Sunteți pe pagina 1din 70

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN TB PARU

Supriyadi HS

DEFINISI

Penyakit TB Paru : penyakit infeksi dan menular


pada paru-paru yang disebabkan oleh kuman
Micobacterium tuberkulosis

SEJARAH DAN EPIDEMIOLOGI TB

Neolithic (7000-6000 SM) : fosil-fosil tulang (Jerman)


Mesir (3500 SM) : Mumi-2, Jordania, Scandinavia, Peru dll.
Abad 18: Captain of all these men of death (John Bunyan)
Literatur kuno: Pen Tsao (2700 SM)materia medika dr Cina
ttg Lung fever/lung cough
Aristoteles (384-347 SM): Kronik dan tak ada obatnya
Literature Arab: Al Arzi (850-953) dan Ibnu Sina (980-1037):
Kavitas pada paru-paru
Koch, 1882 identifikasi kuman penyebab TB: bakteri
berbentuk batang diagnosis
Abad 19 Insiden TB di US & Eropa sangat besar (angka
kematian 400/100.000 penduduk) dan kematian 15-30% dr
seluruh kematian
Th/ Streptomisin (1944) dan obat lain: PAS, INH Etabutol,
Kanamisin dan Rifampisin (1968) revolusi therapi obat
TB
Abad 20 masalah kesmas

Negara maju/industri: Tb hampir punah dan sanatorium


unt RS
Penanggulangan TB di negara berkembang:
kesembuhan 30%
Masalah yg dihadapi:
1. TB meningkat adanya HIV
2. Resistensi obat Tb
3. Kurang biaya pengadaan obat : Rfm & Pza
4. Perhatian aparat pemerintah kurang: thd besarnya
masalah Tb dan kurang terpadu penanggulangannya

INCIDENSI
Epidemik,

menginfeksi 1/3
penduduk dunia
1993, kedaruratan global
1995, 9 juta penderita, 3 juta
kematian
1995, strategi DOTS
Di negara berkembang
25 % kematian dapat dicegah
75 % klp usia produktif

Di

Indonesia penyakit rakyat nomor satu gol.


penyakit infeksi
No 3 penyebab kematian setelah peny
kardiovasculer
Prevalensi BTA positif /100.000 jiwa (1982).
10 % cakupan DOTS (1995-1998) PENGOBATAN
TDK TERATUR & KOMBINASI OBAT TDK LENGKAP

SKRT

Depkes RI 1986 TB Paru menduduki


urutan 10 morbiditas dan ke-4 mortalitas.
SKRT (1992) mortalitas ini meningkat ke
urutan ke-2
Di Demak???

WHO tahun 1998, program TB Paru di Indonesia


masih menempati rangking ke-3 di dunia setelah
India dan RRC.
Hal ini bisa dilihat dari angka kematian yang
masih cukup tinggi yaitu sekitar 2,2 per-1000
penduduk.

Dari angka tersebut setiap tahun di Indonesia


muncul sejumlah kasus baru sekitar 436.000
kasus.

Permasalahan: TB Paru
Terjadinya penularan pada anggota
keluarga yang lain, kejenuhan minum obat,
droup out obat, terjadi gangguan peran,
dan hubungan dalam keluarga maupun
masyarakat, stigma sosial karena proses
penyakit, koping individu serta koping
keluarga yang tidak efektif.

KARAKTERISTIK MYCOBACTERIUM
TUBERCULOSAE
Bentuk batang, Pj: 1 4 m, tebal 0,3 0,6
m.
Berupa lemak / lipid tahan asam, > tahan
fisik dan kimiawi
Tahan hidup udara kering + dingin
( bertahun-2 di lemari es) dormant
Aerob yang menyukai daerah yang banyak
oksigen (Apikal)
Mati pada suhu >100 derajat C, dan ultra
violet

Kuman TB

PATOGENESIS/PATOLOGI
1. Fokus Primer
Kompleks primer
sembuh sebagian besar atau meluas
Tb Primer
2. Dari Kompleks primer yg sembuh terjadinya
reaktivasi kuman yg tadinya dormant pd fokus
primer, reinfeksi endogen
Tb pasca primer

