Sunteți pe pagina 1din 10

LAPORAN PENDAHULUAN IKTERUS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maternity of Nursing

Oleh : Hendri Edi Hermawan NIM. 115070209111045

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012 1. Pengertian Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada kulit, membran mukosa, dan sk lera yang disebabkan oleh peningkatan kadar biliribin di dalam darah. Ikterus si nonim dengan jaundice. Keadaan ini menandakan adanya peningkatan produksi biliru bin atau eliminasi dari bilirubin yang tidak efektif . Ikterus pada bayi baru lahir adalah (masalah yang sering muncul pada masa nenona tus terjadi akibat akumulasi bilirubin yang berlebihan dalam darah dan jaringan. Warna kning pada kulit dan organ-organ lain akibat akumulasi bilirubin diberi is tilah jaundice atau ikterus. Jaundis pada bayi baru lahir, suatu tanda umum masa lah yang potensial, terutama disebabkan oleh bilirubin tidak terkonjugasi, produ k pemecahan hemoglobin ( Hb) setelah lepas dari sel-sel darah merah (SDM) yang t elah di hemolisis. 2. Klasifikasi 1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikter us yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987): Timbul pada hari kedua-ketiga Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pa da neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari

Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu 2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yan g mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi den gan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapka n Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 3. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak teru tama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus mer ah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

3. Etiologi 1. Secara umum Ikterus disebabkan oleh : 1.1 Peningkatan produksi : a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketida ksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik ya ng terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (be ta) , diol (steroid). f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin In direk meningkat misalnya pada berat lahir rendah. g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. 1.2 Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasi ne. 1.3 Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis. 1.4 Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 1.5 Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif 2. Penyebab ikterus berdasarkan umur 1. Ikterus pada masa nenonatus Ikterus pada masa neonatus sering disebabkan oleh : a. Fisiologis b. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir ( disertai defek intra- dan ekst ra sel darah merah). c. Atresia duktus biliaris d. Sindrom hepatitis neonatal e. Sepsis f. Sifilis koginetal g. Galaktosemia h. Inspired bile syndrome i. Air susu ibu j. Bilirubine konginetal non hemolitik k. Hipotiridisme l. Memar yang berlebihan 2. Ikterus pada masa bayi Ikterus pada masa bayi disebabkan oleh hal-hal di bawah ini namun semua ini jara ng terjadi :

a. Infeksi hepatitis b. Sferositosis herediter c. Kista duktus kolediktus d. Massa yang menekan duktus biliaris. Keganasan, tuberkolosis, kista hidat idosa e. Sepsis, misalnya sepsis kolangitis, flebitis vena porta atau sepsis kare na sebab lainya. f. Obstruksi usus letak tinggi, misalnya volvulus, stenosis pilorus. Mungk in karena efek kelaparan terhadap mekanisme konjuasi bilirubin. 3. Ikterus pada anak Ikterus pada anak sering disebabkan oleh : a. Ikterus obstruktif a.1 Obstruksi terhadap duktus Biliaris dari luar oleh penyakit keganasan, kista duktus koleduktus, kista hidatidosa. a.2 Obstruksi terhadap duktus biliaris oleh faktor instrinsik - Batu empedu : sangat jarang terjadi pada anak-anak. Kadang-kadang pigmen batu dapat ditemukan pada ikterus unikterik - Cacing gelang : Sangat sering menyebabkan sumbatan pada duktus koleduktus. a.3 Kolestasis intrahepatik, misalnya karena obat-obatan a.4 Hiperbilirubinemia konginetal non hemoitik b. Ikterus Hemolitik, misalnya pada ikterus unikterik c. Ikkterus karena bahan toksik dan inefektif c.1 Infeksi hepatitis c.2 Penyakit weil c.3 Kegagalan fungsi hepatoselular c.4 Hepatitis supuratif c.5 Malaria

4.

