

karena aktivitas. Keterbatasan

partisipasi dalam hobi/ latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.

Tanda B. Sirkulasi Gejala

: Kelesuan (biasanya tahap lanjut)

: JVD (obstruksi vena cava). Bunyi jantung: gesekan pericardial (menunjukkan efusi) , takikardia/disritmia, Jari tabuh, Palpitasi, nyeri dada pada pertengahan kerja.

C. Integritas Ego Gejala : Perasaan takut, takut hasil pembedahan. Menolak kondisi yang berat/potensial keganasan, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depesi. Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang. Menyangka, menarik diri, marah. D. Eliminasi Gejala : Diarea yang hilang timbul (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil). Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidemoid) E. Makanan/ Cairan Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan,

Tanda

: Kurus, kerempeng/ penampilan kurang berbobot (tahap lanjut). Perubahan pada kelembaban/ turgor kulit ;edema wajah/ leher, dada, punggung (obstruksi vena cava); edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil), Glukosa dalam urin (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidimoid).

F. Nyeri / Kenyamanan Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi, Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar/ adenokarsinoma). Nyeri tulang/ sendi: erosi kartilago sekunder terhadap peingkatan hormon pertumbuhan (sel besar / adenokarsinoma), Nyeri abdomen hilang timbul. G. Pernapasan Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan / produksi sputum .Napas pendek. Pekerja yang terpajan polutan (mis:debu, asbes, oksida debu, debu batubara, materi radioaktif). Serak, paralysis pita suara. Riwayat merokok. Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja.Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi). Krekels/ mengi pada inspirasi / ekspirasi (gangguan aliran udara). Krekels/ mengi menetap; penyimpangan trakeal (area yang mengalami lesi). Hemoptosis. H. Keamanan Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau adenokarsinoma). Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal,

karsinoma kecil) I. Seksualitas Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar). Amenorae/ impotent (ketidakseimabangan hormonal, karsinoma kecil). J. Interaksi Sosial Gejala : Ketidakadekuatan/ kelemahan sistem pendukung. Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan). Masalah tentang fungsi/ tanggung jawab peran. K. Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala

: Faktor resiko keluarga: kanker (khsusnya paru), tuberculosis. Kegagalan untuk membaik

II.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan untuk bernafas secara efektif. Rencana tindakan: - Observasi kemampuan klien dalam bernafas, irama, kedalaman dan frekwensi. Rasional : Perubahan irama, kedalaman dan frekwensi nafas merupakan hal yang perlu diwaspadai untuk melakukan tindakan selanjutnya. - Jelaskan pada klien tentang pentingnya beristirahat dengan posisi setengah duduk. Rasional : Posisi semi fowler meningkatkan kapasitas paru dengan adanya gaya gravitasi yang menarik diafragma ke arah bawah. - Kaji suara nafas. Rasional : Stridor menunjukkan adanya penyumbatan pada daerah pernafasan terutama trakhea. - Kaji tekanan darah, nadi, kesadaran dan respon klien. Rasional : Penurunan respon klien dan kesadaran menggambarkan adanya penurunan suplai O2 pada daerah otak. - Kolaborasi dalam pemasangan ET Tube, pemberian oksigen. Rasional : ET tube membantu klien dalam menciptakan jalan nafas, suplai oksigen yang adequat membantu proses metabolisme dalam tubuh.

b. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas. Tujuan: Klien mampu mempertahankan kebersihan jalan nafas. Rencana tindakan: - Observasi suara nafas. Rasional : Crackless menunjukkan adanya penumpukkan di jalan nafas.

- Jelaskan pada klien dan keluarga tentang beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan sekret. Rasional : Pengetahuan keluarga dan klien tentang cara-cara mengeluarkan sekret memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan. - Anjurkan klien untuk banyak minum air yang hangat. Rasional : Pengenceran sekret mempermudah pengeluaran sekret pada jalan nafas. - Ajarkan pada klien tentang tehnik batuk efektif. Rasional : Batuk efektif dengan tehnik yang benar membantu mengeluarkan sekret secara adequat. - Kolaborasi dalam pemberian obat-obat seperti mukolitik agent. Rasional : Sekret yang encer akan lebih mudah untuk dikeluarkan.

c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia kronik pada jaringan paru. Tujuan: Klien menunjukkan peningkatan kemampuan pertukaran gas dengan parameter hasil pemeriksaan gas darah dalam batas normal. Rencana tindakan: - Observasi tanda-tanda vital, tingkat kesadaran. Rasional : Perubahan kesadaran menunjukkan penurunan suplai oksigen ke jaringan otak. - Jelaskan pada klien dan keluarga tentang pentingnya pemeriksaan gas darah. Rasional : Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan. - Anjurkan pada klien untuk mengurangi aktivitas. Rasional : Kebutuhan oksigen dapat dikurangi dengan penurunan

metabolisme tubuh. - Kolaborasi dalam pemberian oksigen dan pemeriksaan analisa gas darah. Rasional : Pemberian oksigen mengurangi usaha pernafasan yang tidak efektif.

d. Kecemasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas.