GEJALA-GEJALA KLINIS

Tanpa keluhan
1. Demam subfebril dpt mencapai 40-41
, keringat malam hari, merasa
lelah/malaise, tidak enak badan, nafsu
makan menurun dan BB menurun
2. Batuk lama dengan dahak bercampur
darah, nyeri dada, sesak nafas,
pembesaran KGB leher dan nyeri saat
diraba, nyeri tulang, gangguan GI tract
kronis, demam tinggi dan disertai
kejang (anak)

RINGKASAN GEJAL-GEJALA TG
RELEVAN DG TB PARU
A. Batuk dengan atau tanpa riak, > 2 minggu
B. Malaise
C. Demam ringan
D. Gejala flu
E. Nyeri dada
F. Batuk darah

Temuan penderita TB
Dewasa :

Passive Promotive Case Finding

Suspek periksa dahak sps (3 spesimen)

Anak

Keluarga pend BTA +

Kunjungan ke tempat Yan-kes (posyandu, PKMRS)

DIAGNOSIS TB
JENIS PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Physical Ass
2.
Ro/
3.
Lab
4.
Spirometri
5.
Bronchografi
6.
Tehnik polymerase Chain Reaktion

UJI TUBERKULIN DAN


KLASIFIKASI TBC

Pada anak, uji tuberkulin merupakan


pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi
Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas
dalam menemukan infeksi TBC dengan uji
tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang


menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%,
umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun
75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase
tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia
anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin,


namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji
mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan
(ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan
diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi.

Pembengkakan (Indurasi) :04mm,uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksi Mikobakterium
tuberkulosa.
Pembengkakan (Indurasi):39mm,uji mantoux
meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang
dengan Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi
BCG.
Pembengkakan (Indurasi) : 10mm,uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi
Mikobakterium tuberkulosa.

KLASIFIKASI TBC (MENURUT


THE AMERICAN THORACIC
SOCIETY, 1981)
Klasifikasi 0

Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita


TBC

Klasifikasi I

Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita


TBC

Klasifikasi II

Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita


TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung
dan bakteriologi negatif).

Klasifikasi III

Sedang menderita TBC

Klasifikasi IV

Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif

Klasifikasi V

Dicurigai TBC

CARA & RESIKO PENULARAN


CARA PENULARAN
Sumber penderita BTA positif
Alur penularan, penderita droplet pernafasan
paru peredaran darah limfe seluruh jar tbh
RESIKO PENULARAN
DI Indonesia CUKUP TINGGI 1-3 %

KOMPLIKAS TB
Hemoptisis berat
Kolaps lobus akibat retraksi bronchial
Bronchiectasis & fibrosis pada paru
Pneumothorak
Penyebaran inf
Insufisiensi kardio pulmonal

PENGARUH HIV / AIDS THD TB


Kerusakan luas imunitas seluler
HIV Penderita TB
1/3 kematian AIDS ok TB
Di Afrika 40 % kematian AIDS ok TB
Akhir abad XX, virus HIV, menyebabkan 1,4 juta
kasus TB

AKIBAT TB YG TIDAK DIOBATI


50 % meninggal
25 % sembuh sendiri
25 % kasus kronik

(WHO, 1996)

CARA PENCEGAHAN
VAKSINASI BCG (Bacillus Calmette Guirine)
Sinar UV
Isolasi pend
Peningkatan imun

HAMBATAN PENCEGAHAN
Geografis
Kurang penerangan
Kurang ventilasi
Kurang teraturnya pengobatan
Gizi buruk

KLASIFIKASI

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala


klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya.
Klasifikasi ini penting karena merupakan salah
satu faktor determinan untuk menetapkan
strategi terapi.

KLASIFIKASI TB PARU PROGRAM


P2TB
TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
Dengan atau tanpa gejala klinik
BTA positif: mikroskopik positif 2 kali,
mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif 1 kali atau disokong radiologik
positif 1 kali.
Gambaran radiologik sesuai dengan TB
paru.
TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
Gejala klinik dan gambaran radilogik
sesuai dengan TB Paru aktif
BTA negatif, biakan negatif tetapi
radiologik positif.

Bekas TB Paru dengan kriteria:


Bakteriologik (mikroskopik dan
biakan) negatif
Gejala klinik tidak ada atau ada
gejala sisa akibat kelainan paru.
Radiologik menunjukkan gambaran
lesi TB inaktif, menunjukkan serial
foto yang tidak berubah.
Ada riwayat pengobatan OAT yang
adekuat (lebih mendukung).

