Sunteți pe pagina 1din 21

Heat Exhaustion, Heat Stroke dan Hipotermia

Irma Hardiyanti Setia Ningsih


11161040000012
PSIK A 2016
Heat Exhaustion adalah ketidakadekuatan atau kolaps
sirkulasi perifer. Heat exhaustion jika tidak di tangani dapat
berkembang menjadi heat stroke yang merupakan
kedaruratan medis yang mengancam kehidupan.
(Baticaca, 2008)

Heat exhaustion adalah sebuah kondisi akibat


terpapar oleh hawa panas, menyebabkan terkurasnya
cairan tubuh sehingga penderita merasa lemah, pusing,
mual, dan kadang-kadang pingsan. (Marsden, 2005)
Suhu yang sangat panas bisa menyebabkan hilangnya
banyak cairan melalui keringat, terutama saat melakukan
kerja fisik atau olahraga berat. Bersamaan dengan cairan,
garam ( elektrolit ) juga hilang sehingga terjadi gangguan
sirkulasi darah dan fungsi otak. Akibatnya terjadi heat
exhaustion. Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua
yaitu deplesi air (hypernatremia) yang cepat timbul akibat
penambahan cairan yang inadekuat dan deplesi garam
(hiponatremia) akibat pemberian pengganti air yang
berkepanjangan dengan masukan sodium yang insufisien.
 Suhu tubuh dalam keadaan ini berkisar antara 37°C-40°C
 Pengeluaran keringat yang berlebihan
 Malaise
 Fatigue
 Sakit kepala
 Peningkatan rasa haus, mual, muntah
 kram otot
 kulit yang dingin atau berkerut, dan pingsan.
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan takikardi ringan, ortostasis,
takipnea, membran mukosa mengering, kulit memerah, dan
muscle tenderness.
 Heat stroke adalah sebuah Kondisi berbahaya akibat
terganggunya kemampuan tubuh mengatur temperatur
karena terus-menerus terkena hawa panas yang menyengat
ditandai oleh terhentinya pengeluaran keringat, sakit kepala
berat, demam tinggi, kulit panas dan kering, dan dalam
kasus-kasus serius mengakibatkan pingsan dan koma
(Marsden, 2005)
 Heat stroke disebabkan oleh kegagalan mekanisme
pengaturan panas tubuh dan merupakan gabungan dari
hiperpireksia dan gejala neurologis. Pasien tidak lagi mampu
menghilangkan panas karena kegagalan mekanisme
termoregulasi sentral.Pasien yang mengalami heat stroke
harus dimasukkan ke unit perawatan intensive
 Kondisi
suhu lingkungan yang terlalu tinggi
 Kegagalan mekanisme pengaturan panas tubuh
Menurut klasifikasi :
1. Exertional Heat Stroke (EHS)
Keadaan hipertermia, diaforesis, dan perubahan sensorium
suhu yang bisa secara mendadak muncul selama kegiatan fisik yang
berlebihan pada lingkungan yang panas. Gejala yang muncul
diantaranya : Spasme muskular dan perut cramping, mual, muntah,
diare, sakit kepala, pusing, dispnea, dan kelelahan.

2. Non Exertional Heat Stroke (NEHS)


Hipertermia, anhidrosis, dan perubahan sensorium suhu yang
berkembang setelah periode kenaikan suhu yang lama (Prolonged
Elevations) dalam lingkungan panas. Gejala gangguan seperti
halusinasi, delusi, sikap irasional, bahkan koma.
1. Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) dan hiponatremia (jika deplesi
natrium menjadi masalah primer).
2. Elektrokardiogram dapat menunjukan disaritmia tanpa
bukti-bukti infark.
3. Pada heat stroke, analisa gas darah arteri menunjukan
asidosis metabolik.
4. Jika keadaan berkembang, tes lab mencerminkan
gagal jantung dan komplikasi lainnya.
Pada Heat Exhaustion dan Heat Stroke :
1. Lakukan pendinginan tubuh dengan cepat