Patofisiologi Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubi n pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningka tan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan k adar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkur ang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningk atan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neon atus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jar ingan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terja dinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar d arah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dia nggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui s awar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoks ia, dan Hipoglikemia

Diagram Metabolisme Bilirubin ERITROSIT HEMOGLOBIN HEM GLOBIN BESI/FE BILIRUBIN INDIREK ( tidak larut dalal air ) Terjadi pada Limpha, Makofag

BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN ALBUMIN Terjadi dalam plasma darah MELALUI HATI

BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/ GULA RESIDU ( larut dalam air ) Hati BILIRUBIN DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG EMPEDU

BILIRUBIN DIREK

Melalui Duktus Billiaris KANDUNG EMPEDU KE DEUDENUM

BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE & FECES

5. Manifestasi Klinis Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu da pat pula disertai dengan gejala-gejala: 1. Dehidraasi Asupan kalori tidak adekuat (misalnya ; kurang minum, muntah-muntah) 2. Pucat Sering berkaitan denga anemia hemolitik (misalnya ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD atau kehilangan ekstravaskuler. 3. Trauma lahir Brushing, self hematom (perdarahan kepala), perdarahan tertutup lainya. 4. Pletorik (penumpukan darah) Polisitemia yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi K MK 5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Ptekiae ( bintik merah di kulit) Sering dikaitkan dengan infeksi konginetal, sepsis dan eritoblastosis 7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi konginetal, penyakit hat i 8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis ( peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tyroid) 11. Massa abdominal kanan ( sering berkaitan dengan duktus duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urine warna coklat Mengarah ke ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepato logi 6. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada bayi dengan ikterus yang signifikan yait u : 1. Menghitung kadar bilirubin Jika kadar bilirubin lebih dari 15 mg/dl (256mikromol/liter) ; kadar bilirubin m eningkat dengan cepat; dan riwayat hemolisis atau hasil pemeriksaan fisik yang m engarah pada hemolisis. Pemeriksaan laboratorium ini dilakukan untuk membedakan hiperbilirubinemia patologis dari ikterus fisiologis yang berat serta kecenderun gan meningkatnya kadar bilirubin untuk memutuskan intervensi apa yang diperlukan dan kapan diberikan. 2. Hitung darah lengkap Dilakukan untuk menentukan beratnya anemia, dan apusan darah perifer diperiksa u ntuk mencari tanda-tanda patogonormik untuk kondisi seperti sferositosis dan eli ptositosis konginetal. Berkurangnya eritrosit rata-rata (kurang dari 100), anemi a, dan peningkatan jumlah retikulosit (lebih dari 10%) merupakn bukti dugaan ada nya hemolisis kronis. 3.Tes Coombs Tes Coombs langsung secara rutin dilakukan pada darah tali pusat umbilikus bayibayi yang ibunya Rh negatif. Golongan darah bayi sebaiknya ditentukan karena bay i-bayi yang memiliki bukti adanya hemolisis yang lahir dari ibu yang mengalami i nkompatibilitas ABO sangat beresiko mengalami ensefalopati bilirubin. 4. Pengujina enzim G6PD Pengujian enzim G6PD dapat diindikasikan pada bayi-bayi tertentu untuk mendeteks i hemolisis imun 5. USG abdomen

6. Radioisotope scan 7. Penghitungan ikterus berdasarkan rumus Kramer Daerah Luas Ikterus Kadar Billirubin (mg %) 1 Kepala dan leher 5 2 Daerah 1 (+) badan bagian atas 9 3 Daerah 1,2 (+) badan bagian bawah dan tungkai 11 4 Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki bagian dengkul 5 Daerah 1,2,3,4 (+) tangan dan kaki 16

12

Contoh 1 : Kulit bayi di daerah kepala, leher dan badan bagian atas, berarti bilibirun kira-kira 9 mg/% Contoh 2 : Kulit bayi kuning seluruh badan sampai kaki dan tangan, be rarti jumlah biliburin > mg% 7. Penatalaksanaan Pada periode neonatus, kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang tinngi dapat bers ifat neurotoksik. Periode ini merupakan waktu selama otak memiliki resiko terhad ap timbulnya ensefalopati bilirubin dan karnikterus. Untuk alasan ini dengan ada nya hiperbilirubinemia patologis, setiap usaha harus dilakukan untuk mencegah ko mplikasi ini. Jika penyebab patologik ikterus telah disingkirkan dengan anamnesi s dan temuan laboratorium yang sesuai, ikterus fisiologik biasanya tidak memerl ukan pengobatan. Dahululu, kadar bilirubin20 mg/dl dianggap berbahaya. Banyak ah li menganggap bahwa kadar bilirubin sebesar 20 mg/dl tanpa adanya hemolisis tida k berbahaya. Hampir tidak ada kasus yang kadar bilirubinya mencapai 25 mg/dl seh ingga ikterus akan sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak diberikan terapi aktif, m aka pola makan, aktivitas, dan kadar bilirubin harus dipantau secara ketat. Penanganan hiperbilirubinemia bergantung pada penyebab dan beratnya gejala serta derajat anemia yang menyertainya, Strategi yang diterapkan berupa konversi bili rubin tidak terkonjugasi menjadi produk yang tidak berbahaya (fototerapi) ; peng eluaran sumber bilirubin yang potensial ( transfusi darah tukar) ; inhibisi prod uk bilirubin (melalui inhibitor heme oksigenase) ; dan mencegah beban bilirubin tambahan yang berasal dari sirkulasi enterohepatik. Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diar ahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobat an mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi 3. Meningkatkan Badan Serum Albumin 4. Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat. 7.1 Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pe ngganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan inten sitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar B ilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Ha l ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonj ugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirub in berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa pr oses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984 Fototherapi mempunyai peranan d alam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyeba b Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di

Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahka n untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. 7.2 Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. 2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. 3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4. Tes Coombs Positif 5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. 6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. 7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. 8. Bayi dengan Hidrops saat lahir. 9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk : 1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kur ang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung an tigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. 7.3 Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meni ngkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Pe nggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sam pingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehing ga menurunkan siklus Enterohepatika. 8. Komplikasi Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striat um, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada da sar Ventrikulus

9. A. 1. 2. 3. 4.

Konsep Asuhan Keperawatan Pengkajian Identitas Riwayat kehamilan Riwayat kelahiran Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitem ia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 5. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, reflek s menyusui yang lemah, Iritabilitas. 6. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua meras a bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 7. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengena l keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelaja

ri Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988) B. Diagnosa Keperawatan 1. Defisit Volume Cairan 2. Kerusakan integritas jaringan 3. Risiko Injury

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Defisit Volume Cairan Berhubungan dengan: Kegagalan mekanisme pengaturan DS : DO: an nadi NOC: Fluid balance Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. defisit volume cairan teratasi de ngan kriteria hasil: Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa l embab, tidak ada rasa haus yang berlebihan Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal Intake oral dan intravena adekuat NIC : Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas uri n, albumin, total protein ) Monitor vital sign setiap 15menit 1 jam Kolaborasi pemberian cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan oral Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 100cc/jam) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi Pasang kateter jika perlu Monitor intake dan urin output setiap 8 jam

Penurunan turgor kulit/lidah Membran mukosa/kulit kering Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekan Pengisian vena menurun Perubahan status mental

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Resiko kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan: Gangguan sirkulasi, iritasi kimia (ekskresi dan sekresi tubuh, medikasi), radias i (fototerapi) DS : DO : NOC: Tissue integrity : skin and mucous membranes Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . kerusakan integritas jaringan pasien teratasi dengan kriteria hasil: Perfusi jaringan normal Tidak ada tanda-tanda infeksi Ketebalan dan tekstur jaringan normal

Kerusakan jaringan (membran mukosa, integumen, subkutan)

NIC : Hindari Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar Jaga kulit agar tetap bersih dan kering Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan Ajarkan pada keluarga tentang tindakan yang dilakukan Cegah kontaminasi feses dan urin Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka kerutan pada tempat tidur

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Risiko Injury Faktor-faktor risiko : Eksternal Fisik (Efek Fototerapi) Internal. Biokimia, fungsi regulasi (contoh :ketidaknormalan kadar bilirubin)

NOC: Risk Kontrol

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama. Klien tidak mengalami injury denga n kriterian hasil: Klien terbebas dari cedera keluarga mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera keluarga mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada Mampu mengenali perubahan status kesehatan NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi k ognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) Memasang side rail tempat tidur Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Membatasi pengunjung Memberikan penerangan yang cukup Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. Mengontrol lingkungan dari kebisingan Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan sta tus kesehatan dan penyebab penyakit. DAFTAR PUSTAKA Jack A. Pritchard dkk. 1991. Obstetri William Edisi XVII. Surabaya : Airlangga University Press. Harper. 1994. Biokimia. Jakarta: EGC. Sue, Moorhead. 2004. Nursing Intervention Classification (NOC). Jakarta : Mosby. Sue, Moorhead. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta : Mosby. Yuliani Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Fajar Interpratama. Wikjosastro hanif. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : ybs-sp.

S-ar putea să vă placă și