KATAGORI TB
Katagori I
Kasus baru dengan sputum negatif
Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti
meningitis, perikarditis, peritonitis, pleuritis,
spondilitis dengan gangguan neurologis, kelainan
paru yang luas dengan BTA negatif, TB usus, TB
genito urinarius.

Kategori II
Ditujukan terhadap :
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori III
Ditujukan terhadap :
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru
yang tidak luas.
Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut
dalam kategori I

Kategori IV
Ditujukan terhadap kasus TB kronik.
Terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB
(sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi
rumit.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Kultur sputum Positif m tuberkulosis
dalam stadium aktif pada perjalanan
penyakit.
Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap
sputum) Positif BTA.

Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer


patch)
Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein
Derivative (PPD) yang diberikan IC
daerah lengan atas dalam 0,1 yang
mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis
atau 5 tuberkulosis unit (5 TU).
Reaksi dianggap bermakna jika undurasi
diameter > 10 mm
Reaksi undurasi antara 5 9 mm dianggap
meragukan dan harus di ulang lagi.
Hasil akan diketahui selama 48 72 jam
setelah tuberkulosis disuntikkan

Elisa/Western Blot
Dapat menunjukkan adanya virus HIV.
Rontgen dadakoplek kelenjar getah
bening parenkim dan lesi resi TB pada
apeks dan segmen posterior lobus atas
paru atau pada segmen superior lobus
bawah.
Pemeriksaan histologi/kultur jaringan
Positif bila terdapat mikobakterium
tuberkulosis.

Biopsi jaringan paru


Menampakkan adanya sel yang besar
terjadinya nekrosis.
Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan
beratnya infeksi, misalnya hipernatremia
yang disebabkan retensi air mungkin
ditemukan pada penyakit tuberkulosis
kronis.
Analisa gas darah (BGA)
Mungkin abnormal tergantung lokasi,
berat, dan adanya sisa kerusakan
jaringan paru.

Pemeriksaan fungsi paru


Turunnya kapasitas vital, meningkatnya
ruang rugi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan
menurunnya SaO2 sebagai akibat infiltrasi
parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru,
dan kelainan pleura (akibat dari
tuberkulosis kronis).

PENATALAKSANAAN TB PARU
Strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short Course)
Adanya

komitmen politis dukungan


pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
Diagnosis TB pemeriksaan dahak
secara mikroskopik langsung
radiologis dan kultur pemeriksaan
penunjang dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

Fase insentif Pengawasan langsung oleh


PMO dimana penderita harus minum obat
setiap hari.
Kesinambungan ketersediaan paduan OAT
jangka pendek yang cukup.
Pencatatan dan pelaporan yang baku.

WHO bahwa pengobatan jangka pendek tersebut


baru berhasil bila obat-obat yang relatif mahal ( R & Z
) tersedia sampai akhir masa pengobatan.
Di beberapa negara berkembang, pengobatan jangka
pendek ini banyak yang gagal mencapai angka
kesembuhan yang ( cure rate ) ditargetkan yakni 85 %
karena : Program pemberantasan kurang baik, &
Buruknya kepatuhan berobat

Hal ini menyebabkan :


Populasi TB semakin meluas
Timbulnya resistensi terhadap bermacam obat
Adanya epidemi AIDS akan lebih mengobarkan kembali
aktifnya TB.
Menyadari bahaya tersebut di atas, WHO pada tahun
1991 mengeluarkan pernyataan baru dalam
pengobatan TB Paru :

PENGOBATAN TETAP DIBAGI DALAM DUA


TAHAP
Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 5 macam obat
anti TB per hari dengan tujuan :
Mendapatkan konversi sputum dengan cepat ( efek
bakterisidal )
Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih
lanjut
Mencegah timbulnya resistensi obat
Tahap lanjutan ( continuation phase ), dengan hanya memberikan 2
macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan :
Menghilangkan bakteri yang tersisa ( efek sterilisasi )
Mencegah kekambuhan
Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari
33 kg, 33 50 kg dan lebih dari 50 kg.