2. Pada heat stroke suhu inti harus diturunkan menjadi 39˚C

3. Terapi oksigen dimulai untuk penyuplaian kebutuhan jaringan yang berlebihan karena
kondisi hipermetabolik. Berikan oksigen dengan menggunakan non-rebreathing
mask(100%)atau intubasi jikaperlu untuk memperbaiki kegagalan system kardiopulmonal
4. Lakukan penggantian cairan untuk memperbaiki sirkulasi dan mempermudah
pendinginan.
a. Larutan Rehidrasi Oral seperti “Gatorade” dapat digunakan pada heat
exhaustion jika klien sadar penuh dan TTV stabil
b. Larutan terapi cairan RL/ Normal Saline hingga elektrolit seimbang
c. Pada heat stroke, sebaiknya lakukan pemberian cairan melalui vena pusat
d. Jumlah penggantian cairan didasarkan pada respon klien dan hasil lab.
5. Lakukan RJP jika terjadi penghentian sistem kardiopulmonar
6. Farmakologi
a. Diuretik untuk meningkatkan diuresis
b. Antikonvulsi untuk mengendalikan kejang
c. Kalium untuk mengoreksi hipokalemia dan natrium bikarbonat untuk mengoreksi
asidosis metabolik sesuai hasil pemeriksaan lab
d. Antipiretik tidak bermanfaat dalam pengobatan heat stroke karna obat
antipiretik dapat menimbulkan komplikasi koagulapati dan kerusakan hati
e. Diazepam (Valium) untuk mengendalikan menggigil yang hebat
f. Klien dengan deplesi factor pembekuan dapat diobati dengan trombosit atau
plasma beku yang segar
A. Pengkajian
1. Kulit klien tampak kering kemerahan
2. Kesadaran verbal sampai unresponsible
3. Pengkajian primer
a. Airway : biasanya tidak ada masalah
b. Breathing (LLF) : Napas takipnea
c. Circulation : takikardi,hiperpireksia,kulit kering,hipotensi
d. Disability : Status mental berkisar kebingungan-koma
e. Exposure : Tanggalkan pakaian klien
4. Pengkajian sekunder
a. Riwayat penyakit sebelumnya
b. Keluhan,riwayat alergi,pengobatan sebelumnya,proses terjadinya trauma
c. Pengkajian nyeri (PQRST)
d. Pemeriksaan fisik
1. Hiperpireksi b.d kegagalan mekanisme pengaturan panas tubuh
Ds : pasien mengatakan panas dan tidak berkeringat
Do : suhu tubuh meningkat, tidak berkeringat, kulit kering
Tujuan : Suhu tubuh normal
KH : Suhu tubuh menurun,kulit lembab,sadar penuh
Intervensi
1. Pendinginan tubuh dengan menggunakan selimut hipotermia dan tanggalkan
pakaian klien
2. Pantau dan catat suhu tubuh secara kontinu selama proses pendinginan
3. Rendam kain/handuk dalam air es dan letakkan diatas badan klien, gunakan kipas
angin untuk mempercepat laju evaporasi
4. Jika suhu tidak dapat turun lakukan pendinginan inti :lavage saline pada
lambung,dialysis peritoneal dengan air dingin. Hentikan pendinginan aktif bila suhu
telah mencapai 390C
5. Berikan diazepam jika menggigil hebat
6. Lakukan pemasangan CVP
Evaluasi : suhu tubuh dalam batas normal
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan (cerebral,kardiopulmonal,ginjal) b.d gangguan
metabolism
Ds : pasien mengatakan mual,
Do kejang, tidak sadar , takikardi, apnea, pupil dalam dilatasi
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
KH : kulit lembab,TTV normal
Intervensi
1. Berikan oksigen dengan menggunakan rebreathing mask 100% atau intubasi sesuai
indikasi
2. Pemberian cairan IV dengan RL atau normal saline
3. Berikan kalium untuk koreksi hipokalemia dan natrium bikarbonat untuk koreksi asidosis
metabolic
4. Pantau EKG
5. Ukur balance cairan setiap 1 jam
6. Pantau adanya kejang
7. Berikan diuretik untuk meningkatkan diuresis
Evaluasi : perfusi jaringan adekuat
3. Risiko trauma b.d penurunan tingkat kesadaran dan kejang
Ds : keluarga mengatakan klien tidak sadar dan kejang
Do : penurunan kesadaran, pupil dalam, kejang
Tujuan : meminimalkan trauma
Intervensi
1. Pasang bed rell

2. Jangan meninggalkan pasien seorang diri

3. Awasi kejang

4. Lakukan pengkajian neurologis setiap 30 menit (GCS, Refleks pupil, kejang )

5. Berikan antikonvulsi untuk mengendalikan kejang

6. Atur lingkungan ( ruangan yang dingin )

Evaluasi : pasien mengatakan tidak terjadi trauma


 Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh menjadi <
35˚C (atau 95˚F) secara involunter.
 Hipotermia adalah gangguan medis yang terjadi
didalam tubuh, sehingga terjadi penurunan suhu karena
tubuh tidak mampu memproduksi panas untuk
menggantikan panas tubuh yang hilang dengan cepat.
Kehilangan panas karena pengaruh dari luar seperti air
dingin dan pengaruh dari dalam seperti kondisi fisik
(Lestari, 2010).
Menurt Tanto (2014) berdasarkan etiologinya, hipotermia dapat dibagi menjadi:
1. Hipotermia primer, apabila produksi panas dalam tubuh tidak dapat
mengimbangi adanya stres dingin atau paparan langsung terhadap dingin,
terutama bila cadangan energi dalam tubuh sedang berkurang.
2. Hipotermia sekunder, adanya penyakit atau pengobatan tertentu yang
menyebabkan penurunan suhu tubuh. Berbagai kondisi yang dapat
mengakibatkan hipotermia menurut Hardisman (2014),yaitu:
a. Penyakit endokrin (hipoglikemi, hipotiroid, penyakit Addison,
diabetes melitus, dan lain – lain)
b. Penyakit kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung kongestif,
insufisiensi vascular, dan lain – lain)
c. enyakit neurologis (cedera kepala, tumor, cedera tulang belakang,
penyakit Alzheimer, dan lain – lain)
d. Obat – obatan (alkohol, sedatif, klonidin, neuroleptik)
Gejala klinis berdasarkan derajat hipotermia menurut (Setiati, 2014) :
1. Hipotermia ringan (35-32˚C)
1. Pucat dan dingin ketika disentuh
2. Mati rasa pada ekstremitas
3. Takikardi, takipnea
4. Menggigil
5. Sulit berjalan dan berbicara
6. Sering berkemih karena “cold diuresis”
2. Hipotermia sedang (32-28˚C)
1. Berhenti menggigil
2. Nadi lambat, tingkat pernapasan dan tekanan darah rendah.
3. Refleks melambat
4. Pasien menjadi disorientasi
5. Sering terjadi aritmia
1. Hipotermia Berat (< 28˚C)
1. Tidak sadar dan tidak ada respon
2. Hipotensi
3. Nadi lemah
4. Oliguria
5. Pernafasan menjadi lambat dangkal dan akhirnya apnea
6. Rentan mengalami aritmia ventrikel dan koma.

S-ar putea să vă placă și