Tujuan: Klien menunjukkan penurunan kecemasan. Rencana tindakan: - Observasi tingkat kecemasan klien. Rasional : Deteksi dini terhadap perkembangan klien dan penentuan tindakan selanjutnya. - Jelaskan pada klien tentang beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan. Rasional : Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan. - Anjurkan pada klien untuk nafas panjang. Rasional : Pengendoran otot menciptakan relaksasi sehingga dapat

menurunkan tingkat kecemasan.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (2006). Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya. Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya. Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta. Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. EGC Jakarta. Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta. Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.

Kasus : Tn. N, Usia 38 th, masuk rumah sakit dr. Sutomo Surabaya dengan keluhan utama Pada saat di kaji klien mengungkapkan sesak pada saat beristirahat dan dada terasa nyeri pada saat bernafas. Klien mengungkapkan dada terasa berat dan sesak sekali. Klien mengatakan dada bagian depan yang terasa berat dan sesak. Klien mengatakan rasa sesak tidak hilang meskipun istirahat, rasa sesak selalu di rasakan oleh klien. Klien sebelumnya memiliki riwayat perokok selama 10 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data klien memakai infus RL di tangan kiri 7 tts/mnt, klien menggunakan otot bantu nafas saat respirasi. Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, nadi 100 x/mnt, respirasi 36 x/mnt, cepat dan dangkal, tensi 100/60 mmHg. Pemeriksaan penunjang: - Thorax foto: kesimpulan: curiga tumor mediastinum kanan serta massa di hillus kiri. - CT Scan: kesimpulan: terdapat tumor mediastinum. - Patologi anatomi: sampel cairan pleura, hasil: nampak sel-sel ganas dalam sediaan tersebar sel-sel ganas. - Hasil Blood Gas tgl 30/9/01: pH 7,471; PCO2 29,2; PO2 62,6; HCO3 20,8, BE 2,8, Kalium

3,0; Natrium 128; SaO2 93,6 klien memakai O2 4 lt/mnt. - Hasil pemeriksaan lab tgl 30/9/01: Hb 13,9; Leko 18,1; Thrombo 392; PCV 0,40; BUN 27; serum Creatinin 1,06; Pleura glukosa 35 mg/dl; protein pleura 2,97 gr/dl.

ANALISA DATA :

1. Data : Data Subyektif :

Klien mengungkapkan sesak saat bernafas dan dada terasa berat. Data Obyektif - KU agak lemah. - Suara nafas menghilang pada dada anterior. - Pada perkusi dada terdengar redup. - Respirasi 36 x/mnt, cepat dan dangkal. - Hasil thorax foto: Tumor mediastinum. - Hasil CT Scan : tumor mediastinum kanan - Patologi :sel sel ganas :

Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penekanan rongga paru sekunder akibat masa pada mediastinum Tujuan : Pola nafas efektif setelah mendapat perawatan 2 x 24 jam Kriteria hasil : - Klien mengungkapkan sesak berkurang/ tidak sesak. - Respirasi dalam batas normal. - Tidak menggunakan otot bantu pernafasan

Intervensi : 1. Jelaskan pada klien tentang pentingnya istirahat dengan posisi semi fowler. 2. Bantu klien untuk mengambil posisi setengah duduk. 3. Kolaborasi dalam pemberian oksigen. 4. Observasi frekwensi, suara nafas, TTV dan keluhan klien.

2. Data : Data Subyektif : Klien mengungkapkan segala kebutuhan dibantu oleh petugas dan keluarga. Klien mengungkapkan bila beraktivitas rasa sesak bertambah, dada terasa berat. Klien bed rest.

Data Obyektif : ADL dilakukan diatas tempat tidur. Hasil thorax foto: Tumor mediastinum. Hasil CT Scan : tumor mediastinum kanan

Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 akibat adanya penekanan pada bronchus oleh tumor

Tujuan : Klien mampu melakukan aktivitas secara bebas setelah mendapat perawatan 3 x 24 jam Kriteria Hasil: - Klien mengungkapkan sesak berkurang saat melakukan aktivitas. - Klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri Intervensi : 1. Jelaskan pada klien tentang pe-nyebab dari aktivitas yang ter-batas. 2. Anjurkan pada klien untuk me-lakukan aktivitas secara ber- tahap. 3. Bantu klien dalam melakukan aktivitas. 4. Observasi TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas

3. Data : Data Subyektif : klien mengungkapkan kakinya bengkak Data Obyektif : terdapat oedem anasarka kadar laboratorium : natrium 128, Kalium 3,0.

Diagnosa Keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan menurunnya venous return Tujuan : Cairan dan elektrolit seimbang setelah mendapat perawatan 3 x 24 jam

Kriteria Hasil : - Klien mengungkapan bengkak berkurang. - Oedem berkurang. - Natrium dan Kalium dalam batas normal

Intervensi : 1. Jelaskan pada klien tentang pentingnya pembatasan minum dan diet rendah garam 2. Berikan diet TKTPRG. 3. Kolaborasi dalam pemberian diuretika: Furosemid. 4. Observasi TTV, keluhan, keadaan umum dan oedem.

S-ar putea să vă placă și