PENATALAKSANAAN
1. Konversi sputum positif menjadi negatif
2. Mencegah kekambuhan
3. menghilangkan gejala

PENGOBATAN SESUAI KATAGORI


TB PARU :
KATAGORI

FASE INTENSIF

FASE LANJUTAAN

2RHZS ( E ).
4 RH atau 4R3H3
Fase sisipan 2 4 mg dengan 4 6 RH atau 6HE (T) untuk TB berat
macam obat
2RHZ bila (Resisten INH)

II

2 RHZE
5 RHE atau paduan
1 RHZE fase sisipan
5 R3H3E3
BTA (+) hentikan 2-3 hari, periksa
biakan & lanjutan

III

2 RHZ atau 2 R3H3Z3

IV
Resistensi obat
sedikitnya
(R & H)

H seumur hidup

2RH atau 2R3H3. diperpanjang 4H


/ Paduan alternatif adalah 6
HE ( T)
Bila luas kelainan paru > 10 cm2
atau pada TB ekstra paru
yang belum remisi sempurna,

EVALUASI PENGOBATAN.
Kemajuan

pengobatan klinis
( hilangnya keluhan, nafsu makan >, berat
badan naik dan lain-lain ), < kelainan
radiologis paru dan konversi sputum
menjadi negatif.
Kontrol BTA bulan ke-2, 4, dan 6. Pada
yang memakai paduan obat 8 bulan
sputum BTA diperiksa pada akhir bulan
ke-2, 5, dan 8.
Biakan BTA akhir bulan ke-2 dan
akhir Tx

Pemeriksaan resistensi pasien baru yang BTA-nya masih


positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien
yang mendapat pengobatan ulang ( retreatment ).
Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang
begitu berperan
Efek samping obat ( yang terbanyak hepatitis ), perlu
pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin,
kreatinin/ureum, darah perifer.
Resistensi obat sudah harus diwaspadai dalam 1 2 bulan
pengobatan tahap intensif tidak terlihat perbaikan.

DAMPAK MASALAH.
Terhadap individu.

Biologis.

Psikologis.

Sosial. stigma

Spiritual.

Produktifitas menurun oleh karena kelemahan


fisik.
Terhadap keluarga.

Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga


yang lain

Produktifitas menurun.

Psikologis.

Sosial
Terhadap masyarakat.

PENGKAJIAN

Riwayat perawatan sekarang


Meliputi keluhan atau gangguan yang
sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk,
nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari
pengonbatan.
Riwayat perawatan dahulu
Keadaan atau penyakit penyakit yang
pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara
lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru
yang kembali aktif.

Riwayat penyakit keluarga


Mencari diantara anggota keluarga pada
tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya
menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita tuberkulosis paru yang
lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).

POLA FUNGSI KESEHATAN

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah
yang berdesak desakan, kurang cahaya matahari,
kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang
sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)
Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh
anoreksia, nafsu makan menurun. (Marilyn. E.
Doenges, 1999)
Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau
kesulitan dalam miksi maupun defekasi
Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes, 1999)

Pola tidur dan istirahat


Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita
TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur
dan istirahat. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi
karena penyakit menular. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa,
penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan
meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang
penyakitnya. (Marilyn. E. Doenges, 1999)

Pola reproduksi dan seksual


Pada penderita TB paru pada pola reproduksi
dan seksual akan berubah karena kelemahan
dan nyeri dada.
Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama
maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan
terhadap pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul,
1996. Hal 23)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk
menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.

PEMERIKSAAN FISIK

Sistem integumen sianosis, dingin dan lembab,


tugor kulit menurun
Sistem pernapasan
inspeksi : adanya tanda
penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan Junadi
DKK, th 1982, hal 213)
Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood
Alsogaff, 1995. Hal 80)
Perkusi
: Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr.
1998. Hal 718)
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa
ronki basah, kasar dan yang nyaring. (Purnawan. J.
dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)

Sistem

pengindraanPada klien TB
paru untuk pengindraan tidak ada
kelainan
Sistem kordiovaskulerAdanya
takipnea, takikardia, sianosis,
(Soeparman, 1998. Hal 718)
Sistem gastrointestinalAdanya
nafsu makan menurun, anoreksia,
berat badan turun. (Soeparman, 1998.
Hal 718)

Sistem

muskuloskeletal Adanya
keterbatasan aktivitas akibat
kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari hari yang kurang
meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995.
Hal 87)
Sistem neurologis komposments /
ggn LOC
Sistem genetalia Biasanya klien
tidak mengalami kelainan pada
genitalia

DIAGNOSA KEPERAWATN
Perubahan

nutrisi : kurang dari


kebutuhan tubuh yang sehubungan
dengan keletihan, anorerksia atau
dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
Potensial terhadap transmisi infeksi
yang sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko patogin
kuman (Marilyn. E. Doenges, 1999)
Kurang pengetahuan yang
sehubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit
dan penatalaksanaan perawatan
dirumah

Ketidakefektifan

bersihan jalan napas


yang berhubugan dengan sekret kental,
kelemahan dan menurunnya upaya untuk
batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
Potensial terjadinya kerusakan
pertukaran gas sehubungan dengan
penurunan permukaan efektif proses
sekunder kerusakan membran alveolar
kapiler. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur
sehubungan daerah sesak napas dan
nyeri dada. (lynda, J. Carpenito, 1998)

PERENCANAAN
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang sehubungan dengan
sekret kental, kelemahan upaya untuk batuk.

Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan


kedalaman penggunaan otot aksesori
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk
batuk dan latihan untuk nafas dalam.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada
kontraindikasi.
Lembabkan udara respirasi.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik,
bronkodilator , dan kortikosteroid.
Fisioterapi thoraks

KERUSAKAN PERTUKARAN GAS SEHUBUNGAN DENGAN


PENURUNAN PERMUKAAN EFEKTIF PARU SEKUNDER
KERUSAKAN MEMBRAN ALVEOLAR KAPILER.

Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas,


peningkatan upaya pernapasan terbatasnya
ekspansi dinding dada
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran,
catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk
membran mukosa
Tujukkan / dorong bernapas bibir selama
ekshalasi
Tngkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan
bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Awasi segi GDA / nadi oksimetri
Berikan oksigen

PERUBAHAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN


TUBUH YANG SEHUBUNGAN DENGAN ANOREKSIA,
KELETIHAN ATAU DISPNEA.

Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat


badan, integritas mukosa oral, riwayat mual /
muntah atau diare.
Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau
tidak
Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat
badan secara periodik
Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah
tindakan pernafasan
Dorong makan sedikit dan sering dengan
makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan
komposisi diet.

RESIKO PENYEBARAN INFEKSI BERHUBUNGAN


DENGAN KURANGNYA PENGTAHUAN TENTANG
RESIKO PATOGEN.

Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan


kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.
Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota
rumah, sahabat.
Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan
pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci
tangan yang tepat.
HE sifat kuman
Kaji tindakan. Kontrol infeksi, contoh masker atau isolasi
pernafasan.
Identifikasi faktor resiko terhadap pengatifan berulang
tuberkulasis.
Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Kolaborasi dan system rujukan.

KURANGNYA PENGETAHUAN YANG BERHUNGAN


DENGAN KURANGANYA INFORMASI TENTANG
PROSES PENYAKIT DAN PENATALAKSANAAN
PERAWATAN DI RUMAH.

Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah,


kelemahan, ingkungan, media yang terbaik bagi klien.
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan,
contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang
diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial
interaksi dengan obat lain.
Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan
masalah.
Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut
atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien
untuk rujukan contoh jadwal obat.
Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung,
semburan pasir.

GANGGUAN PEMENUHAN TIDUR DAN


ISTIRAHAT B/D SESAK NAPAS DAN NYERI
DADA.
kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan
saat sakit
Observasi efek abot obatan yang dapat di
derita klien
Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu
akan tidur.
Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman

SUMBER BACAAN

Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University
Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat. EGC. Jakarta.
Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensens Medical surgical Nursing A Phsycopsicologyc
Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi. 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Diana C. Baughman. ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Engram Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Gibson, John, MD. (1995). Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo, ( 1997 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC, Jakarta
Keliat, Budi Anna. (1991). Proses Keperawatan. Arcan. Jakarta.
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. (1994). Dasar Dasar Diagnostik Fisik Paru.
Surabaya.
Lismidar H,dkk. (1990). Proses keperawatan. AUP

S-ar putea să vă placă și